BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.
Alat-alat -
Hotplate
Corning
-
Oven
Hammert
-
Neraca analisis
Acis
-
Gelas beaker
Pyres
-
Gelas ukur
Pyrex
-
Labu takar
Pyrex
-
Blender
Philips
-
Erlenmeyer
-
Pipet volume
Pyrex
-
Labu Takar
Permacolor
-
Termometer
100ᵒC
Pyrex
-
Labu leher tiga
1000 ml
Pyrex
-
Spektrofotometer FT-IR
-
Scanning Electron Microscope
-
Spektrofotometer UV-Visible Spectronic 300
-
Jangka Sorong
-
Karet sumbat
-
Panci
-
Kondensor
-
Pipa bengkok
-
Statif dan klem
-
Plat Akrilik
-
Spatula
-
Alat torse
-
Pipet Tetes
-
Botol Reagen
-
Botol Aquades
-
Magnetik Stirer
500 ml
Pyrex
Universitas Sumatera Utara
21
-
Kertas saring
Whattman No. 42
-
Kertas saring
Biasa
-
Corong vakum
-
Jangka Sorong
-
Cawan Petri
-
Tabung Reaksi
-
Rak Tabung
-
Plastik
3.2.
3.3.
Bahan-bahan -
Ekstrak Kulit Manggis
-
Kitosan % DD
90,2%
-
Tepung Tapioka
Gunung Agung
-
Gliserin
PT.SOCI
-
CH3COOH(aq)
6%
-
Akuades
-
Metanol
teknis
Prosedur Penelitian
3.3.1. Pengambilan Sampel Sampel berupa ekstrak kulit manggis yang diperoleh dari pedagang buah Langkat. Buah manggis memiliki nama latin Garciniae Mangostanae L. dan nama latin dari kulit manggis adalah Garciniae Mangostanae Radix. 3.3.2. Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.2.1. Pembuatan Larutan CH3COOH 1% (w/v) Dipipet 16,6 ml larutan CH3COOH(aq) 6% kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan akuades hingga garis batas.
Universitas Sumatera Utara
22
3.3.2.2. Pembuatan Larutan Kitosan 2% (w/v) Ditimbang 1 g kitosan kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker. Ditambahkan 50 ml larutan CH3COOH 1% (V/V). Didiamkan selama ± 1 jam hingga seluruh kitosan larut. 3.3.3. Preparasi Sampel Buah manggis dikupas dan di ambil bagian kulitnya, kemudian dipotong tipistipis, dikeringkan dibawah sinar matahari selama ±2 hari, kemudian dimasukkan didalam blender. Setelah halus, dimaserasi selama 7 hari dengan pelarut methanol, disaring vakum, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 65ᵒC selama ±10 jam dan didapatkan ekstrak antioksidan kulit manggis. 3.3.4. Pembuatan Edible Film Sebanyak 3 g tepung tapioca dimasukkan kedalam gelas beaker yang telah diisi dengan 50 ml akuades. Diaduk hingga homogen. Dipanaskan di atas hotplate pada suhu± 650C hingga mengental. Ditambahkan kitosan 2% (w/v) sebanyak 3 ml. Ditambahkan 1 g ekstrak kulit manggis sambil diaduk hingga homogen. Kemudian ditambahkan 1 ml gliserin. Diaduk hingga homogen dan dibiarkan mengental. Campuran dituang di plat akrilik dan diratakan. Dikeringkan didalam oven pada suhu ± 300C selama ± 3 hari. Dilakukan prosedur yang sama untuk sampel ektraks kulit manggis dengan variasi 2 g, 3 g, 4 g, 5 g dan akuades dengan variasi 45 ml, 40 ml, 35 ml, 30 ml. 3.3.5. Pengukuran Ketebalan Edible Film Edible film yang diperoleh dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm, kemudian dilakukan pengukuran dengan menggunakan jangka sorong sebanyak dari lima sisi, yaitu sudut sisi kiri atas, sudut sisi kanan atas, sudut sisi kiri bawah, sudut sisi kanan bawah dan tengah. Kemudian, dicari rata-rata dari ketebalan tersebut. 3.3.6. Pengukuran Kuat Tarik, Kemuluran dan Elastisitas Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik
Universitas Sumatera Utara
23
suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmax) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (A0). Perhitungan Uji Kuat Tarik : Kekuatan tarik(σ) = Keterangan : Load
Fmaks 𝐴𝑜
= Tegangan (KgF)
=
𝐿𝑜𝑎
𝐴𝑜
Ao
= Luas specimen (mm2)
σ
= Kekuatan tarik bahan (KgF/mm2)
Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan, maka bahan akan mengalami regangan. Kurva tegangan terhadap regangan merupakan karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan. Untuk bahan polimer bentuk kurva tegangan regangan terlihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Kurva Tegangan dan Regangan Bahan Polimer Spesimen yang digunakan untuk uji kekuatan tarik berdasarkan ASTM D 638 seperti terlihat pada gambar 3.2. rangkaian alat uji tarik diset sesuai dengan yang diperlukan. Kecepatan tarik 100 mm/menit dan beban maksimum 100 kgf. Sampel yang sudah berbentuk dumbbell dijepitkan pada alat uji tarik, kemudian alat dijalankan dan didata yang dihasilkan diamati pada monitor.
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 3.2 Bentuk Spesimen Untuk Analisis Kuat Tarik dan Kemuluran ASTM D-638-72 Tipe IV Disamping uji sifat mekanik kekuatan tarik (σ), juga diamati kemuluran (ԑ) yang didefinisikan sebagai perubahan panjang specimen (I0) dengan perubahan panjang specimen setelah diberi beban (It) maupun terhadap regangan (stroke). Perhitungan Kemuluran : Kemuluran(ԑ) =
𝐼𝑡 − 𝐼0
x 100%
Kemuluran(ԑ) =
𝑆𝑡𝑟𝑜𝑘
x 100%
Keterangan:
𝐼0
𝐼0
ԑ = kemuluran (%) Stoke = Regangan (mm/menit) I0= Panjang specimen mula-mula (mm) It = Panjang specimen setelah diberi beban (mm) (Wirjosentono, 1996). 3.3.7. Uji Ketahanan Air (Water Uptake) Edible Film Prosedur uji ketahanan air yaitu dengan menimbang berat awal sampel yang akan diuji (Wo), kemudian dimasukkan kedalam wadah yang berisi akuades selama 10 detik. Sampel diangkat dari wadah yang berisi akuades dan air yang terdapat pada permukaan plastik dihilangkan dengan tisu kertas, setelah itu baru dilakukan
Universitas Sumatera Utara
25
penimbangan. Sampel dimasukkan kembali kedalam wadah yang berisi akuades selama 10 detik. Kemudian sampel diangkat dari wadah dan ditimbang kembali. Prosedur perendaman dan penimbangan dilakukan kembali sampai diperoleh berat akhir sampel konstan (Ban et al. 2005). Selanjutnya air yang diserap oleh sampel dihitung melalui persamaan : Daya Serap Air (%)
=
𝑊−𝑊𝑜
Dimana : W = berat edible film basah
𝑊𝑜
𝑥
%
Wo = berat edible film kering
3.3.8. Analisa SEM ( Scanning Electron Microscope) Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan serta mempelajari sifat morfologi sampel. Dalam hal ini, dilihat dari permukaan edible film hasil campuran tepung tapioka dengan kitosan, ekstrak kulit manggis, dan gliserin berdasarkan sifat mekanik edible film yang optimal. 3.3.9. Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red) Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red) merupakan analisa terhadap interaksi senyawa-senyawa yang terkandung dalam edible film berupa uluran atau lekukan gugus fungsi yang ditampilkan dalam bentuk spectrum gelombang. Dalam hal ini, dilihat dari spectrum interaksi gugus fungsi dari edible film hasil campuran tepung tapioka dengan kitosan, ekstrak kulit manggis, dan gliserin berdasarkan sifat mekanik edible film yang optimal. 3.3.10. Uji Aktivitas Antibakteri 3.3.10.1. Uji Aktivitas dengan Metode Kirby Bauer Dituang media MHA (Mueller Hinton Agar) steril kedalam cawan petri secara aseptis dan biarkan hingga memadat. Dibuat suspensi bakteri uji dengan cara mengambil biakkan bakteri tersebut untuk selanjutnya dihomogenkan kedalam 10 mL garam fisiologis (0,9 %). Konsentrasi bakteri uji selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
26
disamakan dengan konsentrasi larutan McFarland (108 CFU/mL). Suspensi bakteri uji tersebut selanjutnya diinokulasikan dengan cara menggoresnya menggunakan cotton bud steril hingga merata pada media MHA yang telah memadat. Dimasukkan potongan edible film kedalam media uji untuk selanjutnya diinkubasi pada suhu 34 oC. Diamati dan diukur hasil uji antimikroba yang dihasilkan edible film dimulai dari hari pertama, kedua dan ketiga setelah masa inkubasi.
3.3.10.2.
Uji Aktivitas dengan Metode Total Plate Count
Disiapkan 5 buah tabung reaksi yang masing-masing berisi 9 mL akuades steril. Selanjutnya ditimbang sebanyak 1 g sampel uji untuk dimasukkan kedalam tabung reaksi pertama. Dari hasil homogenisasi antara 9 mL akuadest steril dengan 1 g sampel uji diperoleh faktor pengenceran dengan konsetrasi 10-1. Dari hasil pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 mL untuk dimasukkan kedalam tabung ke 2. Hasill homogenisasi pada tabung ke dua akan memperoleh faktor pengenceran dengan konsentrasi 10-2 begitu seterusnya hingga diperoleh faktor pengenceran 10-5. Diambil masing-masing sebanyak 0,1 mL dari pengenceran 10-4 dan 10-5 untuk diinokulasikan kedalam 2 cawan petri yang berbeda. Dituangkan media PCA (Plate Count Agar) pada kisaran suhu ±36 oC kedalam cawan petri yang telah berisi 0,1 mL larutan dari hasil faktor pengenceran 10-4 dan 10-5. Diinkubasi hasil TPC dengan metode cawan tuang tersebut pada suhu 34 oC selama 1 x 24 jam. Dihitung jumlah koloni yang tumbuh setelah masa inkubasi.
Universitas Sumatera Utara
27
3.4.
Bagan Penelitian
3.4.1. Preparasi Sampel
Kulit Manggis Dikupas Dibersihkan Diiris tipis-tipis Dikeringkan dibawah sinar matahari selama ± 2 hari Dihaluskan dengan blender Dimaserasi dengan methanol selama ± 7 hari Disaring vakum Dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 65ᵒC selama ± 10 jam Ekstrak kulit manggis
Universitas Sumatera Utara
28
3.4.2. Pembuatan Edible Film Tepung Tapioka Ditimbang sebanyak 3 g Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan 50 ml akuades Dipanaskan diatas hotplate (± 65oC) Ditambahkan 3ml larutan kitosan 2% Ditambahkan 1 g ekstrak kulit manggis Ditambahkan 1ml gliserin Diaduk hingga homogen dan mengental Dituang di plat akrilik dan diratakan Dikeringkan didalam oven (± 30oC) selama 2 hari Dilakukan perlakuan yang sama untuk ekstrak kulit manggis dengan variasi 2 g, 3 g, 4 g, 5 g dan akuades dengan variasi 45 ml, 40 ml, 35 ml, dan 30 ml. Edible Film
Universitas Sumatera Utara
29
3.4.3 Karakterisasi dan Pengujian Edible Film
Universitas Sumatera Utara
30
3.4.4.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Edible Film
3.4.4.1.
Uji Aktivitas Edible Film dengan Metode Kirby Bauer
Biakan bakteri Escherichia coli dan Staphyloccus aureus disuspensi dalam akuades steril dihomogenkan dengan vortex dibandingkan dengan kekeruhan Suspensi bakteri diencerkan dengan akuades Steril sampai kekeruhan 6 CFU/ml
Media MHA diinkubasi di atas media
Suspensi Bakteri
MHA
di inkubasi di atas media MHA Media MHA
Cakram Edible Film diletakkan cakram edible film diatas media MHA diinkubasi secara terbaik dalam inkubator pada suhu 32-34ºC selama 3x24 jam diukur diameter zona antibakteri
Hasil
Universitas Sumatera Utara
31
3.4.4.2
Uji Aktivitas Edible Film dengan Metode Standart Plate Count (SPC) pada Apel
Apel dibungkus dengan edible film diletakkan pada suhu kamar dipotong seberat 1 g dihaluskan dan dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah akuades steril sebanyak 9 ml Kultur awal pengenceran 10-1 diencerkan hingga 10-5 dimasukkan 0,1 ml ke dalam media PCA padat didalam cawan petri diratakan dengan hockey stick Media PCA dan kultur diinkubasi pada suhu 32-34ºC selama 24 jam dihitung isolate bakteri Hasil Dilakukan perlakuan yang sama untuk apel yang dibungkus dengan plastik biasa dan edible film liquid untuk perbandingan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1.
Hasil Analisa Karakateristik Meliputi Ketebalan, Kuat Tarik, Kemuluran, Dan Elastisitas Edible Film
Dari hasil penelitian pembuatan dan karakterisasi serta uji aktivitas edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ekstrak kulit manggis (Garciniae mangostana) untuk kemasan buah apel malang (Malus domestica B.) yang telah dilakukan, diperoleh karakteristik dari edible film sebagai berikut : Tabel 4.1.
Hasil Analisa Karakteristik Edible Film dari Campuran
Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garciniae
mangostana)
Untuk
Kemasan
Buah
Apel
Malang
(Malusdomestica B.) No.
Parameter
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garciniae mangostana) 1g
2g
3g
4g
5g
1.
Ketebalan (mm)
0,20
0,30
0,30
0,32
0,26
2.
Kuat Tarik
1,730
1,111
0,660
0,502
0,428
(KgF/mm2) 3.
Kemuluran (%)
2,971
3,006
4,696
8,730
12,165
4.
Elastisitas
0,5822
0,3695
0,1405
0,0575
0,0352
Universitas Sumatera Utara
33
4.1.2.
Hasil Analisa Uji Ketahanan Air (Water Uptake) Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garciniae mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica B.)
Dari hasil penelitian pembuatan dan karakterisasi serta uji aktivitas edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ekstrak kulit manggis (Garciniae mangostana) untuk kemasan buah apel malang (Malusdomestica B.) yang telah dilakukan, diperoleh % ketahanan air dari edible film sebagai berikut : Tabel 4.2. Hasil Analisa Uji Ketahanan Air (Water Uptake) Edible Film Ketebalan edible film
Daya Serap Air
(mm)
(Water Uptake) (%)
1g
0,20
17,766
2g
0,24
25,378
3g
0,26
26,638
4g
0,30
32,175
5g
0,34
73,529
Edible Film
4.1.3.
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Edible Film dengan Metode Kirby Bauer
Pada Edible film dilakukan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode Kirby Bauer. Aktivitas Antibakteri pada edible film menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri patogen yaitu Escherchia colidan Staphyloccocus aureus. Hasil pengukuran diameter zona hambat beberapa kultur bakteri akan ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Beberapa Kultur Bakteri oleh Edible Film Bahan No.
Spesies Bakteri
Diameter Zona
Indeks
Hambat (mm)
Antimikrobial
1g
3
0,13
2g
1
0,04
3g
4
0,18
4g
5
0,23
5g
5
0,23
1g
3,5
0,16
2g
0,25
0,01
3g
3,25
0,15
4g
1,25
0,05
5g
1
0,04
UjiEdible film
Staphyloccocus 1.
aureus (gram positif)
Escherchia coli 2. (gram negatif)
Universitas Sumatera Utara
35
4.1.4.
Pertumbuhan Koloni Bakteri Pada Apel Malang (Malus dulcus B.) Yang Dibungkus Dengan Edible Film, Yang dibungkus dengan Edible Film liquid, Yang Dibungkus dengan Plastik Biasa, dan Yang tanpa Pembungkus dengan Metode Standart Plate Count (SPC)
Dengan menggunakan metode Standart Plate Count (SPC) pada media Plate Count Agar (PCA) jumlah koloni yang tumbuh pada apel malang (Malus dulcus B.) yang telah dibungkus edible film dapat dihitung. Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan counter pada hari ke 1, 5, 10, dan 15. Sebagai kontrol perhitungan jumlah koloni juga dilakukan terghadap apel malang (Malus dulcus B.) tanpa pembungkus. Berikut hasil pengamatan jumlah koloni yang tumbuh pada media PCA ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Koloni pada Apel Malang (Malus dulcus B.) Jumlah Koloni Pada Apel Malang (Malus dulcus B.) selama 14 hari dibungkus dengan : No. Tanpa Pembungkus 1.
28 x 105
Plastik Biasa
Edible Film
15 x 105
18 x 105
Edible film Liquid 12 x 105
Universitas Sumatera Utara
36
4.1.5.
Hasil Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red)
Spektroskopi FTIR digunakan untuk karakterisasi interaksi antara campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ekstrak kulit manggis pada pembuatan edible film dapat dilihat pada gambar berikut :
a
Gambar 4.1 Hasil Uji FT-IR
Universitas Sumatera Utara
37
Tabel 4.5. Interpretasi Gugus Fungsi Edible Film Hasil Analisis FT-IR Gugus Fungsi
Rentang daerah serapan -1
(cm )
Daerah serapan (cm-1) 2989,66 (E)
C-H
2931,80 (T)
2885 – 3000
2924,09 (EK) 2880,17 (G) 3576,02 (E) 3421,72 (T)
O–H
3200 – 3500
3446,79 (K) 3421,72 (EK) 3297,00 (G) 3576,02 (E)
N–H
3421,72 (T)
3100 – 3500
3446,79 (K) 3421,72 (EK)
Gugus C=C cincin aromatis
1604,77 (E)
1500 – 1700
1608,63 (EK)
Keterangan: E = Edible film ; T = Tapioka ; K = Kitosan ; EK= Ekstrak Kulit Manggis Kering; G = Gliserin 4.1.6.
Hasil Analisa SEM (Scanning Electrone Microscopy)
Hasil pemeriksaan SEM menunjukkan bentuk permukaan dari Edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ekstrak kulit manggis (Garciniae mangostana) untuk kemasan buah apel malang (Malus dulcus B.). Dari karakterisasi uji aktivitas antibakteri pada edible film dengan campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan 5 g ekstrak kulit manggis (Graciniae mangostana) menunjukkan hasil terbaik, sehingga dilakukan uji fisik SEM (Scanning
Electrone
Microscopy)
pada
perbesaran
500
kali
yang
menunjukkan hasil permukaan yang rata serta kompatibel dengan tipe bentuk morfologi yang teratur.
Universitas Sumatera Utara
38
Gambar 4.2. Hasil SEM edible film dengan campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan 5 g ekstrak kulit manggis (Graciniae mangostana) pada perbesaran 500 kali.
Universitas Sumatera Utara
39
4.2.
Pembahasan Penelitian
4.2.1.
Analisa Ketebalan
Grafik penambahan ekstrak kulit manggis terhadap ketebalan edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan 2%, dan gliserin ditampilkan pada gambar 4.3.
0.35 0.30
0.32
Ketebalan (mm)
0.30
0.30
0.25 0.26 0.20
0.20 0.15
Ketebalan (mm)
0.10 0.05 0.00 0
1
2
3
4
5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.3. Grafik Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Ketebalan Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3 g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 4 g ektrak kulit manggis memiliki ketebalan tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai ketebalan yang paling besar yaitu sebesar 0,32 mm. Peningkatan ketebalan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut dalam larutan film dan juga dipengaruhi oleh jumlah volume air dalam bahan, semakin besar volume air dalam bahan, maka akan meningkatkan ketebalan edible film dengan luas pemukaan yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketebalan edible film berkaitan erat dengan kadar air pada bahan. Jenis plastik yang banyak digunakan dalam bahan pangan biasanya memiliki ketebalan antara 0,03-0,06 mm. Ketebalan plastik berhubungan dengan kemudahannya untuk dibentuk. Semakin tebal suatu plastik maka plastik makin kaku dan sulit dibentuk namun akan memberikan perlindungan
Universitas Sumatera Utara
40
mekanis yang lebih baik terhadap bahan yang dikemas (Buckle, K.A. 1985). Ketebalan edible film dapat disesuaikan dengan bahan pangan yang akan dikemas.
4.2.2.
Analisa Kuat tarik
Grafik penambahan ekstrak kulit manggis terhadap ketebalan edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan 2%, dan gliserin ditampilkan pada gambar 4.4.
2.000
1.800 Kuat Tarik (KgF/mm2)
1.600
1.730
1.400 1.200 1.000
1.111
Kuat tarik (KgF/mm^2)
0.800 0.600 0.660
0.400
0.502
0.200
0.428
0.000 0
1
2
3
4
5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.4. Grafik Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Kuat Tarik Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 1 g ektrak kulit manggis memiliki kuat tarik yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai kuat tarik yang paling besar yaitu sebesar 1,730 KgF/mm2. Parameter kuat tarik tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan edible film yang berkaitan dengan struktur kimianya. Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah alat hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat mekanis yang penting dari edible film. Kuat tarik yang terlalu kecil mengidentifikasikan bahwa film tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya kurang kuat dan mudah patah (Tanjung, A.A, 2016). Karakteristik mekanik menunjukkan indikasi integrasi edible film pada kondisi
Universitas Sumatera Utara
41
tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukkan.Penurunan kuat tarik tersebut juga dipengaruhi oleh penambahan pemplastis gliserin. Karena adanya gugus –OH dari gliserin dengan gugus –CH dari ekstrak kulit manggis mengakibatkan terjadinya interaksi sehingga molekul-molekul akan terdispersi dan berinteraksi dengan struktur rantai polimer dan menyebabkan rantai polimer sukar bergerak. Hal ini juga yang menyebabkan kekuatan tarik meningkat karena adanya gaya intermolekuler diantara rantai struktur. 4.2.3.
Analisa Kemuluran
Grafik penambahan ekstrak kulit manggis terhadap kemuluranedible film dari campuran tepung tapioka, kitosan 2%, dan gliserin ditampilkan pada gambar 4.5. 14.000 12.000 12.165 Kemuluran
10.000 8.000
8.730
Kemuluran (%)
6.000 4.000
4.696
2.000
2.971
3.006
1
2
0.000 0
3
4
5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.5. Grafik Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Kemuluran Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3 g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 5 g ektrak kulit manggis memiliki kemuluran yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai kemuluran yang paling besar yaitu sebesar 12,165%. Nilai kemuluran menggambarkan ukuran kemampuan film untuk merenggang atau memanjang. Kemuluran film dinyatakan dalam kemuluran saat putus dengan satuan % yang menunjukkan pertambahan panjang sebelum putus dibandingkan panjang awal. Sifat keregangan atau kemuluran ini sangat berguna mengingat sifat pembungkus harus mampu melindungi makanan yang ada didalam edible film.
Universitas Sumatera Utara
42
4.2.4.
Analisa Elastisitas
Grafik penambahan ekstrak kulit manggis terhadap elastisitasedible film dari campuran tepung tapioka, kitosan 2%, dan gliserin ditampilkan pada gambar 4.5.
0.7000 0.6000 0.5822
Elastisitas
0.5000 0.4000
0.3695
0.3000 0.2000
Elastisitas 0.1000
0.1405
0.0000 0
1
2
3
0.0575 4
0.0352 5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.5. Kurva Regresi Hubungan Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Elastisitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 1 g ektrak kulit manggis memiliki elastisitas yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang paling besar yaitu sebesar 0,5822. Hal ini juga disebabkan oleh adanya penggunaan pemplastis gliserin pada edible film yang akan menurunkan gaya antar molekul sehingga akan meningkatkan mobilitas antar polimer yang akibatnya edible film menjadi lebih elastis dan fleksibel. Modulus elastisitas merupakan kebalikan dari persentase kemuluran karena akan semakin menurun seiring meningkatnya jumlah pemplastis dalam edible film. Modulus elastisitas menurun berarti fleksibilitas edible film meningkat (Kramer, 2009). 4.2.5.
Analisa Ketahanan Air (Water Uptake)
Grafik penambahan ekstrak kulit manggis terhadap daya serap air (water uptake) edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan 2%, dan gliserin ditampilkan pada gambar 4.6.
Universitas Sumatera Utara
43
80.000 70.000
73.529
Elastisitas
60.000 50.000 40.000 30.000 32.175 20.000
25.378
26.638
2
3
Daya Serap Air (%)
17.766
10.000 0.000 0
1
4
5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.6. Grafik Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Daya Serap Air (Water Uptake)Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Sifat ketahanan edible film terhadap air ditentukan dengan analisis water uptake. Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3 g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 1 g ektrak kulit manggis memiliki ketahanan air yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai water uptake yang paling kecil yaitu sebesar 17,766%. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah ektrak kulit manggis yang ditambahkan berbanding lurus dengan ketebalan edible film yang dihasilkan. Sedangkan ketebalan edible film tersebut berbanding lurus pula dengan daya serap air (water uptake), yaitu semakin tebal produk maka daya serapnya terhadap air semakin besar (Setiani et al. 2013). Selain ketebalan, penambahan kitosan yang semakin besar juga cenderung meningkatkan sifat ketahanan airnya dengan menunjukkan water uptake yang semakin kecil. Sedangkan semakin besar konsentrasi pati maka nilai water uptake semakin besar dikarenakan kecenderungan pati yang memiliki lebih banyak gugus hidroksil (OH) sehingga lebih banyak dalam menyerap air (Setiani et al. 2013). Namun dalam penelitian ini jumlah konsentrasi penambahan kitosan dan konsetrasi penambahan pati sama, dengan tujuan bisa diketahui formulasi penambahan ekstrak kulit manggis berapa dihasilkan edible film yang memiliki ketahanan air yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
44
4.2.6.
Analisa Aktivitas Antibakteri Edible Film Metode Kirby Bauer
Grafik penambahan ekstrak kulit manggis terhadap sifat antibakteri (S. Aureus dan E. Coli)edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan 2%, dan gliserin ditampilkan pada gambar 4.7 dan gambar 4.8.
Indeks Zona Antimikrobial (S. Aureus)
0.25 0.23
0.20
0.23
0.18
0.15
Indeks Zona Antimikrobial (S. Aureus)
0.13
0.10
0.05 0.04 0.00 0
1
2
3
4
5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.7. Grafik Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sifat Antibakteri (S. Aureus)Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3 g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 4 g ektrak kulit manggis serta formulasi edible film dari campuran 3g tepung tapioka, 6 ml kitosan 2%, 5 tetes gliserin, dan 5 g ektrak kulit manggismemiliki indeks antimikrobial pada bakteri gram positif yaitu S. Aureus yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai indeks antimikrobial yang paling besar yaitu sebesar 0,23. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah ektrak kulit manggis yang ditambahkan berbanding lurus dengan sifat antibakteri edible film yang dihasilkan. Beberapa zat aktif yang ada didalam kulit buah manggis setelah diekstrak dengan etanol 95% adalah flavonoid, xanton, tannin, terpenoid, dan saponin yang dilakukan dengan metode maserasi (Puspitasari, L. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif tersebut dapat aktif dan menghasilkan zona radikal terhadap bakteri S. aureusseperti yang terlihat pada gambar 4.7. Dinding sel bakteri S. aureus dan bakteri gram positif lainnya, memiliki peptidoglikan dan asam teikhoat yang sederhana (Sujono dan Nuryati A, 2017).
Universitas Sumatera Utara
45
Indeks Zona Antimikrobial (S. Coli)
0.18 0.16 0.16
0.14
0.15
0.12 0.10 0.08 Indeks Zona Antimikrobial (S. Coli)
0.06 0.04
0.05 0.04
0.02 0.00 0
1
0.01 2
3
4
5
6
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (g)
Gambar 4.8. Grafik Penambahan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sifat Antibakteri (E. coli) Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan 2%, dan Gliserin Pada gambar 4.8 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3 g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 1 g ektrak kulit manggismemiliki indeks antimikrobial pada bakteri gram positif yaitu E. coli yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai indeks antimikrobial yang paling besar yaitu sebesar 0,16. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah ektrak kulit manggis yang ditambahkan berbanding terbalik dengan sifat antibakteri edible film yang dihasilkan. Beberapa zat aktif yang ada didalam kulit buah manggis setelah diekstrak dengan etanol 95% adalah flavonoid, xanton, tannin, terpenoid, dan saponin yang dilakukan dengan metode maserasi (Puspitasari, L. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif tersebut dapat aktif dan menghasilkan zona radikal terhadap bakteri E. coli seperti yang terlihat pada gambar 4.8. Dinding sel bakteri E. coli dan bakteri gram negatif lainnya, memiliki lapisan peptidoglikan, lopoprotein, dan polisakarida yang kompleks. Pembungkus luar atau selaput dari E. coli memiliki fungsi menolak molekul hidrofobik sekaligus hidrofilik yang baik, dan jika dari molekul zat yang besar tidak akan dapat masuk kedalam bakteri ini, sedangkan zat yang memiliki molekul yang kecil dapat masuk kedalam bakteri E. coli. Perbedaan antara zona radikal menyebablan bateri E. coli lebih resisten (Muhardi, E dkk. 2007).
Universitas Sumatera Utara
46
4.2.7.
Analisa Aktivitas Antibakteri Edible Film Metode Standart Plate Count (SPC)
Hasil analisa aktivitas antibakteri dari apel yang dibungkus dengan edible film, edible film liquid, plastik biasa, dan tanpa pembungkus didapatkan hasil terbaik adalah apel yang dibungkus dengan edible film liquid yaitu dengan jumlah koloni sebesar 12 x 105 CFU/ml. Hal ini disebabkan karena edible film yang digunakan mengandung ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) dimana ekstrak kulit manggis mengandung senyawa antioksidan yang dapat berfungsi sebagai antibakteri, juga dengan pelapisan menggunakan kitosan (chitosan coating) telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan oleh angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel (Yingyuad et al., 2016). 4.2.8.
Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red)
Pada spektrum dari edible film yang dibuat dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ektrak kulit manggis, menunjukkan bahwa terjadi perubahan karakteristik pada puncak spektrum peregangan OH dan atau NH pada bilangan gelombang 3576,02 cm-1. Juga terjadi perubahan karakteristik pada puncak spektrum CH pada bilangan gelombang 2989,66 cm-1 , juga terdapat puncak yang ditafsikan sebagai inti benzen pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 . Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara tapioka, kitosan, gliserin, dan ektrak kulit manggis. Pada spektra edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ektrak kulit manggis (Garcinia mangostana) yang di tampilkan pada lampiran 8.4 menunjukkan bahwa tidak adanya gugus fungsi baru yang muncul. Sehingga dapat disimpulkan bahwa edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin, dan ektrak kulit manggis (Garcinia mangostana) yang terbentuk merupakan hasil pencampuran secara fisik. 4.2.9.
Analisa SEM (Scanning Electrone Microscope)
Analisa SEM bertujuan untuk melihat permukaan penampang, permukaan melintang, dan membujur suatu spesimen secara mikroskopis dengan perbesaran tertentu. Sehingga topografi, tonjolan, lekukkan, dan pori-pori pada permukaan dapat terlihat. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukkan dan perubahan struktur dari permukaan suatu bahan, maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energi. Energi tersebut dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta siubah bentukknya menjadi fungsi gelombang elektro yang ditangkap dan dibaca hasilnya pada foto mikroskopi kamera.
Universitas Sumatera Utara
47
Analisis SEM edible film dilakukan dari hasil optimal pada uji mekanik yaitu pada edible film dari campuran 3g tepung tapioka, 6 ml kitosan 2%, 5 tetes gliserin, dan 5g ekstrak kulit manggis.Berdasarkan hasil SEM edible film pada perbesaran 500x seperti yang terlihat pada gambar 4.2 dapat diketahui permukaan edible film menunjukkan permukaan yang kurang rata, hal ini disebabkan oleh pencampuran tepung tapioka, kitosan, gliserin dan ekstrak kulit manggis tidak tercampur secara merata. Permukaan yang merata atau tidak ini tergantung pada bahan-bahan pennyusunnya apakah tercampur dengan sempurna atau tidak. Dimana antara matriks, filler, dan plasticizer harus tercampur dengan baik untuk menghasilkan permukaan edible film yang baik pula (Rambe, K, 2014).
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik terbaik dari edible film yang dihasilkan, diperoleh edible dengan ketebalan 0,20 mm, kuat tarik sebesar 1,730 KgF/mm2, kemuluran sebesar 12,165 %, dan modulus young sebesar 0,5822. Daya serap air (water uptake) sebesar 17, 766%. Hasil SEM menunjukkan bentuk morfologi permukaan film yang rata, rapat dan berpori kecil. Dari hasil FT-IR menunjukkan bahwa terjadi perubahan karakteristik pada puncak spektrum peregangan OH dan atau NH pada bilangan gelombang 3576,02 cm-1. Juga terjadi perubahan karakteristik pada puncak spektrum CH pada bilangan gelombang 2989,66 cm-1 , juga terdapat puncak yang ditafsikan sebagai inti benzen pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 . Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara tapioka, kitosan, gliserin, dan ektrak kulit manggis.
2. Hasil uji aktivitas antibakteri terbaik metode Kirby Bauer dengan menggunakan bakteri gram positif yaitu S. aureus menghasilkan indeks zona antimikrobial sebesar 0,23. Sedangkan dengan menggunakan bakteri gram negatif (E. coli) menghasilkan indeks zona antimikrobial sebesar 0,16. 5.2.
Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya melakukan variasi sampel, pemakaian pemplastis yang lain, serta melakukan analisa kimia terhadap edible film umtuk
mengetahui
kemampuan
yang
lebih
jauh
kemungkinan
diaplikasikannya edible film sebagai pengemas bahan pangan.
Universitas Sumatera Utara