BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Tahap awal, dilakukan pengujian terhadap bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat benda uji beton ringan dengan metode SNI. Setelah pengujian bahan yang dilakukan memenuhi standar persyaratan, maka dilanjutkan dengan membuat benda uji. Benda uji akan diuji dengan uji kuat tekan dan kuat geser. Pengujian kuat tekan menggunakan silinder 15 cm x 30 cm dan kuat geser menggunakan balok 10 cm x 10 cm x 50 cm dengan variasi persentase serat 0 %; 0,5 %; 1 %; 1,5 %, dan 2 %. Dengan penambahan styrofoam 20% dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2. Pengujian dilakukan setelah beton berumur 28 hari, Setelah benda uji siap maka balok benda uji ditempatkan pada loading frame yang kuat dan ditumpu sendi-rol pada kedua ujungya. Pembebanan dilakukan dengan bantuan hydraulik jack yang mempunyai kapasitas 60 ton dan load Cell yang mempunyai kapasitas 60 ton. Pembebanan dilakukan secara bertahap dengan interval kenaikkan sebesar 50 kg. Pembebanan akan dihentikan apabila defleksi yang terjadi sudah cukup besar. Data yang akan dicatat dalam pengujian balok ini meliputi : a. Defleksi selama pembebanan berlangsung yang ditunjukkan oleh dial gauge. b. Besarnya beban pada saat terjadi retak. c. Besarnya beban maksimum yang mampu dipikul oleh balok. d. Besarnya beban pada saat defleksi maksimum, pola retak yang terjadi pada balok benda uji tersebut akibat pembebanan.
25
26
Tabel 3.1. Jumlah dan kode benda uji kuat tekan No.
Kadar Serat
Kode
Kadar
Jumlah
Bendrat (%)
Benda Uji
Styrofoam (%)
Benda Uji
BS - 0
0%
3
1
0
%
2
0,5 %
BS - 0,5
20 %
3
3
1
%
BS - 1,5
20 %
3
4
1,5 %
BS - 1,5
20 %
3
5
2
BS - 2
20 %
3
%
Tabel 3.2. Jumlah dan kode benda uji kuat geser No.
Kadar Serat
Kode
Kadar
Jumlah
Bendrat (%)
Benda Uji
Styrofoam (%)
Benda Uji
BL - 0
0%
3
1
0
%
2
0,5 %
BL - 0,5
20 %
3
3
1
BL - 1
20 %
3
4
1,5 %
BL - 1,5
20 %
3
5
2
BL - 2
20 %
3
%
%
3.2. Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan dalam penelitian ini meliputi: a. Tahap I Pada tahap pertama ini dilakukan persiapan berdasarkan data hasil studi, studi literatur. Persiapan meliputi bahan maupun peralatan yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji. b.
Tahap II Disebut tahapan uji bahan. Pada tahapan ini dilakukan pengujian terhadap agregat halus yang meliputi uji kadar lumpur, uji kadar organik, uji specific gravity, dan uji gradasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut.
27
c.
Tahap III Disebut tahapan pembuatan benda uji. Pada tahapan ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut : a. Perhitungan rencana campuran adukan beton metode SNI. b. Pembuatan adukan beton metode SNI. c. Pengecoran ke dalam cetakan
d.
Tahap IV Pada tahapan ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Perawatan beton umur 28 hari dilakukan dengan cara merendam benda uji dalam air pada hari kedua selama 21 hari, kemudian beton dikeluarkan dari air dan diangin-anginkan sampai benda uji berumur 28 hari, pengujian beton pada umur ke-28 hari untuk uji kuat tekan, dan geser.
e.
Tahap V Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat tekan dan geser. Pengujian dilakukan pada benda uji silinder 15 cm x 30 cm dan balok ukuran 10 cm x 10 cm x 50 cm setelah beton berumur 28 hari.
f.
Tahap VI Disebut tahapan analisa data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
g.
Tahap VII Disebut tahapan pengambilan keputusan. Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
28
Tahapan penelitian ini dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.1. Persiapan Tahap I Semen
Styrofoam
Serat Bendrat
Agregat Halus
Uji: Kadar Lumpur Kadar Organik Spesific Grafity Gradasi Ya
Agregat Kasar
Air
Uji: Abrasi Spesific Grafity Gradasi
Tahap II
Tidak
Perhitungan rencana campuran Pembuatan adukan beton
Tidak
Uji Slump OK
Pembuatan Benda Uji Tahap III Perawatan Tahap IV Pengujian Tahap V Analisis Data Tahap VI Kesimpulan Gambar 3.1. Bagan Alir Tahap Penelitian
Tahap VII
29
3.3.
Alat Uji Penelitian
Alat - alat yang digunakan dalam pembuatan beton ringan berserat ini antara lain: a. Timbangan Bascule Timbangan “Bascule” merek DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang tepat.
Gambar 3.2. Timbangan Bascule b. Timbangan digital Timbangan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian hingga 1 gram.Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang berada di bawah kapasitasnya.
Gambar 3.3. Timbangan Digital c. Ayakan konvensional dengan ukuran 1 mm.
30
d. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan (vibrator) yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat halus.
Gambar 3.4. Set Ayakan e. Oven dengan temperature 150 °C
Gambar 3.5. Oven f. Mesin Los Angeles dengan merk ”Controls”, italy, yang dilengkapi dengan 12 buah bola baja. Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.
Gambar 3.6. Mesin Los Angeles
31
g. Conical Mould untuk mengukur keadaan SSD agregat halus. h. Cetakan benda uji berupa silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Gambar 3.7. Cetakan Silinder i. Kolam curing benda uji. j. Compression Testing Machine untuk pengujian kuat kuat tekan beton.
Gambar 3.8. Compression Testing Machine k. Alat bantu lain: - Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar lumpur dan kandungan zat organik dalam pasir - Gelas ukur 1000 ml untuk menakar air - Cetok semen - Ember - Alat tulis - Sekop, dll.
32
3.4. Bahan Uji Penelitian Bahan yang digunakan dalam pembuatan beton berserat ini meliputi: a. Agregat kasar dan agregat halus b. Semen PC (Portland Cement) c. Serat bendrat panjang 7 cm dan diameter 1 mm d. Styrofoam e. Air
3.5. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Pengujian bahan dasar untuk pembuatan beton digunakan untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam mix design. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM & SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6.
3.5.1. Standar Pengujian Agregat Halus Pengujian agregat halus dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat halus adalah sebgai berikut: a. ASTM C-23
: Standar penelitian pengujian berat isi agregat halus.
b. ASTM C-40
: Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam agregat halus.
c. ASTM C-117
: Standar penelitian untuk agregat lolos saringan no. 200 dengan pencucian.
d. ASTM C-128
: Standar penelitian untuk menentukan spesific gravity agregat halus.
e. ASTM C-136
: Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.
33
3.5.2. Standar Pengujian Agregat Kasar a. ASTM C-29
: Standar penelitian pengujian berat isi agregat kasar.
b. ASTM C-127
: Standar penelitian untuk menentukan spesific gravity agregat kasar
c. ASTM C-131
: Standar penelitian untuk pengujian abrasi agregat kasar.
d. ASTM C-136
: Standar penelitian untuk analisis ayakan agregat kasar.
3.5.3.
Pengujian Agregat Halus
3.5.3.1. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus Pasir adalah salah satu bahan dasar beton yaitu sebagai agregat halus. Pasir yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih. Pasir bersih yaitu pasir yang tidak mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian dari pasir yang lolos dari ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu. Syarat-syarat agregat halus harus sesuai dengan PBI NI-2, 1971. Kadar lumpur pasir dihitung dengan Persamaan 3.1. Kadar lumpur =
G0 G1 x100% G1
(3.1)
Dengan : G0= berat pasir awal (100 gram) G1= berat pasir akhir (gram)
3.5.3.2
Pemeriksaan Kadar Zat Organik dalam Agregat Halus
Pasir biasanya diambil dari sungai maka kemungkinan kotor sangat besar, misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai agregat halus dalam adukan beton tidak boleh mengandung zat organik terlalubanyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971).
34
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir, adapun kadar zat organik dalam pasir ditunjukkan oleh perubahan warna setelah pasir diberi NaOH 3%. Penurunan kekuatan dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Pengaruh Kadar Zat Organik terhadap Presentase Penurunan Kekuatan Beton Warna
Penurunan Kekuatan (%)
Jernih
0
Kuning Muda
0 – 10
Kuning Tua
10 – 20
Kuning Kemerahan
20 – 30
Coklat Kemerahan
30 – 50
Coklat Tua
50 – 100
(Sumber: Tabel Prof. Ir. Rooseno, 1995)
3.5.3.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang dipakai dalam suatu pekerjaan struktur adalah sangat penting, karena dari sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengerjakan bangunan tersebut. Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. Tujuan dari pengujian ini untuk mendapatkan : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. b. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir. d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.
35
Nilai-nilai yang ingin diketahui di atas dihitung dengan Persamaan 3.2 – 3.5. =
A B 500 C
(3.2)
Bulk spesific gravity SSD =
500 B 500 C
(3.3)
Apparent spesific gravity =
A B AC
(3.4)
500 A x100% A
(3.5)
Bulk spesific gravity
=
Absorption dengan : A
= berat pasir kering oven (gram)
B
= berat Volumetric Flask berisi air (gram)
C
= berat Volumetric Flask berisi pasir dan air (gram)
500
= berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)
3.5.3.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus Gradasi dan keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi campuran adukan beton. Pasir sangat menentukan pemakaian semen dalam pembuatan beton. Menurut ASTM agregat halus yang baik adalah mempunyai gradasi butiran sesuai Tabel 3.4. Tabel 3.4. Syarat Persentase Berat Lolos Standar ASTM Diameter Ayakan (mm)
Berat Lolos Sesuai Standar ASTM (%)
9,5
100
4,75
90 - 100
2,36
75 - 100
1,18
55 - 90
0,60
35 - 59
0,30
8 - 30
0,15
0 - 10
0
0
36
Modulus kehalusan pasir dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.6. Modulus kehalusan pasir =
d e
(3.6)
dengan : d
= ∑ persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan
e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal. 3.5.4.
Pengujian Agregat Kasar
3.5.4.1. Pengujiaan Specific Gravity Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil atau batu pecah dengan diameter maksimum 20mm. Standar pengujian
yang digunakan pada
pengujian specific gravity agregat kasar adalah ASTMC127. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volum kerikil total b. Bulk specificgravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total c. Apparent specificgravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume butir kerikil d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering.
Untuk menganalisis hasil pengujian dengan persamaan 3.7s/d3.10 sebagai berikut: Bulk specific gravity=
−
Bulk specific gravity SSD=
..............................................................................
Appearent Spesific Gravity=
Absorbtion=
−
×
−
−
...................................................................... ....................................................................
% ........................................................................ .
. .
.
37
dengan : f = berat agregat kasar (3000 gram) g = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram) h = berat agregat kasar jenuh (gram)
3.5.4.2. Pengujian Gradasi Gradasi pada kerikil sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTMC136. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau
variasi
diameter butiran kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan kerikil.
Modulus kehalusan kerikil dihitung menggunakan Persamaan 3.11 sebagai berikut
� �� � ��
� =
% kumulatif berat tertinggal − %berat tertinggal
….…
.
3.5.4.3. Pengujiaan Abrasi Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTMC131, dengan menggunakan mesin LosAngeles. Bagian yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari50%. Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.12 sebagai berikut:
Keausan =
B. K. Sebelum Putaran − B. K. Setelah Putaran � B. K. Sebelum Putaran
%….…
.
38
3.6. Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tegangan leleh dan tegangan maksimum baja sehingga dapat diketahui mutu baja yang digunakan. Hal ini perlu diketahui sebelumnya untuk menghindari lelehnya baja tulangan sebelum
benda
uji
mencapai kondisi keruntuhan. Proses pengujian tarik baja menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM).
(3.1)
(3.2)
Gambar 3.9. UTM dan Gambar 3.10. Baja setelah di uji Tarik
Pelaksanaan pengujian kuat tarik baja sebagai berikut: a. Menghitung diameter baja tulangan lalu menghitung luasnya (A). b. Meletakkan pada alat tarik lalu memberikan beban (P). c. Mencatat beban saat baja terjadi leleh, beban maksimum baja dan beban saat bajamengalami putus.
Untuk mendapatkan nilai tegangan leleh baja,dilakukan pengujian Tarik baja dengan Universal Testing Machine (UTM) dan dihitung dengan persamaan 3.133.14: �
�
ℎ=
�=
� � �ℎ
............................................................................................... .
� � �
............................................................................................. .
39
Dengan : 2
σleleh
= Tegangan Leleh Baja (kgf/mm )
σmaks
= Tegangan Maksimum Baja (kgf/mm )
Pleleh
= Gaya Tarik Leleh Baja (kgf)
Pmaks
= Gaya Tarik Maksimum Baja (kgf)
A
= Luas Permukaan Benda Uji (mm2)
2
3.7. Pembuatan Benda Uji Langkah-langkah pembuatan benda uji: a. Menyiapkan dan menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai dengan mix design. b. Mencampur bahan-bahan tersebut dan mengaduknya sampai campuran homogen dengan cara bahan dimasukkan ke dalam alat adukan secara berurutan. Mulai dari agregat halus, agregat kasar, Styrofoam, semen, air, dan serat bendrat. Kemudian diaduk dengan menggunakan bor mixer/ vibrator. c. Setelah adukan homogen, tuangkan adukan beton ke dalam cetakan yang diinginkan hingga penuh sambil dipadatkan. d. Setelah cetakan penuh dan padat, permukaannya diratakan dan diberi kode benda uji di atasnya, kemudian diamkan selama 24 jam. e. Setelah 24 jam cetakan dibuka dan dilakukan curing dalam air selama 21 hari, kemudian di angin-anginkan supaya benda uji menjadi kering sampai umur beton mencapai 28 hari.
3.8.
Uji Slump
Uji Slump adalah suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk menentukan konsistensi/kekakuan (dapat dikerjakan atau tidak)dari campuran beton segar (fresh concrete) untuk menentukan tingkat workabilitynya. Kekakuan dalam suatu campuran beton menunjukkan berapa banyak air yang digunakan.Untuk itu uji slump menunjukkan apakah campuran beton kekurangan, kelebihan, atau cukup air.
40
Dalam suatu adukan/campuran beton, kadar air sangat diperhatikan karena menentukan tingkat workabilitynya atau tidak. Campuran beton yang terlalu cair akan menyebabkan mutu beton rendah, dan lama mengering. Sedangkan campuran beton yang terlalu kering menyebabkan adukan tidak merata dan sulit untuk dicetak.Uji Slump mengacu pada SNI 1972-2008 dan ICS 91.100.3
Gambar 3.11. Sketsa Pengujian Slump Pengukuran slump dilakukan dengan alat sebagai berikut: a. Kerucut Abrams 1. Kerucut terpancung dengan bagian atas dan bawah terbuka 2. Diameter atas 102 mm 3. Diameter bawah 203 mm 4. Tinggi 305 mm 5. Tebal plat minimum 1,5 mm b. Batang Besi Penumbuk 1. Diameter 16 mm 2. Panjang 600 mm 3. Memiliki salah satu atau kedua ujung berbentuk bulat setengah bola dengan diameter 16 mm.
41
c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku. Langkah pengujian nilai slump: a. Kerucut Abrams diletakkan di atas bidang alas yang rata dan tidak menyerap air. b. Kerucut diisi adukan beton sambil ditekan supaya tidak bergeser. c. Adukan beton diisikan dalam 3 lapis, masing-masing diatur supaya sama tebalnya (1/3 tinggi kerucut Abrams). d. Setiap lapis ditusuk-tusuk dengan batang penusuk sebanyak 25 kali. e. Lapis terakhir dilebihkan pengisiannya, setelah dipadatkanlalu diratakan dengan menggelindingkan batang penusuk di atasnya. f. Segera setelah permukaan atas beton diratakan, cetakan diangkat dengan kecepatan 3-7 detik, diangkat lurus vertikal. g. Seluruh proses dari awal sampai selesainya pengangkatan cetakan tidak boleh lebih lama dari 2,5 menit. h. Letakkan cetakan di samping beton yang diuji slump nya (boleh diletakkan dibalik posisinya) dan ukur nilai slump: penurunan permukaan atas beton pada posisi titik tengah permukaan atasnya. i. Jika terjadi kegagalan slump (tidak memenuhi kisaran slump yang disyaratkan keruntuhan benda uji termasuk keruntuhan geser), maka pengujian diulang- maksimal 3 kali, jika masih gagal maka beton dinyatakan tidak memenuhi syarat dan ditolak. j.
Nilai Slump = Tinggi cetakan dikurang tinggi rata-rata benda uji
3.9. Perawatan Benda Uji Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji ke dalam air dengan tujuan agar air yang terdapat di dalam beton tidak menguap dengan cepat, sehingga beton mengalami proses hidrasi yang baik. Dengan demikian mutu beton yang terjadi dapat sesuai dengan mutu yang direncanakan. Benda uji direndam dalam air selama 21 hari kemudian di angin-anginkan supaya kering dan dilakukan pengujian pada umur beton 28 hari.
42
3.10.
Pengujiaan Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton pada penelitian ini menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm yang telah berumur 28 hari dengan memberikan tekanan pada benda uji hingga runtuh. Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton adalah sebagai berikut: a. Menimbang benda uji dan memberi tanda/label. b. Meletakkan benda uji pada ruang penekan Compression Testing Machine c. Memutar jarum penunjuk tepat pada posisi nol, kemudian menghidupkan mesin tekan. d. Mengamati setiap perubahan/pergerakan pada jarum pengukurnya. e. Bila jarum sudah tidak bergerak lagi maka mesin dimatikan, dengan kata lain beton sudah hancur. f. Selanjutnya membaca dan mencatat angka pada jarum ukur yang merupakan besarnya beban tekan beton.
Gambar 3.12. Alat Uji Kuat Tekan Beton g. Menghitung besarnya kuat tekan benda uji dengan rumus : f’c =
……………………………………………………… (3.7)
Dimana : f’c
= kuat tekan beton yang didapat dari benda uji (MPa)
P
= beban tekan maksimum (N)
A
= Luas permukaan benda uji (mm2)
43
3.11.
Pengujian Kuat Geser
Sebelum pengujian kuat geser dilaksanakan, benda uji balok dicat terlebih dahulu kemudian digambar kotak–kotak untuk mengetahui retakan yang terjadi pada benda uji balok pada saat uji kuat geser dilakukan. Pengujian kuat tekan beton pada penelitian ini menggunakan benda uji berbentuk balok dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 50 cm telah berumur 28 hari dengan Pengujian dilakukan setelah beton berumur 28 hari, Setelah benda uji siap maka balok benda uji ditempatkan pada loading frame yang kuat dan ditumpu sendi-rol pada kedua ujungnya. Pembebanan dilakukan dengan bantuan hydraulik jack yang mempunyai kapasitas 60 ton dan load Cell yang mempunyai kapasitas 60 ton. Pembebanan dilakukan secara bertahap dengan interval kenaikkan sebesar 50 kg. Pembebanan akan dihentikan apabila defleksi yang terjadi sudah cukup besar.
P PEMBAGIAN BEBAN BALOK UJI
0.50
3.00 1/3 L
3.00 1/3 L
3.00 1/3 L
0.50
Gambar 3.13. Sketsa Pembebanan Benda Uji
Ø 6-80
Ø 6-80
2 D13
120
2 D13 Ø 6-80 2 D13
120
2 D13 50
300
300 1000
300
50
POTONGAN MEMANJANG
Gambar 3.14. Detail Balok Tulangan Geser
80
POTONGAN MELINTANG
44
Data yang akan dicatat dalam pengujian balok ini meliputi : a. Defleksi selama pembebanan berlangsung yang ditunjukkan oleh dial gauge. b. Besarnya beban pada saat terjadi retak. c. Besarnya beban maksimum yang mampu dipikul oleh balok. d. Besarnya beban pada saat defleksi maksimum, pola retak yang terjadi pada balok benda uji tersebut akibat pembebanan.
Secara umum setting up alat uji yang digunakan untuk pengujian kapasitas geser benda uji sudah sesuai standar dengan 2 titik pembebanan.Seperti gambar 3.15. berikut.
Gambar 3.15. Setting Up Alat Pengujian Balok
3.12.
Langkah-langkah Pelaksanaan Pengujian Kuat Geser :
45
1. Memompa Hidraulic Jack melalui Hidraulic Pump untuk memberikan beban pada balok benda uji, serta memperhatikan angka pada monitor transducer untuk mengetahui besarnya beban yang disalurkan pada balok benda uji. 2. Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dan dinaikkan perlahan-lahan pada interval pembebanan 50kg. Pada setiap interval pembebanan dilakukan pembacaan dialgauge untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi pada balok benda uji. 3. Mengamati retak pertama yang terjadi pada balok benda uji, kemudian digambar serta ditulis besarnya beban pada saat terjadinya retak tersebut. Demikian juga untuk retakan selanjutnya dilakukanhal yang sama. 4. Melanjutkan penambahan pembebanan hingga balok benda uji mencapai beban maksimum yang ditandai dengan terjadinya keruntuhan pada balok benda uji serta pada monitor transducer mengalami penurunan angka yang signifikan. Pada kondisi ini balok benda uji telah patah atau mengalami retak yang sangat besar.
3.13.
Perhitungan Kuat Geser
Data perhitungan Fc’
=
24 Mpa
Fy
=
240 Mpa
Es
=
200000 Mpa
b
=
80 mm
h
=
120 mm
Tulangan tarik = tekan
=
2 D13
Tulangan Geser
=
Ǿ6 – 80
Y = h/2
=
= 60 mm
d = h – p-Sk+1/2D
=
d’=p+Sk+1/2D
=
−
Mencari Vu
+ +
−
+
, ∗
, ∗
= 86,5 mm
= 33,5 mm
46
�
�
= � + �� ′
�
�
�
=
�
�
= ( ) . (√
� �
� �
√
6
= ( + = ,
.d + √
) . (√
. (√
′
′
′
. d)
Maka : �� ≤ Ф geser . � � �� ≤ , [ , (√ ′ �� ≤ , (√ ′ . d) �� ≤ , √ � � , �� ≤ ,
′
.d
. d)
. d) . d)]
Perhitungan geser
Vu diasumsikan = 15 Ton atau = 15.000 N Vn =Vc+Vs �� = ⁄ √ � ′. . �� = ⁄ √ �� =
�� =
�
�� = �� =
.
,
.
N
⁄� − �� .
,
⁄ ,
−
,
x x π x D²
� =
� =
x xπx ²
� =
,
mm²
Av x fy x d Vs , x x S= , S=
S=
,
,
mm ≈
,
mm
Jadi jarang sengkang adalah � −