BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teoritis
2.1.1 Sistem Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Sistem Keuangan Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan (financial services) dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh bagian dunia (Rose : 2002). Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan, sistem perbankan, dan sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa keuangan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.” Salah satu masalah krusial dalam sistem keuangan yang dapat menjadi sumber instabilitas
keuangan
(financial
instability)
yakni
menyangkut
terjadinya
Universitas Sumatera Utara
asimetri/ketidaksamaan informasi (asymmetric information), yakni suatu situasi dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibanding pihak lain. sebagai contoh, peminjam (debitur) biasanya memiliki informasi yang lebih baik tentang keuntungan dan kerugian potensial dari suatu proyek investasi yang direncanakan dibandingkan dengan pihak pemberi pinjaman (kreditur).
2.1.1.2 Pengertian Stabilitas Sistem Keuangan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah sistem keuangan yang stabil yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan (Bank Indonesia). Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Operasi Pengendalian Moneter : 1.
Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat
Universitas Sumatera Utara
ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter. 2.
Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).
3.
Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
2.1.1.3 Pengertian Stabilitas Moneter Stabilitas moneter adalah salah satu dimensi stabilitas nasional yang merupakan bagian integral dan sasaran pembangunan nasional. Stabilitas moneter yang mantap mempunyai pengaruh luas terhadap kegiatan perekonomian termasuk diantaranya kegiatan di sektor perbankan. (Pohan, 2008 : 51). Monetery stability atau kestabilan moneter mengacu pada stabilitas harga (general price stability) dalam bentuk kestabilan mata uang sedangkan financial stability, mengacu kepada kestabilan institusi keuangan dan kestabilan pasar-pasar yang tergabung dalam pasar keuangan. Marcflame, Gubernur Reserve Bank Australia dalam “Financial Stability”. (1990) mengemukakan bahwa “financial stability is avoidance of crisis”. Artinya stabilitas keuangan diartikan sebagai upaya untuk menghindari terjadinya krisis, dari definisi diatas dapat ditarik benang merah
Universitas Sumatera Utara
pengertian bahwa stabilitas keuangan terkait dengan ketiadaan krisis keuangan (finacial crisis). Kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (UU No.3 Tahun 2004). Untuk
mendukung
terwujudnya
pembangunan
nasional
yang
berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah (UU No.3 Tahun 2004). Hubungan antara stabilitas sistim keuangan dan stabilitas moneter ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.4 Indikator Variabel Moneter a.
Inflasi (Inflation) Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum
dan terus menerus. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi (Bank Indonesia). Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. b.
Kurs Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan kurs mata uang adalah teori
Paritas Daya Beli (purchasing power parity). Teori kurs daya beli ini menyatakan bahwa kurs mata uang antar negara harus mencerminkan nilai perbandingan nilai
Universitas Sumatera Utara
mata uang satu negara terhadap negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli masing-masing negara. (Kardoyo & Kuncoro, 2001). Teori paritas daya beli ini menghubungkan kurs valas dengan dengan hargaharga komoditi yang dinyatakan dalam uang lokal di pasar internasional. Hubungan antara kurs valas dan harga komoditi dalam doktrin paritas daya beli yaitu kurs valas akan cenderung menurun dengan proporsi yang sama dengan kenaikan harga. Teori paritas daya beli memiliki dua bentuk yaitu paritas daya beli absolut dan paritas daya beli relatif. Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa keseimbangan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri merupakan perbandingan harga absolut dalam dan luar negeri. Teori paritas daya beli ini dapat dinyatakan: =
∗
di mana : S adalah nilai kurs valas, P adalah tingkat harga, dan Tanda (*) menunjukkan variabel luar negeri.
Paritas daya beli absolut ini selanjutnya menghasilkan hukum satu harga (law of oneprice) yang menyatakan bahwa untuk satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga harus sama. Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa kurs valas merupakan suatu prosentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap luar negeri. Paritas daya beli relatif ini dapat dinyatakan sebagai berikut: %∆ =
%∆ %∆
∗
Universitas Sumatera Utara
Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional, penentuan harga, dan informasi. Asumsi ini selanjutnya menyatakan bahwa (Kuncoro, 1996): (1) Semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional (tradable goods) dan tidak ada biaya transportasi; (2) Tidak ada restriksi-restriksi dalam perdagangan internasional; (3) Barang dalam negeri dan luar negeri bersifat homogen sempurna untuk masing-masing barang; (4) Terdapat kesamaan indeks harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya beli mata uang asing dan domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen indeks harga. c.
Suku Bunga. Paritas suku bunga (interest rate parity) merupakan teori yang paling dikenal
dalam keuangan internasional. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai kurs berdasarkan tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan sistem kurs valas bebas, tingkat bunga domestik (i) cenderung disamakan dengan tingkat bunga luar negeri (i*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata uang negara yang bersangkutan terhadap negara lain. Teori paritas suku bunga terdiri dari dua bentuk yaitu paritas suku bunga tertutup (covered interest rate parity) dan paritas suku bunga tidak tertutup (uncovered interest rate parity). Paritas Suku Bunga Tertutup (Covered Interest Rate Parity) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kurs spot, kurs forward, dan variabel suku bunga. Paritas suku bunga tertutup ini menjelaskan hubungan yang erat antara suku bunga dengan pergerakan kurs spot dan kurs forward mata uang tertentu khususnya mata
Universitas Sumatera Utara
uang keras (hard currency) seperti dolar Amerika dan Yen Jepang. Paritas suku bunga tertutup dipandang sebagai dasar yang lebih relevan untuk menjelaskan kurs valas. Penjelasan mengenai bekerjanya mekanisme paritas suku bunga tertutup, yaitu dengan menggunakan hubungan dua negara dengan nilai mata uang dan suku bunga masing-masing negara, dengan asumsi terdapat keterbukaan antar negara. Pelaku pasar di suatu negara memiliki dua alternatif untuk membelanjakan kekayaannya yaitu dengan membeli surat berharga baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil dari surat berharga dalam dan luar negeri akan berbeda tergantung dari tingkat bunga. Hasil satu periode mendatang dari surat berharga dalam negeri adalah (1+i) dalam satuan domestik. Sedangkan hasil surat berharga luar negeri dalam satuan luar negeri adalah (1+i*)/S, di mana i adalah prosentase suku bunga, S adalah kurs spot, dan tanda bintang (*) menunjukkan variabel luar negeri. Apabila kurs ekspektasi atau kurs yang diharapkan pada masa datang adalah F (kurs forward), maka hasil yang diperoleh dari pembelian surat berharga luar negeri adalah: (1 + i∗ )F − 1 S Keseimbangan paritas suku bunga tertutup akan terjadi bila hasil surat berharga sama dengan suku bunganya (i), sehingga : (1 + i∗ )F − 1=i S F (1 + i) = S 1 + i∗
Universitas Sumatera Utara
F (1 + i) −1= −1 S 1 + i∗ (1 + i − 1 − i∗ ) F −S= 1 + i∗ S karena 1+i*≈1, maka keseimbangan: F − S = (i − i∗ ) S Keseimbangan di atas dapat terjaga bila F dan S mengalami pergerakan secara proporsional. Bila pergerakan F dan S tidak proporsional maka yang terjadi adalah apresiasi atau depresiasi kurs valas. Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada masa yang akan datang. Et(St + 1) − St (it − it ∗ ) = St (i + it ∗ ) di mana Et adalah harapan informasi yang tersedia pada waktu t, sehingga paritas suku bunga tidak tertutup mengimplikasikan pelaku pasar dapat memiliki posisi terbuka pada pasar spot yang didasarkan pada harapan nilai kurs forward. Et(St + 1) = Ft Kurs forwad diharapkan menjadi penentu kurs spot masa datang secara efisien, yaitu mencakup seluruh informasi yang tersedia yang relevan pada tahun ke-t.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Keuangan Industri Perbankan
2.1.2.1 Pengertian Industri Perbankan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan pada Pasal 1 bahwa: 1.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
3.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; Dan menurut Freixas-Rochet, definisi Bank adalah : “a bank is an institution
whose current operations consist in granting loans and receiving deposits from the public”( Freixas-Rochet, 2008).
2.1.2.2 Indikator Variabel Industri Perbankan Indikator Variabel Industri Perbankan antara lain : 1.
Dana Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar Bank)
Universitas Sumatera Utara
2.
Suku Bunga Deposito Berjangka merupakan suku bunga simpanan pihak ketiga yang ditetapkan oleh masing-masing Bank.
3.
Total Kredit, merupakan kredit yang diberikan kepada masyarakat dan bank lain.
4.
Suku Bunga Kredit merupakan suku bunga kredit yang ditetapkan oleh masingmasing Bank.
5.
GWM Primer adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
6.
GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
7.
GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan LDR Target.
2.1.3
Model yang terkait dengan stabilitas moneter dan industri perbankan.
2.1.3.1 Model Persaingan Sempurna Dalam model persaingan sempurna ini aktivitas perbankan menghasilkan "produk" berupa jasa deposito dan pinjaman, dan teknologi perbankan akan diwakili oleh suatu fungsi biaya C = f(D, L), yang diinterpretasikan sebagai biaya pengelolaan terhadap D (jumlah deposito) dan L (jumlah pinjaman). Diasumsikan ada sejumlah N
Universitas Sumatera Utara
bank yang berbeda (diindeks dengan n = 1, ....., N). Dan bank ke-n memiliki fungsi biaya Cn = f(D, L) yang memenuhi asumsi konveksitas (yang berarti, skala keuntungan yang semakin menurun/decreasing returns to scale) dan keteraturan (Cn adalah dua kali terdiferensialkan). (Freixas : 2008 : 51). Untuk menyederhanakan pembahasan ini, teknologi dianggap tersedia sama untuk semua bank [Cn = f(D, L)] = [C= f(D, L)]. Oleh karena itu, ciri khas Neraca dari suatu bank adalah sebagai berikut: Assets Rn (reserves) Ln (loans)
Liabilities Dn (deposits)
Dimana, Rn adalah selisih antara volume deposito (Dn) yang dapat dihimpun oleh bank n dan volume kredit (Ln) yang telah diberikan oleh bank n. Rn terbagi dua yaitu cadangan kas bank (Cn), yang ditransfer oleh bank n pada rekening bank tersebut pada Bank Sentral, dan posisi (bersih) bank di pasar antar bank (Mn) yang posisinya dapat positif atau negatif. Cn sama dengan proporsi α dari deposito. Oleh karena itu, untuk seluruh n, maka Cn = α Dn. Koefisien α dari cadangan wajib bank dapat digunakan Bank Sentral sebagai instrumen kebijakan untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Secara riil, ada tiga jenis agen: pemerintah (termasuk Bank Sentral), perusahaan, dan rumah tangga. Peran bank umum adalah untuk mengumpulkan tabungan (S) rumah tangga sehingga dapat membiayai kebutuhan investasi (I) perusahaan. Defisit keuangan pemerintah (G) ditutupi dengan menerbitkan Surat Berharga (Treasury Bills-ΔB), dan
Universitas Sumatera Utara
basis uang atau ΔMo (monetary base) digunakan bank umum untuk membiayai cadangan wajib mereka di Bank Sentral. Model ini mengabaikan mata uang asing, sehingga uang dianggap hanya terdiri dari jumlah simpanan yang dikumpulkan oleh bank umum (
=∑
Dn). Jadi, basis
uang (Mo) sama dengan jumlah cadangan bank komersial dalam rekening di Bank Sentral (ini adalah kondisi ekuilibrium di pasar antar bank): =
Cn = αD
Dalam kerangka yang sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Government ΔB (securities) G ΔMo (public deficit) (monetary base)
Households ΔB (securities) ΔD (deposits)
Commercial Banks
Firms I (investment needs)
Gambar 2.2. :
ΔL (bank loans)
S (savings)
ΔMo (monetary base) ΔL (loans)
ΔD (deposits)
Hubungan Pelaku Ekonomi dengan Perbankan dalam Model Persaingan Sempurna. (Sumber : Freixas-Rochet (2008 : 72))
2.1.3.2 Pendekatan Standar : Kredit Multiplier.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pendekatan ini, perubahan basis moneter (∆
) atau perubahan atas
operasi pasar terbuka, yaitu perubahan dalam surat berharga (∆ ) memiliki dampak langsung terhadap uang dan kredit, sehingga hasilnya sebagai berikut:
=
Δ
ΔL = Δ
1
Δ
=
G − ΔB α
−1 =( −
)
1
−1
Pengganda uang didefinisikan oleh dampak perubahan marjinal pada basis moneter (atau operasi pasar terbuka) pada jumlah uang yang beredar: D
=−
D
=
1 α
>0
Hal yang sama, pengganda kredit didefinisikan sebagai dampak terhadap kredit berupa perubahan marjinal : =−
=
1 α
−1 >0
Permasalahannya dalam model ini adalah bahwa bank ditempatkan sebagai pihak yang pasif. Dan kebijakan moneter menerangkan bahwa intervensi terhadap suku bunga (r) dengan mana Bank Sentral mendanai kembali bank-bank umum (yang secara sederhana diasumsikan menyamai suku bunga antar bank). Intervensi ini mempengaruhi sikap dari bank-bank umum dan oleh karena itu, mempengaruhi juga suku bunga keseimbangan atas deposito ( ) dan pinjaman ( ). Untuk menganalisis dampak ini kita harus membuat model sikap individual dari bank umum.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.3 Model Monti-Klein atas Bank Yang Monopolistik. Asumsi persaingan sempurna mungkin tidak tampak benar-benar tepat untuk sektor perbankan, di mana terdapat hambatan penting untuk masuk. Model persaingan tidak sempurna (oligopoli) mungkin lebih tepat. Pada versi yang paling sederhana, model Monti-Klein ini terpisah dari model murni kompetitif, karena model ini menganggap perbankan bersifat monopolistik.
2.1.3.4 Model Asli Monti-Klein Model Monti-Klein menganggap bank yang monopolistik dihadapkan pada permintaan pinjaman L ( ) yang berslope negatif dan penawaran deposito D ( ) yang berslope positif. Sehingga, bank akan lebih baik untuk bekerja dengan fungsi invers-nya,
(L) dan
(D). Variabel keputusan bank adalah L (jumlah pinjaman)
dan D (jumlah deposito) pada tingkat ekuitas tertentu. Dan laba bank mudah diadaptasi dari model diatas. Namun bank harus pula mempertimbangkan pengaruh L terhadap
dan pengaruh D terhadap
. Dimana,
bank menetapkan suku bunga r sesuai ketetapan Bank Sentral atau ditentukan oleh tingkat ekuilibrium di pasar modal internasional: =
( , )=
( )− ) +( (1− )−
( )
− ( , ).
Keuntungan bank ini, seperti sebelumnya, jumlah margin intermediasi atas pinjaman dan atas deposito dikurangi biaya manajemen. Agar ditandai oleh first order condition, menganggap bahwa
maksimal akan
cekung. First order
condition-nya adalah:
Universitas Sumatera Utara
( ) −
= =
− −
( ) + (1 − ) −
( , ) = 0. ( , ) = 0.
−
2.1.3.5 Versi Oligopolistik Pada umumnya, industri perbankan secara nyata tidak boleh dikendalikan oleh perusahaan apapun. Kelebihan model Monti-Klein adalah model ini dapat dengan mudah diinterpretasikan kembali sebagai sebuah model persaingan tidak sempurna (Cournot) diantara sejumlah Bank (N), yang mendeskripsikan suatu kenyataan yang lebih akurat. Misalnya, kasus dari N bank (diindex oleh n = 1,……N) yang ditujukan untuk penyederhanaan untuk mendapatkan fungsi biaya yang sama, yang diambil secara linier. ( , )=
+
,
n = 1, …….., N.
Keseimbangan Cournot dari industri perbankan adalah sejumlah N-tuple ∗
vectors (
,
∗
) = 1, … . , , dengan demikian untuk setiap n,
(
∗
,
∗
)
memaksimumkan keuntungan bank n (dimana jumlah deposito dan pinjaman bank lain dianggap tetap). Dengan kata lain, untuk setiap n, ( Max( (
,
,
) {(
(
∗
− ∑
+ ( (1 −
)− )
∗
)−
,
∗
) membuktikan ÷∑
∗
))
−
)}
Dengan demikian, dalam setiap bank terdapat suatu keseimbangan yang unik, yaitu
∗
=
∗
dan
∗
=
∗
. Sehingga first order condition- nya adalah : ∗
=
′ ( ∗)
+
( ∗) − −
=0
Universitas Sumatera Utara
=− (
∗
) + (1 − ) −
−
( , ) = 0.
Syarat First Order Condition diatas dapat juga ditulis sebagai : 1 r ∗ − (r − γD) = ∗ Nε (r ∗ ) r r (1 − α) – γD − r ∗ 1 = ∗ r Nε (r ∗ )
2.1.3.6 Menganalisis Dampak Regulasi terhadap Suku Bunga Deposito Model Monti-Klein juga mempelajari tentang apa yang terjadi jika pemerintah menetapkan suatu batas atas terhadap suku bunga deposito, yaitu :
≤ ̅ .
Pembatasan semacam ini di Amerika Serikat dikenal sebagai "regulasi Q", itu diterapkan sampai April 1986. Masih ada di beberapa negara Eropa (termasuk Jerman dan Perancis) dan dinegara lainnya hal ini sudah tidak ada lagi. Salah satu justifikasi untuk menerapkan peraturan suku bunga deposito adalah anggapan bahwa penurunan biaya sumber daya untuk bank akan memerlukan penurunan tarif yang mereka tetapkan kepada debitur. Hal ini didasarkan pada gagasan mark up harga atas nama bank. Dalam yang lebih rumit, atur seperti pada model Monti-Klein, ide ini tidak benar, karena akan ditampilkan. Sebagai bagian terakhir menunjukkan, diskusi dapat dibatasi, tanpa kehilangan umum, untuk kasus monopoli, maka (simetris) Cournot oligopoli yang diperoleh dengan memperbaiki elastisitas dengan parameter perkalian. Sebuah penyederhanaan
Universitas Sumatera Utara
yang kedua diperoleh, dalam konteks ini, dengan menggunakan tingkat bunga sebagai fungsi keuntungan bank monopoli dapat ditulis dipersamakan sebagai ( , )= ( ( )− ) +
−
( )
− ( , ),
atau Π(r , r ) = (r − r)L (r ) ÷ (r − r )D(r ) − C(D(r ), L(r )) dimana diasumsikan untuk kesederhanaan bahwa
= 0 (tidak ada cadangan wajib).
Komputasi kondisi order pertama untuk memaksimalkan yang tanpa
sehubungan
dengan hasil r dan r .
2.1.3.7 Persaingan Double Bertrand Model (umum) Monti-Klein, yang disajikan diatas merupakan suatu deskripsi yang baik sekali dari persaingan tidak sempurna pada industri perbankan, walaupun mendapat kritikan dianggap sama seperti model Cournot, karena model ini mengadaptasinya. Secara khusus, Bertrand menekankan bahwa harga (suku bunga) merupakan variabel yang strategis dalam menggambarkan perilaku perusahaan (bank). Seperti diketahui, bagaimanapun, kompetisi harga ala Bertrand akan terus terjadi, karena (1) tidak terjamin akan tetap ada suatu keseimbangan, dan (2) apabila terdapat dua perusahaan, maka persaingan sempurna akan terjadi. Sebuah kompromi klasik terjadi karena adanya keterbatasan kapasitas ala Edgeworth. Sepanjang bank-bank masih beroperasi, memungkinkan terjadinya kendala kapasitas. Sehingga, paradigma Bertrand-Edgeworth menjadi tidak sesuai dalam konteks perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Contoh ini akan fokus terhadap kasus biaya marjinal yang konstan, yang dapat dinormalisasi menjadi nol tanpa kehilangan generalitas. Hal ini ditunjukkan dengan ( ) sebagai permintaan akan pinjaman dan
( ) sebagai penawaran deposito.
Dengan mengabaikan pasar keuangan dan kebutuhan cadangan, maka diasumsikan biaya marjinal menjadi konstan (nol), sehingga keseimbangan Walrasian secara sederhana dicirikan oleh
=
= ̂ , dimana ̂ adalah solusi yang unik dari
( ) = ( ).
2.1.3.8 Persaingan Monopolistik Konsep dari persaingan monopolistik, yang pertama dikemukakan oleh Chamberlain (1933), telah digunakan secara ekstensif di dalam teori organisasi industri. Konsep ini secara ringkas adalah sebagai berikut : 1.
Apabila ada beberapa tingkatan yang berbeda antara barang yang dijual dengan perusahaan yang bersaing, persaingan harga akan membawa kepada hasil (outcomes) yang kurang ekstrim, dibandingkan model asli dari Model Bertrand.
2.
Diantara model persaingan monopolistik yang paling popular, adalah model lokasi dari Salop (1979), dimana menurutnya perbedaan produk dihasilkan oleh biaya transportasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.9 Persaingan Bebas dan Jumlah Optimal Bank Rumusan versi perbankan yang sederhana model Salop yang menganggap suatu kontinum dari deposan, yang masing-masing dianugrahi dengan satu unit kas dan secara seragam tersebar sepanjang lingkaran. Ada sejumlah n bank (diberi indeks i = 1, ……, n), yang berlokasi pada lingkaran yang sama, yang menghimpun dana dari masyarakat dan menginvestasikannya ke dalam teknologi yang tanpa risiko (atau surat berharga) dengan tingkat keuntungan yang tetap sebesar r. Deposan tidak bisa akses ke dalam teknologi ini, mereka hanya menyimpan dananya di sebuah bank. Selanjutnya, jika setiap deposan melakukan hal sama, dia akan terbebani dengan biaya transportasi sebesar (tx), proporsional dengan jarak x antara lokasi deposan dengan bank tersebut. Total panjang lingkaran adalah normal bagi satu deposan, dan total keseluruhan deposan di notasikan dengan D. Deposan menjadi terdistribusi secara seragam, organisasi yang optimal dari hubungan industri perbankan menjadi lokasi yang simetris dari bank n. Jarak yang maksimal yang dijalani oleh seorang nasabah adalah 1/2 , dan jumlah biaya transportasi semua deposan dapat dihitung dengan membagi lingkaran menjadi 2n sudut yang sama /
2
=
4
Biaya per unit untuk mendirikan suatu bank ditunjukkan oleh F. Jumlah optimal bank diperoleh dengan meminimumkan jumlah biaya pendirian dan transportasi:
biaya
+
Universitas Sumatera Utara
Mengabaikan keterpisahan (fakta bahwa n adalah bilangan bulat), ekspresi minimum ini diperoleh ketika derivatifnya sehubungan dengan n menjadi hilang. −
Sehingga
= 0, yang menghasilkan
∗
=
.
Seberapa banyak bank akan muncul jika persaingan perbankan benar-benar bebas (tidak ada pembatasan masuk, tidak ada peraturan suku bunga)? Anggaplah bahwa ada sejumlah n bank masuk secara bersamaan, lokasikan secara seragam pada lingkaran, dan tetapkan suku bunga deposito
,….,
. Untuk menentukan volume
deposito yang dapat dihimpun oleh bank i (i = 1, ..., n) dalam situasi ini, sangatlah penting untuk menghitung lokasi "deposan marjinal" yang peduli tentang pergi ke bank i atau bank i+1. Jarak −
=
− ( −
antara nasabah marjinal dan bank i didefinisikan oleh )
Bank (i + 1) 1
−
Depositor
Bank i
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.10 Dampak Regulasi Suku Bunga Simpanan terhadap Suku Bunga Kredit Model Monti-Klein menyimpulkan bahwa jika pasar untuk deposito dan kredit adalah independen, maka dampak pada suku bunga pinjaman menyebabkan suku bunga deposito maksimum ditentukan oleh sifat-sifat fungsi biaya bank. Secara khusus, jika fungsi biaya ini terpisah antara deposito dan kredit, harga kredit tidak bergantung pada suku bunga deposito. Chiappori, Perez-Castrillo, dan Verdier (1995) telah mempelajari pertanyaan yang sama dalam konteks yang berbeda, di mana permintaan layanan pinjaman dan deposito berasal dari konsumen yang sama. Mereka menggunakan perpanjangan dari model diatas di mana aktivitas kredit diperkenalkan. Deposan dan juga debitur, dengan permintaan kredit yang inelastis L pada tingkat individu. Asumsikan L < 1. Total Utilitas (bersih) dari suatu tipe konsumen (deposan-peminjam).
2.1.3.11 Hubungan antara Giro Wajib Minimum dengan Deposito atau Kredit Dalam model penciptaan deposito berganda (multiple deposit creation) diabaikan dampak penciptaan deposito dari perubahan uang kartal yang dipegang oleh publik dan kelebihan cadangan (excess reserve) yang dipegang oleh bank. Didalam model penawaran uang diasumsikan bahwa tingkat uang kartal (currency) C yang diinginkan dan kelebihan cadangan ER tumbuh secara proporsional dengan deposito (checkable deposits) D, dengan kata lain diasumsikan bahwa rasio dari komponen-komponen diatas terhadap deposito (checkable deposits)
Universitas Sumatera Utara
adalah konstan dalam keseimbangan, yang dapat ditunjukkan sebagai berikut: (Mishkin, 2009 : 3)
= { } = rasio uang kartal = { } = rasio kelebihan cadangan Dimana :
=
+
Yaitu jumlah seluruh cadangan didalam system perbankan R sama dengan jumlah giro wajib RR dan kelebihan cadangan ER (dimana dalam kondisi keseimbangan R = RR, artinya kelebihan cadangan dianggap nol). Sehingga jumlah giro wajib sama dengan rasio giro wajib r dikalikan dengan jumlah deposito (checkable deposits) D, atau
=
. Dengan mensubstitusi
dengan RR pada persamaan pertama menghasilkan suatu jumlah deposit (checkable deposits) dan kelebihan cadangan yang dapat mereka topang, sehingga menjadi.
=(
)+
.
Hal yang penting adalah bahwa the Fed menetapkan rasio giro wajib r kurang dari 1. Dengan demikian, $1 cadangan dapat mendukung lebih dari $1 deposito, dan ekspansi berganda deposito dapat terjadi. Jika kelebihan cadangan dipegang pada tingkat nol (ER = 0), rasio giro wajib ditetapkan pada r = 0.10, dan tingkat deposito (checkable deposits) didalam system perbankan adalah $800 miliar, maka jumlah cadangan yang diperlukan untuk menopang deposito ini adalah $80 miliar, (yaitu R = 0,10 x $800 miliar). Cadangan sebesar $80 miliar tersebut dapat menopang sepuluh kali jumlah ini dalam deposito, karena penciptaan deposito berganda akan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu uang primer (MB) sama dengan uang kartal (C) ditambah dengan cadangan R, sehingga diperoleh persamaan : MB = R + C = (r + D) + ER + C Sifat penting dari persamaan ini adalah bahwa : 1.
Tambahan dollar dari MB yang muncul dari tambahan dollar uang kartal tidak ditopang oleh tambahan deposito apapun. Dengan kata lain, kenaikan uang primer pada uang kartal tidak digandakan, sedangkan kenaikan yang terjadi pada deposito pendukung digandakan.
2.
Tambahan dollar MB pada kelebihan cadangan (ER) tidak menopang tambahan deposito atau uang kartal apapun. Karena ketika bank memutuskan untuk tidak memegang kelebihan cadangan, bank tidak membuat tambahan pinjaman, sehingga kelebihan cadangan ini tidak menyebabkan penciptaan deposito. Dengan demikian, jika The Fed menyuntikkan cadangan ke dalam system
perbankan dan cadangan dipegang sebagai kelebihan cadangan, tidak akan ada dampak pada jumlah uang beredar. Artinya untuk suatu tingkat cadangan tertentu, jumlah kelebihan cadangan yang semakin besar mengimplikasikan bahwa sistem perbankan, sesungguhnya mempunyai lebih sedikit cadangan untuk menopang deposito. Untuk menderivasikan rumus angka pengganda uang dalam arti rasio uang kartal
=
dan rasio kelebihan cadangan
=
, kita menuliskan kembali
persamaan terakhir, dengan menentukan C sebagai c x D dan ER sebagai e x D, dan menjadi : MB = (r x D) + (e x D) + (c x D) = (r + e + c)x D
Universitas Sumatera Utara
Angka pengganda uang dan uang beredar berhubungan negatif dengan giro wajib (r), Di masa lalu, The Fed kadang-kadang menggunakan giro wajib untuk mempengaruhi ukuran uang beredar. Dalam tahun-tahun terakhir ini, giro wajib minimum telah menjadi faktor yang kurang penting dalam menentukan angka pengganda uang dan uang beredar (Mishkin, 2009 : 9)
2.1.3.12 Hubungan antara Inflasi dan Suku Bunga Deposito atau Kredit Inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara umum terjadi karena pertumbuhan uang (money supply) melebihi pertumbuhan produksi barang dan jasa. Pada tahun 1896, Irving Fischer mengajukan suatu formula yang menjelaskan hubungan antara suku bunga dengan inflasi, sebagai berikut : (Atmaja, 2008 : 24). (1 + ) = (1 + )(1 +
) atau i = r + PI + r. PI
Dimana : i = suku bunga nominal (nominal interest rate) r = suku bunga riil (real interest rate) PI = inflasi yang diharapkan/diperkirakan (expected inflation)
Keterangan : a.
PI adalah premi untuk adanya inflasi. Premi ini untuk mempertahankan agar uang yang dipinjamkan (principal) tidak turun daya belinya.
b.
r.PI adalah premi inflasi untuk mempertahankan agar bunga riil yang diperoleh tidak turun daya belinya.
Biasanya premi (r.PI) diabaikan karena (terutama jika expected inflation kecil) jumlahnya kecil. Sehingga formula Fischer, menjadi : = +
Universitas Sumatera Utara
Dapat disimpulkan, bahwa : a.
The real rate of interest is the rate of exchange between present and futures Goods.
b.
The real rate of interest is the rate of exchange between present and futures Dollars. Fischer berpendapat bahwa real interest rate adalah konstan. Nominal interest
rate berubah-ubah menyesuaikan diri dengan perubahan pada expected inflation. Hubungan ini adalah “satu banding satu”, artinya jika expected inflation, naik 1%, nominal interest rate juga naik 1%. Robert Mundell dan James Tobin tidak sependapat dengan Fischer. Menurut mereka “Jika expected inflation tidak naik, real interest rate akan turun. Demikian sebaliknya”. Akibatnya jika expected inflation naik 1%, nominal interest rate naik tapi kurang dari 1%. Alasan mereka: “Jika investor memprediksi bahwa inflasi akan naik, mereka harus menabung lebih banyak untuk mempertahankan kemakmuran (wealth) mereka. Tapi tabungan yang bertambah cenderung menurunkan real interest rate (kompensasi untuk menunda konsumsi) (Atmaja, 2008 : 24). Michael Darby dan Martin Feldstein berpendapat bahwa yang penting bagi penabung/investor adalah after-tax real interest rate (ra), dimana: ra = r(1 − t). Untuk melindungi investor dari efek pajak, nominal interest rate harus dihitung dengan rumus : = + [ i x ( 1 − t) = r +
PI 1−t
] , jika dikembangkan lebih lanjut, maka : x (1 − t)
i(1 − t) = r(1 − t) + PI
Universitas Sumatera Utara
r(1 − t) = i(1 − t) − PI maka : r = i(1 − t) − PI dan
: i=
+
PI
dimana : i = suku bunga nominal r = suku bunga riil setelah pajak t = pajak PI = inflasi yang diperkirakan
Menurut Darby-Feldstein, r investor adalah tetap, jika expected inflation naik 1%, nominal interest rate naik > 1%, dan demikian sebaliknya.
2.2
LANDASAN HASIL PENELITIAN TERDAHULU
2.2.1 Penelitian Terdahulu 1.
Jonni Manurung (1997), dengan judul penelitian “Restrukturisasi Sektor Keuangan dan Stabilisasi Perekonomian Indonesia : Analisis Evaluasi Kebijakan”, menganalisis kebijakan restrukturisasi sektor keuangan sebagai instrumen stimulus ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi intermediasi dan transformasi asset system perbankan semakin efisien; terdapat stabilisasi tingkat bunga deposito, tingkat bunga kredit, dan tingkat bunga interbank call money; system perbankan dan system moneter semakin stabil; dan neraca keuangan pemerintah mengarah pada No-Ponzi Game Condition.
2.
Dumadi Tri Restiyanto (2008) dengan judul penelitian “Analisis Stabilitas dan Efektivitas Mekanisme Transmisi Lewat Jalur Jumlah Uang Beredar dan Kredit di Indonesia“ menganalisis
pergerakan mekanisme trasmisi kebijakan moneter
Universitas Sumatera Utara
melalui berbagai jalur, yaitu jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur kredit. Hasil penelitian ini bahwa sebelum krisis moneter Jumlah Uang Beredar (M1) lebih efektif dari Kredit (L) dalam mekanisme transmisi moneter, ditunjukkan dengan variance residual Jumlah Uang Beredar ( M1) lebih kecil dari kredit (L). Sesudah krisis moneter kebijakan moneter pasca krisis dianggap mampu mengembalikan kestabilan moneter. Kredit lebih efektif dari Jumlah Uang Beredar (M1) dalam mekanisme transmisi moneter ditunjukkan dengan variance residual Jumlah Uang Beredar (M1) lebih besar dari kredit sesudah krisis moneter. Variabel yang digunakan adalah PDB, SBI, M1, L (Kredit), dan i (suku bunga Kredit). 3.
Fathur Rohim (2011), dengan judul “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Dan Variabel Makroekonomi Indonesia” menganalisis pengaruh secara simultan suku bunga SBI, harga barang impor dan PDB terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK). Hasil analisis menyimpulkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter Indonesia melalui suku bunga SBI dapat dilihat dari persamaan PDB dan persamaan IHK. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebijakan moneter dengan variable SBI, Kurs, dan JUB berinteraksi dengan variable makroekonomi seperti PDB, Harga Barang Impor, dan IHK.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut : Pengelolaan Keuangan Industri Perbankan
PDB Suku Bunga Deposito
Total Deposito
Tingkat Inflasi PDB Suku Bunga Kredit
Total Kredit
Tingkat Inflasi Suku Bunga SBI Suku Bunga SBPU
Suku Bunga Deposito
Total Deposito Suku Bunga SBI Suku Bunga SBPU
Suku Bunga Kredit
Total Kredit
Stabilitas Moneter
GWM Suku Bunga SBI
Suku Bunga SBPU
Total Kredit Tingkat Inflasi KURS Jumlah Uang Beredar KURS Tingkat Inflasi Suku Bunga SBPU Gambar 2.3. Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut : 1.
PDB dan Suku Bunga Deposito berpengaruh positif, sedangkan Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap Total Deposito industri perbankan Indonesia.
2.
PDB berpengaruh positif, sedangkan Suku Bunga Kredit dan Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap Total Kredit industri perbankan Indonesia.
3.
Suku Bunga SBI dan Suku Bunga SBPU berpengaruh positif, sedangkan Total Deposito berpengaruh negatif terhadap Suku Bunga Deposito industri perbankan Indonesia.
4.
Suku Bunga SBI dan Suku Bunga SBPU berpengaruh positif, sedangkan Total Kredit berpengaruh negatif terhadap suku bunga Kredit industri perbankan Indonesia.
5.
GWM berpengaruh negatif, sedangkan Suku Bunga SBI dan Total Kredit berpengaruh positif terhadap Suku Bunga SBPU.
6.
Tingkat Inflasi dan Jumlah Uang Beredar berpengaruh positif terhadap Kurs USD.
7.
Kurs USD dan Suku bunga SBPU berpengaruh positif terhadap Tingkat Inflasi.
Universitas Sumatera Utara