BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi Perilaku Menurut Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner dalam Azwar (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu : a.
Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
b.
Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.1.2. Model Perilaku Kesehatan Terdapat berbagai macam model perilaku kesehatan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pemanfaatan pelayanan, model-model tersebut adalah : 1.
Model Andersen dan Anderson Menurut Ilyas (2003), menggolongkan model utilisasi kesehatan kedalam tujuh kategori berdasarkan tipe dari variabel yang digunakan sebagai faktor yang menentukan utilisasi pelayanan kesehatan. Ketujuh faktor-faktor tersebut adalah:
a.
Model Demografi Pada model ini variabel yang digunakan berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan dan besarnya keluarga. Variabel tersebut digunakan sebagai indikator yang memengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan.
b.
Model Struktur Sosial Pada model ini variabel yang digunakan adalah pendidikan, pekerjaan dan etnis. Variabel-variabel tersebut mencerminkan status sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat dan dapat pula menggambarkan gaya hidup individu dan keluarga.
c.
Model Sosial Psikologis Pada model ini variabel yang digunakan adalah pengetahuan, sikap dan keyakinan individu di dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Variabel tersebut memengaruhi individu untuk mengambil keputusan dan bertindak di dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
d.
Model Sumber Daya Keluarga Pada model ini variabel yang digunakan adalah pendapatan keluarga dan cakupan mengenai pelayanan kesehatan. Variabel tersebut dapat mengukur kesanggupan dari setiap individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
e.
Model Sumber Daya Masyarakat Pada model ini variabel yang digunakan adalah pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat.
f.
Model Organisasi Pada model ini variabel yang digunakan adalah pencerminan perbedaan bentukbentuk pelayanan kesehatan.
2. Teori Health Believe Model (HBM) Model perilaku kesehatan Health Believe Model (HBM) dan Becker & Rosenstock didasarkan oleh empat elemen persespsi antara lain : Perceived suscepilbility: penilalan Individu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit,
Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius
kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut, Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fmansial, fisik, dan psikososial serta Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan (Smet, 1994).
Model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks (Azwar, 2007). Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu pada normanorma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intense yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007). Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan
masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009). Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu (Maryati, 2009) : a.
Peningkatan Kesehatan (Health Promotion) 1)
Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.
2)
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.
3)
Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan pelayanan keluarga berencana.
b.
Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection) 1)
Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu.
2)
Isolasi terhadap penyakit menular.
3)
Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum dan di tempat kerja.
c.
Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Promotion) 1)
Mencari kasus sedini mungkin.
2)
Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.
3)
Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker serviks.
4)
Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
5)
Mencari
orang-orang yang
pernah
berhubungan
dengan
penderita
berpenyakit menular. 6) d.
Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
Pembatasan Kecacatan (Dissability Limitation) 1)
Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi.
2)
Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan. Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
e.
Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation) 1)
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikut sertakan masyarakat.
2)
Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
3)
Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
4)
Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
2.2. Seksual 2.2.1. Definisi Seksual Menurut Zawid (1994), seksualitas sulit untuk didefinisikan karena seksualitas memiliki aspek kehidupan kita dan di ekspresikan melalui beragam perilaku. Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari seseorang tetapi juga meluas sampai berhubungan dengan orang lain. Keintiman dan kebersamaan fisik merupakan kebutuhan sosial dan biologis sepanjang kehidupan. Kesehatan seksual telah didefinisikan sebagai pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual dan sosial dari kehidupan seksual, dengan cara yang positif memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi dan cinta. Seks juga digunakan untuk memberi label gender, baik seseorang itu pria atau wanita. Pendapat Denney dan Quadagno (1992) dalam Zawid (1994), seksualitas di lain pihak adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama seksual dan melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpelukan dan perbendaharaan kata. 2.2.2 Bentuk Perilaku Seksual Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau gendernya berlawanan dengan seks biologinya. Seorang pria mungkin berfikir tentang dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh wanita. Perasaan terperangkap seperti ini disebut disforia gender. Para penulis tidak memahami dengan jelas sifat atau penyebab dari saling
silang. Penjelasannya mencakup teori biologis dan pembelajaran sosial. Para penganut transeksual tidak melihat identitas seksual mereka sebagai suatu pilihan. Identifikasi mereka tentang diri mereka sebagai wanita dan pria, seksual dan sosial adalah jelas dan persis seiring sejak masa kanak-kanak dini. Menurut Daili (2009) transvestit adalah pria heteroseksual yang secara periode berpakaian seperti wanita untuk pemuasan psikologis dan seksual. Transvestit umumnya melakukan hal ini dalam lingkup pribadi dan perilaku mereka kadang bersifat rahasia bahkan dari orang yang sangat dekat dengan mereka sekalipun. 2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Master (1992), menyatakan bahwa keinginan seksual beragam diantara individu, sebagian orang menginginkan dan menikmati seks setiap hari. Sementara yang lainnya menginginkan seks hanya satu kali sebulan dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan seks sama sekali dan cukup merasa nyaman dengan fakta tersebut. Keinginan seksual menjadi masalah jika klien semata-mata menginginkan untuk melakukannya pada beberapa norma kultur atau jika perbedaan dalam keinginan seksual dari pasangan menyebabkan konflik. a.
Faktor Fisik Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik.
Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidak nyamanan. Bahkan hanya membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama jika diperburuk oleh perasaan penolakan atau
pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara seksual. b.
Faktor Hubungan Masalah dalam berhubungan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari
keinginan seks. Setelah kemesraan hubungan telah mundur, pasangan mungkin mendapati bahwa mereka dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka. Keterampilan seperti ini memainkan peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya karena harus mengatakan kepada pasanagan perilaku seksual apa-apa yang diterima atau menyenangkan. c.
Faktor Gaya Hidup Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalah gunaan alkohol dapat
memengaruhi keinginan seksual. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan bahwa efek negatif alkohol terhadap seksual jauh melebihi euphoria (perasaan yang berlebihan) yang mungkin dihasilkan. Pada awalnya menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas seksual adalah faktor gaya hidup. Klien seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka perlu waktu untuk menyendiri, berfikir dan istirahat sebagai hal yang lebih penting dari seks. d.
Faktor Harga Diri Tingkat harga diri juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas.
Jika
harga
diri
seksual
tidak
pernah
diperlihatkan
dengan
mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun didalam banyak cara, yaitu perkosaan, incest dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka yang dalam. (Master, 1992). e. Faktor Norma Nilai itu dibagi macamnya menurut kualitas nilainya yaitu ke dalam nilai baik dan buruk yang dipelajari oleh etika, dan nilai indah dan tidak indah yang dipelajari oleh estetika. Akan tetapi macam-macam nilai kemudian berkembang menjadi beraneka ragam, tergantung pada kategori penggolongannya. Sebagai contoh, dikenal adanya nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonmis, nilai praktis, nilai teorits, dan sebagainya. Nilai sosial, nilai budaya dan sebagainya termasuk macam nilai yang didasarkan pada kategori bidang dari obyek nilai. Sedangkan nilai praktis, nilai teoritis dan sebagainya termasuk macam nilai yang didasarkan pada kategori kegunaan obyek nilai itu. Dengan demikian ragam nilai dapat menjadi sangat banyak, bahkan semua yang ada ini mengandung nilai. Dengan kata lain, nilai itu dapat melekat pada apa saja, baik benda, keadaan, peristiwa dan sebagainya
f. Faktor Niat Niat perilaku (behavioral intention) adalah suatu keinginan (niat) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika mempunyai suatu keinginan atau niat untuk melakukannya. Niat untuk melakukan suatu perilaku yang dalam hal ini adalah pencegahan terbentuk dari
kombinasi sikap terhadap perilaku tersebut, norma subyektif tentang perilaku tersebut dan persepsi kontrol perilaku yang berkaitan dengan perilaku itu. Hasil akhirnya adalah ketika derajat kekuatan niat mencapai level tertentu yang dirasa cukup, seseorang dimungkinkan dapat mewujudkan niat tersebut menjadi perilaku itu dengan catatan bahwa sepanjang terdapat peluang (Ajzen, 2005).
2.3. Penyakit Infeksi Menular Seksual 2.3.1. Definisi Penyakit Infeksi Menular Seksual Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah infeksi apapun yang terutama didapat melalui kontak seksual. Penyakit Menular Seksual merupakan istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam darah atau cairan tubuh, meliputi virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan parasit-parasit kecil. Sebagian organisme yang terlibat hanya ditemukan di saluran genitalia (reproduksi) saja tetapi yang lainnya juga ditemukan dalam organ tubuh lain. Sering kali Penyakit Menular Seksual timbul secara bersama-sama dan jika salah satu ditemukan adanya Penyakit Menular Seksual harus dicurigai. Terdapat rentang keinginan kontak tubuh yang dapat menularkan Penyakit Menular Seksual termasuk berciuman, hubungan seksual melalui anus, kunilingus, anilingus, felasio dan kontak mulut atau genital dengan payudara (Mariyah, 2009).
2.3.2. Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan oleh Organisme dan Bakteri a.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Human Immunodeficiency virus (HIV) pertama kali dilaporkan menyebabkan
penyakit pada tahun 1981. Di Amerika Serikat AIDS merupakan penyebab utama kematian nomor lima pada wanita usia subur. Salah satu kesulitan mengenali infeksi HIV adalah masa laten tanpa gejala yang cukup lama, antara 2 bulan hingga 5 tahun. Umur rata-rata saat diagnosis infeksi HIV ditegakkan adalah 35 tahun (Mariyah, 2009). b. Gonorrhea Neisseria gonorrhoeae adalah diflokokus gram negatif yang biasanya berdiam dalam uretra, serviks, faring atau saluran anus wanita. Infeksi terutama mengenai epitel kolumner atau transisionel saluran kemih dan kelamin. Organisme ini sangat sulit untuk dikultur dan peka terhadap suasana kering, cahaya matahari, pemanasan dan sebagian besar desinfektan. Diperlukan media khusus untuk mencapai hasil yang optimal. Bahkan saluran genetal bawah biasanya didapat dengan memutar lidi kapas selama 15-20 detik jauh di dalam saluran endoserviks. Jika dibuat usapan rektum insiden keberhasilan meningkat 85% menjadi >90% (Mariyah, 2009). c.
Infeksi Chlamidia Chlamidia trachomatis adalah mikroorganisme intraseluler obligat dengan
dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif. Meskipun dikelompokkan sebagai bakteri, namun chlamidia mengandung DNA dan RNA, dan melakukan pembelahan biner, hanya tumbuh intra seluler seperti virus. Karena kebanyakan serotype
Chlamidia trachomatis hanya menyerang sel epitel kolumner (kecuali serotype L yang agresif), tanda-tanda dan gejala yang terjadi cenderung terlokalisir ditempat yang terinfeksi misalnya mata atau saluran genital tanpa adanya invasi ke jaringan dalam (Mariyah, 2009). Infeksi Chlamidia biasanya berlangsung pada hubungan seks lewat vagina dan anus. Chlamidia trachomatis dapat pula mengenai mata bila mata terkena tangan yang sudah menyentuh kelamin dari orang yang terinfeksi. Chlamidia trachomatis juga dapat menyerang kerongkongan, sehingga pasangan dianjurkan untuk tidak melakukan seks oral bila salah satu sudah terkena. Bayi dapat terinfeksi chlamidia pada matanya sewaktu melewati serviks ibu yang menderita infeksi (Hutapea, 2003). e.
Siffilis Siffilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spirokaeta treponema
pallidum yang ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi basah yang infeksius. Organisme ini dapat menembus membrane mukosa yang intake atau kulit yang terkelupas atau didapat melalui transplasenta. Satu kali kontak seksual dengan mitra seksual yng terinfeksi memberikan kemungkinan 10% menderita siffilis (Mariyah, 2009). f.
Vaginitis Vaginitis adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi atau
peradangan vagina. Vaginitis biasanya ditandai dengan adanya cairan berbau kurang enak yang keluar dari vagina. Gejala lain adalah gatal atau iritasi di daerah kemaluan dan perih sewaktu kencing. Beberapa kasus vaginitis disebabkan oleh reaksi alergi
atau kepekaan terhadap bahan kimia. Umumnya disebabkan oleh kuman yang ditularkan secara seksual atau yang tadinya menetap di vagina dan menjadi ganas karena gangguan keseimbangan di dalam vagina (Hutapea, 2003). g.
Candidiasis Candidiasis juga dikenal dengan nama moniliasis, thrush atau infeksi yeast
yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Candidiasis biasanya menimbulkan gejala peradangan, gatal dan perih di daerah kemaluan. Juga terdapat keluarnya cairan vagina yang menyerupai bubur. Walaupun fungus selalu terdapat sampai taraf tertentu, biasanya tidak menimbulkan gejala selama lingkungan vagina terjaga normal. Candidiasis dapat ditularkan secara seksual seperti bola pingpong antar pasangan seks, sehingga dua pasangan harus diobati secara simultan. Candidiasis pada pria biasanya berbentuk Non Gonococcal Urethritis (NGU), penis memerah atau lecet di kemaluan yang rasanya membakar dan nyeri sewaktu kencing. Candidiasis juga dapat menular secara non seksual, bila wanita memakai handuk atau lap yang sama. Penularan juga terjadi melalui seks oral atau anal (Hutapea, 2003). h.
Chancroid Chrancoid (Chancre lunak) disebabkan oleh kuman batang gram negatif
Haemophilus ducreyi dan jarang ditemui di Amerika Serikat. Infeksi pada wanita dimulai dengan lesi papula atau vesikopustuler pada perineum, serviks atua vagina 35 hari setelah terpapar. Lesi berkembang selama 48-72 jam menjadi ulkus dengan tepi tidak rata berbentuk piring cawan yang sangat lunak. Beberapa ulkus dapat
berkembang menjadi satu kelompok. Discharge kental yang dihasilkan ulkus berbau busuk atau infeksius (Mariyah, 2009). i.
Granuloma Inguinale Granuloma inguinale disebabkan oleh Calymmatobacterium granulomatis.
Penemuan yang khas dalam lesi adalah badan Donovan (bakteri yang terbungkus dalam lekosit mononuclear). Hampir tidak pernah dijumpai di Amerika Serikat (kirakira 100 kasus/tahun) tetapi umum terjadi di India, Brazil dan Hindia Barat. Masa inkubasi 1-12 minggu. Granuloma inguinale dapat menyebar melalui kontak seksual maupun non seksual yang berulang (Mariyah, 2009). j.
Infeksi Panggul Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital
atas yaitu endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterine (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterine (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis). Organisme dapat menyebar ke seluruh pelvis. k.
Intralumen Penyakit radang panggul akut non purporalis hampir selalu (kira-kira 99%)
terjadi akibat masuknya kuman pathogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterine, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme tersebut adalah neisseria
gonnorhoeae,
chlamidia
trichomatis,
streptococcus
agalactiae,
sitomegalovirus dan virus herpes simpleks. Tiga per empat wanita dengan penyakit radang panggul akut juga menderita endometritis, kira-kira 40%-nya disertai servisitis
mukopurulen dan 50% kasus dengan biakan endoserviks positif untuk chlamidia trachomatis atau neisseria gonnorhoeae juga mengalami endometritis. Fase endometritis biasanya tidak bergejala, seringkali singkat dan terjadi pada akhir menstruasi. l.
Limfatik Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan
dengan pemasangan IUD (Intra Uterine Disease) menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Mycoplasma non purpuralis. m. Hematogen Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu misalnya tuberculosis (TBC) dan jarang terjadi di Amerika Serikat (Mariyah, 2009). 2.3.3. Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan oleh Virus a. Herpes Virus herpes simpleks menimbulkan berbagai jenis herpes. Yang paling sering virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) mengakibatkan herpes mulut berupa lecet dan bentolan disertai salesma dan demam di daerah mulut dan bibir. HSV-1 juga dapat ditularkan ke daerah kemaluan dengan sentuhan atau seks oral. Herpes genitalis disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) yang mengakibatkan lepuh yang nyeri dan luka di daerah kemaluan. Herpes ini juga dapat berpindah ke mulut melalui seks oral. Herpes dapat ditularkan melalui seks per vagina, anal atau oral, atau dengan menyentuh luka herpes. Sentuhan yang kemudian mengenai mata dapat menimbulkan
infeksi mata serius. Virus ini dapat hidup beberapa jam pada benda-benda seperti toilet duduk, dan dapat berpindah melalui benda tersebut. Herpes oral dapat dipindahkan dengan berciuman, memakai gelas atau handuk bersama penderita herpes dan sudah tentu melalui hubungan seksual (Hutapea, 2003). b. Viral Hepatitis Terdapat sejumlah jenis radang hati atau hepatitis. Penyebabnya adalah virus dan sering ditularkan secara seksual. Jenis yang terutama adalah hepatitis A,B,C dan D. Infeksi hepatitis A biasanya bersifat sementara dan ditandai dengan gejala kuning (jaundice), yaitu suatu kondisi dimana kulit, urine dan bola mata menguning karena kadar pigmen empedu yang meninggi di dalam darah. Gejala lain adalah nyeri perut, lemah dan mual, hilangnya nafsu makan dan tinja yang berwarna pucat. Hepatitis B lebih parah dan lama serangannya. Hepatitis C gejalanya ringan, jarang disertai gejala kuning, tetapi dapat berlanjut menjadi penyakit hati menahun atau kanker hati. Hepatitis D terjadi hanya bersamaan dengan hepatitis B. Gejalanya mirip dengan hepatitis B tetapi lebih mengancam nyawa penderita. Hepatitis A dan B dapat ditularkan secara seksual, terutama melalui kegiatan seks anal. Hepatitis A ditularkan terutama karena melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi, yang dapat mengenai air atau makanan. Transmisi seksual dari hepatitis A biasanya melalui kegiatan oral dan anal seks. Transmisi seksual dari hepatitis B dapat juga lewat transfusi darah yang tercemar, jarum suntik yang dipakai bersama-sama (biasanya pada kelompok pengguna obat terlarang), dan lewat mani, ludah, cairan mens dan lendir hidung penderita. Hepatitis C juga dapat ditularkan secara seksual. Sedangkan hepatitis D
ditularkan melalui kegiatan seksual atau kontak dengan darah yang tercemar. Hepatitis biasanya didiagnosis melalui tes darah untuk memeriksa kelainan dalam fungsi hati. Tidak terdapat obat untuk hepatitis, tetapi istirahat di tempat tidur dengan banyak minum cairan biasanya dianjurkan. Vaksin telah tersedia untuk perlindungan terhadap hepatitis B dan D, karena hepatitis D tidak mungkin ada tanpa hepatitis B. Tidak ada vaksin terhadap hepatitis C (Hutapea, 2003). c. Genital Warts Genital Warts atau disebut juga Veneral Warts disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV). Penyakit ini menyerang pria dan wanita berusia 20 hingga 24 tahun. Lesi kelihatan di daerah kemaluan dan anus beberapa bulan setelah infeksi. Wanita lebih rentan daripada pria karena ada suatu bagian pada leher rahim dimana sel-selnya melakukan pembuahan diri lebih cepat disbanding dengan yang lainnya, dan HPV membonceng pada sel-sel tersebut untuk berkembang biak. Genital Warts agak mirip dengan warts (kutil) yang biasa ada di telapak kaki dan terdiri dari benjolan gatal dari berbagai bentuk dan ukuran. Benjolan ini teraba agak keras dengan warna kuning keabuan pada permukaan kulit yang kering, sedangkan di daerah basah seperti vagina, bentuknya seperti bunga kol berwarna merah muda dan teraba lembek. Kutil ini dapat pula terlihat di daerah penis, kulup, skrotum dan di dalam saluran kencing pada pria. Pada wanita dapat pula muncul di labia mayora dan minora dinding vagina dan serviks. Pria dan wanita sering juga menemukannya di luar daerah kemaluan seperti di mulut, bibir, alis, putting susu, sekitar anus atau bahkan di daerah rectum.
Genital Warts yang berada di dalam uretra akan mengeluarkan cairan atau darah dan terasa perih. HPV dapat pula menimbulkan kanker pada organ-organ reproduksi seperti pada penis atau serviks. HPV dapat ditularkan melalui kontak seks atau jenis lainnya, seperti melalui pakaian dan handuk. Genital Warts sebaiknya diangkat dengan menggunakan teknik pembekuan (cryotherapy) dengan nitrogen cair kutil ini dapat juga dicuci dengan larutan podophylin yang bertujuan untuk mengeringkan dan membuang jaringannya. Dapat pula dibuang dengan cara membakar dengan electrode atau pembedahan baik dengan pisau atau sinar laser. Walaupun tindakan-tindakan tersebut bertujuan membuang warts-nya, akan tetapi HPV-nya sendiri tidak lenyap dari dalam tubuh kita. Genital Warts sewaktu-waktu dapat kembali lagi (Hutapea, 2003). 2.3.4. Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan oleh Parasit a. Trichomoniasis Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang disebabkan oleh suatu parasit atau suatu protozoa (hewan bersel tunggal) yang disebut trichomonas vaginalis. Gejalanya meliputi perasaan gatal dan terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan keluarnya cairan berwarna putih seperti busa atau juga kuning kehijauan yang berbau busuk. Sewaktu bersetubuh atau kencing sering terasa agak nyeri di vagina. Namun sekitar 50% dari wanita yang mengidapnya tidak menunjukkan gejala apa apa. Trichomoniasis hampir semuanya ditularkan secara seksual. Hal ini dapat mengakibatkan radang saluran kencing pada pria, yang tidak menunjukkan gejala
atau berupa adanya sedikit cairan yang keluar dari penis biasanya pada waktu kencing pertama sekali di pagi hari. Dapat juga terasa gatal, geli atau iritasi di uretra. Karena pria dapat mengidap trich tanpa menyadarinya, mereka dapat menularkannya kepada pasangan-pasangan seksnya. Kuman ini dapat pula ditularkan melalui kontak dengan mania tau ada pada lap, handuk atau seprei. Walaupun secara teoritis kontak melalui tempat duduk di toilet kecil sekali, tetapi bila terjadi kontak langsung pada bagian kemaluan, hal ini dapat saja terjadi (Hutapea, 2003). b. Pediculosis Pediculosis adalah terdapatnya kutu pada bulu-bulu di daerah kemaluan. Kutu pubis ini diberi julukan crabs karena bentuknya yang mirip kepiting seperti di bawah mikroskop. Parasit ini juga dapat dilihat dengan mata telanjang. Kutu pubis termasuk kelompok serangga kutu penggigit seperti halnya kutu kepala dan kutu badan. Kutu kepala bergelayut pada akar rambut di kepala dan sering terdapat pada anak-anak sekolah. Kutu pubis sering ditularkan secara seksual, tetapi juga melalui kontak lewat handuk, seprei dan tempat duduk di toilet. Kutu pubis hanya dapat hidup dalam satu hari apabila di luar tubuh manusia. Telur yang terdapat pada kain seprei atau handuk dapat menetas sesudah satu minggu. Semua lat tidur, handuk dan pakaian yang pernah digunakan orang pengidap kutu ini harus dicuci dengan air panas atau dry clean untuk membuang dan memusnahkan telur. Parasit ini menempel pada rambut dan dapat hidup dengan cara mengisap darah, sehingga menimbulkan gatal-gatal. Masa hidupnya singkat, hanya sekitar satu
bulan. Tetapi kutu ini dapat tumbuh subur dan bertelur berkali-kali sebelum mati (Hutapea, 2003). Penyakit-penyakit tersebut di atas tidak lepas dari faktor-faktor yang memengaruhinya, yaitu : faktor dasar, yaitu karena adanya penularan penyakit dan berganti-ganti pasangan seksual. Faktor medis, yaitu : pengobatan modern, mudah, murah, cepat dan efektif sehingga resiko resistensi tinggi dan bila disalah gunakan akan meningkatkan resiko penyebaran infeksi. Faktor sosial, yaitu : mobilisasi penduduk, prostitusi, waktu yang santai, kebebasan individu serta ketidak tahuan. Peningkatan insiden PMS tidak terlepas kaitannya dengan perilaku resiko tinggi. Perilaku resiko tinggi adalah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang penyakit. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah : Usia 20-34 tahun pada laki-laki dan 16-24 tahun pada wanita, wisatawan/turis, pekerja seks komersial (WTS), Pecandu narkoba dan homoseksual (Manuaba, 2009). 2.3.5. Tanda dan Gejala PMS secara Umum serta Cara Penularannya PMS tidak menunjukkan tanda dan gejala sama sekali sehingga kita tidak tahu kalau kita sudah terinfeksi. PMS dapat bersifat Asymtomatic (tidak memiliki gejala) baik pada pria atau wanita. Beberapa PMS baru menunjukkan tanda-tanda dan gejala berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi. Ada beberapa gejala dari PMS secara umum, yaitu :
a.
Keluar cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih kekuningan, kehijauan atau kemerahan. Keputihan bisa memiliki bau tidak sedap dan lendir.
b.
Pada pria, rasa sakit seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kemih yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
c.
Luka terbuka atau basah di sekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
d.
Tonjolan kecil-kecil (papules) di sekitar alat kelamin.
e.
Kemerahan di sekitar alat kelamin
f.
Pada pria rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar.
g.
Rasa sakit di perut bagian bawah yang muncul dan hilang dan tidak berhubungan dengan menstruasi.
h.
Bercak darah setelah hubungan seksual. Walaupun seseorang mungkin mengalami beberapa dari gejala tersebut, perlu
diperhatikan bahwa penyakit yang lain juga dapat menyebabkan gejala-gejala seperti ini. Jika muncul gejala tersebut lebih baik dikonsultasikan dengan dokter secepatnya. Kebanyakan PMS didapat dari hubungan seks yang tidak aman. Yang dimaksud dari seks yang tidak aman yang dapat menularkan PMS adalah : 1.
Melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina).
2.
Melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus).
3.
Hubungan seksual lewat oral (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin wanita).
4.
Darah. Dari transfuse darah yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bersama, atau benda tajam lainnya kebagian tubuh untuk menggunakan obat atau membuat tato.
5.
Ibu hamil kepada bayinya. Penularan selama kehamilan, selama proses kelahiran, setelah lahir, HIV bisa menular melalui menyusui (Manuaba, 2009).
2.3.6. Komplikasi dari Penyakit Infeksi Menular Seksual a.
Endometriosis Endometriosis terjadi karena jaringan endometrium yang masih berfungsi
terdapat di luar kavum uteri. Menurut teori Sampson, endometrium ditemukan di ovarium, peritoneum dan ligamentum sakrouterium, kavum douglas, dinding belakang uterus, tuba fallopii, plika vesikouterina, ligamentum rotundum dan sigmoid, septum reptovaginal, kanalis iguinalis, appendiks, umbilicus, serviks uteri, vagina, kandung kemih, vulva, perineum dan kelenjar limfe. Meskipun jarang, endometriosis juga ditemukan di sekitar lengan, paha, pleura dan pericardim. Jika endometriosis menyebabkan pelekatan di saluran telur, kemudian saluran tersumbat maka akan menyebabkan infertilitas (kemandulan). Tingkat kejadian kasus ini sangat tinggi. Endometriosis menimbulkan nyeri saat menstruasi. Bahkan pada kasus yang lebih parah, nyeri juga terjadi di luar menstruasi. Gejala lain yaitu nyeri saat
senggama dan ada benjolan di perut bagian bawah. Manifestasi endometriosis adalah timbul bercak atau kista (Manuaba, 2009). Angka kejadian endometriosis semakin hari semakin tinggi. Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita dari golongan ekonomi menengah ke atas. Hal yang menarik perhatian, ternyata endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak menikah dan wanita yang tidak mempunyai anak. Hal ini menunjukkan fungsi ovarium yang tidak diselingi kehamilan memegang peranan untuk terjadinya endometriosis. Meigs seorang ahli kandungan mengatakan bahwa cara paling mudah untuk mengurangi resiko endometriosis adalah dengan kehamilan. Pada saat hamil gejala endometriosis berkurang. Bahkan bisa hilang pada saat hamil dan sesudahnya (Manuaba, 2009). b. Kanker pada Wanita Kanker merupakan penyakit yang ditakuti semua orang, termasuk wanita. Apalagi organ reproduksi adalah bagian tubuh yang paling sering terkena kanker. Deteksi dini merupakan cara yang efektif untuk menyembuhkan kanker. Sejumlah penulisan menyebutkan kanker yang pengobatannya pada stadium awal dapat sembuh total. Untuk dapat mewaspadainya lebih cepat, perlu informasi yang memadai tentang gejala awal pada setiap jenis kanker khas wanita. Ada tiga kanker yang sering terjadi pada wanita, yaitu kanker serviks (leher rahim), kanker indung telur (ovarium), dan kanker endometrium (badan rahim).
c.
Kanker Serviks (Leher Rahim) Selama dua decade terakhir, kanker leher rahim masih menduduki urutan
pertama antara kanker yang terjadi pada wanita Indonesia. Kanker ini mulai ditemukan pada wanita usia 25-34 tahun dan puncaknya pada usia 45-54 tahun. Kanker leher rahim secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni preinvasif dan invasive. Kanker preinvasif adalah jenis kanker leher rahim yang belum menyebar sehingga kemungkinan sembuhnya hampir mencapai 100% jika pengobatannya sejak dini. Jenis invasive merupakan jenis kanker leher rahim yang sudah menyebar ke seluruh bagian leher rahim dan lebih sulit disembuhkan. Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti, tetapi diduga sekitar 95% dikarenakan jenis virus HPV. Virus ini dapat menular melalui hubungan seksual. Penyebab yang cukup mengejutkan dan controversial pernah diungkap Lancet. Ia mengungkapkan tenyata penggunaan pil kontrasepsi jangka panjang dapat meningkatkan resiko berkembangnya kanker leher rahim pada wanita dengan penyakit menular seksual. Namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi jangka panjang dapat meningkatkan resiko kanker pada wanita yang tidak menderita HPV. Selain itu ada beberapa faktor resiko yang menjadi pemicu terjadinya kanker leher rahim. Faktor-faktor tersebut meliputi berhubungan seksual di usia muda (kurang dari 20 tahun), berganti-ganti pasangan hubungan seksual, kehamilan berulang kali (sering melahirkan), infeksi virus (virus herpes simpleks dan virus papilloma), dan kurangnya kebersihan alat genital sehingga sering mengalami infeksi.
Upaya paling baik untuk menghindari kanker leher rahim adalah dengan melakukan pemeriksaan pap’s smear secara berkala, terutama jika anda sudah pernah melakukan hubungan intim. Dengan cara ini, kemungkinan kanker dapat terdeteksi dengan cepat karena pada tahap awal jenis kanker ini tidak menunjukkan gejala secara khusus. Kecuali keluhan akibat infeksi seperti keputihan, perdarahan vagina di luar masa menstruasi, serta keluhan sakit dan perdarahan setelah bersenggama. Pada stadium lanjut mengakibatkan rasa sakit pada panggul, perdarahan yang mirip dengan air cucian daging dan berbau amis, gangguan buang air kecil dan buang air besar (sembelit), nafsu makan hilang, berat badan menurun, lemah dan anemia karena perdarahan. Pengobatan kanker leher rahim sangat tergantung pada stadium atau tingkatan kliniknya. Pengobatan yang biasa dilakukan meliputi operasi pengangkatan rahim radikal (histerektomie radikal), radio terapi atau kemoradiasi. d. Kanker Indung Telur Kanker indung telur sering sulit dideteksi. Bahkan, sekitar tiga perempat wanita yang menderita kanker ovarium terdiagnosis setelah kondisinya parah. Pemeriksaan dini untuk mengetahui seorang wanita menderita kanker ovarium tidak semudah mendeteksi dini kanker leher rahim. Idealnya setiap wanita melakukan pemeriksaan dalam dan USG setiap satu tahun sekali bersamaan dengan pemeriksaan pap’s smear. Tes darah (tumor marker) dilakukan jika ada kecurigaan keganasan ovarium. Rangkaian pemeriksaan ini dapat dilakukan di klinik spesialis, rumah bersalin, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang menyediakan sarana tersebut.
Gejala kanker ovarium hampir sama dengan penyakit gangguan rahim sehingga banyak wanita yang tidak curiga. Gejala yang muncul berupa perut terasa kembung dan tidak nyaman. Sayangnya semua gejala itu tidak spesifik sehingga sulit dideteksi. Kecuali jika sudah ada tahap lanjutan dengan gejala perut membesar, terasa ada benjolan di dalam perut, nyeri panggul, serta gangguan buang air besar dan buang air kecil akibat penekanan pada saluran pencernaan dan saluran kencing. Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi penimbunan cairan di rongga perut dan rongga dada sehingga perut Nampak membuncit. Kadang disertai sesak nafas. Biasanya jika gejala ini sudah muncul sulit untuk menanganinya. Lokasi ovarium yang berada di dalam rongga perut menjadikan kanker ini sulit dideteksi. Oleh karena itu, kanker jenis ini dapat menyerupai kista dengan bagian padat. Untuk mengetahui secara lebih pasti dilakukan operasi guna memastikan diagnosis kanker ovarium dan perluasan atau penjalaran penyakit (stadium kanker). Tindakan operasi juga menentukan jenis dan keberhasilan pengobatan selanjutnya. e.
Kanker Endometrium Kanker endometrium tidak sepopuler kanker leher rahim. Kanker jenis ini
dapat diderita oleh semua wanita yang sudah mengalami menstruasi. Kanker endometrium terjadi karena adanya penebalan dinding endometrium secara berlebihan. Kanker ini dapat menimbulkan gangguan serius pada organ tubuh di sekitarnya. Gejala kanker endometrium berupa perdarahan, terutama pada pasca menopause di luar menstruasi. Namun anda perlu waspada jika darah menstruasi keluar secara berlebihan dalam waktu lama. Perdarahan di luar menstruasi yang
terlalu lama dan berulang dapat menunjukkan adanya penebalan dinding endometrium yang tidak wajar. Kanker jenis ini lebih sering ditemukan pada stadium dini. Gejalanya yang mudah terlihat membuat setiap wanita merasa perlu untuk memeriksakan keadaannya ke Dokter kandungan. Untuk mengetahui keadaan endometrium biasanya dilakukan pemeriksaan USG. Selanjutnya dilakukan kuretase untuk mengetahui kanker atau bukan. Pengobatan untuk kanker endometrium dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu operasi dan kemoterapi. Namun, semuanya sangat tergantung stadium yang akan ditentukan selanjutnya (Eka, 2008).
2.4. Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS 2.4.1. Pencegahan Primer Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting, terutama dalam hal merubah perilaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (DepKes, 2011) : a.
Pencegahan dilakukan dengan tindakan seks yang aman dengan pendekatan “ABC” yaitu Abstinence, artinya absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah merupakan metode paling aman untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, HIV/AIDS melalui hubungan seksual, jika tidak memungkinkan pilihan kedua adalah Be Faithful, artinya tidak
berganti-ganti pasangan. Jika kedua hal tersebut tidak memungkinkan juga, maka pilihan berikutnya adalah penggunaan kondom secara konsisten (Use Condom). b.
Berhenti menjadi pengguna NAPZA terutama narkotika suntikan, atau mengusahakan agar selalu menggunakan jarum suntik yang steril serta tidak menggunakannya secara bersama-sama.
c.
Di sarana pelayanan kesehatan harus dipahami dan diterapkan kewaspadaan universal (universal precaution) untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui darah. Kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan, penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi dengan benar.
d.
Pencegahan penyebaran melalui darah dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibody HIV, demikian pula semua organ yang didonorkan, serta menghindari transfuse, suntikan, jahitan dan tindakan invasive lainnya yang kurang perlu.
e.
WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertical dari ibu kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
2.4.2. Pencegahan Sekunder Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya system imun secara progresif sehingga muncul berbagai infeksi opurtunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif, sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut (Depkes RI, 2011) : a.
Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik dan pemberian vitamin.
b.
Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus menerus.
c.
Pengobatan antiretroviral (ARV) yang bekerja langsung menghambat kinerja enzim protease yang terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan
morbiditas
dan
mortalitas
dini.
Tetapi
ARV
belum
dapat
menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV. 2.4.3. Pencegahan Tersier Orang yang didiagnosa HIV biasanya banyak menerima diskriminasi saat membutuhkan pengobatan HIV ataupun bantuan dari fasilitas rehabilitasi obat, selain itu juga dapat mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. ODHA
perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Untuk mencegah semakin meningkatnya angka kejadian Penyakit Menular Seksual HIV/AIDS, maka perlu dilakukan beberapa pencegahan, yaitu : 1.
Memutuskan rantai penularan infeksi PMS.
2.
Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasinya.
3.
Tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.
4.
Menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Ada beberapa program yang dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)
dan telah diterapkan di beberapa negara untuk dilaksanakan secara bersama-sama, yaitu : a.
Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda.
b.
Program penyuluhan sebaya untuk berbagai kelompok sasaran (peer group education).
c.
Program kerja sama dengan media cetak dan elektronik.
d.
Paket pencegahan komprehensif untuk pecandu narkotika.
e.
Program pendidikan agama.
f.
Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat.
g.
Pelatihan ketrampilan hidup.
h.
Program pengadaan tempat-tempat untuk test HIV dan konseling.
i.
Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak.
j.
Program pencegahan dengan pengobatan, perawatan dan dukungan untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
k.
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat AZT (Sari, 2002).
2.5. Kondom 2.5.1. Definisi Kondom Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersenggama. Kondom biasanya terbuat dari bahan karet latex, berbentuk tabung tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. Kondom dipakai pada alat kelamin pria pada keadaan ereksi sebelum bersenggama (bersetubuh) atau hubungan seksual (BKKBN, 2006). Kondom yang terbuat dari bahan karet latex ini secara klinis sangat baik dalam mencegah : a.
Vaginitis yang disebabkan oleh infeksi seperti trichomoniasis.
b.
Pelvic Inflammatory Disease (PID).
c.
Gonorrhoea.
d.
Chlamydia.
e.
Syphillis.
f.
Chancroid.
g.
Human Immunodeficiency Virus (HIV).
h.
Human Papilloma Virus (HPV) yang dapat menyebabkan genital wart.
i.
Herpes Simpleks Virus (HSV) yang dapat menyebabkan genital herpes.
j.
Virus Hepatitis B.
2.5.2. Cara Menggunakan Kondom dengan Baik dan Benar Adapun cara menggunakan kondom dengan baik dan benar yaitu : 1.
Pegang bungkus kondom dengan kedua belah tangan lalu dorong kondom dengan jari anda ke posisi bawah. Tujuannya agar tidak robek saat membuka bungkusnya, selanjutnya sobek bagian atas bungkus kondom.
2.
Dorong kondom ke bawah agar keluar dari bungkusnya, kemudian pegang kondom dan perhatikan bagian yang menggulung harus berada di sebelah luar.
3.
Pencet ujung kondom agar tidak ada udara yang masuk dan letakkan pada kepala penis.
4.
Baik pihak suami atau istri dapat memasangkan kondom ke penis, pada saat kondom dipasang penis harus selalu dalam keadaan tegang. Pasanglah kondom dengan menggunakan telapak tangan untuk mendorong gulungan kondom hingga pangkal penis (jangan menggunakan kuku, karena kondom dapat robek).
5.
Jangan ada kontak penis dengan vagina sebelum menggunakan kondom .
6.
Segera setelah ejakulasi cabut penis dari vagina. Pegang pangkal penis dan lepaskan kondom dengan hati-hati selagi masih tegang (jangan sampai ada cairan sperma yang tercecer keluar).
7.
Ikat kondom agar cairan sperma tidak dapat keluar, dan buang ditempat yang aman, jangan buang kondom bekas pakai di WC dapat dapat menyumbat saluran WC.
8.
Pilih kondom yang paling cocok dengan seleradan ukuran penis anda (BKKBN, 2006).
2.5.3. Tempat Memperoleh Kondom Kondom dapat diperoleh antara lain di :apotik, klinik KB, PPKBD/ sub PPKBD, pos KB desa, toko obat, pasar swalayan, puskesmas, puskesmas pembantu dan vending machine kondom (BKKBN, 2006)
2.6. Pekerja Seks Komersial 2.6.1. Definisi Pekerja Seks Komersial Pekerja seks komersial merupakan pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2010). Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seseorang perempuan menggunakan atau mengeksploitasikan tubuhnya untuk mendapat uang (Widyastuti, 2009). Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian sehari-hari dengan jalan melayani relasi-relasi seksual, karena berhubungan dengan mata pencaharian maka orang sering menyebut prostitusi sebagai sebuah pekerjaan. Menurut Amstel yang
dikutip Kartono (2007), prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Masalah barter atau perdagangan secara tukar menukar, yaitu menukarkan pelayanan seksdengan bayaran uang, hadiah atau barang-barang berharga lainnya. Juga mengemukakan promiscuitas, yaitu hubungan seks bebas, dan ketidak acuhan emosional, melakukan hubungan seks tanpa emosi, tanpa perasaan cinta dan kasih. Pihak pelacur mengutamakan motif-motif komersial atau alasan keuntungan materil. Karena motif komersialnya itu maka pelacur disebut sebagai PSK (Kartono, 2007). Prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya, yaitu terdaftar dan terorganisir dan yang tidak terdaftar. Prostitusi yang terdaftar pelakunya diawasi oleh bagian seperti Vice Control dari kepolisian yang dibantu dan bekerja sama dengan jawatan sosial dan jawatan kesehatan. Pada umumnya ini di lokalisir dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengibatan sebagai tindakan kesehatan dan keadaan umum. Prostitusi yang tidak terdaftar termasuk dalam kelompok ini adalah mereka melakukan prostitusi secara gelap dan liar. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatpun tidak tentu. Mereka tidak pernah mencatatkan diri kepada yang berwajib sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena mereka belum tentu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter atau petugas kesehatan. Statistik menunjukkan bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita muda di bawah umumr 30 tahun. Mereka itu umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia muda yaitu pada usia 13-24 tahun dan yang paling banyak
adalah usia 17-21 tahun. Sekitar 60-80% dari jumlah pelacur itu memiliki intelektual yang tinggi, berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama dan di atas atau tamatan akademi dan perguruan tinggi. Mereka bertingkah laku immoral karena didorong oleh motivasi-motivasi sosial dan ekonomi. (Kartono, 2007). 2.6.2. Motif yang Melatar Belakangi Pelacuran Menurut Kartono (2007), ada beberapa motif yang melatar belakangi seseorang menjadi pelacur diantaranya sebagai berikut : 1.
Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan adanya pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidup, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.
2.
Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan, ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan mewah namun malas bekerja.
3.
Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga seperti ayah dan ibu bercerai, suami dan istri bercerai.
4.
Adanya ambisi-ambisi yang besar pada wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat dan tanpa ketrampilan khusus.
5.
Pekerjaan pelacur tidak memerlukan ketrampilan, intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudahan dan keberanian. Tidak hanya wanita normal, wanita yang agak lemah ingatannya pun bisa melakukan pekerjaan ini.
6.
Adanya pengalaman traumatis seperti gagal dalam bercinta ataupun perkawinan, pernah dikecewakan sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks.
7.
Banyaknya tindakan Trafficking dan perdagangan perempuan yang terjadi. Biasanya para wanita ini tertipu dengan iming-iming pekerjaan yang layak di suatu tempat, yang akhirnya terjebak dalam dunia prostitusi. Dinas sosial Provinsi Sumatera Utara mengakui masih banyak anak-anak yang dilacurkan yang belum terdata atau cenderung memalsukan umurnya. Diperkirakan 200-400 usia 13-18 tahun setiap tahunnya dijual keberbagai daerah dan Negara tujuan prostitusi seperti Batam, Tanjung Balai Karimun, Dumai, Malaysia dan Singapura. PSK merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi terkena atau
menimbulkan dan menyebarluaskan PMS. Apalagi dengan alasan komersil, mereka siap melakukan apa saja untuk kepuasan pelanggan sampai kepada perilaku seksual yang tidak sehat, sehingga kelompok ini beresiko tinggi untuk terkena PMS (Kartono (2007). 2.6.3. Kebiasaan PSK sebelum dan sesudah Melakukan Hubungan Seksual Beberapa penulisan melaporkan untuk mencegah terjadinya PMS dan HIV/AIDS. Para PSK yang sering melakukan praktik “Vaginal Dounching” atau pembersihan alat kelamin dengan bahan-bahan tertentu dalam bentuk cairan atau sabun sebelum dan sesudah melakukan hubungan seksual. Mereka percaya bahwa praktik ini akan melindungi dirinya dari PMS, sehingga berakibat pada penurunan
pemakaian kondom. Mereka lebih percaya pada alternatif pencegahan PMS dengan vaginal dounching atau meminum tablet antibiotik sebelum dan sesudah hubungan seks. Mereka menganggap khasiatnya lebih ampuh dari sekedar memakai kondom (Eka, 2008).
2.7. Faktor- faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Adapun faktor- faktor yang dianggap memengaruhi perilaku seksual pria adalah sebagai berikut : 1.
Faktor Personal/Individu
a.
Umur 21-25 tahun, gairah seks prima dan bervariasi. Pria di usia ini bisa dibilang sedang tumbuh menjadi seorang pemuja wanita yang berlebihan. Karena di usia ini hormon testoteronnya sedang
bergejolak, tidak heran jika kehidupan
seksualnya sangat prima tapi penuh dengan eksperimen. Yang patut diwaspadai, mereka masih beranggapan bahwa seks adalah faktor penting untuk mendekatkan diri dengan pasangannya. b.
Umur 26 - 30 tahun, seks lebih sering lebih baik. Pria pada usia ini biasanya menginginkan hubungan yang bukan lagi untuk sekedar bersenang- senang. Jika telah memiliki pasangan, umumnya mereka sudah tidak terlalu keras berusaha untuk menarik perhatian kekasihnya, apalagi jika untuk sekedar minta cium. Dalam urusan bercinta, mereka mulai terbuka pada pasangannya untuk mengatakan apa yang mereka inginkan. Pada usia ini mereka juga cenderung tidak egois dan terlihat berusaha untuk selalu menyenangkan hasrat seksual
pasangannya. Namun dibalik itu semua, para pria di usia ini menginginkan kualitas dan kuantitas hubungan seksual yang seimbang, dengan kata lain lebih sering maka lebih baik. c.
Usia 31-35 tahun. Sebuah masa seks yang sangat membutuhkan kualitas. Kebanyakan pria pada usia ini sangat memiliki intelijensia yang tinggi, sangat mengharapkan kualitas hubungan seksual. Meski masih mementingkan kuantitas frekwensi bercintanya, pahami bahwa mereka justeru cenderung menginginkan agar pasangannya mampu menerima apa adanya. Terutama pada kemampuan fisik saat bermain asmara. Ada kalanya keinginan atau gairah seksual mereka sudah menurun, namun masih cenderung lebih mudah membangkitkannya. Hanya saja gairah seksualnya akan mudah dibangkitkan dengan berbagai cara dan metode eksperimental. Perlu inovasi dan nuansa psikologis yang lebih baik agar semakin bergairah terhadap pasangannya.
d.
Usia 36-40 tahun, masa seks usia matang. Pahami bahwa para pria pada usia ini seringkali kadar hormon testeronnya sudah banyak berkurang. Mereka sendiri menyadari bahwa terjadi penurunan gairah dalam kehidupannya di ranjang. Aktivitas seksualnya tidak seagresif pemuda berusia 20-an. Namun tetap perlu menjadi perhatian serius bahwa para pria pada usia ini kebanyakan justeru memiliki kelebihan luar biasa prima untuk menapak kehidupan hari tua yang lebih baik. Pada saat usia begini, para pria memiliki kematangan psikis dan pengalaman yang lebih baik, dan semua itu sungguh tak ternilai harganya. Untuk menjadi pasangan pria diusia ini, para wanita justru akan menemukan kehidupan
bercinta
yang
bisa
dinikmati
kenyamanannya
tiada
tara.
Akibatnya
pengalamannya, dia memiliki cita rasa seni bercinta yang mampu menyenangkan hati para wanita. e.
Usia 41-45 tahun, masa seks usia keteduhan. Saat mengayomi pasangan di usia ini semakin terlihat. Jiwa yang matang dan kebapak-an semakin terlihat dalam perjalanan hidupnya. Orang Amerika sering berkoar hidup baru dimulai diusia 40. Diusia ini didentitas kejiwaan pria secara psikis sangat mempesona. Namun yang perlu diwaspadai, bahwa usia tak bisa ditipu. Hormon testoterannya semakin berkurang, sehingga frekwensi hubungan seksualnya makin menurun. Namun beberapa kasus sering menonjol terlihat pada pria usia ini, seringkali terlihat mereka bagaikan bangkit menjadi remaja lagi, dengan istilah '' Masa puber ke-2''. Dengan kematangan jiwanya ia seringkali bisa menggaet wanita berusia sangat jauh dibawahnya. Dan mereka biasanya sangat pandai memuaskan pasangannya.
f.
Usia 46-50 tahun, Usia spiritual, dimana pria pada usia ini lebih tertarik kehidupan rohani. Seks meski belum ditinggalkan, kenyataanya sudah mulai jauh berkurang frekwensinya. Di usia ini pasangan pria harus pandai-pandai membuat suasana romantis dan agar ia bergairah, bila masih menginginkan kehidupan ranjangnya berpeluh lagi. Namun, dalam beberapa pria teryata meski sudah memasuki usia spiritual ini, mereka justeru masih aktif melakukan hubungan seks dengan pasangannya, paling tidak seminggu sekali. Hal ini mungkin berkaitan dengan pola hidup yang sehat.
g.
Usia 55-60 tahun, usia seks lampu merah atau sulit untuk meningkatkan libido. Bila usia belasan, mendengar masalah seks saja libido sudah bangun. Usia puluhan, melihat tontonan seks libido sudah tegang. Usia kepala empat, diraba baru bangun. Diusia kepala lima, dibangunin sudah bangun. Dan diusia kepala enam, dibangunin tidak bangun-bangun. Tampaknya usia ini, seks bukanlah menjadi porsi yang utama, bahkan menjadi kebutuhan yang kesekiannya.
h.
Selain usia, pengetahuan juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi pria berinteraksi seksual dengan wanita pekerja seks komersial. Biasanya pria yang membaca buku, melihat gambara atau menonton film porno akan terobsesi dengan seks. Peningkatan masalah kesehatan reproduksi salah satunya mengenai penyakit menular seksual, HIV/AIDS, tidak diiringi dengan pengetahuan pria yang merupakan tanggung jawab bersama dalam program kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.
2.
Faktor Pendukung
a.
Pria yang menikah dengan seorang perempuan yang sangat berkuasa dan dominan secara seksual sehingga dia akan berbalik ke objek yang lain yang lebih patuh dan gampang menyerah untuk mengikuti hasrat seksnya.
b.
Pria yang tidak disiplin dan gagal dalam melakukan semua rencananya dan kemudian dia menemukan bahwa dia dapat menaklukkan wanita pekerja seks dengan hasrat seksual dan memberikan kepuasan karena keinginannya terpenuhi.
c.
Obat-obatan terlarang dan alkohol, dapat membuat pikiran orang yang normal dan mengobarkan nafsu birahi yang salah. Pecandu alkohol atau peminum berat
atau ketika minum-minum , dia akan kehilangan kontrol dirinya. Penggunaan obat perangsang sebagai penambah gairah seks yang mampu meningkatkan hubungan seks. d.
Kondisi kesehatan isteri, menurut Kitzinger bahwa wanita hamil sering merasa takut bila hubungan seksual dapat mengakibatkan keguguran atau persalinan prematur, atau pun dapat menyebabkan gangguan pada janin sehingga pasangan suami dan isteri merasa bahwa mereka sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual. Kondisi kesehatan isteri setelah melahirkan, menurut Alder mayoritas wanita memulai kembali hubungan seksual dalam 8 minggu pascapartum. Penulisan mengenai waktu yang tepat untuk memulai kembali hubungan seksual setelah melahirkan menunjukkan bahwa waktu tersebut sangat beragam, hal ini dapat menyebabkan seorang pasangan atau suami sulit menunggu waktu yang tepat untuk berhubungan seks dan akhirnya memilih untuk selingkuh ataupun ke PSK.
3.
Faktor Lingkungan
a.
Kondisi rumah tangga, dimana seorang istri bekerja, akan rentan dengan rasa letih gairah seks akan menurun sehingga tidak mampu memuaskan pasangan dalam berhubungan seks, kondisi rumah tangga yang terpisah jarak jauh karena pekerjaan, sehingga keinginan seksual tidak tersalurkan, status pernikahan sudah bercerai, akan membuat pria mencari pasangan lain untuk memenuhi kebutuhan seksual pria tersebut.
b.
Kegagalan umum dalam nilai-nilai moral. Godaan-godaan yang muncul sebaiknya diatasi dengan menekankan nilai-nilai moral dalam ajaran agama. Keluarga masyarakat setempat yang tidak menyerap atau meresapi ajaran-ajaran atau nilai- nilai yang baik dari keyakinan-keyakinan agama manapun akan tumbuh menjadi individu yang tidak bermoral.
c.
Dukungan sosial dengan penggunaan kondom akan memengaruhi hubungan seksual secara bebas tanpa pertimbangan risiko selain efektif sebagai pencegah kehamilan yang tidak diinginkan dapat juga terhindar dari penularan penyakit menular seksual.
2.8. Landasan Teori Ada beberapa model perilaku kesehatan yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah perilaku terbentuk, teori Health Believe Model (HBM) dan Becker & Rosenstock. Teori ini berpendapat bahwa persepsi kita terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1966) didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu: a. Perceived suscepilbility: penilalan individu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut
c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fmansial, fisik, dan psikososial d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan. Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu: a. Variabel demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya. b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dan sebagainya. c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya. d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa, artikel surat kabar dan majalah, saran dan ahli, dan sebagainya (Smet, 1994; Damayanti, 2004).
Persepsi Individu
Gambar 2.1. Model Kepercayaan Kesehatan Sumber : Glanz dkk,l (2002)
2.9. Alur Pikir Adapun yang menjadi alur penulisan ini adalah : Karakteristi k: Umur, tingkat pendidik an, tingkat pendapa
Persepsi : - Kemampuan diri - Faktor pendorong untuk bertindak - Kerentanan yang dirasakan - Keseriusan - Manfaat yang dirasakan - Penghalang yang dirasakan
Norma : - Teman sebaya - Pendidikan - Media Informasi
Gambar 2.2. Alur Pikir
Praktek : Melakukan pencega han IMS,
Niat