BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hipertensi Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi apabila keadaan seseorang mempunyai tekanan sistolik sama dengan atau lebih tinggi dari 160 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih tinggi dari 90 mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu. Menurut JNC-7 hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi ketika tekanan darah meningkat 140/90 mmHg atau lebih (> 140/90 mmHg). Tekanan darah tinggi terjadi bila darah memberikan gaya yang lebih tinggi dibandingkan kondisi normal secara persisten pada sistem sirkulasi. Menurut Kaplan (1995) dalam Susalit (2001), hipertensi dibedakan menurut usia dan jenis kelamin yaitu pria yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada waktu berbaring 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya 145/90 mmHg atau lebih, wanita dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya 160/95 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap silent killer, karena termasuk penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004 dalam Jafar Nurhaedar, 2010).
2.2. Klasifikasi Hipertensi ditegakkan bila salah satu atau kedua angka dari tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Hal ini berlaku bagi orang dewasa (diatas 18 tahun). Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah yang Dikemukakan oleh JNC Klasifikasi Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium 1 Hipertensi Stadium 2
Tekanan Darah Sistolik mmHg < 120 120 – 139 140 – 159 ≥ 160
Tekanan Darah Diastolik mmHg < 80 80 – 89 90 – 99 ≥ 100
dan atau atau atau
Sumber : The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 2003 dalam Lumbantobing S M, 2008)
2.2.1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia. 2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal,
hiperaldosteronisme
primer
dan
sindrom
cushing,
Universitas Sumatera Utara
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain (Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001). 2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut Tingkat Kliniknya a. Hipertensi benigna didefinisikan sebagai hipertensi tanpa komplikasi, biasanya dalam waktu yang lama dari tingkat keparahan ringan sampai sedang. b. Hipertensi maligna adalah kenaikan tekanan darah (tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg) yang dihubungkan dengan papiledema, perdarahan retina dan eksudat (Ignatavicius, 1991 dalam Promkes Bangli, 2012). 2.2.3. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan WHO a. Tingkat I : tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. b. Tingkat II : tekanan darah meningkat dengan gejala hipertropi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan alat atau organ lain. c. Tingkat III : tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ.
2.3. Gejala Klinis Pada umumnya hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas dan sering tidak disadari kehadirannya. Ada kalanya secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sebenarnya tidak selalu). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
Universitas Sumatera Utara
hidung (mimisan), migren atau sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-kunang, sakit tengkuk dan kelelahan.Gejala tersebut bisa terjadi pada siapa saja, baik pada penderita hipertensi maupun seseorang yang tekanan darahnya normal. Sebagian besar kasus tekanan darah tinggi sekitar 95% adalah tipe hipertensi esensial (primer). Penyebabnya tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivas) dan pola makan. Pada hipertensi berat atau yang telah menahun dan tidak diobati bisa timbul gejala-gejala yang berasal dari kerusakan otak, mata, jantung, dan ginjal, seperti : sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah, sesak nafas, gelisah dan pandangan menjadi kabur. Pada hipertensi berat, penurunan kesadaran sampai koma dapat terjadi, karena adanya pembengkakan otak yang disebut ensefalopati hipertensif, yang perlu penanganan segera. Apabila tidak ditangani keadaannya akan semakin parah dan dapat memicu kematian. Kejadian tersebut sangat jarang dan hanya timbul pada 1% dari populasi orang dengan tekanan darah tinggi.Tekanan darah sangat tinggi dan persisten, maka dokter akan merujuk ke spesialis hipertensi (Palmer A dan Bryan Williams, 2007). Hal yang penting harus disadari adalah kenyataan bahwa hipertensi tidak memiliki gejala khusus yang langsung mengacu pada penyakit tersebut. Deteksi dini terhadap hipertensi sangatlah penting. Tidak merasakan satu pun gejala tekanan darah tinggi, tidak berarti tekanan darah tinggi tidak merusak sistem sirkulasi. Tekanan darah tinggi tetap dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke dan komplikasi lain.
Universitas Sumatera Utara
Tekanan darah tinggi sering disebut silent killer. Mencegah dan mengantisipasinya dengan cara rutin memeriksakan tekanan darah. Selain itu juga penting untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan dengan menjalani pola hidup sehat dan pola makan sehat.
2.4. Patofisiologi Hipertensi Patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian kecil pasien (2%-5%) menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak di jumpai penyebabnya dan keadaan ini dinamai hipertensi esensial. Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang normal dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial. Banyak faktor yang saling berkaitan ikut berperan dalam terjadinya peningkatan tekanan darah dan faktor-faktor ini dapat berbeda pada masing-masing pasien. Hasil penelitian pada penduduk desa dan kota didapatkan bahwa faktor herediter (turunan) juga ada peranannya, bersifat poligenik, di samping pengaruh lingkungan (Davies, 1983 dalam Lumbantobing S M, 2008). Faktor yang telah banyak di teliti ialah asupan-garam, obesitas, resistensi terhadap insulin, sistem rennin-angiotensin dan sistem saraf simpatis. Beberapa tahun terakhir faktor-faktor lain dievaluasi, termasuk faktor genetik, disfungsi endotelial (yang bermanifestasi pada perubahan endotelin dan oksida-nitrogen), berat badan
Universitas Sumatera Utara
lahir yang rendah dan nutrisi intrautenin dan anomali neurovaskuler (Beevers, 2001 dalam Lumbantobing S M, 2008). Tabel 2.2 Mekanisme Fisiologis yang Terlibat dalam Hipertensi Esensial Curah Jantung Tahanan Perifer Sistem Rennin-Angiotensin-Aldosteron Sistem Saraf Otonom Faktor Lain : a. Bradikinin b. Endotelin c. EDRF (Endothelial Derived Relaxing Factors) atau Oksida Nitrogen d. ANP (Atrial Natriuretic Peptide) e. Ouabain Mekanisme fisiologis yang terlibat dalam hipertensi esensial. 2.4.1. Curah Jantung Mempertahankan
tekanan
darah
yang
normal
bergantung
kepada
keseimbangan antara curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan-perifernya meningkat. Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil, yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler (yang dapat menerangkan efek vasodilatasi obat yang memblokade terowongan kalsium). Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan struktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi
Universitas Sumatera Utara
oleh angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan perifer yang terjadi kemudian mungkin merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak disebarluaskan ke jaring pembuluh darah kapiler yang akan dapat mengganggu homeostasis sel secara substansial. 2.4.2. Sistem Renin-Angiotensin Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dari sistem saraf simpatis. Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angiotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Menstimulasi pelepasan aldosteron dari zona glomerulosa kelenjar adrenal, yang mengakibatkan peningkatan lagi tekanan darah yang berkaitan dengan retensi garam dan air. Sistem renin-angiotensin yang bersirkulasi tidak langsung bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial. Cukup banyak penderita hipertensi mempunyai tingkat renin dan angiotensin II yang rendah (terutama pada usia lanjut), dan obat yang memblokade sistem renin-angiotensin tidak begitu efektif.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat bukti bahwa terdapat pula sistem epicrine atau paracrine reninangiotensin lokal yang tidak bersirkulasi (noncirculating local renin-angiotensine epicrine or paracrine system) yang juga mengontrol tekanan darah. Sistem rennin local dilaporkan terdapat di ginjal, jantung dan batang arterial. Mungkin mereka mempunyai peranan penting dalam mengatur aliran darah regional. 2.4.3. Sistem Saraf Otonom Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan dilatasi arteriola. Sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan tekanan darah normal. Mempunyai peranan penting dalam memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada tekanan darah sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik. Terdapat sedikit bukti bahwa epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) mempunyai peranan dalam terapi. Mungkin hipertensi berkaitan dengan interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin, bersama faktor lain, mencakup garam, volum sirkulasi dan beberapa hormon lain. Percobaan transplantasi silang ginjal tikus yang hipertensif ke yang normotensif dan sebaliknya, dengan kuat memberii kesan bahwa asal hipertensi ada di ginjal. Kenyataan pada manusia ialah resipien ginjal transplantasi cenderung mengalami hipertensi bila keluarga donor adalah hipertensif. Hipertensi esensial mungkin pula disebabkan oleh kelainan genetika dalam mengolah garam. 2.4.4. Disfungsi Endotel Sel endotel vaskuler memainkan peranan
kunci dalam pengaturan
kardiovaskular dengan memproduksi zat vasoaktif lokal yang kuat, termasuk molekul
Universitas Sumatera Utara
vasodilator oksida nitrogen (nitric oxide) dan peptida vasokonstriktor endotelin. Diduga disfungsi endotelium berperan pada hipertensi esensial. 2.4.5. Zat Vasoaktif Banyak sistem vasoaktif lain yang mekanismenya mempengaruhi transportasi garam dan tonus vascular yang terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. 2.4.6. Bradikinin Adalah vasodilator kuat yang di inaktivasi oleh angiotensin-convertingenzyme (ACE). Dengan demikian ACE-inhibitor mungkin melakukan sebagian efeknya dengan jalan memblokade inaktivasi bradikinin. 2.4.7. Endotelin Merupakan vasokonstriktor endotelial vascular yang kuat, yang dapat meningkatkan tekanan darah yang sensitif garam. Ia juga mengaktivasi sistem reninangiotensin lokal. Faktor relaksasi yang diproduksi oleh endotel, yang dikenal sebagai nitric oxide, diproduksi oleh endotel arteri dan vena, berdifusi melalui dinding pembuluh darah ke otot-polos dan menyebabkan vasodilatasi. 2.4.8. Peptida Atrium Natriuretik (Atrial Natriuretic Peptide/ANP) ANP (Atrial Natriuretic Peptide) merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi. Transportasi garam melalui sel otot-polos dinding vaskular juga dipikirkan mempengaruhi tekanan darah melalui interrelasinya dengan transport kalsium.
Universitas Sumatera Utara
Ouabain, suatu zat seperti steroid, dapat mengganggu transportasi garam dan kalsium pada sel dan mengakibatkan vasokonstriksi. 2.4.9. Hiperkoagulabilitas Pasien dengan hipertensi menunjukkan abnormalitas pada dinding pembuluh darah (disfungsi endotel atau rusaknya endotel), konstituen datah (faktor hemostatik dengan tingkat yang abnormal, aktivasi trombosit dan fibrinolisis) dan aliran darah (reologi, viskositas dan cadangan aliran). Hal ini mensugestikan bahwa hipertensi dapat sesuai dengan suatu keadaan protrombotik atau keadaan hiperkoagulabilitas. Komponen ini tampaknya berkaitan dengan perusakan organ-target dan prognosis jangka panjang. Beberapa diantaranya dapat diubah dan dipengaruhi oleh terapi antihipertensi (Lumbantobing S M, 2008).
Gambar 2.1 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah Sumber: Kaplan, 1998
Universitas Sumatera Utara
2.5. Diagnosis 2.5.1. Pendekatan pada Pasien Hipertensi Dalam mengevaluasi pasien dengan hipertensi, anamnesis awal, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium sebaiknya ditujukan pada: a.
Menyingkap bentuk sekunder hipertensi yang dapat diperbaiki
b.
Menetapkan dasar praterapi
c.
Menilai faktor yang mempengaruhi jenis terapi atau yang mungkin mengubah secara berlawanan dengan terapi
d.
Menentukan jika terdapat kerusakan organ target
e.
Menentukan apakah terdapat faktor risiko lain untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler arteriosklerotik. Idealnya, evaluasi ini juga menentukan mekanisme yang mendasari terjadinya
hipertensi esensial, terutama jika informasi tersebut mengakibatkan program terapeutik yang lebih spesifik (Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci dan Kasper, 2000). 2.5.2. Diagnosis Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Pengukuran dengan menggunakan sphygmomanometer air
Universitas Sumatera Utara
raksa. Apabila hasil pengukuran menunjukkan angka 140/90 mmHg atau lebih, dapat diartikan sebagai keberadaan hipertensi. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskular dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, apabila kedua orang tua mengidap hipertensi kemungkinan besar yang bersangkutan akan mengidap hipertensi primer. Selain itu periksalah juga apakah dalam keluarga ada yang mengalami penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, kencing manis atau kolesterol tinggi. Pemeriksaan fisik termasuk umur penderita hipertensi primer biasanya muncul pada mereka yang berumur antara 25-45 tahun, hanya sekitar 20% saja yang mengalami hipertensi pada usia dibawah 25 tahun atau diatas 45 tahun, pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan funduskopi, perhitungan (BMI) body mass index yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, palpasi abdominal dan bruit arteri femoralis, palpasi pada kelenjar tiroid (Direktorat Bina Farmasi komunitas dan Klinik Depkes, 2006). Gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/kebiasaan (seperti merokok), mengonsumsi alkohol, obesitas, konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi sebelumnya bila ada dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan dan sebagainya).
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain tidak selalu dilakukan, kecuali jika dicurigai keberadaan hipertensi sekunder. Pemeriksaan tersebut meliputi : a.
Pemeriksaan Urin Dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein dan sel-sel darah merah
(eritrosit) yang menandai kerusakan ginjal. Kadar gula untuk mendeteksi kencing manis juga sebaiknya diperiksa. b.
Pemeriksaan Darah Dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal, termasuk mengukur kadar ureum
dan kreatinin. Kadar kalium dalam urin akan tinggi jika terdapat penyakit aldosteronisme primer, karen tumor korteks kelenjar adrenal yang dapat memicu hipertensi. Kadar kalsium yang tinggi berhubungan dengan hipertiroidisme. Melalui pemeriksaan ini kadar gula darah dan kolesterol juga diukur. Berbagai jenis pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis hipertensi. Pemeriksan foto dada dan rekam jantung (EKG) dilakukan untuk mengetahui lamanya menderita hipertensi dan komplikasinya terhadap jantung (sehingga dapat menilai adanya kelainan jantung). Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan ginjal, anuerisma (pelebaran arteri) pada bagian perut, tumor di kelenjar adrenal. Magnetic Resonance Angiography (MRA) dilakukan untuk melihat kelancaran aliran darah (Junaidi Iskandar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Komplikasi Hipertensi Bahaya penyakit hipertensi sangat beragam. Apabila seseorang mengalami hipertensi maka dia juga akan mengalami komplikasi dengan penyakit lainnya. Satu gangguan pada organ tubuh manusia akan menyebabkan gangguan pada bagian lainnya. Apabila satu organ sakit maka organ yang lainnya juga akan ikut terganggu. Berikut ini adalah daftar komplikasi dari penyakit hipertensi: 2.6.1. Hipertensi Merusak Ginjal Hipertensi juga dapat memicu rusaknya ginjal. Penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat, pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia. Di Indonesia, peningkatan jumlah penderita gagal ginjal bisa dilihat dari data kunjungan ke poli ginjal dan banyaknya penderita yang menjalani cuci darah (hemodialisis). Kondisi ini terus saja meningkat setiap tahunnya. Dari data wilayah Jawa Barat dan Banten dua tahun terakhir ini, bisa terlihat peningkatan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada tahun 2007 tercatat hanya 2.148 pasien dan meningkat menjadi 2.260 pada tahun 2008. Dari jumlah itu, sekitar 30% pasien berusia produktif atau kurang dari 40 tahun. Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat merusak ginjal. Hipertensi adalah salah satu penyebab penyakit ginjal kronis (Susilo Y, dan Ari W, 2011). Ginjal adalah suatu tempat transit pembuluh-pembuluh darah yang membentuk anyaman berupa saringan. Peningkatan tekanan darah juga dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pembuluh darah di ginjal semakin menyempit dan melemah. Hal ini dapat mengganggu kerja ginjal secara normal sebagai penyaring berbagai zat yang diperlukan tubuh atau zat yang harus dibuang. Hipertensi membuat ginjal harus bekerja lebih keras. Akibatnya, sel-sel pada ginjal akan lebih cepat rusak. Kerusakan ginjal dapat sebagai penyebab atau akibat hipertensi. Mengukur serum kreatinin (serum creatinine) di dalam darah dapat menilai seberapa bagus fungsi ginjal. Suatu kadar serum kreatinin yang meningkat mengindikasikan kerusakan pada ginjal. Kalau kerusakan ini terus menerus terjadi dan tidak ditangani dengan benar, menyebabkan komplikasi yang lebih serius sehingga memicu kematian. Kehadiran protein di dalam air seni (proteinuria) dapat merefleksikan kerusakan ginjal dari hipertensi bahkan jika fungsi ginjal normal (seperti diwakili oleh tingkat kreatinin darah). Keberadaan protein tersebut di dalam air seni memberi tanda-tanda risiko kemerosotan fungsi ginjal jika tekanan darah tidak di kontrol. Bahkan jumlah kecil dari protein (microalbuminuria) mungkin merupakan suatu tanda dari gagal ginjal yang akan datang dan komplikasi-komplikasi vaskuler lain dari hipertensi yang tidak terkontrol. Pada hipertensi hebat yang dipercepat (hipertensi maligna), terjadi jika tekanan darah naik cepat sehingga diastolik di atas 130-140 mmHg. Terjadi pada 1% pasien dengan hipertensi primer, tetapi lebih sering pada kasus-kasus hipertensi sekunder, terutama feokromositoma dan kondisi penyebab gagal ginjal progresif cepat.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Hipertensi Merusak Kinerja Otak Hipertensi mengganggu seluruh kinerja kesehatan di dalam tubuh kita. Kemampuan otak juga akan terpengaruh. Penderita tekanan darah tinggi pada usia tengah baya umumnya akan mengalami kehilangan kemampuan kognitif-memori, kehilangan pemecahan masalah, kurang konsentrasi dan kehilangan daya sehat pertimbangan selama 25 tahun kemudian. Berarti di usia lanjutnya akan mengalami pengurangan kapasitas untuk berfungsi secara normal. Biasanya kalau sudah begini, hidup orang tersebut sepenuhnya akan bergantung pada orang lain. Tidak bisa lagi memikirkan segala sesuatunya dengan jernih. Ingatannya juga berkurang banyak. Artinya, segala sesuatu harus dibantu oleh orang lain bahkan untuk urusan mengingat. Kinerja otak juga bisa terganggu dari adanya hipertensi yang disebabkan oleh adanya pembentukan lepuh kecil pada pembuluh darah di otak (neurisma) yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya stroke dan gagal jantung karena terjadinya penyempitan dan pengerasan pembuluh-pembuluh darah yang ada di jantung. Menyebabkan gagal ginjal karena adanya pengerasan pembuluh darah. 2.6.3. Hipertensi Merusak Kinerja Jantung Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan kekakuan dinding terhadap pengisian diastolik dan gelombang ‘a’ (sistol atrium) yang menonjol pada ekokardiografi. Gagal ventrikel kiri (disfungsi sistolik dan diastolik) dapat terjadi, seringkali tanpa dilatasi ventrikel. Terapi dengan antihipertensi terutama penghambat enzim pengkonversi angiotensin angiotensin converting enzyme (ACE), telah terbukti mengurangi hipertrofi ventrikel kiri jika tekanan darah diturunkan. Penyakit jantung
Universitas Sumatera Utara
koroner sering terjadi pada hipertensi, dan bersama dengan fungsi ventrikel kiri mungkin menyebabkan tingginya angka kematian penyakit jantung. Risiko kejadian jantung (kematian, infark miokard, gagal jantung, aritmia ventrikel) akan berkurang jika hipertensi diturunkan. Tekanan diastolik diturunkan di bawah 80 mmHg, risiko akan mulai meningkat lagi, disebut sebagai kurva berbentuk J, meskipun pengamatan ini masih diperdebatkan. Peningkatan gejala penyakit jantung pada tekanan diastolik yang rendah mungkin disebabkan karena rendahnya tekanan perfusi koroner, yang dengan miokard yang menebal disertai resistensi arteriol yang meninggi akibat proses hipertensi, menyababkan iskemia jantung terutama pada malam hari ketika tekanan darah biasanya paling rendah. 2.6.4. Hipertensi Menyebabkan Kerusakan Mata Gangguan dalam tekanan darah akan menyebabkan perubahan-perubahan dalam retina pada belakang mata. Pemeriksaan mata pada pasien dengan hipertensi berat dapat mengungkapkan kerusakan, penyempitan pembuluh-pembuluh darah kecil, kebocoran darah kecil hemorrhage pada retina dan menyebabkan terjadinya pembengkakan saraf mata. Dari jumlah kerusakan, dokter dapat mengukur keparahan dari hipertensi. 2.6.5. Hipertensi Menyebabkan Resistensi Pembuluh Darah Penderita hipertensi akut biasanya mengalami suatu kekakuan yang meningkat atau resistensi pada pembuluh-pembuluh darah sekeliling di seluruh
Universitas Sumatera Utara
jaringan-jaringan tubuhnya. Peningkatan resistensi ini menyebabkan otot jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui pembuluh-pembuluh darah. Peningkatan beban kerja ini dapat menegangkan jantung yang dapat menjurus pada kelainan-kelainan jantung umumnya pertama kali terlihat sebagai pembesaran otot jantung. Pembesaran jantung dapat dievaluasi dengan echocardiography terutama berguna dalam menentukan ketebalan (pembesaran) dari jantung bagian kiri (sisi pompa utama). Pembesaran jantung mungkin adalah suatu pertanda dari gagal jantung, penyakit jantung koroner, kelainan irama jantung cardiac arrhythmias. 2.6.6. Hipertensi Menyebabkan Stroke Hipertensi yang tidak terkontrol bisa menyebabkan stroke yang dapat menjurus pada kerusakan otak atau saraf. Stroke umumnya disebabkan oleh suatu hemorrhage (kebocoran darah atau leaking blood) atau suatu gumpalan darah thrombosis dari pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. Stroke dapat menyebabkan kelemahan, kesemutan atau rasa geli, kelumpuhan dari tangan-tangan, kaki-kaki, kesulitan-kesulitan bicara, dan penglihatan menjadi kabur atau tidak dapat melihat sesuatu dengan jelas padahal kondisi mata normal. Stroke kecil yang berganda dapat menjurus pada dementia (kapasitas intelektual yang lemah atau impaired intellectual capacity). Menyebabkan kelumpuhan total dan membuat manusia kehilangan daya piker (Susilo Y, dan Ari W, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Epidemiologi Hipertensi 2.7.1. Distribusi dan Frekuensi Hipertensi a.
Distribusi dan Frekuensi Penderita Hipertensi Berdasarkan Orang Tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring bertambahnya usia.
Di Inggris (2003), prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah sekitar 20% dan meningkat lebih dari 50% pada usia diatas 60 tahun. Tekanan darah tinggi juga dapat terjadi pada usia muda, namun prevalensinya rendah (kurang dari 20%). Prevalensi tekanan darah tinggi pria usia muda sekitar 15% dan wanita usia muda sekitar 5%, pria pada usia pertengahan sekitar 40%, pada wanita usia pertengahan sekitar 30%, pria usia 65 keatas sekitar 70% dan wanita usia 65 sekitar 70%. Wanita usia 75 keatas terdapat peningkatan sekitar 80% (Palmer Adan Bryan Williams, 2007). Hipertensi pada orang dewasa berusia 20 dan lebih di Amerika Serikat, pada tahun 2007-2010 adalah berdasarkan telah menderita hipertensi (tekanan darah tinggi dan/atau minum obat antihipertensi) dan tidak terkontrol tekanan darah tinggi antara orang-orang dengan hipertensi adalah tidak hispanik atau latin (kulit putih), laki-laki 31,1% dan 57,3% dan perempuan sebesar 28,1% dan 44,2%. Hitam atau Afrika Amerika, laki-laki 40,5% dan 71,5% dan perempuan sebesar 44,3% dan 51,0%. Meksiko, laki-laki sebesar 28,6% dan 71,6% dan perempuan sebesar 27,8% dan 56,4% (U.S. Department for Health and Human Services, 2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan menunjukkan, Prevalensi hipertensi menurut jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara
yaitu laki-laki sebesar 31,3% dan 31,9% pada perempuan. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, hipertensi tampak meningkat sesuai peningkatan umur responden. Prevalensi hipertensi pada responden yang berumur 25-34 tahun (19,0%), 35-44 tahun (29,9%), 45-54 tahun (42,4%), 55-64 tahun (53,7%), 65-74 tahun (63,5%) dan >75 tahun (67,3%). Survai penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo, menemukan prevalensi hipertensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3% (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas). Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria. Dari kasus-kasus tadi, ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95-104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang (diastolik 105129 mmHG) dan hanya 3,5% dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg). b.
Distribusi dan Frekuensi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat Data menunjukkan 80% kematian akibat hipertensi terjadi di negara
berkembang. Sekitar 54% penyakit stroke dan 47% penyakit jantung di dunia disebabkan oleh hipertensi, sedangkan lebih dari sepertiga kematian pada negaranegara pendapatan rendah di Eropa dan Asia Sentral disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi rendah. Masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, tekanan darah
Universitas Sumatera Utara
tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya; Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi. Prevalensi hipertensi di Indonesia lebih tinggi di daerah pedesaan sebesar 32,2%, sedangkan prevalensi di daerah perkotaan sebesar 30,8% (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Penduduk yang berdomisili didaerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam lebih tinggi atau berlebihan dibanding daerah pegunungan yang kemungkinan lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. c.
Distribusi dan Frekuensi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu Prevalensi penyakit hipertensi semakin meningkat karena gaya hidup dan pola
makan yang tidak baik, seiring dengan usia yang telah lanjut, terjadi kemunduran selsel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ, kemunduran
Universitas Sumatera Utara
fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif. Penyakit hipertensi dialami sejak usia petengahan berlanjut sampai usia tua, dan jarang diketahui karena gejala yang dialami jarang kelihatan. Hipertensi dulunya menyerang orang yang berusia lanjut, tetapi sekarang juga menyerang orang muda. Tingkat kehidupan yang semakin membuat stres. Hampir semua lapisan masyarakat, baik miskin maupun kaya, yang tinggal di kota besar maupun kecil mengalami penyakit hipertensi.
2.8. Faktor Risiko Hipertensi Faktor risiko hipertensi adalah keadaan seseorang yang lebih rentan terserang hipertensi dibandingkan orang lain. Seseorang dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang bahkan jauh dari normal. Faktor risiko bukanlah penyebab timbulnya penyakit, melainkan pemicu terjadinya penyakit. Faktor risiko ini ada yang dapat diubah dan ada juga yang tidak dapat diubah. 2.8.1. Faktor Risiko Hipertensi yang tidak Dapat Dirubah a.
Umur Pada sebagian besar populasi di negara barat, Tekanan Darah Sistolik (TDS)
cenderung meningkat secara progresif pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140 mmHg (18,7 kPa) pada usia 70-an atau 80-an. Tekanan Darah Diastolik (TDD) juga cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, tetapi dengan laju lebih rendah daripada TDS, dan nilai rata-rata cenderung tetap datar atau turun setelah usia 50-an. Ini mengakibatkan peningkatan tekanan
Universitas Sumatera Utara
nadi, dan peningkatan TDS menjadi hal yang biasa dengan bertambahnya umur. Semakin lanjut usia seseorang, maka tekanan darah akan semakin tinggi karena beberapa faktor : elastisitas pembuluh darah yang berkurang, fungsi ginjal sebagai penyeimbang tekanan darah yang menurun. Secara umur pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai faktor risiko tambahan tetapi kebanyakan asimptomatik, umur (> 55 tahun untuk laki-laki, > 65 tahun untuk perempuan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Depkes, 2006). b.
Genetik Merupakan faktor bawaan yang menjadi pemicu timbulnya hipertensi,
terutama hipertensi primer. Jika dalam keluarga seseorang ada yang hipertensi, ada 25% kemungkinan orang tersebut terserang hipertensi. Apabila kedua orang tua mengidap hipertensi, kemungkinan menderita hipertensi naik menjadi 60%. Faktor genetik dapat menyebabkan seseorang mengalami hipertensi, efeknya tidak secara langsung namun melalui tingkat sensitivitas terhadap garam atau NaCl. Berdasarkan penelitian eksperimental, diketahui bahwa respons tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan secara genetik. Bahwa seseorang bisa saja mudah mengalami kenaikan tekanan darah bila mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung garam atau tidak sama sekali. Ada 3 (tiga) faktor yang bisa menjelaskan hal ini, yaitu: kemampuan seseorang untuk mengeluarkan natrium (yang diperoleh dari garam), hormon yang mengatur pengeluaran natrium, tingkat sensitivitas tekanan darah terhadap garam bervariasi tiap orang.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sering disebutkan sebagai salt sensitivity atau sensitivitas garam dan kondisi ini diturunkan. Semakin rendah kemampuan tubuh untuk membuang natrium maka akan semakin banyak natrium yang terkumpul di dalam darah. Maka akan semakin meningkat tekanan darah. c.
Jenis Kelamin Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan
darah antara pria dan wanita. Mulai pada masa remaja, pria cenderung menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya. Pada usia tua, perbedaan itu menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik. Perubahan pada masa tua antara lain dapat dijelaskan dengan tingkat kematian awal yang lebih tinggi pada pria setengah baya pengidap hipertensi, sementara perubahan pasca-menopause pada wanita dapat pula berpengaruh. Jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar hormon yang dimiliki seseorang. Estrogen yang dominan dimiliki wanita diketahui sebagai faktor protektif/ perlindungan pembuluh darah, sehingga penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) lebih banyak ditemukan pada pria yang kadar estrogennya lebih rendah dari pada wanita. Sedangkan seorang wanita yang telah menopause, dengan kata lain produksi hormone estrogennya berkurang, lebih beresiko menderita penyakit jantung dan pembuluh darah. d.
Suku Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa tekanan darah pada masyarakat
kulit hitam lebih tinggi daripada pada golongan suku lain. Suku berpengaruh pada
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika daripada pada orang Amerika berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa) pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an (WHO, 1996). Pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin yang lebih besar. Inilah yang menyebabkan orang kulit hitam lebih rentan terkena hipertensi. Statistik di Amerika menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan kulit putih (Susilo Y, dan Ari W, 2011). 2.8.2. Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dirubah a.
Kelebihan Berat Badan (Obesitas) Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan bahwa
berat badan berhubungan dengan tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart Study, sebanyak 75% dan 65% kasus hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita secara langsung berkaitan dengan kelebihan berat badan (obesitas). Pada populasi yang tidak ada peningkatan berat badan seiring umur, tidak dijumpai peningkatan tekanan darah sesuai peningkatan umur. Tidak semua jenis kegemukan berhubungan dengan hipertensi. Ada dua jenis kegemukan, yaitu kegemukan sentral dan kegemukan perifer. Pada kondisi kegemukan sentral lemak mengumpul di sekitar perut atau buncit. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
kegemukan perifer adalah kegemukan yang merata di seluruh tubuh. Artinya lemak menyebar rata di seluruh bagian tubuh. Obesitas sentral merupakan faktor penentu yang lebih penting terhadap peningkatan tekanan darah di bandingkan dengan kelebihan berat badan perifer. Dan hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang dengan kegemukan sentral dibandingkan perifer. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami konsentrasi lemak pada pinggul dan perut (berbentuk ‘apel’) lebih besar kemungkinanya untuk mengembangkan tekanan darah tinggi daripada jika kelebihan lemak tersebut terletak pada paha atau pantat (berbentuk buah ‘pir’) (Susilo Y, dan Ari W, 2011). Secara umum, populasi cenderung semakin kelebihan berat badan, merupakan hal yang tidak sehat karena berbagai alasan. Keadaan ini disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan, banyak mengandung (lemak, protein dan karbohidrat) yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Tanggapan bahwa sel lemak hanya tempat menyimpan lemak dan melepaskan pasokan lemaknya jika kebutuhan energi sedang tinggi dan ketersediaan karbohidrat rendah telah berubah drastis selama 20 tahun. Tanggapan sekarang bahwa sel lemak sangat aktif dan sel lemak menghasilkan semua jenis hormon yang memengaruhi tekanan darah. Akibatnya, ketika sel lemak berlebihan atau ketika sel lemak menjadi lebih besar, produksi hormon tubuh cenderung meningkat. Beberapa hormon ini cukup bermanfaat. Contohnya, sel lemak membuat adiponectin, yaitu hormon yang membantu insulin bekerja lebih baik menjaga gula darah tetap normal. Sayangnya, sel
Universitas Sumatera Utara
lemak juga menghasilkan beberapa bahan kimia yang secara langsung menaikkan tekanan darah, seperti angiotensinogen. Beberapa biomarker inflamasi berasal dari sel lemak. Biomarker inflamasi ini ikut berperan dalam aterosklerosis atau pengerasan arteri. Akibat proses aterosklerotik, arteri menjadi kaku, sehingga dapat menaikkan tekanan darah khususnya nilai atas tekanan darah. Masalah lain kenaikan berat badan yaitu dapat membuat rentan terhadap timbulnya diabetes. Keberadaan diabetes melipatgandakan risiko timbulnya hipertensi (Townsend Raymond R, 2010). Pada beberapa dasawarsa terakhir terdapat peningkatan progresif rata-rata berat badan orang dewasa di Amerika Serikat dan peningkatan berat badan ini diiringi dengan peningkatan prevalensi diabetes. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang mempunyai badan normal. Massa tubuh dapat dihitung dengan indeks massa tubuh (body mass index, BMI) melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan. Obesitas (kegemukan) didefinisikan sebagai BMI≥ 30 kg/m2 (kilogram per meter persegi) (Palmer A, dan Bryan Williams, 2007). Kelebihan bobot badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat hipertensi. Pada populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh obesitas diperkirakan 30-65%. Dari data pengamatan, regresi multivariat tekanan darah menunjukkan kenaikan TDS 2-3 mmHg (0,13-0,2 kPa) dan TDD 1-3 mmHg (0,13-0,4 kPa) untuk setiap kenaikan 10 kg bobot (WHO, 1996).
Universitas Sumatera Utara
b.
Merokok Merokok benar-benar bisa menyebabkan peningkatan sementara terhadap
tekanan darah sekitar 10 mmHg pada tekanan sistolik dan 8 mmHg tekanan diastolik saat merokok dan tak lama setelah merokok. Bahkan yang lebih penting bagi penderita hipertensi, merokok dapat menghilangkan khasiat obat-obatan anti hipertensi. Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat segera setelah menghisap hisapan yang pertama. Seperti kebanyakan bahan kimia lainnya dalam asap tembakau, nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paruparu dan disebarkan ke seluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberiikan sinyal kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan Epinephrine (adrenaline). Hormon yang sangat kuat ini menyempatkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras di bawah tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang rokok saja, tekanan sistolik dan tekanan diastolik meningkat rata-rata 10 mmHg. Tekanan darah tetap pada tingkat yang meningkat ini sekitar 30 menit setelah selesai merokok. Saat efek nikotin hilang, tekanan darah berangsur-angsur turun. Namun demikian, jika perokok berat, tekanan darah tetap pada tingkat yang lebih tinggi sepanjang hari. Disamping meningkatkan pelepasan adrenaline, merokok juga menimbulkan berbagai efek lain yang merugikan. Bahan-bahan kimia dalam tembakau dapat merusak dinding-dinding dalam arteri, sehingga membuatnya lebih rentan terhadap
Universitas Sumatera Utara
akumulasi kolesterol yang mengandung endapan-endapan lemak (plak) yang menyebabkan penyempitan pada arteri. Tembakau juga memicu pelepasan hormonehormon yang menyebabkan tubuh mempertahankan cairan. Kedua faktor ini, penyempitan arteri dan peningkatan cairan, dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (Gardner F. S, 2007). c.
Stres Psikososial Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Ketika takut,
gugup dan dikejar waktu tekanan darah biasanya meningkat. Tetapi dalam sebagian besar kasus begitu mulai santai, tekanan darah kembali turun lagi. Jika mengalami tekanan darah tinggi, hanya mengurangi tingkat stres mungkin tidak bisa menurunkan tekanan darah. Stres dapat bersifat negatif atau positif. Stres negatif terjadi bila merasa lepas kontrol atau di bawah tekanan yang terus menerus. Mungkin mengalami masalah dalam berkonsentrasi pada suatu pekerjaan. Keluarga, keuangan, pekerjaan, isolasi semuanya merupakan penyebab umum stres negatif. Stres positif memberi perasaan senang dan kesempatan. Mungkin merasa percaya diri ketika mendekati suatu situasi. Ketika berhadapan dengan peristiwa yang menakutkan atau ketegangan yang sedang berlangsung dalam kehidupan respon fisik tubuh terhadap setiap stresor sama dengan ancaman fisik (Gardner F. S, 2007). Peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh stres berbeda-beda. Pada sebagian orang, stres menyebabkan hanya sedikit peningkatan tekanan darah. Pada sebagian orang yang lain, stres dapat menyebabkan lompatan-lompatan yang ekstrem
Universitas Sumatera Utara
dalam tekanan darah. Meskipun efek stres biasanya hanya bersifat sementara, jika mengalami stres secara teratur, peningkatan tekanan darah yang ditimbulkannya, suatu waktu, dapat merusak arteri, jantung, otak, ginjal dan mata, persis sebagaimana hanya dengan tekanan darah tinggi yang terus-menerus. Tipe kepribadian yang rentan terkena stres adalah ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan), kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional), kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over confidence), cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam, dan lain-lain. Pengukuran tingkat stres dapat dikelompokkan dengan menggunakan kriteria HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Unsur yang dinilai antara lain: perasaan ansietas, ketegangan, ketakutan dan lain-lain. Unsur yang dinilai dapat menggunakan skoring, dengan ketentuan penilaian sebagai berikut: a. 0: tidak ada gejala dari pilihan yang ada, b. 1: satu gejala dari pilihan yang ada, c. 2: kurang dari separuh dari pilihan yang ada, d. 3: separuh atau lebih dari pilihan yang ada, e. 4: semua gejala ada. Untuk selanjutnya skor yang dicapai dari masing-masing unsur atau item dijumlahkan sebagai indikasi penilaian dertajat stres, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Skor < 14 tidak ada stres, 2. Skor 14-20 stres ringan, 3. Skor 21-27 stres sedang, 4. Skor 28-41 stres berat, 5. Skor 42-56 stres berat sekali. d.
Konsumsi Garam yang Berlebihan Garam dapat meningkatkan tekanan darah. Semakin banyak orang
mengkonsumsi garam (baik sengaja atau tidak) maka akan semakin tinggi tekanan
Universitas Sumatera Utara
darahnya. Garam yang secara kimiawi dirumuskan NaCl tediri dari natrium terdiri dari natrium (Na) dan klor (Cl). Natrium yang beredar dalam darahlah yang dituding memiliki efek langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan membentuk ikatan dengan (H 2 O) yang menyebabkan jumlah/volume cairan darah meningkat. Pada kondisi peningkatan volume cairan darah, maka tubuh, dalam hal ini jantung, merespons dengan meningkatkan tekanan darah untuk menjamin seluruh cairan darah dapat beredar keseluruh tubuh. (Hananta I Putu Yuda dan Harry Freitag L.M., S.Gz, 2011). Mengurangi konsumsi garam dapat membantu tubuh untuk mengurangi kadar natrium yang berlebihan di dalam darah. Hal tersebut juga dapat menurunkan risiko mengalami hipertensi hingga mencapai 20%. Rekomendasinya adalah mengonsumsi natrium kurang dari 2,4g (100 mEq). Jumlah tersebut setara dengan 6g garam, yaitu sekitar 1 sendok teh. Jadi pastikan bahwa garam yang dimakan tidak lebih dari satu sendok teh perhari. Apabila asupan garam kurang dari 3g perhari prevalensi hipertensi akan beberapa persen saja, sedangkan asupan garam 5-15 perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20% (Sidabutar R. P dan Wigono, 1990). e.
Kurang Aktivitas Fisik (Kurang Olahraga) Olahraga mempunyai beberapa aspek baik, dan tidak harus menghabiskan
sejam setiap hari secara intens melakukan aktivitas aerobik untuk mendapatkan manfaat dari aktivitas tersebut. Prinsip olahraga yang disarankan untuk menjaga
Universitas Sumatera Utara
kebugaran dan kestabilan tekanan darah adalah olahraga yang stabil dan terukur. Sebenarnya, 20-30 menit jalan cepat setiap hari sangat baik. Jenis olahraga sedang yang sama cenderung mempunyai efek sedang pada penururan gula darah. Olahraga dapat meningkatkan metabolisme lemak dengan menurunkan nilai trigliserida dan meningkatkan bentuk kolesterol baik, kolesterol High Density Lipoprotein (HDL). Olahraga teratur, khususnya yang berkaitan dengan penurunan berat badan, dapat menurunkan peluang terkena diabetes. Orang normotensi serta kurang gerak dan tidak bugar mempunyai risiko 2050% lebih besar untuk terkena hipertensi selama masa tindak lanjut jika dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Beraerobik secara teratur, yang cukup untuk mencapai sekurang-kurangnya kebugaran fisik sedang, ternyata bermanfaat, baik untuk mencegah maupun menangani hipertensi. f.
Alkohol Beberapa laporan menunjukkan bahwa efek alkohol dimulai dengan jumlah
yang sangat kecil. Dengan demikian orang-orang yang tidak meminum alkohol memiliki tekanan darah yang rendah. Namun demikian, beberapa laporan lainnya menunjukkan bahwa ada ambang batas di mana konsumsi alkohol mempengaruhi tekanan darah. Dengan demikian, sekali atau dua kali minum alkohol sehari berkaitan dengan tekanan darah yang semakin tinggi. Akhirnya ada beberapa kajian yang melaporkan bahwa orang-orang yang minum alkohol satu atau dua kali sehari memiliki tekanan darah yang lebih rendah daripada orang-orang yang tidak meminum
Universitas Sumatera Utara
alkohol atau orang-orang yang minum lebih banyak dari tiga kali minum sehari. Dengan kata lain, minum alkohol tiga atau empat kali benar-benar berbahaya, tetapi masih belum jelas apakah konsumsi di bawah tingkat ini mempengaruhi tekanan darah atau tidak. Jika minum alkohol lakukan sedang-sedang saja. Alkohol yang berlebihan menimbulkan masalah. Dapat meningkatkan tekanan darah dan mengganggu pengobatan. Minum berat menyebabkan sekitar 8% dari semua kasus tekanan darah tinggi (di Amerika Serikat). Minum alkohol mengandung banyak ethanol, semakin banyak ethanolnya, semakin keras minumannya. Berdasarkan atas bukti-bukti yang menghubungkan konsumsi
alkohol
dengan
tekanan
darah,
Canadian
hypertension
society
(perkumpulan hipertensi kanada) telah merekomendasikan bahwa bagi sebagian besar pria, minum dalam takaran sedang adalah tidak lebih dari dua kali minum, 1 ons (30 ml) ethanol sehari. Bagi wanita dan pria yang bertubuh kecil, minum dalam takaran sedang adalah separohnya, satu kali minum atau tidak lebih dari setengah ons (15 ml) ethanol sehari. Salah satu teori menyebutkan bahwa alkohol bisa memicu pelepasan hormon epinephrine (adrenaline) yang dapat menyempitkan pembuluh darah. Namun demikian, jelas sekali bahwa mengurangi konsumsi alkohol dapat mengurangi tekanan darah. Para pemabuk berat yang mengurangi konsumsi alkohol hingga takaran sedang dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar kira-kira 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar kira-kira 3 mmHg.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan: 2.9.1. Terapi Nonfarmakologi Mengubah gaya hidup dapat digunakan sebagai cara yang baik, baik untuk populasi maupun perorangan. Pada pasien perorangan, berbagai perubahan gaya hidup berguna untuk menurunkan tekanan darah, menghindari atau mengurangi kebutuhan akan obat antihipertensi dan mengendalikan faktor risiko yang berkaitan. Pada populasi, berbagai perubahan itu bermanfaat untuk mengurangi risiko berkembangnya hipertensi dan aneka penyakit lain yang berkaitan dengan gaya hidup. Akan tetapi, kita memahami pula bahwa perubahan gaya hidup dalam jangka panjang sulit dipertahankan, dan sangat penting mencari cara untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengubah prilaku ini dan cara untuk mempertahankannya. Hipertensi tidak akan muncul begitu saja. Naiknya tekanan darah, biasanya merupakan akumulasi dari sikap hidup yang tidak sehat dan sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Semua kebiasaan-kebiasaan yang buruk dalam kehidupan dan pola makan yang tidak sehat akan menambah daftar buruk yang memicu terjadinya hipertensi. Untuk melakukan pencegahan hipertensi, hampir sama seperti pencegahan dalam berbagai penyakit secara umum yaitu adanya pola makan sehat dan pola hidup sehat. Biasanya segala macam penyakit akut, selain karena keturunan yang bersifat genetis, sebagian besar disebabkan oleh pola makan tidak sehat dan pola hidup yang tidak sehat.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai langkah langkah antisipasi yang paling jitu adalah menjalankan pola makan sehat dan pola hidup sehat. Pola ini, walaupun sangat manjur untuk mencegah berbagai macam penyakit penyakit tetapi tidak banyak orang yang mau melakukannya karena dianggap membosankan dan sangat tidak menyenangkan. Padahal jika tahu cara bagaimana mengaturnya, pola hidup sehat dan pola makan sehat tetap bisa dibuat dengan menyenangkan. 1.
Pola Makan Sehat Inti dari pola makan sehat adalah makan makanan yang mengandung kalori
dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan keperluan kita. Pola makan sehat masing-masing orang sebenarnya tidak sama, untuk mengetahui pola makan sehat dan berapa kadar kalori maupun nutrisi yang diperlukan secara pasti, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi yang dipercaya. Tidak mengira-ngira sendiri dan dapat mengetahui secara pasti keperluan energi. Ada beberapa patokanpola makan sehat yang dapat dijadikan panduan bagi para penderita hipertensi. Berikut ini uraiannya. a.
Kurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari. Jika sudah menderita tekanan darah tinggi sebaiknya kita menghindari makanan yang mengandung garam. Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan tekanan darah hingga ketingkat yang membahayakan. Panduan terkini dari British Hypertension Society menganjurkan asupan garam natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4 g sehari. Jumlah tersebut setara dengan 6 g garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari.
Universitas Sumatera Utara
Lakukan diet rendah sodium, anjurannyamengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100 meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida), kira-kira penurunan tekanan darah 2-8 mmHg. b.
Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium. Kalium, magnesium dan kalsium mampu mengurangi hipertensi. Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium.
c.
Kurangi minum minuman beralkohol. Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari pola makan yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan. Namun demikian, minum alkohol secara berlebihan telah dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah. Jika menderita tekanan darah tinggi, sebaiknya hindari konsumsi alkohol secara berlebihan. Untuk laki-laki yang menderita hipertensi, jumlah alkohol yang diijinkan maksimal 30 ml alkohol perhari (21 unit per minggu) dan untuk wanita 15 ml per hari (14 unit per minggu). Meminum alkohol sedikit saja, anjurannyalimit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30 ml etanol (mis.720 ml beer, 300ml wine)) untuk laki-laki dan 1/hari untuk perempuan, kira-kira penurunan tekanan darah 2-4 mmHg.
d.
Makan sayur dan buah-buahan yang berserat tinggi sepert sayuran hijau, pisang, tomat, wortel, melon dan jeruk.
Universitas Sumatera Utara
Mengadopsi pola makan DASH, anjurannya diet kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak, kira-kira penurunan tekanan darah 8-14 mmHg. e.
Kendalikan kolesterol. Kurangi makanan yang mengandung lemak jenuh. Lemak tak jenuh tunggal (misalnya minyak zaitun) dan lemak tak jenuh ganda (misalnya omega-3 dalam minyak ikan) telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah, sehingga keduanya dapat menurunkan risiko penyakit jantung. Disarankan mengganti lemak jenuh dengan lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda omega-3 untuk menurunkan tekanan darah. Tingginya kolesterol dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya plakplak yang menyumbat aliran darah, sehingga tekanan darah makin tinggi. Kadar kolesterol normal dalam darah dibatasi maksimal 200 mg-250 mg per cc serum darah. Untuk menjaga agar kadar kolesterol darah tidak bertambah tinggi. Himpunan Ahli Jantung Amerika (America Heart Association) menganjurkan agar konsumsi kolesterol dalam makanan dibatasi tidak lebih dari 300 mg setiap hari.
f.
Kendalikan diabetes bila ternyata kita juga menderita diabetes. Konsumsilah makanan yang sehat. Jangan menggunakan obat-obatan pengendali diabetes yang memicu komplikasi penyakit lainnya.
g.
Hindari konsumsi obat yang bisa meningkatkan tekanan darah.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pola Hidup Sehat Pola hidup sehat sangat penting karena akan membuat sehat secara
keseluruhan. Berikut ini pola hidup sehat yang harus dijalani oleh penderita hipertensi. a.
Menghindari kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (bb) normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat badan normal. Cara penentuan berat badan normal dan berat badan ideal ada beberapa macam, tetapi agar praktis dan mudah dapat digunakan rumus Bioca: BB. Normal = TB. – 100 BB. Ideal
= (TB. – 100) – 10% (TB. – 100)
Keterangan: BB : Berat Badan (kg), TB : Tinggi Badan (cm) (Gunawan L, 2001). Lakukan penurunan berat badan (BB), anjurannya pelihara berat badan normal (BMI 18,5-24,9), kira-kira penurunan tekanan darah 5-20 mmHg/10 kg penurunan BB. b.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat
Universitas Sumatera Utara
badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olahraga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Lakukan aktivitas fisik regular, anjurannya aktivitas fisik aerobik seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu, kira-kira penurunan tekanan darah 4-9 mmHg. c.
Jalankan terapi anti stres agar mengurangi stres dan mampu mengendalikan emosi secara stabil. Mengendalikan dan menghadapi stres cara dengan bijak, dapat memanfaatkan stres untuk kemajuan hidup.
d.
Berhenti merokok juga berperan besar untuk mengurangi hipertensi. Rokok banyak mengandung nikotin. Selain buruk bagi tekanan darah, nikotin juga sangat buruk bagi kesehatan secara umum. Berhenti merokok sebenarnya adalah jalan cepat dan praktis untuk menghindarkan diri dari berbagai penyakit.
e.
Mendekatkan diri pada Tuhan sehingga tiap ada persoalan besar tidak langsung emosi tinggi dan stres yang memicu tekanan darah tinggi (Susilo Y, dan Ari W, 2011).
2.9.2. Terapi Farmakologi Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan sampai seumur hidup. Pengobatan secara farmakologis dapat dilakukan dengan panduan dari National Institute of Health, sebagai berikut: 1.
Hipertensi derajat 1, tekanan darah 140-159/90-99 mmHg: melalui pola hidup sehat ditambah satu jenis obat hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
2.
Hipertensi derajat 2, tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih: pola hidup sehat ditambah dua jenis atau obat hipertensi. Pengobatan
hipertensi
sekunder
ditujukan
kepada
sumber
penyakit
penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal kadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau setidaknya tekanan darah akan menurun. Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukkan selang dengan mengembangkan balon yang terdapat di ujung selang. Atau, bisa juga dilakukan pembedahan untuk membuat jalan pintas (operasi bypass). Penanganan hipertensi dewasa ini dapat dilakukan dengan menggunakan pengobatan modern dari berbagai golongan, antara lain: a.
Golongan Diuretik. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
b.
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE- inhibitor). Penurunan tekanan darah dengan cara menghambat enzim yang memproduksi Angiotensin II, serta merangsang pelepasan hormon aldosteron yang bersifat menahan dan air dalam tubuh.
c.
Angiotensin-II-receptor blocker (ARB). ARB menyebabkaan penurunan tekanan darah dengan mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor, yaitu dengan menghambat kerja angiotensin II.
Universitas Sumatera Utara
d.
Antagonis kalsium. Dengan melebarkan pembuluh darah melalui mekanisme yang sangat berbeda dari golongan lainnya, yaitu dengan menghambat jalur kalsium pada sel otot polos dinding pembuluh darah arteri.
e.
Vasodilator yang langsung bekerja pada saraf pusat. Obat ini bekerja langsung pada otak, dengan mencegah otak mengirimkan sinyal kepada sistem saraf yang meningkatkan denyut jantung dan menyempitkan pembuluh darah arteri (hipertensi).
f.
Vasodilator lain. Obat jenis ini bekerja pada otot polos pembuluh darah dan mencegahnya agar tidak berkontraksi, sehingga tekanan darah turun.
g.
Obat kedaruratan hipertensi. Penderita hipertensi maligna memerlukan obat yang dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat. Beberapa obat bisa nenurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah), yaitu antara lain diazoxide.
h.
Terapi kombinasi obat modern. Umumnya penderita hipertensi derajat ringan sampai sedang dapat mengendalikan tensinya dengan satu obat saja. Satu obat tidak bekerja dengan baik, terutama pada hipertensi berat, terapi kombinasi dengan beberapa obat dapat dipertimbangkan (Junaidi Iskandar, 2010).
2.10. Program Departemen Kesehatan dalam Penanggulangan Hipertensi Program yang dilakukan oleh departeman kesehatan dalam pengendalian penyakit hipertensi adalah menyangkut banyak faktor baik dari penderita, tenaga kesehatan, obat-obatan maupun pelayanan kesehatan. Upaya tersebut meliputi
Universitas Sumatera Utara
monitoring tekanan darah secara teratur, program hidup sehat tanpa asap rokok, peningkatan aktivitas fisik/gerak badan, diet yang sehat dengan kalori seimbang melalui konsumsi tinggi serat, rendah lemak dan rendah garam. Menganjurkan kontrol ke dokter, minum obat teratur, olah raga terukur dan teratur, timbang berat badan dan ukur lingkar perut, hati-hati makan dan minum, berhenti merokok dan menjaga kesehatan mental. Hal ini merupakan kombinasi upaya mandiri oleh individu/masyarakat dan didukung oleh program pelayanan kesehatan yang ada dan harus dilakukan sedini mungkin. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular termasuk hipertensi. Dengan dibentuknya bulan Februari 2006 Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575 Tahun 2005 dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit metabolik, kanker, penyakit kronik dan penyakit generatif lainnya serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi dan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific); mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi; memperkuat jejaring kerja pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;
Universitas Sumatera Utara
memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi. Melakukan kegiatan seminar hipertensi dan deteksi dini faktor risikonya secara terus-menerus diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan hipertensi dan faktor risikonya, sehingga sekaligus dapat menurunkan prevalensi hipertensi di Indonesia.
2.11. Landasan Teori Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essensial). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002 dalam Jafar Nurhaedar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Faktor Risiko Hipertensi Tidak dapat dirubah: 1. Riwayat keluarga 2. Umur 3. Jenis kelamin Hipertensi
Dapat dirubah:
Primer
1. Obesitas 2. Perokok 3. Stres 4. Konsumsi garam
1. Terkontrol
5. Macam pekerjaan
2. Cacat
6. Ginjal
3. Meninggal
7. Kelainan hormonal Hipertensi
8. Kehamilan
Sekunder
9. Obat-obatan 10. Faktor lain Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian Sumber: Herke J.O Sigarlaki
Universitas Sumatera Utara
2.12.
Kerangka Konsep Model prediksi digunakan untuk memperoleh model yang terdiri dari
beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen (Yasril dan Heru S K, 2009). Variabel Bebas
Variabel Terikat
1. Riwayat Keluarga 2. Obesitas 3. Perokok 4. Stres
Hipertensi
5. Konsumsi Garam 6. Aktivitas Fisik 7. Alkohol Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara