BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Lazzarus mengemukakan bahwa terdapat tiga kelompok sumber stres, yaitu: 1.1
Fenomena catalismic, yaitu kejadian yang tiba-tiba, khas, dan kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana alam, perang, banjir, dan sebagainya.
1.2
Kejadian-kejadian yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada fenomena catalismic meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit atau kematian.
1.3
Daily hassles, yaitu masalah yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja atau masalah-masalah lingkungan seperti kesesakan atau kebisingan karena polusi (Prabowo, Hendro. 1998).
2. Penghargaan / Penilaian Stres merupakan persepsi yang dinilai seseorang dari suatu situasi atau peristiwa yang sama dapat dinilai positif, netral atau negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, seseorang dapat merasa lebih stres dari pada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan tingkat perkembangan antara anak-anak dengan orang dewasa tidak memiliki perbedaan yang bermakna dalam hal pembentukan persepsi manusia. Teori appraisal dari Lazarus telah diaplikasikan dalam penelitian terhadap anak. Salah satu penelitian yang dimaksud adalah penelitian oleh Johnson dan Bradlyn (dalam Wolchik & Sandler, 1997) yang ditujukan untuk meneliti appraisal positif dan negatif terhadap suatu peristiwa serta
untuk
mengetahui besar kecilnya pengaruh peristiwa tersebut terhadap seorang anak. Menurut Lazzarus (1991) dalam melakukan penilaian tersebut terdapat dua tahap yang harus dilalui : 2.1 Primary appraisal Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi (Lazarus dalam Taylor, 1991). Pentingnya primary appraisal digambarkan dalam suatu studi klasik mengenai stres oleh Speisman, Lazzarus, Mordkoff, dan Davidson (dalam Taylor, 1991). Studi ini menunjukkan bahwa stres bergantung pada bagaimana seseorang menilai suatu peristiwa. Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya. b. Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence. c. Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang. 2.2
Secondary appraisal Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi.
Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu: a. Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu. b. Coping-potential:
penilaian
mengenai
bagaimana
individu
dapat
mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
Universitas Sumatera Utara
c. Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk. Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary dan secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat diminimalkan.
3.
Evaluative Form 3.1 Irrelevant, Benign-Positive, dan Stressfull Pada Primary Appraisal Terdapat tiga jenis primary appraisal, yaitu irrelevant, benign-positive dan stressful. Ketika seseorang berinteraksi dengan perubahan lingkungan tanpa adanya implikasi untuk mencapai kesejahteraan seseorang, maka hal ini termasuk kedalam bentuk irrelevant. Contoh langsung penerapan irrelevant ini adalah ketika seekor anjing sedang tidur dan tiba-tiba terdengar keributan. Hal ini memicu anjing tersebut secara otomatis dengan menggerakkan telinga untuk mencari sumber keributan tersebut. Bagaimanapun, respon ini akan menghilang ketika anjing tersebut menemukan bahwa keributan tersebut tidak terjadi lagi. Hal ini juga diterapkan pada manusia untuk membedakan antara yang relevan dengan yang irrelevant, dengan syarat bahwa manusia akan memfokuskan tindakannya saja pada sesuatu yang diinginkan atau dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Benign-positif appraisal terjadi apabila hasil interaksinya dipersepsikan secara positif. Itulah sebabnya apabila benign-positif appraisal diterapkan maka akan menambah kesejahteraan yang dikarakteristikan sebagai perasaan yang menyenangkan seperti riang, gembira, cinta dan kasih sayang, kebahagiaan, penuh kedamaian ataupun hal-hal menggembirakan lainnya. Stressful, termasuk didalamnya harm/loss, threat dan challenge. Contoh dari harm/loss ini seperti cedera atau kesakitan, pengakuan dari orang-orang yang mengalami harga diri rendah, dan kehilangan orang yang dicintai. Harm dikarakteristikan sebagai emosi negatif seperti rasa cemas, takut dan marah. Jenis kedua dari stressful berikutnya adalah threat. Threat merupakan proses kehilangan yang tidak dapat ditangani, tetapi dapat diantisipasi. Jenis ketiga stressful berikutnya adalah challenge. Secara umum, challenge ini lebih banyak digunakan oleh individu sebagai usaha untuk melakukan koping. Perbedaan utamanya adalah bahwa challenge appraisal berfokus pada kesanggupan yang berkaitan dengan keuntungan dan perkembangan dalam berinteraksi sehingga challenge dikarakteristikan dengan emosi yang menyenangkan, misalnya keinginan, dan hal yang menggembirakan. 3.2 Irrelevant,
Benign-Positive,
dan
Stressfull
Pada
Secondary
Appraisal Secondary appraisal lebih dari sebuah latihan pemikiran belaka yang meninggalkan kesan pada semua masalah pemikiran yang kemungkinan dapat diselesaikan. Ini merupakan suatu evaluasi yang kompleks yang mengambil makna dari setiap pilihan koping yang tersedia, yang
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan pilihan koping yang diberikan akan menyelesaikan masalah ataupun pilihan koping yang lain dapat diterapkan dalam mengatur strategi yang efektif. Pilihan koping dari secondary dan primary appraisal saling mempengaruhi satu sama lain dalam membentuk tingkat stres dan tingkat kemampuan serta kualitas reaksi emosional pada setiap individu yang berbeda. Challenge appraisal dapat terjadi ketika seseorang mengendalikan perasaan yang berlebih dalam mengontrol masalah yang berhubungan antara manusia dengan lingkungan. Challenge tidak akan terjadi jika apa yang harus dilakukan tidak disebut sebagai usaha yang tetap. Tantangan akan menjadi menyenangkan apabila rintangan dapat terlewati.
4.
Reappraisal Reappraisal dapat diartikan sebagai perubahan appraisal dari masalah
sebelumnya dari lingkungan yang mungkin memberi tekanan pada seseorang dan atau informasi dari reaksi seseorang. Sebagai contoh, ketika kemarahan mempengaruhi orang lain, kemarahan ini juga dinyatakan atau direaksikan sebagai bentuk faktor pembuat masalah. misalnya, reaksi itu mungkin dihasilkan dari rasa bersalah atau rasa malu yang menghasilkan suatu perasaan yang benar atau bahkan ketakutan. Dalam menengahi dua interaksi yang kompleks antara manusia dengan lingkungan membutuhkan proses kognitif appraisal. Sebagai timbal balik reappraisal ini, threat dapat dinilai sebagai sesuatu yang tidak dapat dijamin atau diubah. Suatu benign-positif mungkin dapat diganti ke salah satu dari
Universitas Sumatera Utara
bentuk threat menciptakan sebuah rangkaian dari perubahan emosi dan penilaian. Reappraisal merupakan bentuk penilaian sederhana yang diikuti dengan penilaian dini dalam waktu yang bersamaan. Intinya reappraisal dengan appraisal tidak berbeda. Maka dapat diidentifikasi terdapat tiga jenis kognitif appraisal yaitu primary appraisal, secondary appraisal, dan reappraisal. Primary appraisal terdiri dari irrelevant, benign-positive, dan stressfull. Stressfull appraisal terbagi atas tiga jenis; harm/loss, threat, dan challenge. Harm/ loss merupakan dampak dari masalah seseorang yang masih dapat ditahan.
5.
Konsep Stres 5.1 Defenisi Stres Stres merupakan sebuah kata yang sering diucapkan, berbagai kondisi yang menunjukkan bahwa orang mengalami ketegangan, kecemasan dan ketakutan seringkali disebut dengan stres (Hidayat, 2009). Stres dapat diartikan suatu kondisi dimana pengalaman atau goncangan yang dihadapi sekarang mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari, perasaan terancam yang disertai dengan usaha-usaha yang bertujuan mengurangi ancaman, stres merupakan suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap
tuntutan hidup
(Selye, 2004). Stres sebagai reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan
Universitas Sumatera Utara
ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Hardjana, 1994). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang timbul apalabila seseorang berinteraksi dan bertransaksi dengan situasi-situasi yang dihadapinya dengan cara-cara tertentu yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi dan lain-lain yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut.
5.2
Model Stres Model stres digunakan untuk mengidentifikasi stressor bagi individu
tertentu dan memprediksi respon individu tersebut terhadap stresor. Setiap model menekankan aspek stres yang berbeda. Perawat menggunakan model stres untuk membantu mengatasi respon yang tidak sehat. Dengan modifikasi model ini dapat membantu dalam merawat dengan cara menunjukkan individualisasi bagi pasien (Potter & Perry, 2005). a. Model stres berdasarkan respons Model berdasarkan respon berkaitan dengan mengkhususkan respon atau pola respon yang mungkin menunjukkan stressor. Model stres dari Selye adalah respons yang mengidentifikasi stres sebagai respons non spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang ditimpakan padanya. Stres ditunjukkan oleh reaksi fisiologis spesifik, sehingga respons seseorang terhadap stres
Universitas Sumatera Utara
benar-benar fisiologis dan tidak pernah dimodifikasi untuk memungkinkan pengaruh dari kognitif. Model berdasarkan respons tidak memungkinkan perbedaan individu dalam pola berespons. Kurangnya keleluasaan ini dapat menimbulkan beberapa kesulitan bagi perawat karena perbedaan indiividu harus diidentifikasikan dalam fase pengkajian. Namun demikian, mungkin akan lebih bermanfaat bila menentukan respons fisiologis. b. Model adaptasi Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan. Kemampuan untuk menghadapi stres faktor pertama tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistim dukungan, dan persepsi keseluruhan. Faktor kedua berkenaan dengan praktik dan norma kelompok. Jika kelompok sebaya memandang sebagai norma untuk membicarakan stressor tertentu, klien mungkin berespons dengan mengeluhkan tentang stresor atau mendiskusikannya. Respons ini dapat membantu beradaptasi terhadap stres. Faktor ketiga adalah dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seseorang individu untuk beradaptasi terhadap stresor. Faktor terakhir mencakup sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor. Model adaptasi didasarkan pada pemahaman bahwa individu mengalami ansietas dan peningkatan stres ketika mereka tidak siap untuk menghadapi situasi yang menegangkan. Dengan menggunakan model ini dan intervensi yang sesuai, perawat dapat membantu klien dan keluarga untuk meningkatkan kesehatan dalam semua dimensi kemanusiaan.
Universitas Sumatera Utara
c. Model berdasarkan stimulus Model
berdasarkan
stimulus
berfokus
pada
karakteristik
yang
mengganggu atau disruptif didalam lingkungan. Riset klasik yang mengidentifikasi stres sebagai stimulus telah menghasilkan perkembangan dalam skala penyesuaian sosial yang mengukur efek peristiwa besar dalam kehidupan terhadap penyakit (Holmes dan Rahe, 1976). Model berdasarkan stimulus memfokuskan pada asumsi berikut. 1. Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal, dan perubahan ini membutuhkan tipe dan durasi penyesuaian yang sama. 2. Individu adalah resipien pasif dan stres, dan persepsi mereka terhadap peristiwa adalah tidak relevan. 3. Semua orang mempunyai ambang stimulus yang sama, dan penyakit dapat terjadi pada setiap titik setelah ambang tersebut. d.
Model berdasar transakasi Model berdasarkan transaksi memandang individu dan lingkungan dalam
hubungan yang dinamis, resiprokal dan interaktif (Lazarus dan Folkman, 1984). Model ini yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman, Memandang stresor sebagai respons perseptual individu yang berakar dari proses psikologis dan kognitif. Stres berasal dari hubungan antara individu dan lingkungan. Model ini berfokus pada proses yang berkaitan dengan stres seperti penilaian kognitif dan koping (Monsen, Floyd, Brookman, 1992).
Universitas Sumatera Utara
5.3 Penyebab Stres Keadaan atau peristiwa stres disebut stressor psikososial, menurut Hawari (2000) membagi sebab-sebab stres itu sebagai berikut : a. Masalah dengan orang tua Permasalahan yang sering dihadapi misalnya, hubungan yang kurang baik dengan orang tua. Permasalahan tersebut dapat menyebabkan stres yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan. b. Hubungan interpersonal atau antar pribadi Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, konflik dengan teman atau konflik di perkuliahan. Konflik hubungan interpersonal ini dapat merupakan sumber stres bagi seseorang dan yang bersangkutan dapat mengalami stres. c. Lingkungan hidup Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, hidup dalam lingkungan yang rawan. Rasa terancam dan tidak merasa aman, ini amat mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup sehingga tidak jarang orang jatuh ke dalam depresi. d. Masalah Keuangan. Masalah keuangan atau kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlilit utang, kurangnya uang saku yang diberikan oleh orang tua. Problema keuangan amat
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh pada kesehatan ini merupakan faktor yang membuat seseorang jatuh kedalam depresi dan kecemasan. e. Masalah Hukum Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres. Misalnya tuntutan hukum, pengadilan, dan penjara akibat kenakalan dilingkungan umum. Stres di bidang hukum ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi. f. Pengembangan Adalah pengembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya masa remaja dan masa dewasa. Kondisi setiap perubahan pada fase-fase tersebut dapat menyebabkan depresi terutama pada mereka yang sedang duduk di perkuliahan. g. Penyakit fisik dan cedera Sumber stres yang dapat menyebabkan adalah penyakit, kecelakaan, operasi atau pembedahan. Dalam hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi adalah penyakit yang kronis. h. Faktor keluarga Adalah yang dialami anak dan remaja yang disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak stabil. Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut (Kusmiati dan Desminiarti, 1990 dalam Sunaryo, 2004) dapat digolongkan beberapa berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising atau sinar yang terlalu terang. 2. Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon atau gas. 3. Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit. 4. Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. 5. Stres emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya atau keagamaan. Menurut (Grand, 2000 dalam Sunaryo, 2004), stres dibagi dua macam yaitu: 1. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pensiun, luka batin, dan kebangkrutan. 2. Penyebab mikro yaitu, menyangkut peristiwa kecil sehari-hari seperti pertengkaran, beban pekerjaan, masalah sehari-hari dan lain-lain. Sedangkan menurut Rasmun (2004) sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh, sumber stres berupa biologik atau fisiologik, kimia, psikologik, sosial dan spritual, terjadinya stres karena stressor tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.
Universitas Sumatera Utara
1. Stressor biologik Stressor biologik dapat berupa mikroba, bakteri virus dan jasad renik lainnya, hewan, binatang, bermacam tumbuhan dan mahluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesahatan, misalnya tumbuhnya jerawat, demam dan digigit binatang yang dipersepsikan dapat mengancam konsep diri individu. 2. Stressor fisik Stressor fisik dapat berupa perubahan iklim, akam, suhu, cuaca, geografi yang meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan dll. 3. Stressor kimia Stressor kimia dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa sedangkan dari luar tubuh dapat berupa obatt, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin, cafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan-bahan pengawet dan pewarna. 4. Stressor psikologis Stressor psikologik yaitu labeling (penamaan) dan prasangka, ketidak puasan terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya dan perkosaan), konflik peran, ekonomi, emosi yang negatif, dan kehamilan. 5. Stressor spritual Stressor spritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai keTuhanan. Tidak hanya stressor negatif yang menyebabkan stres tetapi stressor positif pun dapat menyebabkan stres misalnya kenaikan pangkat atau promosi
Universitas Sumatera Utara
jabatan, tumbuh kembang, menikah, dan menpunyai anak. Semua perubahan yang terjadi sepanjang dari kehidupan. Sedangkan menurut (Mumpuni, 2010), membagi tingkatan stres itu juga menjadi tiga yaitu : 1. Tingkatan Pertama Setelah mengetahui adanya stres, tubuh akan segera beraksi. Kecepatan tubuh dalam beraksi dikenal sebagai alam stage. Apabila ada rasa takut, cemas atau kawatir, maka badan akan terasa mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat
katabolisme
yang
menghasilkan
energi
untuk
persiapan
menghadapi bahaya yang mengancam. Ditandai dengan adanya denyut bertambah cepat dan otot berkontraksi. 2. Tingkat Resistensi Pada tingkat inidividu beberapa mekanisme bertahan. Biasa disebut coping mekanisme. Coping mekanisme berarti kegiatan untuk mengatasi masalah, misalnya rasa kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan sikap ramah bukan dengan marah yang tidak terkendali, dan sebagainya. 3. Tingkat Ketelitian Jika stres berlangsung lama akan memasuki tingkat ketiga, tubuh tidak lagi mempunyai senjata untuk melawan stres. Pada keadaan ini, orang biasanya jatuh sakit. Gejalanya psikosomatis, antara lain : gangguan pencernaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, menstruasi tidak lancar dan bentuk gangguan lainnya. Kadang-kadang muncul gejala lain, seperti tidak mau makan. Terlebih
Universitas Sumatera Utara
lagi bila diperberat dengan kejadian-kejadian yang datang bersamaan, seperti ditinggal oleh orang yang disayangi, di PHK, pensiun, musibah dan bencana.
5.4 Tipe Stres Sebenarnya stres tidaklah selalu bersifat negatif, Hans Seyle dalam (Hidayat, 2009) membagi stres menjadi tiga yaitu : 1. Eustres Adalah respon stres yang menimbulkan rasa senang, bahagia, menantang dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya dapat nilai yang bagus dan lulus ujian. 2. Distres Yaitu respon stres yang negatif dan menyakitkan, sehingga tidak mampu lagi diatasi. 3. Neustres Yaitu stres yang berada antara eustres dan distres karena merupakan respon stres yang menekan namun masih seimbang, sehingga merasa lebih tertantang untuk menghadapi masalah, meningkatkan produktivitas kerja, berprestasi dan berani bersaing (Hidayat, 2009).
Universitas Sumatera Utara
5.5 Tingkat Stres Menurut (Rasmun, 2004) stres dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : 1. Stres ringan Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus. 2. Stres sedang Stres sedang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner. 3. Stres berat Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.
Universitas Sumatera Utara
5.6 Tahapan Stres Seseorang yang stres akan mengalami beberapa tahapan stres. Menurut Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh Hawari (2001) bahwa tahapan stres adalah sebagai berikut: a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. b. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, mudah lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung dan perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai. c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan susah tertidur lagi, bangun terlalu pagi dan sulit tidur lagi, koordinasi tubuh terganggu, akan jatuh pingsan. d. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dngan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidakadekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan. e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan
Universitas Sumatera Utara
ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik. f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda- tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, lemah, serta pingsan.
5.7 Gejala Stres Menurut Hardjana, (1994) menurut Hardjana, (1994) gejala stres yang merupakan kesatuan antara jiwa dan badan, roh dan tubuh, spritual dan material. Gejala stres dapat dibedakan atas gejala fisik, emosional, intelektual, dan gejala interpersonal. Gejala fisik ditandai dengan adanya sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, selera makan berubah, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, dan kehilangan energi. Sementara gejala stres yang bersifat emosional ditandai dengan marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. Gejala stres yang bersifat intelektual umumnya ditandai dengan mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, dan pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Sedangkan tanda stres yang bersifat interpersonal adalah acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang
Universitas Sumatera Utara
lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain
5.8 Stres Mahasiswa Fakultas Keperawatan Perkuliahan pada dunia modern sekarang ini, bukan lagi hanya sekadar datang ke kampus, menghadiri kelas, ikut serta dalam ujian, dan kemudian lulus. Perkuliahan sekarang semakin kompleks yang seringkali menjadi beban tambahan disamping tekanan dalam kuliah yang sudah begitu melelahkan. Grafik usia mahasiswa menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda. Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman. Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan maupun kehidupan di luar kampus, dapat menjadi distress yang mengancam, karena ketika ada stressor yang datang, maka tubuh akan meresponnya (Purwati, 2010) Masalah yang sering terjadi pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Secara emosional antara lain sulit memotivasi dirinya sendiri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustrasi, dan secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang terus menurun, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia. Dampak perilaku yang sering muncul yaitu menundanunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalah gunaan obat, dan
Universitas Sumatera Utara
terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan berlebihan yang berisiko tinggi dan krisis kepercayaan diri yang bisa menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal (Carolin, 2010). Jumlah mahasiswa keperawatan yang mengalami stres akademik meningkat setiap semester dan merupakan stress yang paling umum dialami mahasiswa. Stres akdemik sebagai suatu keadaan individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa keperawatan mengalami stres sebagai tuntutan akademik yang harus dijalani. Kehidupan akademik bukan hanya sekadar datang ke kampus, menghadiri kelas, ikut serta dalam ujian, dan kemudian lulus. Tetapi banyak aktivitas yang terlibat dalam kegiatan akademik (Purwati, 2010).
5.9
Penyebab Stres Mahasiswa Keperawatan Hal yang dapat mempengaruhi terjadinya stres pada mahasiswa yang
keperawatan antara lain (Purwati, 2010) : a. Dosen Sulitnya proses bimbingan tugas, makalah, diskusi, dan skripsi kepada dosen menjadi salah satu faktor yang menghambat dalam proses penyelesaian tugas atau skripsi. Banyak dosen terlalu kritis terhadap hasil tugas mahasiswa, mereka harus melakukan revisi berulang kali karena belum sempurna. Beberapa dosen sibuk dengan statistik yang membingungkan mahasiswa dan
Universitas Sumatera Utara
membuat pikiran terkuras. Ada juga dosen yang sulit untuk ditemui di kampus karena banyak bisnis di luar atau penuh waktunya untuk mengajar di berbagai Universitas lain. b. Beban kuliah Tuntutan akademis yang ada, membuat mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian yang telah ditentukan baik oleh pihak fakultas/universitas maupun dari mahasiswa itu sendiri. Tuntutan tersebut dapat memberikan tekanan yang melampaui batas kemampuan mahasiswa itu sendiri. Ketika hal ini terjadi, maka beban yang berlebihan tersebut akan mengundang stres pada mahasiswa. c. Hubungan atau relasi Hubungan dengan orang lain baik dengan teman kuliah atau bukan, memiliki pengaruh yang besar bagi mahasiswa. Gangguan pada aspek tersebut dapat menjadi stressor, yang sering kali berkaitan dengan perasaan sendiri atau kesepian, apalagi ketika sedang mengalami masalah atau kesulitan yang membutuhkan teman untuk bercerita dan bertanya. d. Hambatan keuangan Kuliah tidak hanya sekedar belajar dikampus. Menjalani aktivitas kuliah berarti telibat dengan lingkungan sosial ditempat tersebut, sehingga keuangan tidak hanya diperlukan untuk biaya akademis saja, namun untuk kebutuhan hidup dan kebutuhan lainnya yang diperlukan. Hal ini dapat menjadi salah satu sumber stressor bila dari segi finansial kurang mencukupi.
Universitas Sumatera Utara