BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASI Eksklusif 2.1.1
Pengertian ASI Eksklusif ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan cairan seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus dimulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2004). ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Kristiyanasari, 2011). Menurut Hayati (2009) ASI eksklusif pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan pertama tanpa pemberian makanan atau minuman lainnya kepada bayi. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih,
Universitas Sumatera Utara
sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti, 2004) Pemberian ASI eksklusif selam 6 bulan, artinya hanya memberikan ASI saja selama 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman yang lain. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadikan sarana masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama di lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Di beberapa Negara kurang berkembang, 2 di antara 5 orang tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat memperoleh suplai air bersih yang siap tersedia setiap saat (Yuliarti, 2010). Penelitian di Filipina menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekslusif dan dampak negative pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal lainnya akan beresiko terkena diare 2 – 3 kali lebih banyak di banding bayi yang diberi ASI ekslusif. Pada kasus diare ringan, di anjurkan untuk meningkatkan frekuensi menyusui. Jika bayi menderita tingkat diare sedang hingga parah, segera hubungi petugas kesehatan dan teruskan menyusui, sebagaimana dianjurkan dalam pedoman Penanganan Terpadu Penyakit Anak-anak/PTPA (integrated Management of Chldhood illness/IMCI). Bayi yang tampaknya mengalami dehidrasi mungkin membutuhkan terapi rehidrasi oral, yang hanya boleh diberikan atas saran petugas kesehatan (Yuliarti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Kandungan ASI Menurut Purwanti, (2004) dan Roesli, (2004) ada 5 unsur nutrisi dalam ASI,
yaitu: 1. Hidrat Arang Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang vital untuk pertumbuhan sel syaraf otak dan pemberi kalori untuk kerja sel-sel saraf, memudahkan penyerapan kalsium, mempertahankan faktor bifidus di dalam usus, dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibodi bayi. Zat hidrat arang dalam ASI berbentuk laktosa, dimana rasio jumlah laktosa dalam ASI di banding PASI adalah 7:4 yang berarti ASI lebih manis bila dibanding dengan PASI. Kondisi ini yang menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI cenderung tidak mau minum PASI. Laktosa juga meningkatkan penyerapan kalsium, fosfor, dan magnesium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang, terutama pada masa bayi untuk proses pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang. Hasil pengamatan terhadap bayi yang mendapat ASI eksklusif menunjukkan rata-rata pertumbuhan gigi sudah terlihat pada bayi berusia 5 atau 6 bulan, dan gerakan motorik kasarnya lebih cepat. 2. Protein Protein adalah bahan baku untuk pertumbuhan. Kualitas protein sangat penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini pertumbuhan bayi paling cepat. ASI mengandung protein khusus yang dirancang untuk pertumbuhan bayi. Protein utama ASI adalah whey. Whey merupakan protein yang sangat halus, lembut, dan mudah dicerna. Protein dalam ASI meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1) Alfa laktalbumin, protein ini sangat cocok untuk pencernaan bayi. 2) Asam amino taurin, merupakan bahan baku untuk pertumbuhan sel otak, retina, dan konjugasi bilirubin. 3) Asam amino sistin, merupakan asam amino yang penting untuk pertumbuhan otak. 4) Tirosin dan finilatorin dalam ASI kadarnya rendah. Hal ini justru menguntungkan untuk bayi terutama bayi prematur, karena kadar tirosin yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak. 5) Laktoferin berfungsi mengangkat zat besi dari ASI ke sistem peredaran darah bayi sehingga zat besi akan lebih mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi. Laktoferin dalam ASI jumlahnya cukup tinggi. 6) Poliamin dan nukleotif sangat penting untuk sintesis protein. 7) Lizozim adalah salah satu kelompok antibodi alami dalam ASI. Protein ini khusus menghancurkan bakteri berbahaya dengan kadar 2mg / 100,ml. 3. Lemak Lemak ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI mengandung enzim lipase yang mencerna lemak trigleserida menjadi digliserida, sehingga sedikit sekali lemak yang tidak diserap oleh sistem pencernaan bayi. Jenis lemak dalam ASI yaitu lemak rantai panjang dalam bentuk omega 3, omega 6, DHA (docoso hexaconik acid) dan arachidonic acid yang merupakan komponen penting untuk pembuatan mielin, zat yang mengelilingi sel saraf otak dan akson agar tidak mudah rusak bila terkena rangsangan.
Universitas Sumatera Utara
4. Mineral Walaupun kadar mineral dalam ASI relatif rendah, tetapi kandunganya lengkap dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan serta dapat diserap secara keseluruhan dalam usus bayi. 5. Vitamin ASI mengandung vitamin yang lengkap. Dalam ASI vitamin A, C, dan D ada dalam jumlah cukup, sedangkan golongan vitamin B kecuali riboflavin dan patotenik sangat kurang, tetapi tidak perlu ditambah karena kebutuhan bayi akan dicukupi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui. Sama halnya dengan vitamin B, vitamin K jumlahnya sangat kurang karena bayi baru lahir pada minggu pertama ususnya belum mampu membentuk vitamin K sedangkan bayi setelah persalinan mengalami perdarahan perifer yang perlu dibantu dengan pemberian vitamin K untuk proses pembekuan darah. Oleh karena itu perlu tambahan vitamin K pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7. Selain melalui injeksi sebanyak 0,1 mg, vitamin K juga dapat diberikan per oral sebanyak 0,2 mg. 6. Zat Pelindung ASI mampu memberi perlindungan terhadap infeksi dan alergi pada bayi selama beberapa bulan pertama baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Meliputi : 1) Sel darah putih, Sel darah putih ini beredar dalam usus bayi dan berfungsi untuk membunuh kuman. Jumlahnya sangat banyak pada minggu-minggu pertama kehidupan dan berangsur-angsur berkurang tetapi akan tetap ada
Universitas Sumatera Utara
dalam ASI sampai 6 bulan setelah melahirkan. Selain membunuh kuman, sel ini akan menyimpan dan menyalurkan zat penting seperti enzim, faktor pertumbuhan, dan protein yang melawan kuman atau imunoglobuln. 2) Imunoglobulin atau antibiotik alamiah, Selain sel darah putih ASI juga mengandung imunoglobulin suatu protein yang beredar dan bertugas memerangi infeksi yang masuk ketubuh bayi. 3) Imunisasi pasif dan aktif, ASI yang pertama keluar atau disebut kolostrum dihasilkan pada saat sistem pertahanan tubuh bayi paling rendah. Sehingga kolostrum merupakan imunisasi pertama yang diterima oleh bayi. Selain itu, ASI akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI berfungsi pula sebagai imunisasi aktif. 4) Sistem perlindungan yang selalu diperbaharui, ASI akan memberikan perlindungan terhadap kuman disekitar. Kuman disekitar akan terus berubah. Bila ada kuman baru masuk ke tubuh ibu maka tubuh ibu juga akan membuat antinya. Melalui ASI, anti terhadap kuman baru ini dialirkan ke tubuh bayi sehingga bayi menjadi kebal juga terhadap bakteri baru yang akan selalu berubah.( Anonim, 2009). 2.1.3 Komposisi ASI Dini Saraswati
Handayani, SST, dari Program D4 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran menjelaskan perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (Stadium laktasi) sebagai berikut (Arini, 2012):
Universitas Sumatera Utara
a. Kolostrum (Arini, 2012) 1. Kolostrum yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 setelah melahirkan 2. Kolostrum merupakan cairan emas, cairan perlindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi. 3. Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah puerperium. 4. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah. 5. Merupakan cairan vicous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu yang matang. 6. Merupakan pancahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi dan makanan yang akan datang. 7. Lebih banyak mengandung protein disbanding ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur. Pada kolostrum protein yang utama adalah globudin (gamma Glubodin). b. Air Susu Transisi atau Masa Air Susu Peralihan (Arini, 2012) 1. Yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5. 2. Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur.
Universitas Sumatera Utara
3. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi. 4. Volume akan makin meningkat. c. Air Susu Matang (Mature)(Arini, 2012) 1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative konstan (ada pula yang menyatakan bahwa koposisi ASI relati konstan baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5). 2. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayinya sampai umur 6 bulan. 3. ASI Merupakan suatu cairan yagn berwarna putih kekuningan-kuningan yagn diakibatkan warna garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karieten yang terdapat didalamnya 4. ASI Tidak menggumpal jika dipanaskan. 2.1.4
Manfaat ASI ASI mengandung semua nutrient yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang
benar dan tidak pernah “basi”. Manfaat paling penting dari menyusui adalah perlindungan terhadap infeksi seperti diare, infeksi pernafasan, dan lain-lain. Menyusui juga memiliki beberapa manfaat psikologis. Menyusui memberi kesempatan yang lebih besar untuk berhubungan secara lebih dekat dengan bayi dan mengembangkan relasi penuh kasih sayang dalam jangka panjang, bayi juga akan berkembang menjadi anak yang aman secara emosi karena mulai mengenali sentuhan. Kontak fisik yang teratur dan berlangsung terus dengan ibu akan menolong bayi
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan kemampuan untuk menghadapi masalah dan konflik dalam kehidupannya dikemudian hari (Ramaiah, 2006) Depkes (1992) menerangkan bahwa manfaat ASI adalah dapat diberikan setiap saat, mengandung zat kekebalan terhadap penyakit, dan mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak (Hayati, 2009). A. Manfaat ASI bagi Ibu 1) Mengurangi perdarahan dan mempercepat involusi uterus, ibu yang menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk penutupan pembuluh darah dan merangsang rahim untuk berkontraksi sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat perdarahan akan lebih cepat berhenti. 2) Mengecilkan rahim, Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui. 3) Mengurangi terjadinya anemia, Ibu yang menyusui secara eksklusif selama 6 bulan, amenore akan berlangsung lebih lama dan ibu akan menyimpan zat besi sehingga anemia tidak akan terjadi. 4) Menjarangkan kehamilan, Menyusui merupakan alat kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Apabila pemberian ASI lebih dari 8 kali sehari, usia bayi kurang dari 6 bulan dan belum haid maka 98 persen tidak akan hamil (6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96 persen tidak akan hamil 12 bulan pertama).
Universitas Sumatera Utara
5) Mempercepat ibu kembali ke berat badan semula, ASI yang diproduksi oleh ibu sebagian dari makanan yang dimakannya dan sebagian lagi dari lemak yang tertimbun didalam tubuh ibu selama hamil, dan ketika menyusui lemak tersebut akan terpakai sehingga berat badan ibu akan cepat berkurang. 6) Mengurangi resiko kanker payudara dan ovarium, Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan menguragi kemungkinan terjadinya kanker payudara. Selain itu, beberapa penelitian menemukan juga bahwa menyusui akan melindungi ibu dari penyakit kanker ovarium, resiko terkena kanker ovarium pada ibu menyusui berkurang sampai 20-25 persen. 7) Praktis dan portabel (mudah dibawa kemana-mana), ASI dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan atau diminum serta dalam suhu yang selalu tepat. 8) Memberi kepuasan bagi ibu, Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam. 9) Lebih ekonomis, Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk memberi susu formula dan peralatanya. 10) Tidak merepotkan dan hemat waktu, ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu panas (Roesli, 2004) 11) Murah, lebih mudah, lebih ramah lingkungan (Proverawati, 2010)
Universitas Sumatera Utara
12) Menyusui menolong menurunkan kenaikan berat badan berlebihan yang terjadi selama kehamilan, karena menyusui menurunkan resiko obesitas (Ramaiah, 2006) B. Manfaat ASI bagi Bayi 1. Aspek gizi, Manfaat Kolostrum: 1) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama Ig A untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi 2) Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi 3) Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran 4) Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna kehijauan. 2. Aspek Imunologi 1) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi 2) Imunoglobulin A (Ig A) dalam kolostrum dan ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E.Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan 3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi disaluran pencernaan
Universitas Sumatera Utara
4) Lysosim, enzim yang melindungi bayi dari bakteri E.Coli dan salmonella serta virus. Jumlah lysosim dalam ASI adalah 3000 kali lebih banyak dibanding kan susu sapi 5) Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari tiga macam yaitu Brochus-Asociated Lympocite Tissue (BALT) antibodi pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara 6) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri laktobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan 3. Aspek Fisik. Anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif akan lebih mudah terjangkit penyakit kronis, dan kemungkinan anak menderita kekurangan gizi (marasmus) dan mengalami obesitas (kegemukan) juga lebih besar (Depkes RI, 2005). 4. Aspek Psikologis 1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui, Bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang cukup untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
Universitas Sumatera Utara
2) Interaksi ibu dan bayi, Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung kesatuan bayi dan ibu tersebut. Hubungan interaksi ini paling sering terjadi pada 2 jam pertama dan mulai terjalin beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar bayi disusui sedini mungkin setelah lahir, misalnya 30 menit setelah dilahirkan.(Roesli, 2008). 3) Pengaruh kontak langsung ibu dan bayi, Ikatan kasih sayang ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi mengalami kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam kandungan. 5. Aspek Kecerdasan 1) Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan otak 2) Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI eksklusif selama lebih dari 3 bulan memiliki QI lebih tinggi dari bayi yang diberi susu formula (Chumbley, 2004:10). Bayi memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI. 6. Aspek Neurologi, dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.
Universitas Sumatera Utara
C. Manfaat ASI bagi Keluarga 1. Aspek Ekonomi ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan keperluan lain. Penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga menguragi biaya berobat. 2. Aspek Psikologi Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga. 3. Aspek Kemudahan Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang lain (Kristiyanasari, 2011) D. Manfaat ASI bagi Negara 1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif dan nutrient yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, seperti diare, otitis media, dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Kejadian diare paling tinggi terdapat pada anak dibawah 2 tahun dengan penyebab rotavirus. Anak yang tetap diberi ASI, mempunyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare
Universitas Sumatera Utara
lebih sedikit, serta lebih cepat sembuh disbanding anak yang tidak mendapat ASI. 2. Menghemat Devisa Negara ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp. 8,6 milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula. 3. Menghemat Subsidi untuk Rumah Sakit Subsidi
untuk
rumah
sakit
berkurang,
karena
rawat
gabung
akan
memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit.anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan yang mendapatkan susu formula. 4. Peningkatan Kualitas Generasi Penerus Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin (Kristiyanasari, 2011).
2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produksi ASI Gangguan proses pemberian ASI pada prinsipnya berakar dari kurangnya pengetahuan, rasa percaya diri, kurang dukungan keluarga serta kualitas dan kuantitas gizi. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak bisa menyusui, salah satunya adalah ASI tidak keluar. Air susu yang tidak keluar dapat dipengaruhi antara lain
Universitas Sumatera Utara
stress mental sampai penyakit fisik, termasuk kekurangan gizi (Sulistyoningsih, 2011). Menurut Kristiyanasari (2011) pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml setiap hari, jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Makanan Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandunggizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI. Kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenihi jumlah kalori, proten, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 812 gelas/hari. 2. Ketenangan Jiwa dan Pikiran Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketengangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang. Menurut Sulistyoningsih (2011), keberhasilan proses menyusui sangat tergantung pada adanya percaya diri ibu bahwa ia mampu menyusui atau memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya. Kurangnya rasa percaya diri ibu akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
terhambatnya refleks menyusui. Sedangkan menurut Roesli, (2004) semua pikiran negatif akan menghambat refleks oksitoksin diantaranya : a. Ibu yang sedang bingung atau pikirannya kacau b. Apabila ibu khawatir atau takut ASI-nya tidak cukup c. Apabila seorang ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui d. Apabila ibu merasa sedih, cemas, marah atau kesal e. Apabila ibu malu menyusui 3. Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada ibu yang menyusui bayinya penggunan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI (Kristiyanasari, 2011). 4. Perawatan Payudara Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk mengeluarkan hormone progesterone dan estrogen lebih banyak lagi dan hormon oxytocin. 5. Anatomis Buah Dada Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobuspun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makanan dari pembuluh darah akan berkurang. 6. Fisiologi Terbentuknya ASI dipengaruhi hormone terutama prolaktin ini merupakan hormone laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan sekresi air susu. Menurut Sulistyoningsih (2011) ASI diproduksi sebagai hasil
Universitas Sumatera Utara
kerja hormone dan refleks. Hormon tersebut telah bekerja sejak ibu dalam kondisi hamil. Hormon yang berperan dalam proses menyusui adalah hormon prolaktin (menyebabkab payudara dapat memproduksi ASI), dan hormon oksitosin (menyebabkan ASI dapat keluar). Adapun refleks yang turut membantu proses menyusui adalah refleks prolaktin dan refleks let down. 7. Faktor Istirahat Bila kurang istrahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang (Kristiyanasari, 2011) 8. Faktor Isapan Anak Semakin cepat memberi tambahan susu pada bayi menyebabkan daya isap berkurang karena bayi mudah merasa kenyang. Bayi akan malas menghisap puting susu dan akibatnya produksi prolaktin dan oksitosin akan berkurang dan merangsang hormon LH dan GnRH semakin meningkat sehingga terjadi proses pematangan sel telur yang mengakibatkan cepat terjadi ovulasi dan kemungkinan hamil (Purwanti, 2004) 9. Faktor Obat-obatan Obat-obatan yang mengandung hormon mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormone-hormon
ini
terganggu
dengan
sendirinya
akan
mempengaruhi
pembentukan dan pengeluaran ASI.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI pada bayi erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh ibu. Selama ini ibu merupakan figur utama dalam keputusan untuk memberikan ASI atau tidak pada bayinya. Pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar diri ibu (Widiastuti, 1999). Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal antara lain umur ibu, pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi kesehatan ibu. Sementara itu, faktor dari luar diri ibu atau faktor eksternal antara lain sosial ekonomi, tata laksana rumah sakit, kondisi kesehatan bayi, pengaruh iklan susu formula, keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat dan kurangnya penerangan dan dukungan terhadap ibu dari tenaga kesehatan atau petugas penolong persalinan maupun orang-orang terdekat ibu seperti ibu mertua, suami, dan lain-lain. 2.3.1. Faktor Internal 1) Umur Ibu Tahap perkembangan berkaitan erat dengan umur (usia) seseorang. Menurut Birren dan Jen ner (1997, dikutip dari Nugroho, 2000), mengatakan bahwa umur seseorang dibagi dalam tiga jenis meliputi yang pertama adalah usia biologis yaitu : menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada dalam keadaan hidup dan tidak mati. Kedua adalah usia psikologis yaitu yang menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi yang dihadapinya. Ketiga usia sosial yang menunjukkan kepada peran-
Universitas Sumatera Utara
peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Menurut Erickson (1960) dalam Nugroho (2000), mengatakan bahwa umur manusia dewasa dibagi dalam tiga fase yaitu umur dewasa awal antara 21 – 35 tahun, umur dewasa pertengahan antara 36-45 tahun dan umur dewasa lanjut 46 – 60 tahun. Kemudian pola fikir dan perilaku seseorang selalu berubah sepanjang hidupnya seiring dengan pertambahan usia. Perkembangan emosional akan sangat mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status pelayanan kesehatan. Tahap perkembangan dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan perilaku kesehatan, oleh karena kematangan emosional dan peningkatan pengetahuan seiring dengan pertambahan usia (Potter dan Perry, 1997). Banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif kemungkinan disebabkan oleh karakteristik ibu tersebut diantaranya umur ibu yang masih terlalu muda sehingga tidak mengerti akan kebutuhan bayi, pendidikan yang tidak memadai, pertama kali melahirkan sehingga tidak tahu pentingnya ASI eksklusif, pekerjaan, mementingkan keindahan tubuh pasca persalinan atau juga bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu, disebabkan ibu tidak mendapat informasi dari pihak kesehatan, keluarga dan masyarakat. Faktor lain yang memperkuat ibu untuk tidak menyusui dan memberikan susu formula adalah pemakaian pil KB, gengsi supaya kelihatan lebih modern dan tidak kalah pentingnya adalah pengaruh iklan (Soetjiningsih, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2) Pengetahuan Ibu Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmojo, 2003). Rongers (2000) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (Notoatmodjo, 2012). a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek. b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. c. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendakinya oleh stimulus e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap. Namun demikian dari penelitian Rongers ini menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap –tahap tersebut diatas (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan yang dicukupi dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Tahu (Know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (Comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diteliti
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Aplication), aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (benar). d. Analisa (Analiysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. e. Sintesis (Syntesis), menujukan kepada suatu kemampuan meletakkan yang atau menghubungkan bagian –bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Thaeb et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif pada frekwensi dan pola pemberian ASI. Hasil penelitian Handayani (2007) di Puskesmas Sukawarna menujukkan bahwa pengetahuan ibu menyusui tentang ASI eksklusif sebagian besar katagori kurang dan ibu yang bekerja tingkat pengetahuannya lebih baik dari ibu yang tidak bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Meyskey (2007) di Kelurahan Pahandut wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangkaraya menunjukkan bahwa faktor yang berkaitan dengan praktik pemberian ASI secara eksklusif adalah tingkat pengetahuan, peran petugas kesehatan dan peran keluarga. 3) Pendidikan Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga mempengaruhi pengambilan keputusan, dimana semakin tinggi pendidikan semakin besar peluang untuk memberi ASI eksklusif. Sebaliknya akses terhadap media berpengaruh negatif terhadap pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu pada media semakin tinggi peluang untuk tidak memberikan ASI eksklusif (Abdullah et al, 2004) Tingkat pendidikan formal yang tinggi memang dapat membentuk nilai-nilai progresif pada diri seseorang, terutama dalam menerima hal-hal baru, termasuk pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi. Namun sebagian besar ibu dengan pendidikan tinggi bekerja diluar rumah, bayi akan ditinggalkan dirumah di bawah asuhan nenek, mertua atau orang lain yang kemungkinan masih mewarisi nilai-nilai lama dalam pemberian makan pada bayi. Dengan demikian, tingkat pendidikan yang cukup tinggi pada wanita dipedesaan tidaklah menjadi jaminan bahwa mereka akan meninggalkan tradisi atau kebiasaan yang salah dalam memberi makan pada bayi, selama lingkungan sosial ditempat tinggal tidak mendukung kearah tersebut (Suyatno, 2000). Pencapaian pemberian ASI eksklusif yang rendah ternyata disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah masih rendahnya pendidikan
ibu dan
Universitas Sumatera Utara
kurangnya kepedulian dan dukungan suami, keluarga dan masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk menyusui secara eksklusif (Supari, 2006). Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup sebagaimana umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah mendapatkan informasi (Hidayat, 2005). 4) Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: a) Menerima (receiving) b) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). c) Merespon (responding) d) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
Universitas Sumatera Utara
tugas yang diberikan , terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. e) Menghargai (valuing) f) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. g) Bertanggung jawab(responsible) h) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut Notoatmodjo (2012) dalam bukunya menyatakan bahwa setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan yakni: a. Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tandatanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit,cara pencegahan penyakit, dan sebagainya. b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
c. Sikap terhadap Kesehatan Lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian tehadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya. Notoatmodjo
(2012)
mengemukakan
dalam
bukunya
bahwa
sikap
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: a. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. d. Nilai (value), didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa sikap positif ibu terhadap praktik pemberian ASI eksklusif tidak diikuti dengan pemberian ASI eksklusif pada bayinya, sikap belum otomatis terwujud sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga kesehatan dan orang-orang terdekat ibu.
Universitas Sumatera Utara
5) Pekerjaan Pekerjaan adalah segala sesuatu aktifitas rutin yang dilakukan ibu yang mempunyai bayi guna memperoleh pendapatan. Pasal 83 UU NO.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa buruh/pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan yang patut disini adalah waktu yang diberikan kepada pekerja untuk menyusui bayinya, serta ketersediaan tempat yang sesuai untuk melakukan kegiatan tersebut. Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui adalah karena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan dikantor, tapi bisa juga berarti bekerja diladang, bagi masyarakat dipedesaan (king, 1991) Menurut Salvina (2003) menyatakan bahwa 59,7 persen ibu yang bekerja hanya memberi ASI 4 kali dalam sehari, sementara jika pada waktu siang hari diberikan susu formula oleh keluarga atau pengasuh. Menurut Roesli (2004), menyatakan bahwa bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif, pemberian ASI eksklusif merupakan hal yang terbaik bagi bayi 6) Kondisi Kesehatan Ibu Kondisi kesehatan ibu juga dapat memengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Pada keadaan tertentu, bayi tidak dapat ASI sama sekali, misalnya dokter melarang ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat
Universitas Sumatera Utara
membahayakan ibu dan bayinya, seperti ibu menderita penyakit jantung berat, ibu sedang menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat dirumah sakit atau ibu meninggal dunia (Pudjiadi, 2001). 7) Paritas Menurut Keneko (2006) dalam Yuliantarin (2009) menyatakan bahwa prevalensi menyusui eksklusif meningkat dengan bertambahnya jumlah anak, dimana prevalensi anak ketiga atau lebih, lebih banyak yang disusui eksklusif dibandingkan dengan anak kedua dan pertama, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif. Paritas memiliki hubungan yang bermakna dengan kelangsungan pemberian ASI eksklusif. 2.3.2. Faktor Eksternal 1) Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi keluarga dapat memengaruhi kemampuan keluarga untuk memproduksi dan atau membeli pangan, ibu-ibu dari keluarga berpendapatan rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga pemahaman mereka untuk memberi ASI secara eksklusif pada bayi menjadi rendah (Suyatno, 2000). 2) Tata Laksana Rumah Sakit Bila persalinan normal, bayi dan ibu tidak perlu tidur terpisah. Bayi tidur bersama ibu dalam satu tempat tidur atau di dalam tempat tidur kecil disamping tempat tidur ibunya. Ini disebut “rawat gabung”. Ibu dapat menyusui, menggendong
Universitas Sumatera Utara
atau membersihkan bayinya setiap saat bayi membutuhkan ibu. Rawat gabung akan mempermudah keberhasilan pemberian ASI eksklusif sehingga dapat mencegah timbulnya masalah menyusui (Roesli, 2000). Rumah sakit sayang bayi adalah rumah sakit yang melaksanakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui. Pada saat ini upaya ini tidak hanya dilaksanakan dirumah sakit saja, tetapi juga pada Rumah Sakit Bersalin dan Puskesmas dengan tempat tidur (Soetjiningsih, 1997). 3) Kondisi Kesehatan Bayi Kondisi kesehatan bayi juga dapat memengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi, 2001) 4) Pengganti ASI (PASI) atau Susu Formula Meskipun mendapat predikat The Gold Standart, makanan paling baik, aman, dan satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan (terjangkau, tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah), sejarah menunjukkan bahwa menyusui ASI, apalagi ASI eksklusif selalu mendapat tantangan, terutama dari kompetitor utama produk susu formula yang mendesain susu formula menjadi pengganti ASI (YLKI, 2005) Surveillance System (2002), di daerah pedesaan di Indonesia, sebagian besar ibu 60 persen melahirkan dirumah dan hampir semua ibu tidak mendapat contoh susu formula. Dua puluh dua persen (22 %) dari ibu melahirkan dirumah bersalin dengan
Universitas Sumatera Utara
bantuan bidan dan 10 persennya mendapat contoh gratis atau informasi tentang susu formula, dan hampir 29 persen ibu membeli susu formula yang dicontohkan. Di daerah pinggir kota, hampir setengah dari semua ibu melahirkan dirumah bersalin dengan bantuan bidan, 27 – 50 persen ibu tidak menerima contoh susu formula, 15 – 36 persen menerima contoh dan 20 – 42 persen membeli susu formula yang dicontohkan. 5) Keyakinan yang Keliru di Masyarakat Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama, umum dilakukan dibanyak negara. Kebiasaan ini seringkali dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan pertama. Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru baru lahir diberi air manis dan teh. Nilai budaya dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002). Pemberian makanan padat pada bayi yang terlalu dini tidak dianjurkan sebab pada bulan-bulan pertama bayi belum dapat menelan makanan padat dengan baik. Selain itu zat-zat yang terdapat dalam makanan baru ini dapat menyebabkan alergi. Energi yang tinggi dalam makanan padat dapat menyebabkan keadaan gizi lebih pada bayi (Pudjiadi, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering berdasarkan pernyataan bersama UNICEF, WHO, dan IDAI (2005) adalah : stres menyebabkan ASI kering, ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui, bayi dengan diare menbutuhkan air atau teh, sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui lagi dan ibu kurang percaya diri akan kemampuan untuk menyusui karena pada hari pertama setelah melahirkan biasanya ASI yang keluar adalah kolostrum (Proverawati, 2010). 6) Pengaruh Tempat dan Penolong Persalinan Penolong persalinan di Indonesia terdiri dari dukun bayi, bidan dan dokter. Dukun bayi umumnya menolong persalinan dirumah, bidan dapat menolong persalinan dirumah maupun dirumah bersalin, sedangkan dokter umumnya menolong persalinan di Rumah Sakit maupun Rumah Sakit Bersalin. Di banyak masyarakat dan rumah sakit, saran dari petugas kesehatan juga mempengaruhi pemberian cairan selain ASI. Sebagai contoh, penelitian disebuah kota di Ghana menunjukkan 93 persen bidan berpendapat cairan harus diberikan kepada semua bayi sejak hari pertama kelahirannya. Di Mesir, banyak perawat menyarankan para ibu untuk memberi air manis kepada bayinya segera setelah melahirkan (LINKAGES, 2002). Kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan penggunaan ASI adalah sikap sementara petugas kesehatan dari berbagai tingkat yang tidak bergairah mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan. Konsep baru tentang pemberian ASI dan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan ibu hamil, ibu
Universitas Sumatera Utara
bersalin, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Disamping itu juga sikap sementara penaggung jawab ruang bersalin dan perawatan dirumah sakit, rumah bersalin yang berlangsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya, serta belum diterapkannya pelayanan rawat disebahagian besar rumah sakit atau klinik bersalin (Arifin, 2004). 7) Pengaruh Dukungan Keluarga Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001), dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu, atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Keluarga juga dapat diartikan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama. Sudiharto (2007) menyatakan, setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga. Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,
Universitas Sumatera Utara
kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Menurut Burgess dalam Friedman (2010), keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. Tipe-tipe keluarga menurut Friedman (2010) antara lain: 1) keluarga inti atau konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagi orang tua atau pemberi nafkah, keluarga inti terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun anak adopsi; 2) keluarga orientasi atau keluarga asal yaitu unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan dan 3) keluarga besar yaitu keluarga inti dan oarang-orang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, tante, paman, dan sepupu. Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. Dukungan keluarga merupakan bagian integral dari
Universitas Sumatera Utara
dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyusuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota-anggotanya. Keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional (Friedman, 1998). Dukungan informasional artinya keluarga berfungsi sebagai sebuah keluarga dan diseminator atau penyebar informasi tentang dunia, dukungan penilaian artinya keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota. Sedangkan dukungan instrumental, keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkrit dan dukungan emosional dimana keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi (Friedman, 1998). Dalam memberikan dukungan informasional, keluarga berfungsi sebagai pencari informasi yang berhubungan dengan masalah menyusui. Informasi dapat diperoleh melalui konsultasi dengan tenaga kesehatan, sumber bacaan (majalah, buku, artikel) maupun sumber lain yang mendukung. Keluarga juga dapat berperan sebagai fasilitator dalam memberikan bantuan kepada ibu seperti menemani ibu dan mendengarkan masalah yang sedang dihadapi. Menurut Watson, salah satu bentuk dukungan keluarga berupa pemberian bantuan dalam bentuk materi (instrumental) seperti pinjaman uang, bantuan fisik
Universitas Sumatera Utara
berupa alat-alat dan lain-lain yang dapat membantu mengatasi masalah. Dalam mengatasi ketegangan, kehadiran keluarga sangat berperan, terutama dalam mendorong motivasi ibu, meningkatkan percaya diri dalam memberikan ASI eksklusif. Dengan motivasi tersebut diharapkan ibu tidak tegang dan tenang selama proses menyusui (Friedman, 1998). Menurut Sudiharto (2007), dukungan keluarga mempunyai hubungan terhadap suksesnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Dukungan keluarga adalah dukungan untuk memotivasi ibu memberikan ASI saja kepada bayinya, membantu melakukan perawatan bayi, memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan mempersiapkan nutrisi yang seimbang kepada ibu. Menurut Roesli (2007), suami dan keluarga dapat berperan aktif dalam pemberian ASI dengan cara memberikan dukungan emosional atau bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau menyendawakan bayi. Hasil penelitian Etiana 2011 dengan judul penelitian Hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif di desa kencong kecamatan kepung kabupaten kediri, menunjukkan 47,81 % ibu memberikan ASI secara eksklusif di Desa Kencong Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri. Hasil uji chi square menunjukkan variabel dukungan keluarga ( p = 0,001 ), dengan nilai koefisien korelasi 0,448 maka dukungan keluarga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Kencong Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri. Kepada anggota keluarga khususnya pada suami supaya memotivasi dan mendukung ibu memberikan ASI secara eksklusif, dan kepada Puskesmas perlu peningkatan sosialisasi dan penyuluhan rutin tentang pemberian ASI eksklusif
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Faktor-faktor yang membedakan respons yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu deterninan atau faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan antara lain umur, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan lain-lain. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, sosisal, budaya, ekonomi, politik (Notoatmodjo, 2012). Beberapa faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dan Kreuter (1980), dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : a. Faktor Pendorong (Predisposing Factors) Faktor pendorong adalah merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Faktor pendorong yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dalam arti umum, kita dapat mengatakan faktor pendorong sebagai preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok ke dalam suatu pengalaman belajar. Preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat, dan dalam setiap kasus faktor ini mempunyai pengaruh. b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Faktor pemungkin adalah faktor enteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu atau motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya keterampilan dan sumber daya pribadi disamping sumber daya masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber daya yang serupa itu. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan sumber daya, biaya, jarak, ketersedian transportasi, jam buka atau jam pelayanan, dan sebagainya, termasuk pula didalamnya petugas kesehatan seperti perawat, dokter, dan pendidikan kesehatan sekolah. c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) Faktor penguat merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberi ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap dan melenyapnya perilaku itu. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan, memperoleh dukungan atau tidak. Selain ketiga faktor tersebut diatas, lingkungan atau disebut juga penyebab non behavior juga dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku spesifik. Hal ini meliputi faktor-faktor individu yang sangat sulit dikontrol baik oleh tindakan individu maupun kolektif namun mempunyai pengaruh dalam masalah-masalah kesehatan. Faktor-faktor ini diantaranya adalah genetik, umur, jenis kelamin, penyakit bawaan, kelainan fisik dan mental, dan tempat bekerja atau tempat tinggal. Beberapa faktor resiko non behavior dapat dikontrol oleh individu sendiri, misalnya resiko terpapar sinar matahari yang berlebihan, individu dapat menghindari atau membatasi paparan ini (Green, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Caplan tahun 1976 menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional (Friedman, 1998). Faktor Predisposisi : • Pengetahuan • Umur • Pendidikan • Pekerjaan • Sikap • Mitos • Paritas • Nilai-nilai • Motivasi
Faktor Enabling • Ketersedian sumber daya kesehatan • Keterjangkauan sumber daya kesehatan • Hukum, prioritas, dan komitmen masyarakat atau pemerintah terhadap kesehatan • Ketrampilan yang berKaitan dengan kesehatan
Dukungan Keluarga - Dukungan Informasional - Dukungan Penilaian - Dukungan Instrumental - Dukungan Emosional
Perilaku
Faktor Reinforcing • Sikap dan perilaku petugas kesehatan • Undang-Undang Kesehatan • Peraturan-peraturan Tentang kesehatan
Gambar 2.1. Kerangka Teori Perilaku (Green, 1991 dan Caplan 1976)
Universitas Sumatera Utara
2.5.Kerangka Konsep Variabel Independen Faktor Pendorong (Predisposing) : • Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif • Umur Ibu • Pendidikan • Pekerjaan • Sikap • Mitos • Paritas
•
Variabel Dependen
Pendapatan Pemberian ASI Eksklusif
Faktor Pendukung (Enabling) : • Tempat Melahirkan • Penolong Persalinan
Dukungan Keluarga (Suami, Orang Tua, Anggota Keluarga lain ) • Dukungan informasional • Dukungan penilaian • Dukungan instrumental • Dukungan emosional Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara