BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Efektifitas 2.1.1. Efektifitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu berkaitan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yangsesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (point of view) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang eratdengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S. (1994:16) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Mahmudi dalam bukunya "Manajemen Kinerja Sektor Publik " mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan antara output terhadap pencapaian tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan (Mahmudi, 2005:92). Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka satu program atau kegiatan akan semakin efektif. Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan: “Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus
13
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan
bukan
saja sasaran
organisasi
tetapi
juga
mekanisme
mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan mesalah sasaran maupun tujuan”. Menurut Steers (dalam Halim, 2004:166) efektivitas adalah “seberapa jauh organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai”. Efektivitas harus dinilai atas tujuan yang bisa dilaksanakan dan bukan atas konsep tujuan yang maksimum. Sementara itu menurut The Liang Gie (dalam Halm, 2004:167) berpendapat bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yangdikehendaki kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksudtertentu dan memang dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya. Pendapat lain mengenai efektivitas menurut Robin (dalam Hermaya, 2004:7) adalah efektivitas sering digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu yang benar yaitu aktivitas-aktivitas pekerjaan yang membantu organisasi mencapai sasaran. Efektivitas menurut Gibson (1996:25) adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati atau usaha bersama. Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya
Transformasi Pelayanan
kemampuan
melaksanakan
tugas,
Publik fungsi
mendefinisikan (operasi
Efektivitas
kegiatan
program
adalah atau
misi)daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya” (Kurniawan, 2005:109). Efektivitas merupakan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu hal yang berkesan, kemanjuran, keberhasilan usaha, tindakan ataupun hal yang
Universitas Sumatera Utara
berlakunya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Supriyono dalam bukunya Sistem Pengendalian
Manajemen
mendefinisikan
pengertian
efektivitas
merupakan
hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar konstribusi dari keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut (Supriyono,2000:29). Dengan demikian efektivitas merupakan suatu tindakan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki danmenekankan pada hasil atau efeknya dalam pencapaian tujuan. Dari
beberapa
pendapat
di
atas
mengenai
efektivitas,
dapat
disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang manatarget tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makintinggi efektivitasnya. 2.1.2. Ukuran Efektifitas Mengukur efektivitas bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan
Universitas Sumatera Utara
membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978:77), yaitu: a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan dapat tercapai. b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaransasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan. c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitandengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkanartinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan. e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
Universitas Sumatera Utara
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan saranadan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka tidak akan mencapai sasarannya. h. Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani danLubis (1987:55), yakni: a. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitasdari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan. b. Pendekatan proses ( process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal. c. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Selanjutnya Strees dalam Tangkilisan (2005:141) mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: 1. Produktivitas 2. Kemampuan adaptasi kerja 3. Kepuasan kerja 4. Kemampuan berlaba
Universitas Sumatera Utara
5. Pencarian sumber daya Sehubungan
dengan
hal
tersebut
di
atas,
maka
pengukuran
merupakan penilaian dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan sasaran yang tersedia. Bila sasaran atau tujuan telahtercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi, apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan,maka tidak efektif.
2.2. Penyuluhan Penyuluhan merupakan suatu proses mendidik baik secara individu mauapun masyarakat yang bertujuan agar mereka mampu memecahkan masalah-masalah kesehatan yang sedang mereka dihadapi. Pendidikan bukan merupakan satu-satunya cara dalam merubah perilaku, tetapi pendidikan memiliki peranan yang cukup penting dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004) Green (2005) mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap dari sesesorang. 2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas yang mendukung terjadinya perilaku.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturanperaturan, surat keputusan.
2.3. Media Promosi Kesehatan 2.3.1. Pengertian Media Promosi Kesehatan Media dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu yang dipakai untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, bertujuan untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi (Depkes, 2008). Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi perilaku yang positif. 2.3.2. Jenis Media Promosi Kesehatan Menurut Depkes (2004), alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar: a.
Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal, mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk dalam macam alat peraga ini antara lain :
Universitas Sumatera Utara
-
Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain sebagainya.
-
Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam botol pengawet, dan lain-lain.
-
Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya unstuk diperdagangkan seperti oralit, dan lain-lain.
b.
Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.
c.
Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan lainlain 1.
Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster harus jelas artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide atau
Universitas Sumatera Utara
satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak. 2.
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan pencegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy.
3. Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu kelompok sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi, Memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan booklet ada beberapa hal antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi lingkungan juga kondisi individual penderita. Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu mempertimbangkan kemampuan baca seseorang, kondisi fisik maupun psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana penderita itu berada.
Universitas Sumatera Utara
Di samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena kadang informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan pada suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan. 4. Gambar Optik, seperti photo, slide, film, dan lain-lain. 5. Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album dan dokumentasi lepasan 6. Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide cukup effektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali-kali, dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet. 7. Film meruapakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok besar, dan kolosal. 2.3.3. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah (Sadirman,2006): a. Bermaksud mendemonstrasikannya b. Merasa sudah akrab dengan media tersebut c. Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret d. Merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang biasa dilakukan Berdasarkan uraikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar pertimbangan untuk memilih suatu media sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Connel yang dikutip oleh Sadirman (2006), mengatakan bahwa jika media itu sesuai pakailah, “If the medium fits, Use it”. Hal yang menjadi pertanyaan disini adalah apa ukuran atau kriteria kesesuaian tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan misalnya adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik sasaran, jenis rangsangan yang diinginkan, keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Faktor tersebut akhirnya diterjemahkan dalam keputusan pemilihan.
2.4 . Perilaku 2.4.1. Definisi Perilaku Secara biologis, perilaku menurut Notoatmodjo (2006) adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Dari segi biologis makhluk hidup mulai dari binatang sampai manusia, mempunyai aktifitas masing masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan seterusnya. Aktifitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni: a. Akivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, tertawa dan sebagainya. b. Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berpikir, berfantasi, bersikap dan sebagainya
Universitas Sumatera Utara
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Sementara itu, Ensikiopedia Amerika mengartikan perilaku sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Seorang ahli psikologi Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Skinner juga menyatakan faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui melalui proses: Stimulus→Organisme→Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “ S-O-R “ (stimulus–organisme–respons). Teori Skiner menjelaskan, ada dua jenis respon, yaitu : a. Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya: makanan lezat akan menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup dan sebagainya. b. Operan respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Berdasarkan teori “S–O–R” tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : a. Perilaku tertutup (Covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang, respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unubservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (Overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior” (Notoatmodjo, 2007). 2.4.2. Ilmu-ilmu Dasar Perilaku Pada uraian–uraian sebelumnya disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari
Universitas Sumatera Utara
luar diri seseorang tersebut (factor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan/factor internal (Notoatmodjo, 2007). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada, faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah: perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Faktor sosial merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain, struktur sosial, pranata-pranata sosial dan permasalahan-permasalahan sosial yang lain. Ilmu yang mempelajari masalah-masalah ini adalah sosiologi. Faktor budaya sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain: nilai-nilai, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi dan sebagainya. Ilmu yang mempelajari masalah-masalah ini adalah antropologi. Sedangkan faktorfaktor internal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seperti perhatian, motivasi, persepsi, inteligensi, fantasi dan sebagiannya dicakup oleh psikologi. Dapat disimpulkan bahwa ilmu perilaku dibentuk atau dikembangkan dari 3 cabang ilmu yaitu, psikologi, sosiologi dan antropologi sehingga dalam ilmu perilaku terdapat konotasi atau pengertian jamak “ilmu- ilmu perilaku” atau “behavioral sciences (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Domain Perilaku Perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Perilaku seseorang sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas (Notoatmodjo, 2010). Benyamin Blomm (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 area wilayah, ranah atau domain perilaku ini yakni kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (chompsyotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ke tiga domain diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif) dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa dan peri tindak (Notoatmodjo, 2007). Pada perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tiga tingkat ranah perilaku sebagai berikut: Pengetahuan, Sikap dan Tindakan. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas tentang Pengetahuan dan Sikap. 2.4.4. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dalam ranah Pengetahuan, ada enam tingkatan Pengetahuan, yaitu: a. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
Universitas Sumatera Utara
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisa (Analysis) , merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthetis), adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi
yang
ada.
Misalnya,
dapat
menyusun,
dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur. Dalam penelitian ini, pengetahuan akan diukur dengan menggunakan jenis kuesioner dengan bentuk pertanyaannya berupa pilihan berganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penilaian yang bersifat subyektif. 2.4.5. Sikap Sikap menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu. Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap obyek. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari.(Notoatmodjo, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu : a. Menerima (Receiving), dapat diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah. b. Menanggapi (Responding), diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (Valuing), diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. d. Bertanggung Jawab (Responsible), Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.5. Remaja 2.5.1. Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefenisikan sebagai individu yang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk
Universitas Sumatera Utara
mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun. Menurut BKKBN, remaja adalah mereka yang berusia antara 10-24 tahun. Masa remaja merupakan usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Pada perempuan sudah mulai terjadinya menstruasi dan pada laki-laki sudah mulai mampu menghasilkan sperma (Hurlock, 2009 ; Proverawati & Misaroh, 2009). 2.5.2. Tumbuh Kembang Remaja Tumbuh kembang remaja adalah pertumbuhan fisik atau tubuh dan perkembangan kejiwaan/psikologis/emosi. Tumbuh kembang remaja merupakan proses atau tahap perubahan/transisi dari masa kanak – kanak menjadi dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan tersebut meliputi. 1.
Pubertas Masa puber merupakan masa seseorang mengalami perubahan fisik dan
psikis. Masa puber ditandai dengan kematangan organ – organ reproduksi primer (sperma, ovum) maupun sekunder (kumis, rambut, payudara dan lain lain). Mengenai masa puber berkisar antara umur 13 – 14 tahun pada laki laki dan 11 – 12 tahun pada perempuan, pubertas perempuan lebih cepat dari pada laki – laki, dan pubertas berakhir pada umur 17 – 18 tahun. Mengenai batas umur ini tidak mutlak karena kondisi tubuh masing – masing berbeda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
antara lain gizi makanan, lingkungan keluarga, dan lain lain. Hal ini berpengaruh pada perasaan dan emosi remaja (perubahan psikologisnya). 2. Perubahan fisik pada perempuan Pertumbuhan pada perempuan ada hormon estrogen dan progesterone berperan aktif dan menimbulakn perubahan fisik, tumbuh payudara, pinggul mulai melebar dan membesar, tumbuh bulu – bulu halus disekitar ketiak dan vagina, mengalami haid atau menstruasi. Menstruasi adalah proses peluruhan lapisan dalam endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah dari uterus melalui vagina. Menstruasi dimulai saat pubertas berhenti sesaat waktu hamil dan menyusui dan berakhir saat menopause, terjadi pada umur sekitar 45 – 50 tahun. Menstruasi mulai terjadi setelah buah dada mulai membesar, tumbuh rambut disekitar alat vital dan vagina mengeluarkan cairan keputih – putihan. Perempuan mengalami menstruasi kira – kira umur 9 tahun paling lambat kira – kira umur 16 tahun. Menstruasi akan terus berlangsung setiap bulan selama sel telur matang dan tidak dibuahi sperma. Siklus menstruasi sekitar 25 – 32 hari tetapi ada yang kurang maupun lebih dari proses yang normal. Siklus ini tidak selalu sama karena ditentukan beberapa faktor antara lain gizi, stres, kelelahan, usia, dan pada masa remaja biasanya mempunyai siklus yang belum teratur, bisa maju atau mundur, karena hormone seksualnya belum stabil.
Universitas Sumatera Utara
3. Perubahan fisik pada laki- laki Pertumbuhan pada laki – laki, ada hormon testoteron yang akan membantu tumbuhnya bulu – bulu halus di sekitar ketiak, kemaluan, wajah, (jenggot dan kumis), terjadi perubahan suara pada laki –laki, tumbuhnya jerawat, dan dimulai reproduksi sperma yang pada waktu tertentu keluar mimpi basah. Pada saat laki – laki mimpi basah secara ilmiah sperma akan keluar saat tidur saat mimpi tentang seks. 4. Perubahan Psikologis pada Perempuan dan Laki – laki a. Perubahan kebutuhan, konflik nilai pada keluarga dengan lingkungan dan perubahan fisik menyebabkan remaja sangat sensitif. b. Remaja sering bersikap irasional mudah tersinggung, stress. c. Ciri – ciri tingkah laku remaja yang sedang puber : (1) Mulai meninggalkan ketergantungan pada keluarga dan kenangan masa kecil. (2) Butuh diterima kelompoknya. (3) Mulai banyak menghabiskan waktunya dengan teman – teman sebaya. (4) Mulai mempelajari sikap serta pandangan yang berbeda antara keluarganya dengan lingkungan sekitar (tentang moral, seksualitas dll). (5) Mulai menghadapi konflik dan memutuskan apa saja norma yang harus diambil dari lingkungan sekitar serta berapa banyak ajaran orang tuanya yang dia tolak. (6) Mulai muncul kebutuhan akan privasi. (7) Mulai muncul kebutuhan keintiman dan eksrpresi erotik. (8) Mulai memperhatikan penampilannya.
Universitas Sumatera Utara
(9) Tertarik pada lawan Janis. (10) Ingin menjalin hubungan dengan lawan jenisnya.
2.6. Narkoba 2.6.1. Pengertian Narkoba Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian narkoba menurut pakar kesehatan adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis. (Kurniawan, 2008) 2.6.2 Jenis-jenis Narkoba Narkoba dibagi dalam 3 jenis , yaitu : 1. Narkotika Menurut Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa pengertian narkotika adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalankhayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu : •
Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
•
Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan betametadol.
•
Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : kodein dan turunannya.
2. Psikotropika Psikotopika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 meliputi ectasy, shabushabu, LSD, obat penenang/obat tidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Menurut WHO 1992, Zat psikotropika yang sering disalahgunakan adalah : 1. Alkohol : Semua minuman beralkohol yang mengandung etanol (Etil alkohol). 2. Opioida : heroin, morfin, pethidin, candu. 3. Kanabinoida : Ganja, hashish. 4. Sedativa/hipnotika : obat penenang/obat tidur. 5. Kokain : daun koka, serbuk kokain, crack.
Universitas Sumatera Utara
Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah : 1. Psikotropika golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi. 2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin, dan metakualon. 3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam. 4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : nitrazepam dan diazepam. 3.
Zat adiktif lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah : 1. Rokok 2. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan. 3. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia, 2008). Demikianlah jenis-jenis narkoba, untuk selanjutnya faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu : 1. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti kepribadian, kecemasan, dan depresi serta kurangya religiusitas. Kebanyakan penyalahgunaan narkotika dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan obat-obat terlarang ini. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna narkoba. 2. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu atau lingkungan seperti keberadaan zat, kondisi keluarga, lemahnya hukum serta pengaruh lingkungan. Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahgunaan obat terlarang. Namun, makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahgunaan narkoba. Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan narkoba. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup kominikatif menjadi penyalahgunaan narkoba.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Tanda Gejala Dini Korban Penyalahgunaan Narkoba Menurut Ami Siamsidar Budiman (2006 : 57–59) tanda awal atau gejala dini dari seseorang yang menjadi korban kecanduan narkoba antara lain : 1. Tanda-tanda fisik Penyalahgunaan Narkoba Kesehatan fisik dan penampilan diri menurun dan suhu badan tidak beraturan,
jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh),
mengantuk, agresif, nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa sakit
diseluruh
tubuh,
takut
air sehingga
malas
mandi,kejang,
kesadaran
menurun, penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik) 2. Tanda-tanda Penyalahgunaan Narkoba ketika di rumah Sikap membangkang terhadap teguran orang tua, tidak mau mempedulikan peraturan keluarga, mulai melupakan tanggung jawab rutin di rumah, malas mengurus diri, sering tertidur dan mudah marah, sering berbohong, banyak menghindar pertemuan dengan anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan bahwa ia adalah pecandu, bersikap kasar terhadap anggota keluarga lainnya dibandingkan dengan sebelumnya, pola tidur berubah, menghabiskan uang tabungannya dan selalu kehabisan uang, sering mencuri uang dan barang-barang berharga di rumah, sering merongrong keluarganya untuk minta uang dengan berbagai alasan, berubah teman dan jarang mau mengenalkan teman-temannya, sering
Universitas Sumatera Utara
pulang lewat jam malam dan menginap di rumah teman, sering pergi ke disko, mall atau pesta, bila ditanya sikapnya defensive atau penuh kebencian, sekali-sekali dijumpai dalam keadaan mabuk. 3. Tanda-tanda Penyalahgunaan Narkoba di sekolah Prestasi belajar di sekolah tiba-tiba menurun mencolok, perhatian terhadap lingkungan tidak ada, sering kelihatan mengantuk di sekolah, sering keluar dari kelas pada waktu jam pelajaran dengan alasan ke kamar mandi, sering terlambat masuk kelas setelah jam istirahat; mudah tersinggung dan mudah marah di sekolah, sering berbohong, meninggalkan hobi-hobinya yang terdahulu (misalnya kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga yang dahulu digemarinya), mengeluh karena menganggap keluarga di rumah tidak memberikan dirinya kebebasan, mulai sering berkumpul dengan anak-anak yang “tidak beres” di sekolah. 2.6.5. Akibat Penyalahgunaan Narkoba Penggunaan
narkoba
dapat
menyebabkan
efek
negatif
yang
akan
menyebabkan gangguan mental dan perilaku, sehingga mengakibatkan terganggunya sistem neuro-transmitter pada susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem neuro-transmitter akan mengakibatkan tergangunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan, mood, atau emosi), psikomotor (perilaku), dan aspek sosial. Berbagai upaya untuk mengatasi berkembangnya pecandu narkoba telah dilakukan, namun terbentur pada lemahnya hukum. Beberapa bukti lemahnya hukum terhadap narkoba adalah sangat ringan hukuman bagi pengedar dan pecandu, bahkan minuman beralkohol di atas 40 persen (minol 40 persen) banyak diberi kemudahan
Universitas Sumatera Utara
oleh pemerintah. Sebagai perbandingan, di Malaysia jika kedapatan pengedar atau pecandu membawa dadah 5 gr ke atas maka orang tersebut akan dihukum mati. 2.6.6. Langkah-langkah Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Mencegah lebih baik daripada mengobati. Semboyan inipun dapat kita terapkan untuk penyalahgunaan Narkoba. Pencegahan tersebut dapat kita mulai dari keluarga kita sendiri, pada anak-anak kita sendiri, karena mereka merupakan generasi penerus bangsa.Sebenarnya tidak terlalu rumit mencegah penyalahgunaan Narkoba, asalkan kita tahu langkah-langkah yang harus kita lakukan. Ada 7 langkah pencegahan untuk menghindarkan seseorang dari pemakaian dan penyalahgunaan Narkoba, yaitu : 1. Menanamkan pemahaman hidup sehat anak usia dini Menanamkan pemahaman akan perilaku hidup sehat harus sudah kita mulai sedini mungkin, sejak anak-anak masih kecil. Segala yang kita tanamkan pada anakanak sedari kecil, akan mereka ingat terus sampai mereka dewasa. Perilaku hidup sehat, seperti pentingnya asupan makanan yang bergizi untuk menghindari tubuh dari racun-racun, pentingnya menjaga kesehatan tubuh, menyayangi tubuh dengan tidak mengkonsumsi zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Hal-hal tersebut apabila ditanamkan pada anak-anak kita, maka mereka akan semakin peduli akan kesehatan tubuh mereka. Sementara itu, orang tua sendiri juga harus menjadi contoh dengan menerapkan kebiasaan hidup sehat, seperti tidak merokok, tidak minum minuman keras dan tidak memakai narkoba.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemahaman akan adanya racun di sekeliling kita Sebagai orangtua, kita harus menjelaskan kepada anak-anak sedini mungkin tentang adanya racun di sekeliling kita, dan bahaya racun tersebut bagi tubuh kita. Seperti racun pada tumbuh-tumbuhan seperti jamur dan tumbuhan lainnya yang beracun, racun pada gigitan ular, sengatan ubur-ubur, dan binatang lainnya yang berbisa, juga racun yang secara sengaja maupun tak sengaja diproduksi oleh manusia, seperti polusi asap dari knalpot mobil, asap dan limbah beracun dari pabrik-pabrik, asap rokok, dll. Ini akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam menyelamatkan anakanak dari penggunaan zat-zat berbahaya. Mendidik meraka untuk menyadari bahwa zat-zat yang sangat berbahaya bagi tubuh kita ada di sekitar kita dan setiap zat yang membahayakan kesehatan kita harus dijauhi atau dihindari atau terkadang dimusnahkan. Jadi bila suatu saat ia akan berhadapan dengan narkoba (biasanya ditawarkan oleh lingkungan teman-teman terdekatnya), maka kita harapkan mereka akan menolak untuk mengkonsumsi narkoba, zat yang asing yang dapat membahayakan kesehatan dan hidupnya. Oleh sebab itu informasi mengenai racun di sekeliling kita termasuk tentang narkoba, harus diberikan kepada mereka sedetail dan sejelas mungkin. 3. Memberikan informasi yang akurat dan jelas Memberikan informasi yang akurat dan jelas mengenai bahaya dari setiap jenis narkoba merupakan kewajiban bila kita ingin membentengi/menyelematkan anak-anak kita (atau pun orang lainnya) dari bahaya narkoba. Tanpa informasi yang akurat dan jelas, seorang anak belum tentu menyadari narkoba yang ditawari
Universitas Sumatera Utara
temannya itu berbahaya bagi kehidupannya. Tetapi bila ia mendapat informasi yang akurat dan jelas mengenai bahaya narkoba, pasti ia akan menolaknya. Seharusnya pemberian informasi yang akurat dan jelas harus juga diberikan oleh sekolah-sekolah sebagai salah satu sub-kurikulum yang wajib diikuti oleh setiap anak. Informasi mengenai jenis-jenis narkoba. Dampak bila menggunakannya, dampaknya bagi organ-organ tubuh kita serta dampak dari segi hukumnya bila tertangkap memiliki, menggunakan atau mengedarkan narkoba; Penyakit yang dapat diderita sebagai akibat
pemakaian
narkoba
(infeksi
klep
kanan
jantung,
kerusakan
hati
atau cirrhosis, HIV/AIDS, dan lainnya) 4. Bekerjasama dengan tempat pendidikan Bekerjasama dengan sekolah ataupun universitas di mana anak-anak kita menuntut ilmu, untuk merancang program pemantauan, pencegahan, dan juga program penanggulangan narkoba secara holistic yang spesifik dengan pusat-pusat pendidikan tersebut (yang sebetulnya hanya berbeda sedikit saja dari satu sekolah ke sekolah yang lainnya). Kerjasama yang baik dan melibatkan setiap sendi dalam kehidupan di sekolah ataupun kampus seperti: Dosen, guru-guru, guru bimbingan konseling, OSIS, Satpam/security,penjaga kantin, dan karyawan lainnya di lingkungan sekolah/kampus. 5. Tanggap lingkungan Orang tua harus tanggap lingkungan di rumah mereka sendri, di mana anakanak mereka tumbuh. Orang tua harus selalu sadar akan perubahan-perubahan kecil dari perilaku sang anak. Perubahan-perubahan masa puber dan peralihan anak
Universitas Sumatera Utara
menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, tidak sama dengan perubahan perilaku seorang anak yang mulai ter ekspos pada narkoba, atau yang sudah kecanduan narkoba. 6. Bekerjasama dengan lingkungan rumah Kerjasama dan menjalin hubungan baik dengan lingkungan rumah kita seperti dengan ketua RT, RW, dsb, terutama dengan tetangga yang mempunyai anak seusia atau yang lebih tua dari anak kita, akan selalu mendatangkan kenyamanan dan keamanan bagi kita. Kita dapat membuat sistem pemantauan keamanan bersama tetangga lainnya yang juga melibatkan ketua RT untuk memantau keamanan umum dan memantau bila ada anak-anak di RT kita yang disinyalir menggunkan narkoba. Bila sistem yang dibangun bersama para tetangga itu kuat, dijamin gejala-gejala penyalahgunaan narkoba di pemukiman kita akan terdeteksi dan dapat tertanggulangi dengan baik. 7. Hubungan interpersonal yang baik Membina dan menjaga hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan dan juga dengan anak-anak kita, akan memungkinkan kita melihat gejala-gejala awal pemakaian narkoba pada anak-anak kita. Kedekatan hubungan batin dengan orang tua akan membuat anak merasa nyaman dan aman, menjadi benteng bagi keselamatan mereka dalam mengarungi kehidupan mereka nanti. Bila orang tua tidak akur, sering bertengkar, maka itu akan mempengaruhi sang anak secara psikologis. Kegalauan ini akan menyebabkan si anak mencari kenyamanan di luar ruah dengan bergabung bersama anak-anak lain, sehingga
Universitas Sumatera Utara
akhirnya memungkinkan anak untuk mencoba narkoba dengan berbagai macam alasan yang dicarinya sendiri. Misalnya supaya diperhatikan, sikap masa bodoh terhadap hidupnya, untuk mengatasi kemarahan, ketidaksenagan, atau kesedihan yang timbul dari melihat orang tua mereka yang selalu bertengkar.
2.7. Landasan Teori Penelitian ini menggunakan Teori S – O – R (Skiner , 1938) sebagai Landasan Teorinya. Landasan teori yang digunakan adalah model S – O – R
(Stimulus,
Organism, Respon) atau selanjutnya peneliti akan menyebutnya SOR. Pada model SOR ini, manusia menjadi objek materialnya memiliki jiwa yang mencakup komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Menurut model ini, organism akan menghasilkan perilakutertentu bila ada kondisi stimulus tertentu pula, dan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antar pesan dan reaksi komunikan. Adapun asumsi dasar dari model ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau S – R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi – reaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, symbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Pola SOR ini dapat berlangsung secara positif ataupun negative, misalnya jika seseorang tersenyum, maka akan dibalas dengan senyum bila respon
Universitas Sumatera Utara
positif, namun bila respon negative maka akan dibalas dengan memalingkan muka. Model ini yang kemudian akan mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model SOR, dimana media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Jadi unsure dalam model ini adalah Pesan (Stimulus, S), Komunikan (Organism, O), Efek (Response, R). Adapun keterkaitan model SOR dengan penelitian ini adalah: 1. Stimulus
yang
dimaksud
dalam
penelitian
ini
adalah
pesan
tentang
penyalahgunaan narkoba yang akan disampaikan dalam bentuk film dan slide show 2. Organism yang dimaksud adalah siswa-siswi SMAN-1 Peureulak 3. Respon yang dimaksud adalah pengetahuan dan sikap siswa-siswi SMAN-1 Peureulak.
Stimulus
Organisme
Respons Tertutup Pengetahuan Sikap
Respons Terbuka Praktik Tindakan Gambar 2.1. Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep Intervensi Penyuluhan Kesehatan Media Film Media Slide Show
Postest
Pretest Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Penyalahgunaan Narkoba
Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Penyalahgunaan Narkoba
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara