BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan
2.1.1. Definisi Sistem Sistem adalah suatu kumpulan atau susunan dari sesuatu ataupun benda, yang berhubungan sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan atau keseluruhan. Sistem dibagi menjadi tiga bagian berbeda: input, proses dan output. Bagian-bagian tersebut dikelilingi oleh sebuah lingkungan dan sering melibatkan sebuah mekanisme umpan balik. Selain itu, pengambil keputusan juga dianggap sebagai bagian dari sistem. (Rosnani, 2014) Berdasarkan prosedur, sebuah sistem merupakan suatu jaringan kerjadari prosedur-prosedur yang saling berhubunganm berkumpul bersama-sama untuk melakukan kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Sedangkan berdasarkan elemen atau komponennya, sistem merupakan kumpulan dari elemenelemen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Fachmi, 2006). Menurut McLeod (1998), sebuah sistem didefenisikan sebagai suatu kumpulan dari elemen-elemen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangakan menurut Turban & Aronson (1998), sistem merupakan sekupulan objek seperti orangorang, sumber daya, konsep dan prosedur untuk memberikan performansi dalam pencapaian tujuan tersebut. (Sandy, 2002).
2.1.2Definisi Keputusan Menurut Ralp C. Davis, keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
Universitas Sumatera Utara
Menurut James A.F.Stoner, keputusan adalah pemilihan alternative-alternatif. Defenisi ini mengandung tiga pengertian yaitu: 1. Ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan. 2. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik. 3. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH, keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif. Dari pengertian-pengertian keputusan diatas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif.
2.1.3
Sistem Pendukung Keputusan
Defenisi awal dari sistem pendukung keputusan merupakan sebagai sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semiterstruktur. Decision Support System (DSS) dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka. (Turban, 2005).
2.2.
Konsep Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael Scott Morton. Ia mendefenisikan sistem pendukung keputusan adalah sebagai sistem berbasi komputer interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur. Defenisi klasik lainnya diajukan oleh Keen dan Scoot Morton pada (1978), mereka mendefenisikan sistem pendukung keputusan memadukan sumber daya intelektual dari individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kualitas keputusan. Sistem pendukung keputusan adalah sistem pendukung keputusan manajemen yang menangani masalah-masalah tidak terstuktur. (Turban, 2005). Dengan cepat muncullah defenisi lainnya yang menimbulkan tidak pastinya apa sesungguhnya sistem pendukung keputusan itu. Berikut dijelaskan beberapa pendapat yang menyangkut sistem pendukung keputusan. Moore dan Chang (1980) berpendapat bahwa sistem pendukung keputusan sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung analisis data at hoc dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan, dan digunakan pada interval yang tidak regular dan tak terencana. Bonczek, dkk., (1980) mendefenisikan sistem pendukung keputusan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem bahasa yang mana merupakan mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen untuk sistem pendukung keputusan yang lain, sistem pengetahuan yang merupakan repositori pengetahuan domain masalah yang ada pada sistem pendukung keputusan
sebagai data atau sebagai prosedur), dan sistem
pemrosesan masalah yang merupakan hubungan antara dua komponen lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan). Konsep-konsep yang diberikan oleh defenisi tersebut sangat penting untuk memahami hubungan antara sistem pendukung keputusan dan pengetahuan. (Turban, 2005). Alter (2002) Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian data. Sistem ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semiterstruktur dan situasi yang tidak terstruktur, dimana tak seorangpun tahu secara pasti bagaimana keputusan seharusnya dibuat (Kusrini, 2007). Little (1970) mendefenisikan sistem pendukung keputusan sebagai sebuah himpunan/kumpulan proseur berbasis model untuk memproses data dan pertimbangan untuk membantu manajemen dalam pembuatan keputusannya (Kusrini, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Proses Pengambilan Keputusan
Simon (1960) mengajukan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan. Proses ini terdiri atas tiga fase, yaitu: (Kusrini, 2007) 1. Intelligence Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah. 2. Design Tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi, dan menguji kelayakan solusi. 3. Choice Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang
mungkin
dijalankan.
Hasil
pemilihan
tersebut
kemudian
diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan. Ketiga langkah proses pengambilan keputusan yang telah disampaikan oleh Simon (1960) dapat digambarkan sebagai berikut : INTELLIGENCE
Sistem Informasi Manajemen/ Pengolahan Data Elektronik
DESIGN CHOICE
Ilmu Manajemen/Operation Research
IMPLEMENTTATION Gambar 2.1. Fase Proses Pengambilan Keputusan Meskipun implementasi termasuk tahap ketiga, namun ada beberapa pihak berpendapat bahwa tahap ini perlu dipandang sebagai bagian yang terpisah guna menggambarkan hubungan antar fase secara lebih komprehensif.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Karakteristik dan Kapabilitas Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan juga mempunyai karakteristik dan kapabilitas yang menjadi kunci dari sistem pendukung keputusan. Yaitu: 1. Dukungan untuk pengambil keputusan dengan menyertakan penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi. 2. Dukungan untuk semua level manajerial. 3. Dukungan untuk individu dan kelompok. 4. Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial. Keputusan dapat dilakukan satu kali atau berulang kali. 5. Dukungan di semua fase proses pengambil keputusan: intelegensi, desain, pilihan dan implementasi. 6. Dukungan di berbagai proses dan gaya pengambil keputusan. 7. Adaptivitas sepanjang waktu. 8. Kemudahan terhadap sistem (user friendly) . 9. Peningkatan terhadap keefektifan pemgambil keputusan ketimbang pada efisiensinya. 10. Control penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses pengambilkan keputusan dalam memecahkan masalah. 11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem sederhana. 12. Biasanya model-model digunakan untuk menganalisis situasi pengambil keputusan. 13. Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format, dan tipe. 14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan di satu organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik dan Kapabilitas dari sistem pendukung keputusan akan terlihat jelas dari gambar dibawah ini: 1
14 Standalone, Integrasi web Akses data
Semi Terstuktur dan Tidak
13
Pemodelan dan analisisi
12
Kemudahan pengembangan
11
2 Mendukung manajer di semua level 3 Mendukung individu dan kelompok 4 Keputusan ndependen dan sekuensial
Sistem Pendukung Keputusan
Manusia mengontrol mesin
10
Keefektivan bukan efisiensi
9
5
6 7
8 User Friendly
Mendukung Intelegensi, desain, pilihan , i l i Mendukung berbagai proses dan gaya
Dapat diadaptasi dan fleksibel
Gambar 2.2. Karakteristik dan Kapabilitas Sistem Pendukung Keputusan
Karakteristik dan kapabilitas kunci dari sistem pendukung keputusan tersebut membolehkan para pengambil keputusan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih konsisten. (Rosnani, 2014).
2.5. Algoritma
Algoritma adalah susunan langkah-langkah sistematis dan logis dalam pemecahan suatu masalah. Algoritma juga merupakan suatu prosedur yang jelas untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan jumlah yang terbatas. (Muhammad &Saniman, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Ada 3 cara dalam menyusun sebuah algoritma yaitu : 1. Dengan merumuskan langkah-langkah pemecahan masalah melalui kalimat yang terstruktur (tersusun secara logis). 2. Menggabungkan kalimat dengan penggalan statement yang ada di salah satu bahasa pemrograman (mis. Bahasa pascal). Biasanya disebut dengan pseudo code (mirip kode atau perintah pemrograman). 3. Menggunakan diagram alir (flowchart)
2.6. Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Methods
Fuzzy Multiple Attribute Deciosion Making (FMADM) adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu. Inti dari FMADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut kemudian dilanjutkan dengan proses perangkingan yang akan menyeleksi alternatif yang sudah diberikan. Pada dasarnya, ada 3 pendekatan untuk mencari nilai bobot atribut, yaitu pendekatan subyektif, pendekatan objektif dan pendekatan integrasi antara subyektif dan obyektif. Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada pendekatan subyektif, nilai bobot ditentukan berdasarkan subjektifitas dari para pengambil keputusan sehingga beberapa faktor dalam proses perangkingan alternatif bisa ditentukan secara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif nilai bobot dihitung secara matematis sehingga mengabaikan sebyektifitas dari pengambil keputusan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah FMADM antara lain : (Kusumadewi, 2006) 1. Simple Additive Weighting (SAW) 2. Weighted Product (WP) 3. ELECTRE 4. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) 5. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Universitas Sumatera Utara
2.6.1. Algoritma Analytic Hierarcy Process (AHP) Pada dasarnya, proses pengambilan keputusan adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Keberadaan hierarki memungkinkan dipecahnya masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hierarki. AHP telah menarik minat banyak peneliti utamanya berdasarkan metode perhitungan Matematika yang bagus dan faktanya bahwa dibutuhkan input data yang lebih mudah diperoleh. AHP merupakan alat pengambilan keputusan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks. AHP menggunakan struktur hirarki multi level, kriteria, subkriteria dan alternatif. Data yang bersangkutan menggunakan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison).
Perbandingan ini digunakan untuk mendapatkan bobot pentingnya
kriteria keputusan dan ukuran kinerja relatif dari alternatif dalam kriteria yang sudah ditentukan. Jika perbandingan tidak konsisten, maka perbandingan ini menyediakan mekanisme untuk meningkatkan konsistensi. (H Mann, 1995). Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor-faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian-penilaian dan nilai-nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis. Penilaian dilakukan dengan membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap kriteria sehingga didapat nilai kepentingan elemen dalam bentuk pendapat yang bersifat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian Saaty sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif) hingga menghasilkan siapa saja yang berhak dalam menerima bantuan beras miskin (Raskin).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Prinsip Dasar AHP
Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah (Mulyono, 2007): 1. Membuat hierarki. Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemenelemen pendukung, menyusun elemen secara hierarki, dan menggabungkannya atau mensintesisnya. 2. Penilaian Kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988), untuk berbagai ersoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur menggunakan tabel analisis seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut
Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Intensitas
Keterangan
Kepentingan 1
Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
9 2,4,6,8
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya Nilai-nilai
antara
dua
nilai
pertimbangan
yang
berdasarkan Kebalikan
Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i
Universitas Sumatera Utara
3. Synthesis of Priority (menentukan prioritas) Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika. 4. Logical Consistency (Konsistensi Logic) Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Adapun langkah-langkah dalam metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki, yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan βjudgementβ dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan
perbandingan
seluruhnya sebanyak n x [ yang dibandingkan.
berpasangan ππβ1 2
sehingga
diperoleh
judgement
] buah, dengan n adalah banyaknya elemen
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vector eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensistesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dariβ€ 0.01 maka penilaian data judgement harus diperbaiki.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan langkah-langkah AHP diatas, dapat dibuat rumus perhitungan untuk penentuan penerimaan Raskin sebagai berikut. 1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam menentukan siapa yang berhak menerima Raskin. 2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan. 3. Menjumlahkan matriks kolom yang disebut dengan jumlah elemen. 4. Menentukan bobot relatif yang dinormalkan (normalized relatif weight) dengan cara membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah elemennya. 5. Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus menjumlahkan matriks baris pada langkah 4 dan dibagi dengan jumlah kriteria. 6. Menghitung nilai lamda maksimum, dengan cara menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom pada langkah 3 dengan prioritas tiap kriteria pada langkah 5. 7. Menguji konsistensi matriks berpasangan kriteria yaitu nilai Indeks Konsisten, dengan rumus CI = 8. Dimana CI
ππ ππππππ βππ ππβ1
= indeks konsistensi (Consistency Indeks)
(2.1)
Ξ» max = nilai eigen n
= banyak kriteria
9. Menghitung Rasio Konsistensi, dengan rumus CR = Dimana CR
= Rasio Konsistensi
CI
= Indeks Konsistensi
RI
= Indeks Random
πΆπΆπΆπΆ
(2.2)
π
π
π
π
RI adalah nilai indeks random seperti tabel 2.1.
Tabel 2.2 Indeks Random N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
RI
0.00
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
1.51
Universitas Sumatera Utara
Jika CR< 0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR β₯ 0.1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.(H Mann, 1995). 10. Menentukan siapa saja yang berhak menerima Raskin. 11. Menyusun siapa saja yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan untuk masing-masing kriteria. Ada n buah matriks berpasangan antar Kriteria tersebut. 12. Masing-masing matriks berpasangan antar kriteria sebanyak n buah matriks, tiap-tiap matriksnya dijumlah perkolomnya seperti pada langkah 3. 13. Menghitung nilai prioritas masing-masing matriks berpasangan antarkriteria dengan rumus pada langkah 4 dan langkah 5. 14. Menghitung nilai lamda maksimum sama seperti langkah 6. 15. Menghitung konsistensi matriks berpasangan antar kriteria penerima Raskin dengan mengikuti langkah-langkah 7 dan 8. 16. Menyusun matriks baris antar Kriteria dengan matriks baris kriteria yang isinya hasil perhitungan nilai prioritas kriteria dan nilai prioritas penerima Raskin tiap kriteria. 17. Hasil akhir berupa prioritas global dari perkalian nilai prioritas masing-masing matriks kriteria dengan matriks antar penerima Raskin yang kemudian dijumlahkan. Nilai ini yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan nilai tertinggi.
2.8. Algoritma Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE)
Diperkenalkan oleh Jean Pierre Brans dan Bertrand Marsechal pada tahun 1984.Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Promethee didasarkan atas kesederhanaan, kejelasan , dan kestabilan. Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans, 1984) .
Universitas Sumatera Utara
PROMETHEEmenyediakan kepada user untuk menggunakan data secara langsung dalam bentuk tabel multikriteria sederhana. PROMETHEE mempunyai kemampuan untuk menangani banyak perbandingan, pengambil keputusan hanya mendefenisikan skala ukurannya sendiri tanpa batasan, untuk mengindikasi prioritasnya dan preferensi untuk setiap kriteria dengan memusatkan pada nilai (value). Metode PROMETHEE menggunakan kriteria dan bobot dari masing-masing kriteria yang kemudian diolah untuk menentukan pemilihan alernatif lapangan, yang hasilnya berurutan berdasarkan prioritasnya. Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus, antara lain: (Dhony, 2009)
1. Kriteria Biasa (Usual Criterion) 0 jika d = 0 H(d) =
(2.3) 1 jika dβ 0
Keterangan: H(d)
= selisih kriteria antara alternatif
d
= selisih nilai kriteria dimana {d= f(a) - f(b)}
Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jikaf(a) = f(b) ; apabila nilai kriteria pada masing-masing alternative memiliki nilai berbeda, pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai yang lebih baik. H(d) 1
0
d
Gambar 2.3 Kriteria Biasa
Universitas Sumatera Utara
2. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)
0 jika β€q H(d) =
(2.4) 1 jika d>q
Keterangan: H(d)
= fungsi selisih kriteria antara alternatif
d
= selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
Parameter (q)
= harus merupakan nilai tetap
Dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak.
H(d) 1
d -q 0
q
Gambar 2.4. Kriteria Quasi
3.
Kriteria dengan preferensi linier 0 jika d β€ 0
H(d) =
d/p jika 0
(2.5)
1 jika d> p
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: H(d)
= fungsi selisih kriteria antara alternatif
d
= selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
p
= nilai kecenderungan atas
Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak. H(d) 1
d -p
0
p
Gambar 2.5. Kriteria Preferensi linear
4.
Kriteria Level (Level Criterion) 0 jika d β€q
H(d) =
0,5 jikaq
(2.6)
1 jika d > p Keterangan: H(d)
= fungsi selisih kriteria antara alternatif
p
= nilai kecenderungan atas
q
= harus merupakan nilai yang tetap
Kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0.5) (Brans, 1984).
Universitas Sumatera Utara
H(d)
1 ππ ππ
-p -q 0
q
d
p
Gambar 2.6. Kriteria Level
5.
Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda 0 jika d β€ q
H(d) =
(d-q)/p-q jikaq < d β€ p
(2.7)
1 jika d > p Keterangan: H(d)
= fungsi selisih kriteria antara alternatif
d
= selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
p
= nilai kecenderungan atas
q
= harus merupakan nilai yang tetap
Pengambilan keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p. dua parameter tersebut telah ditentukan. H(d) 1
-p
-q
d 0
q
p
Gambar 2.7. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda
Universitas Sumatera Utara
6.
Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion) 0 jika d β€ 0 H(d) =
(2.8) 1 β exp(-
ππ 2
2ππ 2
) jika d> 0
Fungsi ini bersyarat apabila ditentukan nilai ππ , dimana dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistik (Brans, 1998). H(d) 1
d
0
Gambar 2.8. Kriteria Gaussian
Langkah-langkah perhitungan dengan Algoritma Promethee adalah sebagai berikut : Diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh pembuat keputusan untuk mendapatkan hasil penyeleksian dengan metode Promethee. 1. Menentukan beberapa alternatif Alternatif disini bisa diartikan dengan obyek yang akan diseleksi (obyek seleksi). Pada perhitungan penyeleksian dengan Promethee diperlukan penentuan beberapa obyek yang akan diseleksi (minimal 2 obyek). Dimana antara obyek yang satu dengan obyek lainnya akan dibandingkan. 2.
Menentukan beberapa kriteria Setelah melakukan penentuan obyek yang akan diseleksi, maka dalam perhitungan penyeleksian Promethee juga diperlukan penentuan beberapa kriteria, penentuan kriteria disini sebagai syarat atau ketentuan dalam penyeleksian.
Universitas Sumatera Utara
3. Menentukan dominasi kriteria Ketika menentukan kriteria, decision maker harus menentukan bobot atau dominasi kriteria dari kriteria lainnya. Setiap kriteria boleh memiliki nilai bobot yang sama atau berbeda. 4. Menentukan tipe preferensi untuk setiap kriteria yang paling cocok didasarkan pada data dan pertimbangan dari decision maker. Tipe preferensi ini berjumlah Enam (Usual, Quasi, Linear, Level, Linear Quasi dan Gaussian. 5. Memberikan nilai threshold atau kecenderungan untuk setiap kriteria berdasarkan preferensi yang telah dipilih. Nilai kecenderungan tersebut adalah nilai indifference, preference, dan Gaussian. 6. Perhitungan Leaving Flow , Entering Flow dan Net Flow. 1. Leaving flow adalah jumlah dari yang memiliki arah menjauh dari node a. dan hal ini merupakan pengukuran outrangking. Adapun persamaannya: ππ +(ππ) =
1
ππβ1
βπ₯π₯βπ΄π΄ ππ(ππ, π₯π₯)
(2.9)
Keterangan : ππ +(ππ) = Leaving Flow 2. Nilai Entering Flow adalah jumlah dari yang memiliki arah mendekat dari node a dan hal ini merupakan karakter pengukuran outranking. Untuk semua nilai node a dalam grafik nilai outranking ditentukan berdasarkan entering flow dengan persamaan: ππ β(ππ) =
1
ππβ1
βπ₯π₯βπ΄π΄ ππ(ππ, π₯π₯)
(2.10)
Keterangan : ππ β(a) = Entering Flow 3. Nilai Net Flow adalah penilaian secara lengkap. Lengkap disini adalah penilaian yang didapat dari nilai Entering Flow yang dikurangi nilai Leaving Flow. Jadi bisa diartikan, nilai Net Flow adalah nilai akhir atau hasil yang didapat dari nilai positif yang dikurangi nilai negatif dari sebuah node. Adapun persamaannya ialah: ππ(ππ) = ππ +(ππ) β ππ β(ππ)
(2.11)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : ππ + (a) = Leaving Flow ππ β(a) = Entering Flow
2.9 Pendekatan Objek Oriented
2.9.1. UML (Unified Modeling Language) UML (Unified Modeling Language) adalah bahasa pemodelan untuk sistem atau perangkat lunak yang berparadigma berorientasi objek. Pemodelan (modeling) sesunggunhnya digunakan untuk menyederhanakan permasalahan-permasalahan yang kompleks sedemikian rupa sehingga lebih mudah dipelajari dan dipahami. Adapun tujuan pemodelan yaitu sebagai sarana analisis, pemahaman, visualisasi, dan komunikasi antaranggota tim pengembang serta sebagai sarana dokumenasi (yang bermanfaat untuk menelaah perilaku perangkat lunak secara seksama serta bermanfaat untuk melakukan pengujian terhadap perangkat lunak yang telah selesai dikembangkan. (Nugroho, 2005) UML terdiri atas pengelompokan diagram-diagram sistem menurut aspek atau sudut pandang tertentu. Diagram adalah yang menggambarkan permasalahan maupun solusi dari permasalahan suatu model. UML mempunyai beberapa jenis diagram, diantaranya Use Case Diagram, Class Diagram, Package Diagram, Object Diagram, Sequence Diagram, Collaboration Diagram, StatiChart Diagram, Activity Diagram, Deployment Diagram, Component Diagram, Composite Structure Diagram, Interaction Overview Diagram, Timing Diagram. Tetapi yang sering digunakan adalah Use Case Diagram, Activity Diagram, Sequence Diagram dan Class Diagram.
1. Diagram Aktivitas (Activity Diagram) Activity Diagram menggambarkan proses-proses yang terjadi mulai aktivitas dimulai sampai aktivitas berhenti. Activity Diagram sesungguhnya merupakan bentuk khusus dari state machine yang bertujuan memodelkan komputasikomputasi dan aliran-aliran kerja yang terjadi dalam sistem/perangkat lunak yang sedang dikembangkan. Diagram aktivitas mencakup didalamnya symbol-simbol
Universitas Sumatera Utara
yang relative mudah digunakan. Symbol-simbol yang sama juga dapat digunakan pada statechart diagram.
Tabel 2.4. Jenis-Jenis State Relasi
Fungsi
Notasi
State tanpa struktur apapun di dalamnya
State sederhana State
State yang dibagi menjadi 2 atau lebih
komposit
substate konkuren.
Initial state
State mengindindikasikan awal rangkaian
State With Substance
state dalam diagram state Final state
State mengindikasikan akhir rangkaian state dalam diagram state
2. Diagram Rangkaian (Sequence Diagram) Diagram rangkaian memperlihatkan interaksi sebagai diagram dua matra (dimensi). Matra vertical adalah sumbu waktu; waktu bertambah dari atas ke bawah.
Matra
horizontal
memperlihatkan
peran
pengklasifikasi
yang
merepresentasikan objek-objek mandiri yang terlibat dalam kolaborasi. Masingmasing peran pengkalsifikasi direpresentasikan sebagai kolom-kolom vertical dalam sequence diagram sering disebut sebagai garis waktu (lifeline). Selama objek ada, peran digambarkan menggunakan garis tegas. Selama aktivasi prosedur pada objek aktif, garis waktu digambarkan sebagai garis ganda. Pesan-pesan digambarkan sebagai suatu tanda panah dari garis waktu suatu objek kegaris waktu objek lainnya. Panah-panah yang menggambarkan aliran pesan antarperan pengklasifikasi digambarkan dalam urutan waktu kejadiannya dari atas ke bawah .
2.9 .2. Kebutuhan Fungsional dan Kebutuhan Nonfungsional Kebutuhan fungsional adalah fungsi-fungsi yang harus dipenuhi pada aplikasi yang dirancang. Kebutuhan non-fungsional adalah kebutuhan yang harus dipenuhi agar aplikasi yang dirancang dapat mendapat umpan-balik yang baik dari pengguna aplikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Flowchart
Flowchart adalah suatu teknik untuk menyusun rencana program yang telah diperkenalkan dan telah dipergunakan oleh kalangan pemrogram komputer sebelum algoritma menjadi popular. Flowchart adalah untaian simbol gambar (chart) yang menunjukkan aliran (flow) dari proses terhadap data. Seorang pemrogram harus mampu membuat flowchart, harus mampu membaca dan mengerti flowchart, dan sanggup menerjamahkan flowchart ke algoritma dan sebaliknya. Ada dua kategori simbol flowchart, yaitu program flowchart dan sistem flowchart. . Program flowchart, yaitu symbol-simbol flowchart yang digunakan untuk menggambarkan logic dari pemrosesan terhadap data. (Nugroho, 2005).
Tabel 2.5. Program Flowchart Simbol
Keterangan Terminator Mulai atau selesai Proses Menyatakan proses terhadap data Input/Output Menerima input atau menampilkan output Seleksi/Pilihan Memilih aliran berdasarkan syarat Predefined-Data Definisi dari awal dari variable atau data Predefined-Process Lambang fungsi atau sub-program Connector Penghubung Off-page Connector Penghubung halaman pada halaman yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
Sistem Flowchart, merupakan symbol-simbol peralatan sistem komputer yang digunakan untuk menyatakan proses pengolahan data.
Tabel 2.6. Sistem Flowchart Simbol
Nama Keyboard
Printer
File/Storage
Display/Monitor
Magnetic Tape
Magnetic Disc
Sorting
Extract
Merge
Universitas Sumatera Utara
2.11.Analisis Kinerja Algoritma
Algoritma merupakan suatu cabang ilmu komputer yang membahas prosedur penyelesaian suatu permasalahan. Dengan algoritma yang baik maka komputer bisa menyelesaikan perhitungan dengan cepat dan benar. Sebaliknya, jika algoritma kurang baik maka penyelesaian lambat dan bahkan tidak didapat solusi yang diharapkan. Baik buruknya sebuah algoritma dapat dibuktikan dari kompleksitas waktu yang digunakan. Hal-hal yang berkaitan dengan kompleksitas algoritma mencakup : (Adi, 2010) 1. Perancangan berarti kegiatan melakukan : a. Dekripsi algoritma pada suatu tingkatan yang mempunyai arti bahasa semu ( pseudo). b. Pembuktian
kebenaran
bahwa
sebuah
algoritma
bisa
menyelesaikan
permasalahan yang diberikan. 2. Analisis berarti memberikan evaluasi kinerja algoritma terhadap permasalahan yang diberikan.
2.12.Time Complexity
Time Complexity
(Kompleksitas waktu) adalah hubungan waktu komputasi dan
jumlah input. Kompleksitas waktu biasanya tentang ukuran dari sebuah array atau obyek. Kompleksitas waktu tidak digunakan untuk fungsi yang sederhana seperti menginput usernamedari database atau mengenkripsi password melainkan digunakan untuk menyortir sebuah fungsi, perhitungan rekursif dan secara umum biasanya untuk perhitungan waktu. Big Ζ ( Big Theta) adalah bagian dari kompleksitas waktu dari seubah algoritma. Big Ζ ( Big Theta)Didefinisikan bahwa f(n) merupakan Tetta dari g(n) dan dinotasikan f(n) = Ζ(g(n) jika dan hanya jika terdapat tiga konstanta positif n 0 , c 1 dan c 2 sedemikian berlaku : ii| C 1 g(n) | <= | f(n) | <= |C 2 g(n) |; βn > n 0.
(2.22)
Universitas Sumatera Utara