ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Debu Batu Kapur dan Penyakit Pernapasan Mineral kalsit dan aragonite memiliki kandungan yang sama yaitu kalsium karbonat (CaCO3) dan mineral dolomite (CaMg(CO3)2) adalah komponen utama pembentuk batu kapur, unsur-unsur ini membentuk warna putih dan bertekstur lembut. Proses terbentuknya batu kapur terjadi selama berjuta – juta tahun silam. Batu kapur terbentuk dari unsur karbonat, merupakan penyusun utama kulit kerang dan tiram. Pada saat organisme ini mati, mikroorganisme mikroskopik seperti foraminifera akan mendegradasi kulit kerang dan tulang yang tertinggal menjadi unsur yang lebih kecil lagi. Hasil degradasi ini akan terbentuk pasir karbonat atau lumpur karbonat. Pengendapan ini terjadi terus - menerus dalam waktu yang lama dan didukung dengan adanya proses alam, maka endapan pasir dan lumpur karbonat menjadi keras sehingga akan membentuk pegunungan batu kapur. Oleh sebab itu hampir sebagian besar pegunungan batu kapur berada dekat dengan laut (Kristanto, 2001). Penggunaan batu kapur sebagai batu bata, mortar, dan bahan konstruksi bangunan lainya, didasarkan pada sifat batu kapur tersebut yang tidak berbau dan tidak mudah terbakar ataupun meledak, batu kapur memiliki beberapa jenis warna yaitu putih, abu-abu dan coklat. Karena batu kapur merupakan batuan sedimen jenis khusus yang terbentuk oleh fosil-fosil hewan laut yang terdegradasi, kandungan utama dari batu kapur adalah CaCO3 sebanyak 95% dan MgCO3
11 TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
sebanyak 11%. Jika terpapar dalam jumlah sedikit dengan waktu yang singkat tidak akan menimbulkan bahaya terhadap tubuh. Namun karena pada debu batu kapur mengandung kristal silika sebanyak 1-20% maka akan sangat berbahaya bagi tubuh jika terhirup dalam jumlah besar dan dengan waktu pajanan yang relatife lebih lama (Neil, 2000; Anonimus, 2011). Akibat adanya proses penambangan, karena adanya kekuatan mekanis terbentuklah debu kapur yang merupakan salah satu partikel padat. Berdasarkan komposisinya debu kapur berasal dari golongan anorganik dan jika dilihat dari sifatnya debu kapur termasuk profilferate dust, dimana di dalam paru golongan debu ini akan membentuk jaringan parut (fibrosis), yang dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan alveoli, sehingga mengakibatkan gangguan kapasitas paru (Yulaekah, 2007). Penyakit seperti penurunan fungsi paru, bronkitis kronis dan emfisima yang termasuk dalam penyakit paru obstruktif akut merupakan efek yang timbul akibat adanya kadar debu silika dalam waktu yang lama. Hal ini sering disebut sebagai salah satu penyakit akibat kerja (OHSA, 2010). Paparan debu yang terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama akan mengakibatkan timbulnya Cronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang sering disebut dengan Penyakit paru obstruktif kronis. Penyebab utama timbulnya COPD umumnya adalah akibat asap rokok, dan asap juga debu sebagai faktor lingkungan dimana genetika dapat mempengaruhi terjadinya COPD. Paparan berat oleh debu di tempat kerja berkontribusi menyebabkan terjadinya PPOK pada pekerja (Lareau et al., 2013).
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
Paru dan saluran napas adalah organ tubuh yang sering terpapar oleh bahan-bahan berbahaya seperti debu di tempat kerja. Efek debu terhadap paru dipengaruhi oleh tingkat pajanan debu. Kadar debu rata-rata di udara dan waktu pajanan terhadap debu menentukan tingkat pajanan (Susanto, 2011). Ukuran debu yang dapat berdifusi dengan gerakan Brown untuk keluar masuk alveoli yaitu 0,1 – 0,5 mikron, namun bila debu membentur alveoli, maka akan terjadi penimbunan debu di situ (WHO, 2007).
2.2 Penambangan Batu Kapur Batu kapur merupakan salah satu jenis hasil galian golongan C yaitu bahan galian yang tidak termasuk golongan strategik dan vital, yang tercantum dalam Undang-Undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok Pertambangan. Kegiatan pertambangan batu kapur dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pertambangan skala besar dan pertambangan skala kecil. Jenis pertambangan skala kecil sering disebut pertambangan rakyat.
Hal ini
dikarenakan kegiatan pertambangan dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama-sama dengan menggunakan alat sederhana, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Pertambangan batu kapur biasanya dilakukan oleh perseorangan atau oleh warga masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan, namun ada juga penambangan yang dilakukan oleh pengusaha kecil maupun besar (Arvina, 2009).
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.2.1
14
Sistem penambangan batu kapur (Risyanto et al., 2001) Sistem penambangan batu kapur yang sering
dilakukan oleh pertambangan rakyat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Sistem penambangan terbuka Sistem penambangan terbuka/open pit mining menghasilkan bahan tambang dolomit berupa hancuran atau batuan pecah, dan batuan ini masih harus diproses lebih lanjut untuk keperluan tertentu. Sistem penambangan seperti ini memiliki prosedur yaitu langsung memotong lereng/tebing bukit kapur hingga menghasilkan depresi luas dinding berlereng. Dapat mencapai ≥ 90º. Sistem penambangan seperti ini merupakan sistem penambangan yang banyak digunakan oleh masyarakat. Dengan menggunakan peralatan tradisional maupun peralatan mekanik. 2. Sistem penambangan tertutup Sistem penambangan tertutup merupakan sistem yang pelaksanaannya dengan cara membuat gua-gua tambang dengan tiang penyangga dari gua tambang itu adalah dolomit itu sendiri, peralatan yang digunakan pada sistem penambangan ini adalah peralatan tradisional antara
lain bethel, bodem,
linggis dan lain-lain. Sistem seperti ini adalah sistem yang paling sering ditemukan pada pertambangan rakyat. 2.2.2
Kegiatan penambangan batu kapur Proses penambangan batu kapur sendiri tediri dari beberapa tahapan
proses yang
diawali dengan proses peledakan (Blasting) yang bertujuan
untuk membongkar atau melepaskan batuan (losses) dari batuan induknya,
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
dilanjutkan dengan pemecahan bongkahan batu kapur menjadi diameter yang lebih kecil (Breaking), kemudian pengambilan material (Loading), dilanjutkan dengan pemuatan material (Hauling) dan tahapan terakhir adalah pembuangan material (Dumping) ke dalam crusher (Frakhruzy, 2009).
2.3
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNFα) Tumor Necrosis Factor (TNF)-α pertama kali diidentifikasi sebagai sitokin
proinflamasi multifungsi dengan efek pada metabolisme lemak, resistensi insulin, fungsi endothelial dan koagulasi pada tahun 1975. Beberapa dekade lalu TNF telah dikenal sebagai agen anti kanker, yang merupakan anggota dari TNF Receptor (TNFR) superfamily dimana dapat mengirimkan sinyal survival atau pun sinyal kematian sel. TNFα merupakan protein yang terdapat dalam dua bentuk yaitu terlarut (157 asam amino) dan transmembran (233 asam amino). Kelompok TNF berperan penting dalam berbagai proses patologis dan filosofis yaitu ploriferasi sel, diferensiasi, apoptosis, indeks inflamasi dan modulasi sistem imun (Aggarwal, 2009). Sitokin utama pada respon inflamasi akut terhadap bakteri gram negatif dan mikroba lainnya adalan TNF. Produksi TNF dalam jumlah besar dipicu oleh adanya infeksi yang besar sehingga menimbulkan reaksi sistemik. TNFα disebut TNFα atas dasar historis dan di gunakan untuk membedakannya dari TNFβ atau limfotoksin. Fagosit molekulear, sel T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast merupakan sumber utama TNFα (Baratawidjaja, 2012).
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Pada awalnya TNFα ditemukan pada tumor tertentu yang mengalami perdarahan, ternyata yang menyebabkan perdarahan tersebut adalah nekrosis jaringan. Sel-sel penghasil TNF adalah sel makrofag dan sel-sel jenis lain dengan aktifitas biologik yang berbeda pada sel-sel sasaran yang termasuk dalam sistem imun atau pun tidak. Sejumlah jenis sel yang baru akan menghasilkan TNF apabila mendapatkan rangsangan yang cocok, misalnya pada limfosit dan sel NK (Subowo, 2009). Tumor Necrosis Factor (TNF) bekerja terhadap leukosit dan endotel pada kadar rendah yang menginduksi inflamasi akut. Pada kadar sedang, TNF berperan penting dalam inflamasi sistemik. Sedangkan pada keadaan tinggi, TNF dapat menimbulkan kelainan patologik syok septic (Baratawidjaja, 2012). Tumor Necrosis Factor (TNF)-α merupakan sitokin pada imunitas nonspesifik dengan sumber utama adalah makrofag dan sel T, dimana sasaran utama dan efek biologik yang di timbulkan yaitu pada sel endotel terjadi aktivasi (inflamasi, koagulasi), neotrofil terjadi aktivasi, hipotalamus terjadinya panas, hati terjadinya efek sintesis APP, pada otak dan lemak terjadi katabolisme (kaheksia) (Baratawidjaja, 2012).
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
Gambar 2.1 Efek Biologik TNF (Sumber : Baratawidjaja, 2012).
Sintesis TNFα terkontrol secara ketat untuk memastikan produksi masih kecil dalam sel normal pada kondisi normal. Adanya stimulasi dari berbagai stimuli, maka kemungkinan melepaskan TNFα dalam jumlah yang besar karena adanya proses transkripsi dan translasi gen TNFα yang mengalami peningkatan secara cepat. Terdapat banyak faktor pada multilevel dan sel teraktifitasi yang mengendalikan ragulasi ekpresi TNF dengan meningkatnya serum TNF dalam waktu 90 menit setelah adanya proses stimulasi dan kemudian diikuti dengan menurunnya kadar TNFα pada kadar normal dalam waktu 4 jam (Aggarwal, 2009).
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.4
18
Faal Paru Respirasi yang berarti bernafas kembali atau yang disebut juga sistem
pernafasan. Sistem ini berperan menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari dalam tubuh menuju ke udara bebas. Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi) adalah pernafasan (Muttaqin, 2008). Menurut Siregar (2004), Proses pernafasan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara, serta distribusi udara pada trakeobronkial sehingga terjadi pertukaran gas di dalam alveoli. 2. Difusi adalah merupakan proses perpindahan udara dari alveoli ke dalam darah, serta proses keluarnya karbondioksida dari darah menuju alveoli. Terjadi proses perpindahan molekul dari tempat yang konsentrasi tinggi ke tempat dengan konsentrasi rendah. 3. Perfusi adalah distribusi darah di dalam paru yang telah teroksigenasi untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Aktifitas
ventilasi
meningkat
apabila
seseorang
beraktifitas
dan
disesuaikan dengan beratnya aktifitas yang dilakukan. Beberapa hal yang mempengaruhi volume paru nomal yaitu ukuran sistem pernafasan tergantung bentuk dan ukuran tubuh, jenis kelamin dan usia. Kapasitas vital rata-rata 4,6 liter adalah untuk usia dewasa muda dan 3, 1 liter untuk wanita dewasa muda. Volume
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
dan kapasitas paru juga dipengaruhi oleh postur tubuh, biasanya akan meningkat ketika berdiri dan menurun ketika berbaring (Francis, 2006). Pengukuran volume paru dapat diukur secara langsung dengan menggunakan spirometer, namun tidak untuk volume residu. Keadaan fungsi paru yang diketahui berdasarkan hasil pengukuran atau uji fungsi paru dengan menggunakan alat spirometer adalah untuk mengetahui status fungsi paru. Parameter yang digunakan dalam pengukuran faal paru adalah Vital Capacity (VC), Forced Vital Capacity (FVC), dan Forced Expiratory Volume (FEV). Parameter yang digunakan untuk mengukur volume maksimum udara yang dapat di ekspirasikan oleh seseorang dengan rentang waktu tertentu adalah volume ekspirasi paksa (VEP/FEV), yang perlu di evaluasi adalah volume udara pada satu titik pertama ekspirasi (FEV1) (Depnakertrans, 2005). 2.4.1
Volume dan kapasitas standar paru Menurut Levitzky (2007), ada empat volume standard paru dan empat
kapasitas paru standard yaitu terdiri dari dua atau lebih kombinasi volume paru standard. Guyton dan Hall (2008) menjabarkan empat volume standard paru sebagai berikut : 1. Volume tidal (tidal volume), yaitu jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan pada setiap kali pernafasan normal. Volume udara waktu istirahat lebih kecil dari pada waktu kerja. Besarnya 0,5 L pada rata - rata orang dewasa.
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
2. Volume cadangan inspirasi (Inpiratory Reserve Volume), yaitu jumlah maksimal udara yang dihirup sesudah setelah volume tidal. Biasanya mencapai 2,5 L. 3. Volume cadangan ekspirasi (Ekspiratory Reserve Volume), yaitu jumlah maksimal udara yang masih dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi normal. Volume udara yang masih tetap dalam paru setelah ekspirasi yang paling kuat, dalam keadaan normal jumlahnya 1,5 L. 4. Volume residu (Residual Volume) yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam paru sesudah melakukan ekspirasi yang paling kuat, volume tersebut ± 1,5 L.
Gambar 2.2 Volume Paru dan Kapasitas Standard (Sumber : Levitzky, 2007)
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
Kapasitas paru adalah kombinasi nilai kapasitas ini mencakup dua atau lebih nilai volume paru, dalam siklus paru (Guyton, 1995) seperti : 1. Kapasitas Paru Total (KPT) adalah jumlah maksimal udara yang dapat ditampung oleh paru pada akhir inspirasi maksimal dengan cara inspirasi paksa kira-kira sebesar 6000 ml. 2. Kapasitas Vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dikeluarkan seseorang dari paru dengan sekuat-kuatnya setelah mengisi paru secara maksimal terlebih dulu dan kemudian mengeluarkan dengan maksimal kirakira sebesar 4.500 ml. 3. Kapasitas Inspirasi, adalah jumlah maksimal udara yang dihirup oleh seseorang kira-kira sebesar 3.000 ml setelah posisi istirahat (akhir ekspirasi normal) sampai jumlah maksimal. 4. Kapasitas Residu Fungsional (KRF) adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada posisi istirahat dan atau akhir respirasi normal kira-kira sebesar 3000 ml. Untuk wanita semua volume dan kapsitas paru kira-kira 20 – 25% dibawah pria dan lebih besar pada orang yang memiliki ukuran tubuh besar dan altet jika dibandingkan dengan orang bertubuh kecil dan astenik. 2.4.2
Alat uji faal paru Spirometer merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan faal paru. Menurut Fishman et al., 2008 menyebutkan bahwa jenis Spirometer yaitu :
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
1. Spirometer basah (Water filled) 2. Spirometer kering (Waterless) Pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometer bertujuan agar dapat sedini mungkin mengetahui adanya gangguan fungsi paru. Hasil pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui atau menilai seberapa beratkah obstruksi yang telah terjadi meskipun secara pemeriksaan klinik maupun radiologi pada penderita belum tentu dapat diketahui. Pada pemeriksaan fungsi paru ini juga memiliki kekurangan yaitu hasil normal yang diperoleh hanya untuk tujuan evaluasi personal bukan kelompok, dan pada saat pengukuran harus dilakukan dengan maksimal karena hasilnya sangat dipengaruhi oleh kerja sama dengan orang yang diperiksa. 2.4.3
Nilai normal, restriktif, dan obstruktif pada faal paru Hasil pemeriksaan faal paru yang diperoleh harus diinterpretasikan dengan
cara dibandingkan dengan nilai standard, berikut ini interpretasi pemeriksaan faal paru dengan menggunakan nilai prediksi atau perbandingan (Ikawati, 2011). 1.
Normal, jika FEV1/FVC ≥ 75% dan FVC ≥ 80%
2.
Gangguan Obstruktif, jika FEV1/FVC < 75%, FVC ≥ 80%, dibagi menjadi: a) FEV1/FVC
: 60-75 %
: Ringan
b) FEV1/FVC
: 40-59 %
: Sedang
c) FEV1/FVC
: < 40 %
: Berat
3.
Gangguan Restriksi, jika FEV1/FVC ≥ 75 % dan FVC < 80 %
4.
Gangguan campuran (obstruktif dan restriksi), jika FEV1/FVC < 75 % dan FVC < 80 %
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Hasil pengukuran dengan menggunakan spirometer masih harus disesuaikan lagi dengan umur, tinggi badan, dan kemungkinan etnik yang merupakan nilai sebenarnya dari pemeriksaan fungsi paru.
2.5
Karakteristik Penambang Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan paru pada
penambang, diantaranya : 1. Umur Elastisitas paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh juga dipengaruhi oleh umur seseorang. Faktor umur menjadi salah satu variabel penting dalam terjadinya gangguan fungsi paru, semakin tua umur seseorang maka semakin besar kemungkinan untuk mengalami penurunan fungsi paru. Kejadian ini akan semakin buruk jika disertai dengan buruknya kondisi lingkungan dan adanya faktor lain yang semakin mempengaruhi fungsi paru (Budiono, 2007). Menurut Rosbinawati (2002) dari hasil penelitiannya diketahui bahwa ada hubungan bermakna secara statistika antara umur dengan gejala gangguan pernapasan. Hal ini menggambarkan adanya hubungan antara umur dengan potensi kemungkinan terpapar terhadap agen infeksi, kekebalan tubuh dan aktifitas fisiologis berbagai jaringan yang berpengaruh terhadap perjalanan penyakit pada seseorang. Setelah pada usia 30 tahun dapat terjadi penurunan KVP, tetapi penurunan KVP akan lebih cepat lagi pada usia 40 tahun. Sejak usia anak-anak faal paru akan bertambah volumenya, pada usia 19 tahun sampai 21 tahun akan mencapai nilai
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
maksimum. Namun setelah usia tersebut seiring dengan bertambahnya usia maka faal paru akan mulai menurun (Budiono, 2007).
2. Masa kerja Suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu tertentu disebut dengan masa kerja. Seseorang yang bekerja pada lingkungan kerja yang menghasilkan debu maka akan memiliki risiko gangguan kesehatan akibat kadar debu tersebut. Makin lama seseorang bekerja atau terpapar dengan debu di lingkungan kerjanya maka semakin besar pula risiko terkena gangguan pernapasan.
3. Kebiasaan merokok Debu yang tertimbun di dalam paru akan menyebabkan terjadinya fibrosis (pengerasan jaringan paru), apabila kondisi lingkungan kerja seseorang yang merokok memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FCV dan FEV1) yang berdampak pada penurunan KVP. Kebiasaan seseorang merokok dapat mempercepat terjadinya penurunan fungsi paru, untuk non perokok penurunan volume ekspirasi paksa pertahun yaitu 28,7 ml, sedangkan untuk bekas perokok yaitu 38,4 ml dan untuk perokok aktif adalah 41,7 ml (Anshar, 2005). Gold et al (2005) menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan terjadinya gangguan fungsi
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
paru. Untuk mengukur derajat berat merokok dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman yang merupakan hasil perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu ringan: 0 – 200, sedang: 201 – 600 dan berat: > 600.
4. Riwayat Penyakit Saluran Pernapasan KVP seseorang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan saluran pernapasan, ketika seseorang sakit maka kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang (Ganong, 2002). Secara otomatis nilai kapasitas paru akan berkurang pada penyakit paru, penyakit jantung (yang menimbulakan kongesti paru) dan terjadi juga pada kelemahan otot pernapasan. Selain itu juga pada pekerja yang menghadapi debu dalam melaksanakan pekerjaannya akan mengakibatkan pneumunokiosis. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pekerja dari kadar debu adalah dengan menggunakan respirator saat bekerja.
TESIS
Dampak Paparan Debu ....
Damayanti Sima Sima Sohilauw