BAB 2
Teori Pendukung
2.1. Lingkungan
Misalkan z 0 adalah suatu titik pada bidang dan r adalah bilangan nyata positif. Lingkungan r bagi z 0 (r-neighborhood of z) didefinisikan sebagai seluruh titik z pada bidang, sedemikian sehingga z − z 0 < r ; ditulis N ( z 0 , r ) . Lingkungan r terhapus bagi z 0 didefinisikan sebagai seluruh titik-titik z sedemikian sehingga 0 < z − z 0 < r ; ditulis N * ( z 0 , r ) merupakan cakram yang sama dengan dibuang titik pusatnya.
2.2 Konsep Turunan Misalkan w = f (z ) adalah suatu fungsi kompleks dan ambilah suatu titik z₀ pada bagian dalam domain D bagi f . Misalkan z = z 0 + ∆z , (∆z = ∆x + i∆y ) adalah suatu titik di dalam D dan bentuklah selisih terbagi (difference quotient)
f ( z ) − f ( z 0 ) ∆f = z − z0 ∆z
(2.1)
3
Jika limit hasil ini ada untuk z − z 0 , maka kita katakan bahwa f (z ) , dapat diturunkan di z 0 ; limitnya dinamakan turunan f di z 0 dan dituliskan f ' ( z 0 ) atau
w' ( z ) Jadi f ' ( z 0 ) = lim z → z0
f ( z) − f ( z0 ) , asal limit ini ada z − z0
(2.2)
2.3 Fungsi Analitik
Definisi 1: Jika turunan f ' ( z ) ada di semua titik z dari suatu daerah R, maka f (z ) dikatakan analitik dalam R dan dinyatakan sebagai fungsi analitik dalam R. Istilah regular (teratur) dan holomorphic (holomorfik) seringkali digunakan sebagai pengganti istilah analitik.( Spiegel, Murray R. Ph.D, 1964,73) Suatu fungsi f (z ) dikatakan analitik di suatu titik z 0 jika terdapat suatu lingkungan z − z 0 < δ sehingga f ' ( z ) ada disetiap titik pada lingkungan tersebut.
2.4 Teori Integral Cauchy
2.4.1 Teorema Integral Cauchy Teorema 2 (Teorema Integral Cauchy) Andaikan bahwa f (z ) analitik pada daerah terhubung sederhana R . C adalah suatu lintasan tertutup yang terletak seluruhnya di dalam R , maka
∫ f ( z ) dz = 0
(2.3)
C
Catatan: Kebalikan dari teorema Cauchy tak berlaku.
2.4.2 Rumus Integral Cauchy Teorema 3
(Rumus Integral Cauchy)
Jika fungsi f ( z ) analitik di dalam dan pada batas C dari suatu daerah terhubung sederhana R dan z 0 adalah sembarang titik dalam R,
4
maka f (z0 ) =
1
f ( z)
2π i ∫ z − z C
(2.4)
dz
0
Teorema 4 (Rumus Umum Integral Cauchy) Jika f ( z ) analitik di dalam dan pada batas C dari suatu daerah terhubung R dan z 0 adalah sembarang titik pada R, maka untuk setiap bilangan bulat n=0,1,2,... turunan f n ( z 0 ) ada dan tertentu dengan rumus : f n (z0 ) =
n! f ( z) dz ∫ 2π i C ( z − z 0 ) n +1
(2.5)
2.5 Titik Singular
Suatu titik dimana
f (z ) tidak analitik dinamakan titik singular atau
kesingularan f (z ) . Terdapat berbagai jenis kesingularan, yaitu 1. Kesingularan terpencil (isolated singularities). Titik z = z 0 dinamakan kesingularan terpencil atau titik singular terpencil dari
f (z ) jika tidak dapat menentukan δ > 0 sehingga lingkaran z − z 0 = δ tidak memuat lagi titik singular selain dari z 0 (yaitu terdapat suatu lingkungan dari z 0 yang dihilangkan yang tidak memuat lagi kesingularan). Jika δ yang demikian tidak dapat ditentukan, maka kita menamakan z 0 adalah suatu kesingularan tak terpencil. Jika z 0 bukan suatu titik singular dan kita dapat menentukan δ > 0 sehingga z − z 0 = δ tidak mengelilingi titik singular, maka kita menamakan z 0 suatu titik
biasa dari f (z ) .
5
2. Pole (kutub). Misalkan z = z 0 titik singular dari . f (z ) . Jika kita dapat menentukan suatu bilangan bulat positif n sehingga
lim ( z − z 0 ) n f ( z ) = A ≠ 0 , maka
z → z0
z = z0
dinamakan suatu pole berorde n. Jika n=1, maka z 0 dinamakan suatu pole sederhana. Jika g ( z ) = ( z − z 0 ) n f ( z ) , di mana f ( z ) ≠ 0 dan n adalah suatu bilangan bulat positif, maka z = z 0 dinamakan nilai nol berorde-n dari g (z ) . Jika n=1, maka z 0 dinamakan suatu nilai nol sederhana. Dalam hal ini z 0 adalah suatu pole berorde n dari fungsi
1 . g ( z)
3. Kesingularan yang dapat dihapuskan. Titik singular z 0 dinamakan kesingularan yang dapat dihapuskan dari
f (z )
jika lim f ( z ) ada. z − z0
atau Tidak ada ( z − z 0 ) yang berpangkat negatif pada uraian deret Laurent. Pada kasus ini , z 0 dinamakan singularitas yang dapat dihapuskan. Contoh : Titik Singular z = 0 adalah suatu kesingularan yang dapat dihapuskan dari
f ( z) =
sin z sin z , karena lim = 1. z − z0 z z
4. Kesingularan Esensial. Suatu kesingularan yang bukan suatu pole dan
kesingularan yang dapat
dihapuskan dinamakan kesingularan esensial. Contoh : f ( z ) = e
1 z −2
, memiliki suatu kesingularan esensial di z = 2 .
6
2.6 Deret Laurent
Teorema 1 (Teorema Laurent) Misalkan bahwa f ( z ) analitik pada setiap titik di annulus tertutup
{
}
A : z r ≤ z − z 0 ≤ ρ . Maka terdapat suatu deret dalam ( z − z 0 ) berpangkat positif dan negatif yang menyatakan f pada setiap titik ξ di dalam
{
annulus (terbuka) B : z r < z − z 0 < ρ ∞
}
∞
bn n n =1 (ξ − z 0 )
f (ξ ) = ∑ a n (ξ − z 0 ) n + ∑ n =0
(2.6)
Koefisien deret tersebut diberikan oleh rumus:
an =
1 2π i
f ( z) dz , n = 0,1,2,... n +1 0)
(2.7)
f ( z) dz , n = 0,1,2,... − n +1 0)
(2.8)
∫ (z − z
K
dan bn =
1
2π i ∫ ( z − z C
{
dimana K : z z − z 0 = ρ
}
{
}
dan C : z z − z 0 = r . Keduanya berorientasi
positif Perhatikan gambar (2.1) di bawah ini K
ρ
Γ
C r
Gambar 2.1 Anulus Konvergensi
7
Deret Laurent f pada z₀ dan anulus ∞
∑c
n = −∞
n
r < z − z 0 < ρ adalah
(z − z0 ) n
(2.9)
dengan
cn =
1
f ( z) dz , n = 0,±1,±2,... n +1 ) 0
2π i ∫ ( z − z Γ
(2.10)
dan Γ adalah lintasan tertutup sederhana di dalam annulus terhadap B
2.7 Deret Fourier Fungsi periodik y (t ) dengan periode T₀, disajikan sebagai deret Fourier
y (t ) = dimana f 0 =
a0 ∞ + ∑ [a n cos(2π n f 0 t ) + bn sin(2π n f 0 t )] 2 n =1
(2.11)
1 = frekuensi dasar. T0
Koefisien a n dan bn diberikan dalam bentuk integral :
an =
bn =
2 T0
2 T0
T0 2
∫ y(t ) cos(2π n f
t ) dt , n = 0,1,2,...
(2.12)
t ) dt , n = 1,2,...
(2.13)
0
T − 0 2
T0 2
∫ y(t ) sin(2π n f
0
T − 0 2
Dengan menggunakan identitas
(
)
(2.14)
(
)
(2.15)
cos(2π n f 0 t ) =
1 i 2π n f 0 t e + e − i 2π n f 0 t 2
sin(2π n f 0 t ) =
1 i 2π n f 0 t e − e − i 2π n f 0 t 2
dan
maka (2.1) dapat ditulis sebagai
8
y (t ) =
a0 1 ∞ 1 ∞ + ∑ (a n − ibn ) e i 2π n f 0 t + ∑ (a n + ibn ) e −i 2π n f 0 t 2 2 n =1 2 n =1
(2.16)
Dari persamaan (2.2) dan (2.3) kita peroleh a − n = a n dan b− n = −bn , sehingga dapat ditulis : ∞
∑ a n e − i 2π n f 0 t = n =1
−∞
∑a
n = −1
n
∞
−∞
n =1
n = −1
e i 2π n f 0 t
(2.17)
∑ ibn e−i 2π n f 0 t = − ∑ ibn ei 2π n f 0 t
(2.18)
Substitusikan (2.7)dan (2.8) ke (2.6) diperoleh:
y (t ) =
a0 1 ∞ + ∑ (a n − ibn ) e i 2π n f 0 t 2 2 n = −∞ ∞
=
∑c
n = −∞
n
e i 2π n f 0 t
(2.19)
Persamaan (2.9) adalah deret Fourier yang disajikan dalam bentuk eksponensial dengan koefisien
cn =
1 (a n − ibn ), n = 0, ± 1, ± 2,.... 2
(2.20)
c n adalah bilangan kompleks atau
T0 1 2 − i ( 2π n f 0 t ) c n = ∫ y (t ) e dt , n = 0, ± 1, ± 2,..... T0 T0 − 2
(2.21)
2.8 Transformasi Fourier Diskrit (DFT=discrete Fourier Transform)
Untuk melakukan analisis frekuensi dari sinyal waktu diskrit x(n)
, maka
perlu mendapatkan representasi domain frekuensi dari sinyal yang biasanya
9
dinyatakan dalam domain waktu. DFT digunakan untuk melakukan analisa frekuensi dari sinyal waktu diskrit. N po int DFT x(n) ← → X (k ) dimana n=0,1,2,…,N-1, dan k = 0,1,2,…,N-1
DFT dapat dihitung menggunakan persamaan N −1
X (k ) = ∑ x(n) W Nkn
(2.22)
n =0
dimana
WN = e
−i
2π N
(2.23)
Sehingga N −1
X ( k ) = ∑ x ( n) e
k − i 2π n N
(2.24)
n =0
Invers DFT (IDFT) menghitung kembali representasi sinyal waktu diskrit x(n) dari sinyal yang dinyatakan dalam domain frekuensi X(ω). N −1
1 x ( n) = N =
∑ X (k ) e
k i 2π n N
(2.25)
n =0
1 N
N −i
∑ X (k ) W n =0
− kn N
(2.26)
dengan
WN = e
−i
2π N
Merupakan akar ke-N kompleks. DFT dan IDFT dapat juga dipandang sebagai transformasi linier antara x(n) dan X(k), jadi xN ↔ X N dimana x N dan X N masing-masing adalah vector dengan n buah elemen.
x ( 0) M dan xN = M x( N − 1)
XN
X ( 0) M = M X ( N − 1)
10
(2.27)
Jika dinyatakan dalam matriks WN
[
]
WN= wlm = WNlm dengan l=0,1,2,…,(N-1) ; m=0,1,2,…,(N-1)
(2.28)
maka DFT dengan N titik, dapat dinyatakan dalam bentuk : X N = WN . x N
(2.29)
Sedangkan IDFT dapat dihitung jika terdapat invers dari WN x N = WN-1 . X N , jika WN-1
ada.
(2.30)
2.9 Transformasi Fourier Cepat (FFT=Fast Fourier Transform).
Transformasi Fourier cepat adalah suatu algoritma untuk menghitung transformasi Fourier diskrit (DFT=Discrete Fourier Transform) dengan cepat dan efisien . Transformasi Fourier cepat diterapkan dalam beragam bidang, mulai dari pengolahan sinyal digital, memecahkan persamaan differensial parsial, dan untuk algoritma untuk mengalikan bilangan bulat besar. Misalkan “x(0),....,x(N-1)”merupakan bilangan kompleks. Transformasi Fourier Diskrit didefinisikan oleh rumus N −1
X (k ) = ∑ x(n) W Nkn , k=0,1,2,3,....,(N-1) dan n= 0,1,2,3,....,(N-1)
(2.31)
n =0
dengan
WN = e
−i
2π N
2π 2π = cos − i sin N N
(2.32)
Menghitung deret ini secara langsung memerlukan operasi aritmetika sebanyak O(N²). Sebuah algoritma FFT hanya memerlukan operasi sebanyak O(NlogN) untuk menghitung deret yang sama. Secara umum algoritma tersebut tergantung pada pemfaktoran N. Setiap algoritma FFT, dengan penyesuaian, dapat diterapkan pula untuk menghitung DFT invers. Ini karena DFT invers adalah sama dengan DFT, namun dengan tanda eksponen berlawanan dan dikalikan dengan faktor 1/N. sebagai berikut:
11
x(k)=
1 N
N −i
∑ X (k ) W n =0
− kn N
(2.33)
Algoritma FFT yang paling awal dan karena itu paling populer adalah CooleyTukey. Contoh: Jika N=4 dan jika kita misalkan W N = e
−i
2π N
(2.34)
Maka persamaan (2.21) dapat ditulis sebagai
X (0) = x(0)W4 + x(1) W4 + x(2)W4 + x(3) W4 0
0
0
X (1) = x(0)W4 + x(1) W4 + x(2)W4 + x(3) W4 0
1
2
3
X (2) = x(0)W4 + x(1) W4 + x(2)W4 + x(3) W4 0
2
4
X (3) = x(0)W4 + x(1) W4 + x(2)W4 + x(3) W4 0
3
6
0
6
(2.35)
9
Persamaan (2.35) dapat ditulis dalam bentuk matriks
X (0) W4 W4 X (1) 0 1 = W4 W4 X (2) W4 0 W4 2 0 3 X (3) W4 W4 0
0
0 0 W 4 W 4 x ( 0) 2 3 W4 W4 x(1) 4 6 W 4 W 4 x ( 2) 6 9 W4 W4 x(3)
(2.36)
atau X (n) = WN x(k )
(2.37)
Perhatikan bahwa beberapa dari WN dan mungkin semua x(k ) adalah kompleks, maka ada
N 2 perkalian kompleks dan N ( N − 1) penjumlahan kompleks. Oleh
karena itu perlu algoritma FFT untuk perkalian dan penjumlahan yang diperlukan pada perhitungan (2.36) tersebut. Kita akan bahas secara intuitif, bagaimana reduksi ini dilakukan.
Pengembangan Intuitif pada ilustrasi algoritma FFT. Pilih bilangan pada titik sampel x(k ) berdasarkan hubungan N = 2 γ dimana
γ adalah bilangan bulat.
12
Ingat kembali bahwa pada (2.36) memilih N = 4 = 2 2 . Oleh karena itu, kita dapat menggunakan FFT untuk perhitungan (2.36) Dapat
dibuktikan
WN
bahwa
[nk mod( N ) adalah sisa pembagian dari
nk
= WN
nk mod( N )
,
dan
ingat
bahwa
nk . Jika N = 4, n = 2 dan k = 3 , maka N
W 6 = W 2 , sehingga (2.36) dapat ditulis menjadi: 1 1 x ( 0) X (0) 1 1 X (1) 1 W 1 W 2 W 3 x(1) 4 4 4 = 2 0 X (2) 1 W4 W4 W4 2 x(2) 3 2 1 X (3) 1 W4 W 4 W4 x(3)
(2.38)
karena W4
nk
− j 2π 6 = W4 = exp (6) = exp[− j 3π ] 4 − j 2π = exp(− jπ ) =exp 4
2 nk mod( N ) ( 2) = W 4 = W 4
Lakukan faktorisasi matriks (2.38), dan pertukarkan baris kedua dengan baris ketiga, sehingga diperoleh X ( 0) 1 W 4 X ( 2) 2 = 1 W 4 X (1) 0 0 X (3) 0 0 0
0 0 0 0 1 1 W4 3 1 W4
1 0 1 0
0 0 W4 0 x ( 0) 0 1 0 W4 x(1) 2 0 W4 0 x ( 2) 2 1 0 W4 x(3)
Metode faktorisasi ini adalah dasar teori algoritma FFT,
(2.39)
dengan menuliskan
kembali X ( 0) X ( 2) X (n) = X (1) X (3) Kemudian selesaikan dengan cara mengalikan terlebih dahulu antara
13
1 0 1 0
0 0 W4 0 x(0) x1 (0) 0 1 0 W4 x(1) x1 (1) = 2 0 W4 0 x(2) x1 (2) 2 1 0 W4 x(3) x1 (3)
(2.40)
Selanjutnya kalikan lagi
1 W 4 0 2 1 W 4 0 0 0 0
0 0 x1 (0) x 2 (0) X (0) 0 0 x1 (1) x 2 (1) X (2) = = 1 1 W4 x1 (2) x 2 (2) X (1) 3 1 W4 x1 (3) x 2 (3) X (3)
(2.41)
Jadi misalnya x 2 (0) = x1 (0) + W4 x1 (1) 0
2.10 Error Function(erf) Error function atau fungsi kesalahan didefinisikan sebagai berikut erf ( x) =
2
π
x
∫e
−t 2
(2.42)
dt
0
2.11 Metode Secant dan Metode Newton-Raphson Metode secant adalah salah satu metode iterasi dalam metode numerik, yang merupakan modifikasi dari metode Newton-Raphson dengan mengganti f ' ( x) dengan bentuk lain yang ekivalen
y = g ( x)
x r +1 x r −1
Gambar 2.2. Metode Secant
14
xr
X
Berdasarkan gambar 2.2, dapat kita hitung gradien dengan hampiran selisih mundur diperoleh f ' ( xr ) =
f ( x r ) − f ( x r −1 ) ∆f = ∆x x r − x r −1
(2.43)
Substitusikan ke dalam rumus Newton-Raphson : x r +1 = x r −
f ( xr ) f ' ( xr )
(2.44)
sehingga diperoleh : x r +1 = x r −
f ( x r )( x r − x r −1 ) f ( x r ) − f ( x r −1 )
(2.45)
yang merupakan prosedur iterasi metode secant. Dalam hal ini diperlukan dua buah tebakan awal akar, yaitu x0 dan x1 . Iterasi berhenti, bila galat mutlak x r +1 − x r < ε dan galat hampiran
x r +1 − x r < δ dengan ε dan δ adalah toleransi galat. x r +1
15