BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi 2.1.1. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu communication. Kata communication itu sendiri berasal dari bahasa Latin “communicatio” yang artinya pemberitahuan
dan/atau
pertukaran
ide,
dengan
pembicara
mengharapkan
pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya. Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orangorang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut (Robbins, 1982) dalam Suryani, 2006. Duldt (2004) dalam Suryani, 2006 mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka yang pada saat tersebut terjadi pertukaran ide, makna, perasaan dan perhatian. Stuart (1998) dalam Suryani, 2006 menekankan hakikat komunikasi sebagai hubungan yang dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang terlibat dalam komunikasi.
13
Universitas Sumatera Utara
14 Komunikasi adalah proses penyampaian pesan/berita dari seseorang ke orang lain sehingga kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. (Ermawati, 2009). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan, dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi.
2.1.2. Komunikasi Antar Manusia Hubungan antar manusia merupakan dasar terjadinya interaksi dan komunikasi antara tenaga kesehatan sebagai petugas pelayanan kesehatan dengan klien sebagai pemanfaat layanan kesehatan. Hubungan yang terjalin dengan baik akan mempermudah pengalihan ilmu pengetahuan, perilaku dan budaya kesehatan. Proses interaksi sering melibatkan perasaan dan kata-kata yang diucapkan dalam komunikasi yang mencerminkan perasaan dan emosi seseorang dalam berkomunikasi. Hubungan antar manusia pada pelayanan kesehatan yang terjadi antara perawat dan klien merupakan hubungan terapeutik. Keperawatan merupakan tindakan pelayanan untuk membantu mengurangi, meringankan atau menghilangkan masalah kesehatan klien, baik masalah fisik, psikis, sosial, maupun masalah kegiatan spiritual klien. Pelayanan keperawatan yang efektif memerlukan kemampuan komunikasi yang baik dari perawat atau tenaga kesehatan yang lain. Komunikasi merupakan keterampilan profesional yang harus dimiliki oleh perawat profesional agar terjalin hubungan yang terapeutik.
Universitas Sumatera Utara
15 2.1.3. Komunikasi Kesehatan Komunikasi kesehatan merupakan bagian dari human communication yang lazim terjadi antar tenaga kesehatan, kilien atau keluarga klien. Makna dan area komunikasi lebih difokuskan pada masalah kesehatan sehingga efek dari komunikasi ini diharapkan adanya pengaruh positif tentang kesehatan. Sebagai contoh aplikasi dari komunikasi kesehatan ini adalah komunikasi antara perawat dengan klien atau keluarga klien tentang masalah kesehatan klien, prosedur rawat inap, tata tertib atau ketentuan yang ada dalam ruang rawat inap, prosedur tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, penyuluhan kesehatan dan sebagainya. Proses komunikasi kesehatan berhubungan dengan transaksi antara tim tenaga kesehatan dengan klien atau keluarga klien baik secara verbal maupun non verbal. Proses transaksi secara verbal merupakan proses komunikasi yang lazim terjadi antara tenaga kesehatan terutama perawat. Perawat selain tenaga kesehatan yang paling sering dan lama berinteraksi dengan klien, sebagai tenaga perawat juga mempunyai tanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan status kesehatan klien melalui perubahan perilaku, yang salah satu caranya dapat dilakukan melalui penyuluhan kesehatan baik secara formal maupun non formal. Proses transaksi verbal akan lebih bermakna dan meyakinkan apabila proses tersebut dilakukan dengan dukungan komunikasi non verbal dalam proses berhubungan. (Mundakir, 2006).
2.1.4. Jenis-Jenis Komunikasi Secara umum komunikasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu verbal dan non
Universitas Sumatera Utara
16 verbal. Komunikasi verbal menggunakan kata dalam bentuk lisan atau tulisan, sedangkan komunikasi non verbal menggunakan bentuk lain seperti sikap dan gerak tubuh atau ekspresi wajah. Di dalam praktek, kedua jenis komunikasi ini selalu timbul bersama. Misalnya bila perawat memberi penjelasan kepada kliennya tidak hanya dilakukan dengan katakata (lisan) akan tetapi juga diikuti oleh gerak tangan dan ekspresi wajah. Sehubungan dengan pembahasan diatas, jenis komunikasi dapat dibedakan menjadi: 1. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal sangat tergantung dengan kata-kata yang dipergunakan, sehingga antara perawat dengan klien, keduanya akan dapat memahami informasi apabila kata-kata yang digunakan dapat dipahami. Kata-kata atau bahasa yang digunakan dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya, ekonomi, umur dan pendidikan. Penggunaan kata-kata di dalam komunikasi verbal dilakukan secara sadar. Kata-kata yang dikeluarkan membentuk pesan dan berbagai perasaan yang disampaikan. Dalam menggambarkan suara ada 7 (tujuh) pokok tentang suara yang perlu diperhatikan antara lain: a. Gema suara b. Irama c. Kecepatan d. Ketinggian
Universitas Sumatera Utara
17 e. Besar/volume f. Naik turunnya g. Kejelasan Suara tersebut dapat menggambarkan semangat, antusias, kesedihan, kejengkelan, atau kegirangan. Misalnya ucapan “selamat pagi” dalam bentuk irama yang berbeda menunjukkan perasaan yang berbeda dari pengucapnya. 2. Komunikasi Non Verbal Komunikasi non verbal tanpa menggunakan bahasa (kata-kata). Komunikasi non verbal ini disebut juga bahasa tubuh (body language). Dalam kehidupan seharihari non verbal lebih banyak dilakukan. Bila dibandingkan dengan komunikasi verbal, komunikasi non verbal kurang terkontrol sehingga dapat timbul tanpa disadari. Observasi terhadap perilaku non verbal klien perlu dilakukan, karena hal ini sangat berguna untuk mengethui sikap klien dan memudahkan mengambil tindakan perawatan dan pengobatan. Hendaklah kita memperhatikan perilaku non verbal
kita sendiri dalam berkomunikasi dengan klien, karena klien akan selalu
memperhatikannya. Komunikasi non verbal mempergunakan hal-hal sebagai berikut: a. Ekspresi wajah b. Gerak mata c. Gerak tubuh, tangan, lengan dan kaki d. Sikap tubuh waktu duduk atau berjalan e. Sentuhan tangan
Universitas Sumatera Utara
18 f. Isyarat-isyarat g. Gabungan dari gerak-gerik tubuh Dalam praktik sehari-hari komunikasi verbal dan non verbal dilaksanakan secara bersama-sama dan saling mendukung. Seorang klien berkata “saya cukup senang disini” ditambah dengan ekspresi wajah gembira. Akan tetapi kadang-kadang kedua jenis komunikasi itu dapat juga berlawanan. Misalnya si klien mengatakan “Saya tidak memikirkan apa-apa”, ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan dan bibirnya bergetar. (Ermawati, dkk, 2009).
2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Agar proses komunikasi berjalan lancar, yaitu mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang memengaruhi setiap unsur komunikasi dapat bersifat positif, yaitu menunjang keberhasilan komunikasi, atau bersifat negatif, yaitu menghambat berlangsungnya proses komunikasi (Effendy, 2000). Semua faktor tersebut disederhanakan menjadi tujuh faktor sebagai berikut. 1. Kredibilitas Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator. Kredibilitas komunikator sangat memengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini memengaruhi tingkat kepercayaan sasaran atau komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Larangan merokok yang disampaikan oleh seorang dokter spesialis paru mungkin akan lebih diterima klien dari pada jika
Universitas Sumatera Utara
19 disampaikan oleh perawat ruangan. Disinilah pentingnya seorang perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain. 2. Isi Pesan Faktor ini terdapat dan berperan pada pesan, artinya pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran. Pesan yang disampaikan perawat seharusnya dapat memenuhi kebutuhan klien atau yang dapat memecahkan masalah klien. Oleh Karena itu perawat perlu melakukan pengkajian dan analisis diri sebelum berkomunikasi dengan klien (Stuart, 1998). 3. Kesesuaian dengan Kepentingan Sasaran Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran. Makin erat hubungan tersebut, makin dapat diharapkan keberhasilan komunikasi. Oleh karena itu dalam berkomunikasi dengan klien perawat harus memahami terlebih dahulu permasalahan klien. Jangan sampai perawat memberikan informasi yang sebetulnya tidak dibutuhkan atau sudah diketahui klien. Di sinilah
diperlukan
pengkajian yang akurat (Antai, 1995) dalam Suryani, 2006. 4. Kejelasan Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi. Pesan yang membingungkan atau tidak jelas akan membuat sasaran bingung sehingga tidak terjadi perubahan perilaku (Ellis, dkk, 2000) dalam Suryani, 2006. Hal ini sering
Universitas Sumatera Utara
20 terjadi ketika perawat melatih klien melakukan keterampilan tertentu. Karena perawat menjelaskan dengan kalimat yang kurang jelas dan berbelit-belit, akibatnya klien tidak melakukan ketermpilan tersebut. 5. Kesinambungan dan Konsistensi Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsisten dan berkesinambungan. Agar pesan yang disampaikan bisa konsisten dan berkesinambungan, seorang perawat atau tenaga kesehatan perlu membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan intervensi atau berkomunikasi dengan klien (Taylor, 1993) dalam Suryani, 2006. Di samping itu perlu adanya pemahaman yang sama dan kesepakatan antara tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim agar informasi yang diberikan kepada klien sama atau konsisten. Jika pesan yang disampaikan selalu berubah-ubah, maka sulit diharapkan terjadinya perubahan perilaku sasaran. 6. Saluran Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. Sebagai contoh, untuk melakukan penyuluhan kesehatan pada masyarakat desa dengan tingkat pendidikan rata-rata SD sampai SMP, penggunaan lembar balik (flipchart) dengan gambargambar yang menarik akan lebih efektif daripada menggunakan overhead
projector
(OHP). Pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan pemahaman sasaran sehingga perubahan yang diharapkan dapattercapai (Ellis, dkk, 2000),
dalam
Suryani, 2006.
Universitas Sumatera Utara
21 7. Kapabilitas Sasaran Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan. Kemampuan sasaran menerima pesan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya. Ketujuh faktor tersebut di atas saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lainnya. Jika sumber tidak mempunyai kredibilitas tinggi, maka dapat memengaruhi pemilihan pesan yang disampaikan dan media yang digunakan. 2.1.6. Lima Hukum Komunikasi yang Efektif Lima hukum komunikasi yang efektif (The Five Inevitable Laws of a Effective Communication) yang dikembangkan dan dirangkum dalam suatu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Oleh karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Hukum 1 : Respect Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang di sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingtlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting.Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap diri dan kebanggaan seseorang.
Universitas Sumatera Utara
22 Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerja sama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence people, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prnisip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa “Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai”. Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggemgam orang dalam telapak tangannya. Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager
Universitas Sumatera Utara
23 Hukum 2 : Empathy Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand- understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerja sama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan diri untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku
konsumen (consumer`s behavior) merupakan keharusan. Dengan
memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerja sama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan
unsur utama dalam
Universitas Sumatera Utara
24 membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan. Hukum 3 : Audible Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengertri dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemempuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan
Universitas Sumatera Utara
25 baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau yang dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum 4 : Clarity Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya (penulis) bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita. Hukum 5 : Humble Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Dalam edisi Mandiri tiga puluh dua Sikap Rendah Hati pernah kita bahas, yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Costumer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan
Universitas Sumatera Utara
26 menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang paling menguntungkan dan saling menguatkan. (http//anik-gurung.tripod.com/id 29.html. Diakses, 05 Mei 2010). 2.2. Perawat 2.2.1. Pengertian perawat Perawat yang merupakan objek penelitian adalah tenaga keperawatan, merupakan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Dikatakan menentukan penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan adalah mengingat bahwa perawat adalah bagian dari tenaga para medis yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan suatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang perawat. Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia, khususnya tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam melakukan pelayanan kesehatan perawat selalu
Universitas Sumatera Utara
27 berinteraksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan lain di rumah sakit dimana pelayanan tersebut dilaksanakan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 28 ayat (3) mengenai pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan: a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. b. Jumlah sarana pelayanan kesehatan. c. Jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memperhatikan pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk perawat yang merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et al yang dikutip oleh Swisnawati (1997) melaporkan penelitian yang dilaporkan oleh ANA (American Nurse`s Association) bahwa 60% sampai 80% pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama. Bila dilihat dari beban dan tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang perawat, maka sering menimbulkan permasalahan, karena perawat merupakan pelayan
kesehatan yang paling lama (24 jam) berhubungan dengan pasien,
dibanding dengan petugas lain di rumah sakit. Dengan demikian pelayanan perawat sangat diperlukan untuk memenuhi kepuasan pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Untuk lebih jelasnya dibawah ini dibuat pengertian atau definisi perawat:
Universitas Sumatera Utara
28 Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, merawat orang sakit, merawat luka dan merawat usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan rumah sakityang mempunyai dua tugas yaitu; merawat pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001). Perawat adalah orang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala (Gunarsa, 1995). Dari keseluruhan pengertian atau definisi perawat yang tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan kesehatan, mengasuh, merawat, melindungi, melakukan rehabilitasi, mencegah terjadinya penyakit pada manusia.
2.2.2. Sifat-sifat Dasar dari Dedikasi Perawat Ada beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perawat yang dapat menunjang keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya pada saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, seorang perawat herus memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Gunarsa (1995) menyatakan bahwa sifat-sifat yang mendasari dedikasi seorang perawat adalah sebagai berikut: a. Minat terhadap orang lain Perawatan yang efektif hanya mungkin bilamana seorang perawat menaruh minat terhadap orang lain, tanpa menghiraukan umur, latar belakang, dan status sosial ekonomi
Universitas Sumatera Utara
29 b. Derajat sensitivitas Seorang perawat akan menghadapi pasien dengan berbagai
ragam
kepribadian, oleh karena itu seorang perawat harus memiliki kepekaan, dan dapat membedakan setiap orang yang dihadapinya. Hal ini disebabkan tidak semua pasien dapat dihadapi dan ditangani dengan cara yang sama. c. Menghargai hubungan-hubungan Keberhasilan dalam perawatan, disamping menguasai pengetahuan yang luas juga ditentukan oleh kemampuan mengadakan penyesuaian hubungan dan ikatan kemanusiaan yang diperlukan dalam menangani orang sehat dan sakit. 2.2.3. Peran Perawat Peran perawat yang dimaksudkan disini adalah peran perawat Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan, yaitu merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang pasien dari seorang perawat sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap. Menurut Hidayat (2004) ada beberapa peran perawat yang terdiri dari: 1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
30 2. Peran sebagai advokat pasien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi. 3. Peran edukator Peran
ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan
pengetahuan kesehatan tentang, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisir pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien. 4. Peran kolaborator Peran perawat dalam hal ini dilakukan karena perawat bekerja sama dengan tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterpis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. 5. Peran konsultan Disini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien
Universitas Sumatera Utara
31 terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 6. Peran pembaharu Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Seorang perawat sangat besar peranannya dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi. Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima (Taylor, 1995).
2.2.4. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat 2.2.4.1. Tugas Pokok Perawat Adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian keperawatan. 2.2.4.2. Fungsi Perawat Fungsi perawat diantaranya yaitu: 1. Fungsi Independen. Dalam menjalankan fungsi yang satu ini, tindakan perawat tidak memerlukan advis dari tenaga medis. Tindakan perawat dalam menjalankan fungsi
independennya adalah
bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu
Universitas Sumatera Utara
32 keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil. 2. Fungsi Dependen. Dalam menjalankan fungsinya ini seorang perawat turut serta membantu dokter dalam memberikan pelayanan pengobatan serta tindakan khusus yang menjadi wewenamg medis dan seharusnya dilakukan dokter, seperti halnya dalam hal pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat. 3. Fungsi Interdependen. Fungsi perawat dalam interdependen ini bahwasanya tindakan perawat berdasarkan pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lainnya. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya melakukan kolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang tenaga medis. (Ferry, 2012) 2.3. Pasien 2.3.1. Pengertian Pasien Kata pasien berasal dari bahasa inggris yaitu Patient. Kata patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu “Patiens” yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya “menderita”. Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Sering kali, Pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya. (id.wikipedia.org/wiki/pasien).
Universitas Sumatera Utara
33 2.3.2. Jenis-Jenis Pasien Pasien dapat dibagi berdasarkan pelayanan kesehatan yang diperoleh antara lain: 1.
Pasien dalam yaitu yang memperoleh pelayanan atau dirawat pada suatu unit
pelayanan kesehatan tertentu, yaitu pasien menginap dan dirawat di rumah sakit yang disebut pasien rawat inap atau pasien opname. 2.
Pasien luar yaitu pasien yang hanya memperoleh layanan kesehatan
tertentu,tetapi tidak menginap di rumah sakit yang disebut pasien rawat jalan.
2.4. Rumah Sakit 2.4.1. Pengertian Rumah Sakit Sehubungan dengan lokasi penelitian dilakukan di rumah sakit tentang pengaruh beben kerja terhadap komunikasi terapeutik perawat terhadap pasien, secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap citra rumah sakit, juga perlu diperhatikan. Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri serta fungsifungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Disamping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian (Boekitwetan, 1997) dalam Muluk (2001). Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 bahwa rumah sakit merupakan suatu institusi yang utamanya adalah melaksanakan upaya kesehatan
Universitas Sumatera Utara
34 secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk dapat menyelenggarakan upaya-upaya kesehatan tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem. Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari : 1.
Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya, baik dokter umum maupun dokter spesialis.
2.
Pelayanan medis
keperwatan,
merupakan
pelayanan yang
bukan
tindakan
terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan. 3.
Pelayanan terhadap
4.
penunjang medis adalah pelayanan penunjang yang diberikan pasien seperti: pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi
medik, dan
lain-lain.
Pelayanan
administrasi
dan
keuangan, pelayanan administrasi antara lain
adalah yang berhubungan dengan ketatausahaan seperti pendaftaran pasien, rekam medis, dan kerumah
tanggaan, bidang
keuangan
adalah proses
pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien.
Universitas Sumatera Utara
35 2.4.2. Jenis-jenis Rumah Sakit Menurut Deshintia yang dikutip dalam ICFHM (2008) dalam praktiknya rumah sakit dibagi dalam beberapa jenis, antara lain: 1. Rumah Sakit Umum. Rumah sakit umum melayani hampir, seluruh penyakit yang bersifat umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga selama 24 jam (instlasi gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemukan disuatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif maupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium dan sebagainya. 2. Rumah Sakit Terspesial Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, rumah sakit yang melayani populasi khusus seperti psychiatric (Psychiatric Hospital), penyakit saluran pernapasan, dan lain-lain. 3. Rumah sakit Penelitian dan Pendidikan Rumah sakit ini adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas atau lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk tempat pelatihan dokterdokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas atau perguruan tinggi perwujudan pengabdian masyarakat atau tridharma perguruan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
36 4. Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan. Rumah sakit ini didirikan oleh suatu lembaga atau perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut atau karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial atau pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak atau lokasi perusahaan yang terpencil atau jauh dari rumah sakit umum. 2.4.3. Mutu Pelayanan di Rumah Sakit Mutu pelayanan di rumah sakit adalah merupakan salah satu kriteria untuk menilai apakah kinerja perawat baik atau tidak, atau dengan kata lain mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari prestasi kerja perawat. Definisi mutu pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk memenuhi harapan pelanggan. Menurut Wickof (dalam Tjiptono F, 2004), mutu adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginanan pelanggan. Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Menurut Al-Assaf (2002) mutu adalah melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi pada saat yang berikutnya. Mutu pelayanan atau jasa merupakan suatu kajian yang sangat menarik sehingga banyak para ahli yang menganalisanya antara lain model kesenjangan (Gap Model). Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 2004) yaitu kehandalan (reliability), ketanggapan
Universitas Sumatera Utara
37 (responsiveness), jaminan (ansurance), empati (emphaty) dan bukti fisik (tangible), sedangkan model dimensi kualitas dari Gonroes (dalam Tjiptono, 2004) lebih menekankan evaluasi kualitas jasa dari aspek out put, proses dan citra (result and process oriented).
2.5. Landasan Teoritis 2.5.1. Beban Kerja Yang dimaksud dengan beban kerja disini adalah beban kerja perawat dimana perawat merupakan tenaga penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengingat pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam terus menerus. Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien dapat tercapai bila didukung dengan keseimbangan beban kerja dengan jumlah perawat yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, perencanaan tenaga perawat terutama dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh ketenagaan yang efektif dan efisien, (Sukardi, 2005). Munandar (2001), menyatakan bahwa fluktuasi beban kerja terjadi pada jangka waktu tertentu, sehingga terkadang bebannya sangat ringan dan pada saat-saat lain bebannya bisa berlebihan. Situasi tersebut dapat di jumpai pada perawat yang bekerja di rumah sakit khususnya perawat. Keadaan yang tidak stabil tersebut dapat menimbulkan kecemasan, ketidak puasan kerja dan cenderung meninggalkan kerja. Menurut Kusmiati (2003), yang memengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata - rata jam perawatan yang
Universitas Sumatera Utara
38 dibutuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien dan dokumentasi asuhan keperawatan serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat mengganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Akibat pengaruh negatif dari permasalahan ini, kemungkinan timbul emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Beban kerja yang berlebihan ini sangat berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kesehatan dan tentu saja berpengaruh terhadap produktifitas rumah sakit itu sendiri, sebagai tempat bekerja. Disamping tugas tambahan beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi dari kapasitasnya maka akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut. Hal ini menyebabkan pasien mengeluh karena pasien merasa tidak langsung diberikan tindakan atau merasa tidak dihiraukan oleh perawat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, selain perawat melaksanakan tugas pokoknya juga melakukan tugas lain seperti administrasi (mengimput dan mengolah data pasien, membuat laporan visum, dan lain-lain), hal ini akan berpengaruh atau menambah waktu kerja perawat dalam bertugas. Dengan pembagian jumlah perawat yang tidak proporsional sehingga perawat merasa beban kerjanya tinggi karena waktu kerjanya terkadang berlebih, hal ini diakibatkan oleh karena banyaknya pasien yang masuk, belum lagi jika ada kejadian luar biasa seperti keracunan massal sehingga perawat dalam penanganannya menjadi kewalahan dan memerlukan waktu tambahan (ekstra waktu).
Universitas Sumatera Utara
39 Untuk lebih memperjelas pengertian tentang beban kerja, dibawah ini akan diutarakan beberapa pengertian antara lain: 1.
Beban kerja
adalah
merupakan
perbandingan
antara
jumlah
tenaga
kesehatan khususnya tenaga perawat dengan volume kerja yang harus diselesaikan pada suatu unit dalam jangka waktu tertentu (Ilyas, 2000). 2.
Beban kerja adalah jumlah orang yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sama dengan jumlah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dibagi dengan waktu yang diberikan kepada satu orang (Moekijat, 1995).
3.
Beban kerja
adalah
sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang
harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu (Men-PAN, 1997). 4.
Beban kerja adalah jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas (Komaruddin, 1996).
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa beban kerja terdiri dari beberapa sub variabel. 1. Personalia Dalam penyelesaian suatu pekerjaan perlu ditentukan jumlah personalia yang tepat agar petugas dapat bekerja secara efektif dan efisien dan pekerjaan selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 2. Tanggung Jawab Dalam setiap kegiatan tanggung jawab pegang peranan dalam penyelesaian
Universitas Sumatera Utara
40 suatu pekerjaan dalam periode tertentu, untuk itu berapa jumlah tanggung jawab yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.
2.5.2. Uraian Jabatan (Job Description) Yang dimaksud Uraian Jabatan (Job Description) disini adalah uraian jabatan perawat untuk mengetahui apa, kumpulan tanggung jawab/aktifitas perawat tersebut, maka perlu ada analisa yang disebut sebagai analisa jabatan (job analysis), sebagai suatu proses mengumpulkan, mengkategorikan dan mendokumentasikan seluruh informasi yang relevan tentang jabatan tersebut dalam periode tertentu. Hasilnya, sudah tentu dinamakan uraian pekerjaan/uraian jabatan (job description). Manfaat dari uraian jabatan (job description) : 1.
Atasan- untuk mengoptimalkan peran dan tanggung bawahan.
2.
Pimpinan Organisasi- untuk dapat memimpin dan memberikan motivasi agar pemegang jabatan menghasilkan kinerja yang optimal.
3.
Pemegang jabatan- sebagai panduan dan pedoman kerja serta mengetahui apa yang harus dilakukan dan diharapkan dari organisasi.
4.
Perekrut- untuk mengetahui kandidat yang tepat dan paling cocok sesuai jabatan.
5.
Trainer- untuk mengetahui kebutuhan pelatihan bagi pemegang jabatan.
6.
Assessor-
untuk
melakukan
analisa
terhadap
pemegang
jabatan
(competency assessment, in-depth interview dll) 7.
Perencana Karir (Succession Planner)- untuk menempatkan individu sesuai dengan peran, tanggung jawab dan kebutuhan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
41 8.
Job Evaluator- untuk membobot jabatan dan membandingkan jabatan lain dalam organisasi. Maka jelaslah bahwa job description adalah bagian penting dari sistem
pengembangan SDM. Ibarat navigator, job description adalah peta yang menentukan arah, kemana harus berbelok, berapa kecepatan yang diperlukan dan seterusnya. (http://ilmusdm.wordpress.com/2007/11/30/membuat-uraian jabatan-job description) 2.5.3. Rasio Jumlah Perawat : Pasien 1. Peraturan Menkes RI No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang
perbandingan
tempat tidur dengan jumlah perawat : RS tipe A-B, perbandingan minimal 3 – 4 perawat : 2 tempat tidur. (http://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/2009/07/01/117/) 2. Menurut standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI rasio ideal perawat untuk pasien di rumah sakit di Indonesia adalah 2 : 1 untuk memungkinkan shift kerja 24-jam. (www.who.int/bulletin/volumes/88/5/10-020510/en/index.html). 2.5.4. Komunikasi Terapeutik Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart, 1998). Oleh karena tujuan adalah untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik, karena inti dari komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan untuk tujuan terapi.
Universitas Sumatera Utara
42 Pada awal menjadi mahasiswa keperawatan dan ketika untuk pertama kali terlibat interaksi dengan pasien, pertanyaan yang sering diajukan adalah “bagaimana saudara memperoleh pengetahuan tentang pasien saudara ?” Tugas ini bukan pekerjaan yang mudah namun sering menjadi penghambat dalam menciptakan hubungan yang efektif. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Tanpa mengetahui keunikan masing-masing kebutuhan klien, perawat juga akan kesulitan memberikan bantuan kepada klien dalam mengatasi masalah klien. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai keunikan klien. Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara profesional. Sehingga jangan sampai karena terlalu banyaknya atau asiknya bekerja, perawat
melupakan
klien
sebagai
manusia
dengan
latar
belakang
dan
permasalahannya. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diutarakan beberapa pengertian dari komunikasi terapeutik: 1.
Stuart (1998) menyatakan bahwa, “Komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien”. 2.
Komunikasi terapeutik berarti suatu proses penyampaian nasehat kepada klien
untuk mendukung upaya penyembuhan. (Ermawati, dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
43 3.
Northouse (1998) menyatakan bahwa, “Komunikasi terapeutik adalah
kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik terdiri dari beberapa komponen atau sub variabel antara lain: 1.
Kemampuan (Capability) adalah keterampilan yang dimiliki oleh perawat
seorang
untuk memanfaatkan sumber daya atau potensi yang ada untuk
membantu klien. 2.
Beradaptasi (adaptability)
adalah
proses penyesuaian
diri
seorang
perawat, dalam membantu klien menyesuaikan diri terhadap stres atau masalah yang dihadapinya. 3.
Mengatasi adalah bantuan yang diberikan seorang perawat kepada klien untuk menghilangkan gangguan psikologis (kejiwaan) yang dihadapi klien.
4.
Berhubungan (relationship) adalah merupakan pembelajaran yang diberikan oleh perawat kepada klien untuk berineraksi kepada orang lain, sebagai komunikasi kesehatan yang terjadi antara perawat dengan klien atau keluarga klien.
(Northouse, 1998) dalam Suryani, 2006.
Dari beberapa
pengertian
diatas
dapat
dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong (helper) atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
44 2.5.5. Tujuan Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: 1.
Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatkan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa
rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya. (Berry, 1996), dalam Suryani, 2006. 2.
Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. (Hibdon, 2000), dalam Suryani, 2006.
3.
Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang
terlalu tinggi
tanpa
mengukur
kemampuannya.
Misalnya seorang klien gangguan jiwa yang berpendidikan hanya sampai SMP mengatakan bahwa
setelah pulang dia ingin bekerja di Bank hal ini
tidak mungkin (Taylor, 1997) dalam Suryani, 2006. 4.
Rasa identitas personal
yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal di sini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami
gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. (Suryani, 2006).
Universitas Sumatera Utara
45 2.6. Kerangka Konsep Penilaian komunikasi terapeutik perawat pada dasarnya merupakan
faktor
kunci guna mengembangkan pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien, karena dengan adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang bekerja di rumah sakit. Penilaian komunikasi terapeutik individu (perawat), sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan instansi secara keseluruhan. Melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi yang sebenarnya tentang bagaimana komunikasi terapeutik karyawan. Hubungan yang terjalin dengan baik akan mempermudah pengalihan ilmu pengetahuan, perilaku dan budaya kesehatan. Proses interaksi sering melibatkan perasaan dan kata-kata yang diucapkan dalam komunikasi yang mencerminkan perasaan dan emosi seseorang dalam berkomunikasi. Hubungan antara manusia pada pelayanan kesehatan yang terjadi antara perawat dan klien merupakan hubungan terapeutik. Keperawatan merupakan tindakan pelayanan untuk membantu mengurangi, meringankan atau menghilangkan masalah kesehatan klien secara keseluruhan. Tindakan
keperawatan merupakan proses hubungan yang aktif antara perawat
dengan klien. Pelayanan keperawatan yang efektif memerlukan kemampuan komunikasi yang baik dari perawat atau tenaga kesehatan yang lain. Komunikasi merupakan keterampilan profesional yang harus dimiliki perawat profesional agar terjalin hubungan yang terapeutik.
Universitas Sumatera Utara
46 Variabel Independen (X)
Variabel Dependen (Y)
Beban Kerja memengaruhi
Personalia
Tanggung Jawab
Komunikasi Terapeutik Kemampuan Beradaptasi Mengatasi Berhubungan
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Pada kerangka konsep dapat dilihat variabel independen, beban kerja yang disebut variabel (X) yang terdiri dari sub variabel; personalia dan tanggung jawab, akan dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel dependen, komunikasi terapeutik perawat kepada pasien yang disebut variabel (Y) meliputi: kemampuan, beradaptasi, mengatasi, berhubungan. Maksudnya ada pengaruh beban kerja variabel (X) terhadap komunikasi terapeutik perawat kepada pasien variabel (Y)
Universitas Sumatera Utara