BAB 2 LANDASAN TEORI II.1. Pendahuluan Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk menjaga agar perusahaan tetap pada profitabilitas dan jalan menuju pencapaian tujuan, baik misi dan visi perusahaan serta untuk meminimalkan berbagai kondisi yang tidak diinginkan perusahaan yang mungkin dapat terjadi seperti halnya kebangkrutan dan kecurangan atau fraud. Mereka memungkinkan manajemen untuk menangani dengan cepat perubahan pertumbuhan
lingkungan,
permintaan
pelanggan,
dan
restrukturisasi
untuk
di masa mendatang. Pengendalian internal atau Internal control
berfungsi untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi risiko kerugian, memastikan keandalan laporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.
Pembahasan Pengendalian Internal berkaitan erat dengan proses pemeriksaan akuntansi, sebab untuk dapat memahami secara sepenuhnya dan sekaligus memberi masukkan yang bermanfaat, seorang auditor dituntut untuk memahami pengendalian internal. Hal ini disinggung oleh Prof. Marco Allegrini (The Internal Control System COSO Framework) yaitu komponen pengendalian internal adalah lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pengawasan yang menyediakan informasi penting mengenai risiko penyalah sajian dalam laporan keuangan. Para auditor, dikarenakan harus mendapat pengetahuan yang memadai atas pengendalian internal untuk merencanakan audit mereka. Contohnya, pengendalian internal di perusahaan mempengaruhi cara auditor akan menilai apakah perusahaan telah melaporkan semua kewajibannya. Auditor
12
harus memahami bagaimana penjualan dilakukan, diproses, dan dicatat. Struktur pengendalian internal menyediakan informasi ini dan membimbing auditor dalam perencanaan berbagai pengujian tertentu untuk menetapkan kecenderungan dan keluasan penyalah sajian laporan keuangan.
Oleh karena hal tersebut diatas, maka penulis terlebih dahulu akan mengupas mengenai pengertian pemeriksaan akuntansi. Selanjutnya, penulis akan membahas mengenai pengendalian internal.
II.2. Kecurangan II.2.1 Pengertian Kecurangan Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh Menurut Singleton, T. W.; Singleton, A. J, Bologna, G. J, dan Lindquist, R. J (2006:1-2) “Fraud as a crime. Fraud is a generic term, and embraces all themultifarious means which human ingenuity can device, which areresorted to by one individual, to get an advantage over another by falserepresentation. No definite and invariable rule can be laid down as ageneral proposition in defining fraud, as it includes surprise, trick, cunning and unfair ways y which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery.”
Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Aaron J. Singleton, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.
13
Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu adalah orang-orang yang membatasi kejujuran manusia Sedangkan definisi fraud menurut Black Law Dictionary (1990) ialah: “1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but insome cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.” Yang diterjemahkan oleh penulis kecurangan adalah: 1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan, namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan)
penyembunyian
fakta
material,
atau
penyajian
yang
ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi anti-fraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan dan pelatihan anti-fraud. ACFE mendefinisikan
kecurangan (fraud)
sebagai
tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan
14
yang mengetahui, bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain.
II.2.2 Jenis-Jenis Fraud The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat (Tuanakotta 2010:195-204), merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan,
mengklasifikasikan
fraud
(kecurangan)
dalam
beberapa
klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem klasifikasi mengenai hal-hal yang ditimbulkan oleh kecurangan 1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi, dikarenakan sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). Contohnya, nilai asset perlengkapan pada laporan keuangan tidak sesuai dengan fakta pada perusahaan. 2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement) Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing (merekayasa laporan keuangan).
15
3. Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik, sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi, karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion) Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigative biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam hubungan kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering kali digunakan untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kelar putih atau white-collarcrime. Secara skematis The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya, berikut adalah gambar fraud tree:
16
Gambar 2.1 Di dalam tindakan korupsi terdapat contoh-contoh kecurangan yang berkaitan dengan konflik kepentingan, yaitu: 1. Bribery atau penyuapan merupakan tindakan
pemberian atau
penerimaan sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang menerima.
17
2. Kick back merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan ikhlas memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli. 3. Bid rigging adalah skema dimana karyawan membantu sebuah vendor untuk memenangkan suatu kontrak dengan perusahaaan, biasanya cara ini vendor memberikan suap atau uang pelicin kepada karyawan perusahaan. 4. Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. Dalam tindakan asset miss appropriation atau pengambilan aset secara illegal terdapat berbagai 3 bentuk skema modus operandi nya seperti yang digambarkan dalam fraud tree. Skema tersebut adalah: 1. Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan. 2. Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut secara fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan. Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah. Dan terbagi lagi dalam berbagai bentuk yaitu: a. Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku mendirikan “perusahaan bayangan” (shell company) yang seolah-olah sebagai vendor perusahaan.
18
b. Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui pembayaran gaji. Dengan cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji atau jumlah jam kerja. c. Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran
kembali
biaya-biaya,
yaitu
dengan
cara
menyamakan jenis pengeluaran sehingga perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas pengeluaran yang tidak diganti dan pengeluaran yang fiktif. d. Check tampering, yaitu skema permainan melalui pelmasuan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas, atau endorsement-nya atau nama kepada siapa cek dibayarkan. e. Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash register, yaitu dengan false refund yaitu, penggelapan
dengan
seolah-olah
ada
pelanggan
yang
mengembalikan barang dan perusahaan memberikan refund. Yang kedua adalah false void, hampir sama dengan false refund namun yang dipalsukan adalah pembatalan penjualan. f. Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama dengan shell company, tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar sejumlah barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk pelaku
19
Jenis kecurangan fraudulent Statement berkenaan dengan penyajian laporan keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para LSM, namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik. Fraud dalam menyusun laporan keuangan dapat berupa salah saji (missstatement baik overstatement maupun understatement). Albrecht (2012:400) mengungkapkan jenis-jenis kecurangan yang berkaitan dengan penerimaan dan persediaan, sebagai berikut: 1. Related – party transaction, yaitu perjanjian bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang telah memiliki hubungan sebelumnya, sehingga timbul konflik kepentingan. 2. Sham sales, yaitu berbagai jenis penjualan palsu. 3. Bill and hold sales, yaitu pemesanan atas barang yang masih disimpan oleh pemasok, kecurangan ini terjadi, karena pembeli belum siap membeli barang tersebut. 4. Side agreements, adalah syarat dan perjanjian penjualan yang dibuat diluar dari ketentuan yang biasanya, hal ini menjadi kecurangan,
ketika
perjanjian
tersebutmerusak
syarat
dan
ketentuan atas kontrak yang berjalan sehingga melanggar kriteria pengakuan pendapatan. 5. Consignment sales, transaksi dimana salah satu perusahaan menahan dan menjual barang yang dimiliki oleh perusahaan lain. 6. Channel stuffing, suatu praktik dimana pemasok membujuk konsumen
untuk
membeli
ekstra
peersediaan
dan
tidak
melakukan pengungkapan.
20
7. Lapping or kiting, praktik dimana penerimaan kas disalahgunakan untuk menyembunyikan penerimaan fiksi. 8. Redating or refreshing transaction, yaitu tindakan yang berhubungan dengan mengubah tanggal penjualan. 9. Libera lreturn policies, yaitu tindakan memperbolehkan customer untuk mengembalikan dan membatalkan penjualan di masa datang. 10. Partial shipment, adalah kecurangan yang melibatkan pencatatan penuh atas penjualan ketika barang yang diterima hanya sebagian. 11. Improver cut off, terjadi ketika suatu transaksi dicatat di periode yang salah. 12. Round – tipping, kecurangan yang melibatkan penjualan aset yang tidak digunakan dan menjanjikan akan membeli aset yang sama atau sejenis dengan harga yang sama. Albrecht
(2012:447)
juga
mengungkapkan
cara-cara
untuk
memanipulasi liabilities, sebagai berikut: 1. Understating account payable, yang dapat dilakukan dengan kombinasi dari tidak mencatat pembelian atau mencatat pembelian setelah akhir tahun, melebihkan retur pembelian atau diskon pembelian, dan membuat liabilities seolah-olah telah dibayar atau dihapus. 2. Understating accrued liabilities, tidak melakukan pencatatan atas accrued liabities yang seharusnya dilakukan di akhir tahun. 3. Recognizing unearned revenue (liability) as earned revenue, perusahaan yang menerima pembayaran dimuka akan melakukan
21
pencatatan atas penerimaan dan mengakui pendapatan daripada mengakui sebagai kewajiban. 4. Under
recording
future
obligation,
tindakan
menurunkan
pencatatan kewajiban berupa garansi atau service. 5. Not recording or underrecording various type of debt, dapat berupa tindakan tidak mencatat atau merendahkan hutang kepada
pihak
ketiga
melakukan
peminjaman,
tapi
tidak
dilakukan pengungkapan, tidak mencatat pinjaman yang terjadi, dan mengakui bahwa hutang yang ada telah dilupakan dan dihapus oleh kreditor.
II.2.3 Fraud Triangle Menurut Donald R. Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat suatu model klasik untuk menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud dalam hubungan kerja, dan penelitian tersebut diterbitkan dengan judul People’s Money: A Study in the Social Physicology of Emblezzment dengan hipotesis terakhir: “Trusted person become trust violators when they conceive of themselves as having a financial problems can be secretly resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their conception of themselves as trusted person with their concenptions of themselves as users of the entrusted funds or property. yang berarti bahwa orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidakdapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan dibidang keuangan, dan tindak 22
tanduk sehari-hari memungkinkan menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan. Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga kecurangan seperti dalam gambar dibawah ini: Opportunity
Pressure
Rationalization Gambar 2.2
Fraud Triangle tersebut menunjukkan bahwa seseorang melakukan kecurangan didasarkan atas 3 faktor tersebut, yaitu: 1. Pressure
(tekanan).
Cressey
mempercayai,
bahwa
pelaku
kecurangan bermuladari suatu tekanan yang menghimpitnya. Pelaku mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak yang tidak diceritakan kepada orang lain. Konsep yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (kebutuhan akan uang), padahal, dia tidak bisa berbagi dengan orang lain. 2. Opportunity (Kesempatan). Pelaku kecurangan memiliki persepsi, bahwa ada peluang baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang lain. Cressey berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi tentang peuang, yang pertama, general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan
23
yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini dapat diperoleh dari apa yang ia dengar atau yang ia lihat, kedua adalah technical skill atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kecurangan tersebut. 3. Razionalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan bukan sesudah. Pembenaran merupakan bagian yang harus ada didalam tindakan kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan bagian dari motivasi pelaku.
II.3. Pengertian Audit Secara Umum II.3.1. Definisi Audit Beberapa definisi audit yang penulis kutip dari beberapa sumber menuliskan bahwa, antara lain: Menurut Boynton, Johnson, Kell dengan diterjemahkan oleh Paul A.Rajoe, Gina Gania, Ichsan Setiyo Budi (2006): “Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilaksanakan oleh seorang yang kompeten dan independen
untuk dapat
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan seorang yang independen dan kompeten”. Menurut Arens, Elder dan Beasley, (2008:4) yang diterjemahkan oleh Gina Gania adalah “Pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dengan
24
kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.
Menurut Konrath (2002:5) “Suatu
proses
mengevaluasi
sistematik
untuk
bukti mengenai
secara
asersi
objektif
tentang
mendapatkan
dan
kegiatan-kegiatan dan
kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”
Menurut Sukrisno Agoes (20012:3) “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistimatis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.
Menurut Komite Konsep Audit Dasar (Committee on Basic Auditing Concepts) telah merumuskan definisi umum dari audit : Auditing adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria, serta mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (Messier/ Glover/ Prawitt 2006:16).
25
II.3.2. Audit Kecurangan Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh Amin Widjaja (2008), mendefinisikan audit kecurangan sebagai berikut: “Fraud Auditing is an intial approach (proactive) to detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of fraud perpetration and concealment efforts”. Yang diartikan audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal (proaktif) untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan infromasi, hubungan analistis dan kesadaran perbuatan penipuan dan upaya penyembunyian.
II.3.3. Jenis-jenis Audit Menurut Mulyadi (2002:30-32), dari jenis pemeriksaannya, jenis-jenis audit dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit). Bertujuan untuk menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). Hasil auditing terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit. 2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit). Audit bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
26
3.
Audit Operasional (Operational Audit). Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk mengevaluasi kinerja mengidentifikasi
kesempatan
untuk
peningkatan,
dan
membuat
rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakan audit tersebut agar pelaksnaan operasionalnya dapat berjalan dengan effektif dan efisiensi.
II.4. Sistem Pengendalian Internal II.4.1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan metode yang berguna bagi manajemen untuk menjaga kekayaan organisasi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja. Disamping itu, sistem pengendalian internal dapat mengendalikan ketelitian dan akurasi pencatatan data akuntansi. Definisi sistem pengendalian internal yang penulis kutip dari sumber menuliskan bahwa : 1. Menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of Treadway Commission report, seperti dikutip oleh Bagnaroff, Moscove, dan Simkin (2001) yaitu: “A process, effected by a board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories-effectiveness and efficiency of operations,. Reliability of financial reporting, and 27
compliance laws and regulation or Internal controls are the tools that managers use (but are often nottaught) to help achieve their business objective in the following categories : • Effectiveness and efficiency of operations • Reliability of financial reporting • Complience with external laws and regulations” Definisi diatas dapat diartikan, bahwa pengendalian Internal adalah alat yang digunakan oleh para manajer (tetapi jarang diajarkan) untuk membantu dalam pencapaian tujuan usaha mereka dalam kategori berikut ini : • Efektivitas dan efisiensi operasional • Keandalan dari laporan keuangan • Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku 2. Menurut Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., dan Budi, I.S. (2006:373), laporan COSO mendefinisikan pengendalian intern sebagai berikut : Pengendalian intern (internal control) adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnyadalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam kategori keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi. Laporan
COSO
juga
menekankan
bahwa
konsep
fundamental
(fundamental concepts) dinyatakan dalam definisi berikut : a. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Ini berarti alat untuk mencapai suatu akhir, bukan akhir itu sendiri. Pengendalian intern terdiri dari serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan tidak ditambahkan ke dalam infra struktur suatu entitas. 28
b. Pengendalian intern dilaksanakan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya suatu manual kebijakan dan formulir-formulir, tetapi orang pada berbagai tingkatan organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya. c. Pengendalian intern dapat diharapkan untuk menyediakan hanya keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak, kepada manajemen dan dewan direksi suatu entitas karena keterbatasanyang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan perlunyauntuk mempertimbangkan biaya dan manfaat relatif dari pengadaan pengendalian. d. Pengendalian intern diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori yang saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi. 3. Menurut Dasaratha V. Rama/ Frederick L. Jones (2008:132) yang diterjemahkan oleh M. Slamet Wibowo. “Pengendalian internal (internal control) adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personellainnya, yang dirancang untuk memberikan kepastian yang beralasan terkait dengan pencapaian sasaran kategori sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi operasi; keandalan pelaporan keuangan; dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. II.4.2. Unsur dan Tujuan Pengendalian Internal Menurut Mulyadi (2002:164), unsur pokok sistem pengendalian adalah :
29
internal
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. 2. Sistem
wewenang
dan
prosedur
pencatatan
yang
memberikan
perlindungan yang cukup terhadap karyawan, utang, pendapatan, dan aktiva. 3. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya Menurut Suharli (2006), dalam pengendalian internal terdapat berbagai tujuan. Tujuan pengendalian internal tersebut adalah : 1. Otorisasi ( wewenang ) Setiap transaksi harus mendapat otorisasi semestinya berdasarkan struktur dan kebijakan perusahaan. Dalam keadaan atau masalah- masalah tertentu sangat mungkin diperlukan otorisasi khusus. 2. Pencatatan Pencatatan atas transaksi harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dan pada waktu yang tepat dengan uraian yang wajar.Transaksi yang dicatat adalah transaksi yang benar-benar terjadi dan lengkap. 3. Perlindungan Harta fisik berwujud tidak boleh berada di bawah pengawasan atau penjagaan dari mereka yang bertanggung jawab. Dalam hal ini pengendalian internal memperkecil resiko terjadinya kecurangan oleh karyawan atau manajemen sekalipun.
30
4. Rekonsiliasi Rekonsiliasi secara berkelanjutan dan periodik antar pencatatan dengan harta fisik harus dilakukan misalnya mencocokkan jumlah persediaan barang antara kartu persediaan dengan persediaan fisik digudang. II.4.3. Struktur Pengendalian Internal Unsur-unsur sistem pengendalian internal setiap perusahaan padaumumnya adalah sama. Tetapi perbedaannya terletak pada dinamika interaksi unsurunsur tersebut untuk setiap perusahaan akan berbeda. Hal ini disesuaikan dengan industri besar kecilnya perusahaan, dan falsafah manajemen. Unsur-unsur pokok pengendalian internal perusahaan terdiri atas : 1. Lingkungan pengendalian (control environment). Menurut Agoes (2012:80) : Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal berikut ini : a. Integritas dan nilai etika b. Komitmen terhadap kompetensi c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit d. Struktur organisasi e. Pemberian wewenang dan tanggung jawab f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
31
2. Penaksiran risiko (risk assessment). Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwadan keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secaranegatif mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas dan melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Risiko dapat timbul atau berubah dikarenakan keadaan berikut ini: a. Perubahan dalam lingkungan operasi b. Personel baru c. Sistim informasi yang baru atau yang diperbaiki d. Teknologi baru e. Lini produk, produk, atau aktivitas baru f. Restrukturisasi korporasi g. Operasi luar negeri h. Standar akuntansi baru 3. Aktivitas Pengendalian (control activities). Kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas, sudah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan diberbagai tingkat dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini:
32
a. Review atas kinerja b. Pengendalian pengolahan informasi c. Pengendalian fisik atas kelayakan dan catatan d. Pemisahan fungsi yang memadai 4. Informasi dan komunikasi (information processing andcommunication). Pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalamsuatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. 5.
Pemantauan (monitoring). Proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.
II.4.4. Keterbatasan Pengendalian Internal •
Menurut Messier/ Glover/ Prewitt (2006:270-272) : Sistem pengendalian internal harus dirancang dan dioperasikan untuk memberi keyakinan memadai bahwa tujuan entitas telah dicapai. Konsep keyakinan memadai mengakui bahwa biaya sistem pengendalian internal entitas harus tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk dihasilkan. Kebutuhan untuk menyeimbangkan biayapengendalian dengan manfaat terkait memerlukan estimasi dan pertimbangan mendalam dari sisi manajemen. Efektivitas sistem pengendalian internal berhadapan dengan keterbatasan-keterbatasan alamiah, termasuk diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen, kesalahan personel, dan kolusi.
33
1. Manajemen Mengabaikan Pengendalian Internal Pengendalian entitas dapat diabaikan oleh manajemen. Sebagai contoh, manajer senior dapat meminta karyawan bawahannya untuk mencatat ayat jurnal dalam catatan akuntansi yang tidak konsisten dengan substansi transaksi dan melanggar pengendalian entitas, karena takut akan kehilangan pekerjaannya. Dalam contoh lainnya, manajemen mungkin mengadakan perjanjian dengan pelanggan yang mengubah syarat dan kondisi kontrak penjualan standar entitas dalam cara yang akan menghalangi pengakuan pendapatan. Auditor terutama berkepentingan ketika manajemen senior terlibat aktivitas seperti itu, karena hal itu menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas manajemen. Akan tetapi, pelanggaran prosedur pengendalian oleh manajemen senior lebih sulit untuk dideteksi dengan prosedur audit normal. 2. Kesalahan atau Kelalaian Manusia Sistem pengendalian internal hanya akan seefektif personel yang mengimplementasikan
dan
melakukan
pengendalian.
Kecacatan
dipengendalian internal dapat terjadi karena kesalahan manusia seperti kesalahan atau kelalaian sederhana.Misalnya, kesalahan dapat terjadi dalam merancang, menjaga, atau mengawasi pengendalian otomatis. Jika personel TI tidak memahami secara keseluruhan bagaimana sistem pendapatan
memproses
transaksi
penjualan,
mereka
akan
salah
merancang perubahan terhadap sistem dalam memproses penjualan untuk lini produk baru.
34
3. Kolusi Efektivitas pemisahan tugas terletak pada individu yang hanya melakukan pekerjaan yang ditugaskan padanya atau kinerja seseorang diperiksa oleh orang lain. Selalu ada risiko bahwa kolusi antar individu akan merusak efektivitas pemisahan tugas. Misalnya, seorang individu yang menerima pembayaran kas dari pelanggandapat bekerja sama dengan orang yang mencatat penerimaan tersebut dalam catatan pelanggan untuk mencuri uang dari entitas. II.4.5. Pengujian Pengendalian Menurut Mulyadi (2002:198), “Untuk menguji kepatuhan terhadap pengendalian internal, auditor melakukan dua macam pengujian : 1. Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian internal 2. Pengujian tingkat kepatuhan terhadap pengendalian internal. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing dari kedua pengujian di atas : 1. Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian internal Untuk
menentukan
apakah
informasi mengenai
pengendalian
yang
dikumpulkan oleh auditor benar-benar ada, auditor melakukan dua macam pengujian : a. Pengujian transaksi dengan cara mengikuti pelaksanaan transaksi tertentu. Dalam membuktikan adanya kepatuhan pengendalian internal, auditor dapat memilih transaksi tertentu, kemudian melakukan pengamatan adanya
unsur-unsur pengendalian
internal
dalam
pelaksanaan transaksi tersebut, sejak transaksi tersebut dimulai sampai dengan selesai.
35
b. Pengujian transaksi tertentu yang telah terjadi dan yang telah dicatat. Dalam hal ini auditor harus memilih transaksi tertentu kemudian mengikuti pelaksanaanya sejak awal sampai selesai, melalui dokumen-dokumen yang dibuat dalam transaksi tersebut dan pencatatannya dalam catatan akuntansi. 2. Pengujian tingkat kepatuhan Dalam pengujian pengendalian terhadap pengendalian internal, auditor tidak hanya berkepentingan terhadap eksistensi unsur-unsur pengendalian internal, namun auditor juga berkepentingan terhadap tingkat kepatuhan klien terhadap pengendalian internal. II.4.6. Hubungan Pengendalian Internal dan Kecurangan Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan tindak kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. Adanya audit internal dalam suatu perusahaan diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya kecurangan. Namun demikian, audit internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan, meskipun audit internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan kecurangan. kecurangan (fraud) dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu pencegahan kecurangan dapat dihilangkan
dengan
menghilangkan
peluang
untuk
melakukan
kecurangan, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa setiap tindakan kecurangan akan mendapat sanksi setimpal. Audit internal harus dapat memastikan apakah kecurangan itu memang ada atau tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap sistem
36
pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus mempunyai alat pengendalian yang efektif sehinga sehingga kecurangan dapat cegah sedini mungkin.
II.5.
Teknik Audit Kecurangan Audit kecurangan atau audit investigatif diarahkan lebih ke pembuktian ada
atau tidak adanya fraud dan perbuatan melawan hukum lainnya, oleh karena itu lebih memusatkan kepada 5W (what, where, when, who, why) dan 1H (how). Audit investigatif juga menggunakan teknik audit yang biasa dilakukan dalam audit laporan keuangan, namun di dalam audit investigatif teknik-teknik audit lebih bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan” atau probing (contohnya dengan reviu analitikal) maupun pendalaman (contohnya dengan konfirmasi atau dokumentasi), sehingga sangat diperlukannya review analitikal pada awal investigasi untuk perbandingan antara apa yang akan dihadapi dengan apa yang layak seharusnya terjadi dan berusaha menjawab sebab terjadinya kesenjangan. Tuanakotta (2010) mengungkapkan teknik audit yang lazim digunakan di dalam audit investigatif adalah sebagai berikut: 1. Memeriksa fisik dan mengamati (physical examination) Memeriksa fisik dapat diartikan sebagai penghitungan kembali asset yang berupa uang tunai (mata uang rupiah maupun asing), kertas berharga, persediaan barang, aset tetap, dan barang berwujud lainnya. Mengamati sendiri diartikan sebagai pemanfaatan indera untuk mengetahui sesuatu. Contohnya, terdapat suatu kontrak biaya pengecetan gedung Pentagon,
37
investigator dapat melakukan pemeriksaan fisik atas luas bidang dinding yang dicat yang ternyata jauh berbeda dengan yang tertulis di kontrak, lalu dalam kontrak kerja juga meliputi pengerjaan gorong-gorong air yang memang tidak perlu dicat, dan pada akhirnya investigator membuktikan bahwa kontraktor dan building engineer melakukan kolusi yang merugikan Pentagon. 2. Meminta informasi dan konfirmasi (confirmation) Di dalam audit investigatif, permintaan konfirmasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasikan dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain. 3. Memeriksa dokumen (documentation) Pemeriksaan dokumen pasti dilakukan didalam audit investigatif, tetapi dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis (digital). 4. Review analitikal (analytical review) a. Menganalisa
kemampuan
perusahaan
yang
diaudit
dengan
membandingkannya dengan perusahaan saingannya yang seukuran dan melakukan perbandingan dalam perusahaan yang diaudit atas hal yang sama pada masa sekarang dengan masa lalu. b. Membandingkan anggaran dengan realisasi dengan perlunya pemahaman mekanisme anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran dan insentif (keuangan maupun non-keuangan) yang terkandung dalam sistem anggarannya c. Melakukan analisis vertikal dan horizontal yang merupakan analisis rasio atas laporan keuangan.
38
d. Melihat hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lainnya dengan melakukan perbandingan antar akun, contohnya penjualan dengan piutang, penjualan dengan rata-rata persedian, dan lainnya. e. Menggunakan data non-keuangan dengan review analitikal adalah mengenal pola hubungan, relationship-pattern. Contohnya, hubungan antara jumlah pupuk yang digunakan dengan hasil produksi. f. Regresi atau analisis trend dengan data historical yang memadai g. Menggunakan indikator ekonomi makro. 5. Menghitung kembali (reperformance) Menghitung kembali tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan. Dalam audit investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya lebih kompleks dari audit laporan keuangan karena didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegosiasi.
II.6.
Siklus Pendapatan Siklus pendapatan terdiri dari semua aktivitas penjualan dan penerimaan kasserta retur penjualan. Aktivitas yang harus dicatat adalah penerimaan order dari konsumen, penjualan, dan penerimaan kas. II.6.1. Penjualan Tunai Menurut Mulyadi (2002:455), penjualan tunai dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang terlebih dahulu sebelum barang tersebut diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli. Setelah uang diterima oleh perusahaan, barang kemudian diserahkan kepada pembeli dan transaksi penjualan tunai kemudian dicatat oleh perusahaan.
39
II.6.2. Penjualan Kredit Menurut Mulyadi (2002:202), Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai order yang diterimadari pembelian dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada pembeli selalu dengan evaluasi layak atau tidaknya pembeli tersebut diberi kredit. II.6.2.1. Fungsi Yang Terkait Penjualan Kredit Pelaksanaan prosedur penjualan kredit yang baik dapat dilakukan dengan cara memisahkan fungsi dan tanggung jawab yang terkait dalam penjualan kredit. Tujuan pokok dari pemisahan fungsi dan tanggung jawab tersebut adalah untuk mencegah serta dapat dilakukan deteksi atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada masing-masing bagian. Menurut Mulyadi (2002:211), “Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit, yaitu : 1. Fungsi Penjualan Dalam transaksi penjulan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut, meminta otorisasi kredit menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang
40
mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat “back order” pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order pelanggan. 2. Fungsi Kredit Fungsi ini berada dibawah fungsi keuangan yang dalam transaksi penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. 3. Fungsi Gudang Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang yang dipesan oleh pelanggan,
serta
menyerahkan
barang
ke
fungsi
pengiriman. 4. Fungsi Pengiriman Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. 5. Fungsi Penagihan Fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.
41
6. Fungsi Akuntansi Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Di samping itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan. II.6.2.2. Pengendalian Internal Penjualan Kredit Penjualan merupakan aktivitas yang penting didalam suatu perusahaan, karena dari penjualan diperoleh sumber pendapatan berupa laba untuk membiayai kelangsungan hidup perusahaan. Siklus penjualan dimulai dari permintaan barang oleh pelanggan sampai berpindahnya kepemilikan barang dari penjual kepelanggan dengan sistem pembayaran tunai ataupun dengan pembayaran kredit. Menurut Mulyadi (2002:221) : “Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, baik secara kredit maupun secara tunai. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya. Kegiatan penjualan secara kredit ini ditangani oleh perusahaan melalui sistem penjualan kredit” Unsur pokok pengendalian terdiri dari :
42
a. Organisasi 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit 2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit. 3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas. 4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 1. Peneriman order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan surat pengiriman. 2. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy. 3. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman. 4. Penetapan
harga
jual,
syarat
penjualan,
syarat
pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada ditangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
43
5. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan. 6. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi
oleh
fungsi
akuntansi
dengan
cara
memberikan tanda tangan pada dokumen sumber. 7.
Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan
yang
didukung
dengan
surat
order
pengiriman dan surat muat. c. Praktik yang Sehat 1. Surat order pengiriman bernomor urut cetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan 2. Faktur
penjualan
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan. 3. Secara
periodik
fungsi
akuntansi
mengirimkan
pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk mengkaji ketelitian catatan piutang yang diselenggarkan oleh fungsi tersebut. 4. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.
44
II.6.3. Penerimaan Kas Menurut Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield(2008:342) yang diterjemahkan oleh Emil Salim, S.E, pengertian kas adalah aktiva yang paling likuid, merupakan media pertukaran standar dan dasar pengukuran serta akuntansi untuk semua pos-pos lainnya. Penerimaan kas merupakan hasil dari beberpa aktivitas. Sebagai contoh, kas diterima dari hasil transaksi pendapatan, pinjaman jangka pendek atau jangka panjang, serta aktiva lainnya. Lingkup bagian ini dibatasi pada penerimaan kas dari penjualan tunai dan penagihan dari pelanggan atas penjualan kredit. Fungsi penerimaan kas yang meliputi pemrosesan penerimaan kas dari penjualan tunai dan kredit, termasuk sub fungsi sebagai berikut : 1. Menerima penerimaan kas 2. Menyetorkan kas ke bank 3. Mencatat penerimaan kas Sebagaimana dalam kasus transaksi penjualan kredit, pemisahan tugas untuk melakukan fungsi fungsi ini merupakan aktivitas pengendalian
internal
yang
penting.
Fungsi-fungsi,
aktivitas
pengendalian yang berlaku, dan asersi yang relevan serta tujuan audit spesifik akan dijelaskan dalam bagian tersebut. Banyak dari pengendalian tersebut berkaitan dengan penerimaan dan penyetoran kas yang melibatkan cek dan saldo secara manual daripada dengan computer,
pengendalian
komputer
mengendalikan pencatatan sub fungsi.
45
paling
efektif
dalam
Risiko utama dalam memproses transaksi penerimaan kas adalah kemungkinan pencurian kas sebelum atau sesudah pencatatan penerimaan kas dibuat. Dengan demikian, prosedur pengendalian harus memberikan kepastian yang layak bahwa dokumentasi penetapan tanggung jawab telah dibuat pada saat kas diterima dan bahwa kas telah disimpan ditempat yang sama. Risiko kedua adalah kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemrosesan penerimaan kas berikutnya. II.6.3.1. Fungsi-fungsi Sistem Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai 1. Fungsi Penjualan Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima order dari pembeli, mengisi faktur penjualan tunai, dan menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran harga barang ke fungsi kas. Fungsi ini berada pada Bagian Penjualan. 2. Fungsi Kas Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab sebagai penerima kas dari pembeli.Fungsi ini berada pada Kasir. 3. Fungsi Gudang Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyiapkan barang yang dipesan oleh pembeli, serta menyerahkan barang tersebut ke fungsi pengiriman. Fungsi ini berada pada Bagian Gudang.
46
4. Fungsi Pengiriman Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab untuk membungkus barang dan menyerahkan barang yang telah dibayar harganya kepada pembeli.Fungsi ini berada pada Bagian Pengiriman. 5. Fungsi Akuntansi Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab sebagai pencatat transaksi penjualan dan penerimaan kas dan pembuat laporan penjualan.Fungsi ini berada pada Bagian Jurnal. (Mulyadi 2002 :462) II.6.3.2. Fungsi-fungsi Sistem Penerimaan Kas dari Piutang 1. Fungsi Sekretariat Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi sekretariat bertanggung
jawab
dalam
penerimaan
cek
dan
surat
pemberitahuan melalui pos dari para debitur perusahaan. Fungsi sekretariat bertugas untuk membuat daftar surat pemberitahuan yang diterima bersama cekdari para debitur. Fungsi ini berada pada Bagian Sekretariat. 2. Fungsi Penagihan Jika perusahaan melakukan piutang langsung kepada debitur melalui penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung jawab untuk
melakukan
penagihan
kepada
debitur
perusahaan
berdasarkan daftar piutang yang ditagih yang dibuat oeh fungsi akuntansi.Fungsi ini berada pada Bagian Penagihan.
47
3. Fungsi Kas Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat (jika pelaksanaan penagihan piutang melalui pos) atau dari fungsi penagihan (jika pelaksanaan penagihan piutang melalui penagih perusahaan). Fungsi kas bertanggung jawab untuk menyetorkan
kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut
kepada bank dengansegera. Fungsi ini berada pada kasir. 4. Fungsi Akuntansi Fungsi
akuntansi
bertanggung
jawab
dalam
pencatatan
penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang. Fungsi ini berada pada Bagian Piutang. 5. Fungsi Pemeriksa Internal Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi pemeriksaan internal bertanggung jawab dalam melaksanakan penghitungan kas yang ada ditangan fungsi kas secara periodik. Disamping itu, fungsi pemeriksa internal bertanggungjawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi.Fungsi pemeriksa internal berada pada Bagian Pemeriksa Internal. (Mulyadi 2002:487) II.6.4. Retur Penjualan Penggelapan kas dapat ditutupi dengan menyatakan terlalu tinggi retur penjualan dan pengurangan harga. Jadi, aktivitas pengendalian bermanfaat dalam mengurangi risiko penyelewengan
48
semacam itu yang berfokus pada penetapan validitas, atau eksistensi atau kejadian transaksi itu dan mencakup hal-hal berikut: 1. Otorisasi yang tepat atas transaksi retur penjualan. Sebagai contoh, retur penjualan harus diotorisasi oleh manajemen penjualan. 2. Perhitungan independen atas barang-barang yang diretur. 3. Penggunaan
dokumen
dan
catatan
yang
tepat,
terutama
penggunaan memo kredit yang telah disetujui untuk pemberian kredit atas barang-barang yang dikembalikan atau rusak. 4. Pemisahan tugas untuk mengotorisasi transaksi penyesuaian penjualan dan penanganan serta pencatatan penerimaan kas. II.6.4.1.Fungsi-fungsi Sistem Retur Penjualan 1. Fungsi Penjualan Dalam transaksi retur penjualan, fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan pemberitahuan mengenai pengembalian barang yang telah dibeli oleh pembeli. Otorisasi penerimaan kembali barang yang telah dijual tersebut dilakukan dengan cara membuat memo kredit yang dikirimkan kepada fungsi penerimaan. 2. Fungsi Penerimaan Dalam transaksi retur penjualan, fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan barang berdasarkan otorisasi yang terdapat dalam memo kredit yang diterima dari fungsi penjualan. 3. Fungsi Gudang Fungsi ini bertanggung jawab atas penyimpan kembali barang yang diterima dari retur penjualan setelah barang tersebut
49
diperiksa oleh fungsi penerimaan. Barang yang diterima dari transaksi retur penjualan ini dicatat oleh fungsi gudang dalam kartu gudang. 4. Fungsi Akuntansi Fungsi ini bertanggung jawab atas pencatatan transaksi retur penjualan kedalam jurnal umum (atau jurnal retur penjualan) dan pencatatan berkurangnya piutang dan bertambahnya persediaan akibat retur penjualan dalam kartu piutang dan kartu persediaan. Disamping itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mengirimkan memo kredit kepada pembeli yang bersangkutan. (Mulyadi 2002:226-231). II.6.4.2.Unsur
Pengendalian
Internal
dalam
Sistem
Retur
Penjualan a. Organisasi 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi penerimaan. 2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan. 3. Transaksi retur penjualan harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi penerimaan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi returpenjualan yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsitersebut. b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 1. Retur penjualan diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan membutuhkan tanda tangan otorisasi dalam memo kredit.
50
2. Pencatatan berkurangnya piutang karena retur penjualan didasarkan pada memo kredit yang didukung dengan laporan penerimaan barang. c. Praktik yang Sehat 1. Memo kredit bernomor urut tercetak dan pemakaiannyadalam pertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 2. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut. 3. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekonsiliasi kontrol piutang dalam buku besar. (Mulyadi 2002:236).
II.7.
Pengertian Evaluasi Evaluasi
merupakan
kegiatan
yang
membandingkan
antara
hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang diterapkan dengan hasil yang bias dicapai. Evaluasi merupakan suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis untuk mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta untuk mengetahui dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program perencanaan yang akan datang.
51