24
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Preventive Maintenance
2.1.1
Pengertian Perawatan ( Maintenance ) Menurut Assauri (1999, p95) perawatan merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas dan peralatan pabrik, dan mengadakan perbaikan, penyesuaian, atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi yang memuaskan, sesuai dengan yang direncanakan. Dengan adanya perawatan diharapkan semua fasilitas dan mesin yang dimiliki oleh perusahaan dapat dioperasikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Perawatan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi, kelambatan dan volume produksi. Dengan demikian, perawatan memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain dari suatu perusahaan. Karena pentingnya aktivitas perawatan maka diperlukan perencanaan yang matang untuk menjalankannya, sehingga terhentinya proses produksi akibat mesin rusak dapat dikurangi seminimum mungkin. Aktivitas perawatan yang benar-benar baik dapat mengurangi biaya untuk merawat mesin.
25
Menurut sumber yang didapat dari jurnal ilmiah internasional yaitu http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1378834641&sid=2&Fmt=3&clientId= 68814&RQT=309&VName=PQD, manajemen pabrik-pabrik terutama yang berhubungan
dengan
bagian
perawatan
atau
maintenance
biasanya
dihadapkan pada pertimbangan-pertimbangan yang saling berbenturan. Sebagai contoh, jika peralatan mengalami perawatan yang berlebih, maka biaya untuk perawatan akan semakin tinggi, namun apabila perawatannya kurang, maka akan berakibat pada meningkatnya kerusakan-kerusakan pada peralatan tersebut. Pada situasi seperti ini, di mana keperluan untuk perawatan bergantung pada macam-macam kondisi, akan sangat sulit untuk menentukan strategi perawatan dan pemeliharaan yang optimal yang akan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dari peralatan-peralatan tersebut dengan berdasarkan kepada berbagai kriteria.
2.1.2
Tujuan Maintenance Adapun tujuan utama dari fungsi maintenance, menurut Assauri (1999, p95) adalah : 1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sesuai dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
26
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut. 4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien. 5. Menghindari kegiatan maintenance yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja. 6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah.
2.1.3
Jenis - Jenis Perawatan Aktivitas perawatan (maintenance) dapat dibedakan dalam lima jenis yaitu preventive maintenance, corrective maintenance, reactive maintenance, proactive maintenance, dan predictive maintenance.
2.1.3.1 Pengertian Preventive Maintenance Preventive maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan dan menemukan kondisi yang dapat
27
menyebabkan fasilitas atau mesin produksi mengalami kerusakan pada waktu melakukan kegiatan produksi. Dengan demikian semua fasilitas atau mesin yang mendapat tindakan preventive
akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu dalam keadaan
optimal untuk melakukan kegiatan proses produksi. Dalam pelaksanaannya preventive maintenance dapat dibedakan atas routine maintenance dan periodic maintenance. Routine maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contohnya yaitu pelumasan, pengecekan isi bahan bakar. Periodic maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu. (Assauri, p90)
2.1.3.2 Corrective Maintenance Corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau fasilitas mengalami kerusakan atau gangguan. Dalam hal ini kegiatan corrective maintenance bersifat perbaikan yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar dapat beroperasi kembali. Tindakan corrective ini dapat memakan biaya perawatan yang lebih murah dari pada tindakan preventive. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terjadi disaat mesin atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung maka biaya
28
perawatan akan mengalami peningkatan akibat terhentinya proses produksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan corrective memusatkan
permasalahan
setelah
permasalahan
itu
terjadi,
bukan
menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.
2.1.3.3 Reactive Maintenance Reactive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan sebagai respon terhadap breakdown unit yang tidak terencana, umumnya sebagai hasil dari kegagalan baik yang bersifat internal ataupun yang bersifat eksternal. Yang termasuk kedalam reactive maintenance adalah corrective maintenance.
2.1.3.4 Proactive Maintenance Proactive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara teratur dan terencana tanpa menunggu mesin rusak terlebih dahulu, sehingga dapat meminimasi kemungkinan terjadinya breakdown akibat kerusakan mesin. Yang termasuk dalam proactive maintenance adalah preventive maintenance dan predictive maintenance.
2.1.3.5 Predictive Maintenance Predictive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan melalui analisa secara fisik terhadap peralatan atau komponen dengan bantuan
29
pengukuran instrumen tertentu seperti alat pengukur getaran, temperatur, pengukur suara dan lain-lain untuk mendeteksi kerusakan sedini mungkin.
2.1.4
Tugas-Tugas Maintenance Semua tugas-tugas maintenance dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut : 1. Inspeksi (Inspection) Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine Schedule Check) peralatan sesuai dengan rencana serta kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan membuat laporan-laporan dari hasil pengecekan atau pemeriksaan tersebut. 2. Kegiatan Teknik (Engineering) Kegiatan teknik ini meliputi kegiatan-kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. 3. Kegiatan Produksi (Production) Kegiatan Produksi merupakan kegiatan
maintenance
yang
sebenarnya, yaitu memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan.
30
4. Pekerjaan Administrasi (Clerical Work) Pekerjaan Administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan maintenance. 5. Pemeliharaan Bangunan (Housekeeping) Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan atau gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.
2.1.5
Konsep Kehandalan (Reliability) Yang dimaksud dengan keandalan (reliability) adalah probabilitas sebuah komponen atau sistem untuk dapat beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi yang telah ditetapkan. (Ebeling, 1997, p5) Empat elemen yang signifikan dengan konsep reliability adalah probability, performance, waktu dan kondisi. Probability (peluang) memiliki arti bahwa setiap item memiliki umur berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi distribusi dari kerusakan item untuk mengetahui umur pakai dari item tersebut. Performance (kinerja) mendefinisikan bahwa kehandalan merupakan suatu karakteristik performansi sistem dimana suatu sistem yang andal harus
31
dapat menunjukkan performansi yang memuaskan jika dioperasikan. Waktu. Reliability dinyatakan dalam suatu periode waktu. Peluang suatu item untuk digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang item untuk digunakan dalam sepuluh tahun. Kondisi menjelaskan bahwa perlakuan yang diterima oleh suatu system akan memberikan pengaruh terhadap tingkat reliability.
2.1.6
Konsep Avaibility Menurut Ebeling (1997, p6) avaibility adalah peluang suatu komponen untuk dapat beroperasi sesuai dengan fungsinya pada waktu tertentu ketika digunakan pada kondisi operasi yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Kapur (1997, p226) avaibility merupakan suatu konsep yang berhubungan erat dengan probabilitas suatu peralatan untuk melakukan operasi secara memuaskan pada kondisi tertentu.
2.1.7
Konsep Down Time Downtime merupakan waktu dimana suatu unit tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat terjadi apabila suatu unit mengalami masalah seperti kerusakan mesin yang dapat mengganggu performansi dari mesin secara keseluruhan termasuk mutu produk yang dihasilkan atau kecepatan produksinya sehingga membutuhkan waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi awal.
32
Downtime memiliki beberapa unsur, yaitu : 1. Supply delay, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk personal maintenance untuk memperoleh komponen yang dibutuhkan dalam proses perbaikan. Supply delay dapat terdiri atas lead time administrasi, lead time produksi dan waktu transportasi komponen pada lokasi perbaikan. 2. Maintenance delay, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan sumber daya
maintenance
untuk
melakukan proses perbaikan. Sumber daya maintenance dapat berupa personal, alat bantu dan alat tes. 3. Access time, merupakan waktu untuk mendapatkan akses ke komponen yang mengalami kerusakan. 4. Diagnosis time, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab kerusakan dan langkah perbaikan yang harus ditempuh untuk memperbaiki kerusakan. 5. Repair or replacement unit, merupakan waktu aktual yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalahan dapat diidentifikasikan dan akses ke komponen yang rusak dapat dicapai. 6. Verification and aligment, merupakan waktu untuk memastikan bahwa fungsi daripada suatu unit telah kembali pada kondisi operasi semula.
33
2.1.8
Distribusi Kerusakan Distribusi yang digunakan untuk mengetahui pola data yang terbentuk dibagi dalam empat macam yaitu: distribusi Weibull, Eksponensial, Normal dan Lognormal.
2.1.8.1Distribusi Weibull Distribusi weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu kerusakan karena distribusi ini baik digunakan untuk laju kerusakan yang meningkat maupun laju kerusakan yang menurun. Dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah yang disebut dengan parameter skala (scale parameter) dan ß yang disebut dengan parameter bentuk (shape parameter). Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi Weibull yaitu (Ebeling, 1997, p59) : Reliability function : R(t) = e
⎛ t ⎞β ⎜ ⎟ ⎝θ⎠
Dalam distribusi Weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang terbentuk adalah parameter ß. Nilai-nilai ß yang menunjukkan laju kerusakan terdapat dalam tabel berikut (Ebeling, p63) :
34
Tabel 2.1 Laju Kerusakan Nilai 0<β<1 β =1 1< β<2
Laju Kerusakan Pengurangan Laju Kerusakan (DFR) Distribusi Exponensial Peningkatan Laju Kerusakan (IFR). Konkaf
β =2
Distribusi Rayleigh
Β>2
Peningkatan Laju Kerusakan (IFR). Konveks
3=β
Peningkatan Laju Kerusakan (IFR). Mendekati kurva normal.
Sumber : (Ebeling, p64) Jika parameter ß mempengaruhi laju kerusakan maka parameter mempengaruhi nilai tengah dari pola data.
Gambar 2.1 Distribusi Weibull
35
2.1.8.2 Distribusi Eksponensial Distribusi eksponensial digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu, dengan kata lain probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada umur alat. Distribusi ini merupakan distribusi yang paling mudah untuk dianalisa. Parameter yang digunakan dalam distribusi eksponensial adalah λ, yang menunjukkan rata– rata kedatangan kerusakan yang terjadi. Fungsi reliability yang dalam distribusi eksponensial yaitu (Ebeling, 1997, p41) : Reliability function : R(t) = e –λt
Gambar 2.2 Distribusi Eksponensial
terdapat
36
2.1.8.3 Distribusi Normal Distribusi normal cocok untuk digunakan dalam memodelkan fenomena keausan. Parameter yang digunakan adalah µ (nilai tengah) dan s (standar deviasi). Karena hubungannya dengan distribusi lognormal, distribusi ini dapat juga digunakan untuk menganalisa probabilitas lognormal. Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi normal yaitu (Ebeling, 1997, p69) :
⎛t −μ⎞ Reliability Function : R(t) = Φ ⎜ ⎟ ⎝ σ ⎠ dimana µ > 0, s > 0 dan t > 0
Gambar 2.3 Distribusi Normal
37
2.1.8.4 Distribusi Lognormal
Distribusi Lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang merupakan parameter bentuk (shape parameter) dan tmed sebagai parameter lokasi (location parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan. Distribusi ini dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi Lognormal. Fungsi reliability yang terdapat pada distribusi Lognormal yaitu (Ebeling, 1997, p73) : ⎛1 t R(t) = 1- Φ ⎜⎜ ln ⎝ s t med
⎞ ⎟⎟ ⎠
dimana s > 0, tmed > 0, dan t > 0
Gambar 2.4 Distribusi Lognormal
38
2.1.9 Identifikasi Distribusi
Identifikasi distribusi dilakukan melalui dua tahap yaitu Least Square Curve dan Goodness of Fit Test .
2.1.9.1 Least Square Curve Fitting
Metode ini digunakan untuk mengitung nilai index of fit (r). Distribusi dengan nilai r yang terbesar akan dipilih untuk diuji dengan menggunakan Goodness of Fit Test.
Rumus umum yang terdapat dalam metode Least Square Curve Fitting adalah: F(ti) =
dimana :
i − 0.3 n + 0.4 i = data waktu ke-t n = jumlah data kerusakan
n ⎛ n ⎞⎛ n ⎞ n∑ XiYi − ⎜ ∑ Xi ⎟⎜ ∑ Yi ⎟ i =1 ⎝ i =1 ⎠⎝ i =1 ⎠ index of fit r = 2 2 ⎡ n ⎛ n ⎞ ⎤⎡ n 2 ⎛ n ⎞ ⎤ 2 ⎢n∑ Xi − ⎜ ∑ Xi ⎟ ⎥ ⎢n∑ Yi − ⎜ ∑ Yi ⎟ ⎥ ⎝ i =1 ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ i =1 n ⎛ n ⎞⎛ n ⎞ n ∑ XiYi − ⎜ ∑ Xi ⎟⎜ ∑ Yi ⎟ i =1 ⎝ i =1 ⎠⎝ i =1 ⎠ b= 2 ⎡ n ⎛ n ⎞ ⎤ 2 ⎢n ∑ Xi − ⎜ ∑ Xi ⎟ ⎥ ⎝ i =1 ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ i =1
Lognormal
untuk Weibull, Normal,
39
n
b=
∑ XiYi i =1
untuk Eksponensial
⎡n 2⎤ ⎢∑ Xi ⎥ ⎣ i =1 ⎦
a = y − bx
Rumus yang dimiliki masing-masing distribusi adalah : •
Distribusi Weibull xi = ln ti dimana ti adalah data waktu ke-i ⎡ ⎛ 1 ⎞⎤ ⎟⎟⎥ yi = ln ⎢ln⎜⎜ ⎣ ⎝ 1 − F(ti ) ⎠⎦
parameter : β = b dan e = •
Distribusi Eksponensial xi = ti dimana ti adalah data waktu ke-i ⎛ 1 ⎞ ⎟⎟ yi = ln ⎜⎜ ⎝ 1 − F(ti ) ⎠
parameter : λ = b •
Distribusi Normal xi = ti dimana ti adalah data waktu ke-i yi = zi = Φ-1 [F(ti)] parameter : σ =
•
1 dan µ = b
⎛a⎞ ⎜ ⎟ ⎝b⎠
Distribusi Lognormal xi = ln ti dimana ti adalah data waktu ke-i
40
yi = zi = Φ-1 [F(ti)] parameter : s =
1 dan tmed = e-sa b
2.1.9.2 Goodness of Fit Test
Setelah perhitungan index of fit dilakukan maka tahap selanjutnya dilakukan pengujian Goodness of Fit untuk nilai index of fit yang terbesar. Uji ini dilakukan dengan membandingkan antara hipotesa nol (H0) yang menyatakan bahwa data kerusakan mengikuti distribusi pilihan dan hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa data kerusakan tidak mengikuti distribusi pilihan. Pengujian yang dilakukan dalam Goodness of Fit ada tiga macam yaitu Mann’s Test untuk distribusi Weibull, Bartlett’s Test untuk distribusi Eksponential dan Kolmogorov-Smirnov untuk distribusi Normal dan Lognormal.
2.1.9.2.1
Mann’s Test
Menurut Ebeling, (1997, p400) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah: H0 : Data kerusakan berdistribusi Weibull H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Weibull Uji statistiknya adalah :
41
⎛ ln t i +1 − ln t i ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ Mi i = k 1 +1 ⎝ ⎠ M = k1 ⎛ ln t i +1 − ln t i ⎞ ⎟⎟ k 2 ∑ ⎜⎜ Mi i =1 ⎝ ⎠ k1
r −1
∑
dimana : k1 =
r 2
k2 =
r −1 2
Mi = Zi+1 - Zi
⎡ i − 0.5 ⎞⎤ ⎛ Zi = ln ⎢− ln⎜1 − ⎟⎥ ⎝ n + 0.25 ⎠⎦ ⎣ Jika nilai M < Mcrit maka H0 diterima. Nilai Mcrit diperoleh dari table distribusi F dengan v1 = 2k1 dan v2 = 2k2.
2.1.9.2.2
Bartlett’s Test
Menurut Ebeling, (1997, p399) Hipotesa untuk melakukan uji ini adalah : H0 : Data kerusakan berdistribusi Eksponential H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Eksponential Uji statistiknya adalah : r r ⎡ ⎛ ⎤ ⎞ 2r ⎢ln⎜ (1 r )∑ t i ⎟ − (1 r )∑ ln t i ⎥ i =1 i =1 ⎝ ⎠ ⎦ B= ⎣ (r + 1) 1+ 6r
dimana :
42
ti = data waktu kerusakan ke-i r = jumlah kerusakan B = nilai uji statistic untuk uji Barlett’s Test H0 diterima jika : X 2 (1− α 2, r −1) < B < X 2 (α 2, r −1)
2.1.9.2.3
Kolmogorov-Smirnov Test
Menurut Ebeling, (1997, p402) Hipotesa untuk melakukan uji ini adalah : H0 : Data kerusakan berdistribusi Normal atau Lognormal H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Normal dan Lognormal Uji statistiknya adalah : Dn = max{D1,D2} dimana : ⎧ ⎛ t − t ⎞ i − 1⎫ D1 = max ⎨Φ⎜ i ⎟− ⎬ 1≤ i ≤ n n ⎭ ⎩ ⎝ s ⎠ ⎧i ⎛ t − t ⎞⎫ ⎟⎟⎬ D 2 = max ⎨ − Φ⎜⎜ i 1≤ i ≤ n n ⎝ s ⎠⎭ ⎩ n
t =∑ i =1
ti n
n
s =∑ 2
i =1
( t i − t )2 n −1
43
Untuk lognormal : ln t i t=∑ i =1 n n
n
s =∑ 2
i =1
(ln t
− t) n −1
2
i
ti = data waktu kerusakan ke-i s = standar deviasi Jika Dn < Dcrit maka terima H0. Nilai Dcrit diperoleh dari table critical value for Kolmogorov-Smirnov Test for normality.
2.1.10 Mean Time To Failure (MTTF) Mean time to failure merupakan rata – rata selang waktu kerusakan dari
suatu distribusi kerusakan. Perhitungan nilai MTTF untuk masing – masing distribusi adalah :
•
Distribusi Weibull
⎛ 1⎞ MTTF = θ.Г ⎜⎜1 + ⎟⎟ ⎝ β⎠ •
Distribusi Eksponensial MTTF =
•
1 λ
Distribusi Normal MTTF = α
•
Distribusi Lognormal MTTF = t med e s
2
/2
44
2.1.11 Mean Time To Repair (MTTR)
Untuk dapat menghitung nilai rata – rata perbaikan, distribusi data untuk waktu perbaikan perlu diketahui terlebih dahulu. Pengujian untuk menentukan distribusi data dilakukan dengan cara seperti yang telah dijelaskan. Rumus yang digunakan untuk masing–masing distribusi adalah :
•
Distribusi Weibull
⎛ 1⎞ MTTR = θ.Г ⎜⎜1 + ⎟⎟ ⎝ β⎠ •
Distribusi Eksponensial MTTR =
•
1 λ
Distribusi Normal dan Lognormal MTTR = t med e s
2
/2
2.1.12 Interval Waktu Penggantian Pencegahan Kerusakan untuk Minimasi Total Downtime
Penggantian pencegahan dilakukan untuk menghindari terhentinya mesin akibat kerusakan komponen. Untuk melakukan tindakan perawatan ini, maka harus diketahui interval waktu antara tindakan penggantian (tp) yang optimal
dari suatu komponen sehingga dicapai minimasi downtime yang
maksimal.
45
•
Block Replacement
Jika pada selang waktu tertentu tidak terdapat kerusakan, maka tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval yang tetap. Jika sistem rusak sebelum tercapainya tp, maka dilakukan penggantian kerusakan dan penggantian selanjutnya akan tetap dilakukan pada saat tp dengan mengabaikan penggantian perbaikan sebelumnya.
•
Age Replacement
Dalam metode ini tindakan penggantian dilakukan pada saat pengoperasiannya sudah mencapai waktu yang telah ditetapkan yaitu tp. Jika pada selang waktu tp terdapat kerusakan, maka dilakukan penggantian sebagai tindakan korektif. Perhitungan umur tindakan penggantian tp dimulai dari awal lagi dengan mengambil acuan dari saat sistem mulai bekerja kembali setelah dilakukan tindakan perawatan korektif tersebut. Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah : D(tp) =
(total ekspektasi downtime per siklus) (ekspektasi panjang waktu siklus)
Rumus dari total ekspektasi downtime per siklus adalah : Total Ekspektasi Downtime per siklus = Tp . R(tp) + Tf . (1R(Tp)) dimana : Tp
= Interval waktu tindakan penggantian pencegahan
46
R(tp)
= Probabilitas suatu siklus tindakan pencegahan
Tf
= Interval waktu tindakan perbaikan kerusakan
Reliability waktu siklus pencegahan sama dengan probabilitas dari
kerusakan yang terjadi setelah waktu tp yaitu : ∞
R(tp) =
∫ (t )dt
tp
Jadi probability dari suatu siklus rusak yaitu : 1 - R(ti) Ekspektasi panjang waktu siklus = (tp + Tp) . R(tp) + (ekspektasi panjang siklus kegagalan) . (1-R(tp)) dimana : (tp + Tp) = panjang siklus pencegahan R(tp)
= Probabilitas suatu siklus tindakan pencegahan
(1-R(tp)) = Probabilitas suatu siklus tindakan kegagalan Untuk menentukan ekspektasi panjang siklus kegagalan, perlu diperhatikan waktu rata-rata kegagalan / MTTF (Mean Time To Failure), dimana untuk preventive maintenance diperoleh :
MTTF = ∫ t . f (t )dt Nilai tengah distribusi kerusakan yaitu : M(tp) =
∫ t . f (t )dt 1 − R (tp )
47
Ekspektasi panjang siklus kegagalan =
∫ t . f (t )dt + Tf 1 − R (tp )
Jadi ekspektasi panjang waktu siklus yaitu :
⎡⎛ t . f (t )dt ⎞⎤ ∫ ⎜ ⎢ = (tp + Tp) . R(tp) + + Tf ⎟⎥ . (1 – R(tp)) ⎜ ⎟⎥ ⎢ 1 − R (tp ) ⎠⎦ ⎣⎝ = (tp + Tp) . R(tp) + ∫ t . f (t )dt + Tf . (1 – R(tp)) Dan total downtime per siklus yaitu : D(tp) =
Tp x R (tp ) + Tf (1 − R (tp )) (tp + Tp ) x R (tp ) + (M(tp ) + Tf ) x (1 − R (tp ))
2.1.13 Interval Waktu Pemeriksaan
Selain penggantian pencegahan maka pemeriksaam (inspeksi) juga diperlukan dalam Preventive Maintenance untuk meningkatkan availability. Tujuan dari inspeksi adalah untuk mencegah kegagalan yang tidak terdeteksi terutama pada saat mesin tidak beroperasi yang disebabkan oleh korosi atau kerusakan mekanik. Yang harus diingat adalah bahwa inspeksi dapat meningkatkan availability tetapi tidak dapat meningkatkan reliabilitas. Menurut Jardine, (1993, p108) tindak pemeriksaan juga bertujuan untuk meminimasi downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara tibatiba. Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah :
•
1 = waktu rata-rata perbaikan μ
48
•
1 = waktu rata-rata pemeriksaan i
Menurut Jardine, (1993, p109) total downtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemeriksaan (n) dan dinotasikan dengan D(n) yaitu sebagai berikut : D(n) = downtime untuk perbaikan kerusakan dan downtime untuk pemeriksaan. D(n) =
λ(n ) n + i μ
Keterangan : λ(n)
= laju kerusakan yang terjadi
n
= jumlah pemeriksaan per satuan waktu
µ
= berbanding terbalik dengan 1/µ
i
= berbanding terbalik dengan 1/i
Diasumsikan bahwa laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan : λ(n) =
k n
λ(n ) n + i μ
dan karena
:
D(n) =
dimana
:
k = nilai konstan dari banyaknya kerusakan tiap satuan
49
waktu, maka diperoleh :
n=
ki μ
2.1.14 Kehandalan (Reliability) Dengan dan Tanpa Preventive Maintenance
Peningkatan
kehandalan
dapat
ditempuh
melalui
perawatan
pencegahan. Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh wear out dan menunjukkan hasil yang signifikan terhadap umur sistem. Menurut Ebeling (1997, p204), model kehandalan berikut ini mengasumsikan sistem kembali ke kondisi baru setelah menjalani preventive maintenance.
Kehandalan pada saat t dinyatakan sebagai berikut : Rm(t) = R(t)
untuk 0 ≤ t ≤ T
Rm(t) = R(T) . R(t – T)
untuk T ≤ t ≤ 2T
Keterangan : T
= interval waktu penggantian pencegahan kerusakan.
Rm(t)
= kehandalan (reliability) system dengan perawatan pencegahan.
R(t)
= kehandalan (reliability) system tanpa perawatan pencegahan.
R(T)
= peluang kehandalan hingga perawatan pencegahan pertama.
50
R(t – T)
= peluang kehandalan antara waktu t – T setelah system dikembalikan pada kondisi awal (T).
Ini adalah bukti yang merefleksikan bahwa distribusi eksponensial, yang memiliki laju kerusakan konstan, bila dilakukan preventive maintenance tidak akan menghasilkan dampak apapun. Dengan demikian, tidak ada peningkatan reliability seperti yang diharapkan.
2.2
Peramalan
2.2.1
Pendahuluan
Menurut Render dan Heizer (2001, p46), peramalan adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikan ke depan dengan beberapa bentuk model matematis. Tahap pertama dalam perencanaan dan pengendalian produksi bila produksi bertipe make to stock adalah menentukan suatu peramalan akurat dari permintaan (demand) untuk item yang diproduksi. Peramalan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengendalian dari sistem persediaan (inventory), membuat perencanaan produksi, pembebanan mesin, menetukan kebutuhan mesin, peralatan, bahan, serta untuk menentukan tingkat tenaga kerja selama periode produksi. Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan
51
pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model matematis. Bisa juga merupakan prediksi yang bersifat subjektif. Setelah mengenal beberapa teknik peramalan, maka tidak ada satu metode tunggal yang paling unggul. Sesuatu yang berjalan baik di perusahaan pada suatu set kondisi tertentu mungkin bisa menjadi bencana bagi organisasi lain, atau bahkan pada departemen yang berbeda di perusahaan yang sama. Selain itu terdapat adanya keterbatasan dalam suatu peramalan, sangat jarang peramalan memberikan hasil yang sempurna dan menghabiskan banyak biaya dan waktu untuk persiapan dan pengawasan. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk-produk yang diharapkan akan terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa mendatang. Peramalan permintaan ini menjadi masukan yang sangat penting dalam keputusan perencanaan dan pengendalian perusahaan. Karena bagian operasional produksi bertanggung jawab terhadap pembuatan produk yang dibutuhkan konsumen, maka keputusan-keputusan operasi produksi sangat dipengaruhi dari hasil peramalan permintaan.
2.2.2
Horizon Waktu Peramalan
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas beberapa kategori :
52
a. Peramalan jangka pendek Peramalan ini mencakup jangka waktu hingga 1 tahun tetapi umumnya kurang dari 3 bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan tenaga kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja, dan tingkat produksi. b. Peramalan jangka menengah Peramalan
jangka
menengah
atau
intermediate
umumnya
mencakup hitungan bulanan hingga 3 tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan, perencanaan, dan anggaran produksi, anggaran kas, dan menganalisis bermacammacam rencana operasi. c. Peramalan jangka panjang Peramalan jangka panjang umumnya untuk perencanaan masa 3 tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau pengembangan fasilitas serta penelitian dan pengembangan.
2.2.3
Jenis Peramalan
Jenis-jenis peramalan yang digunakan dalam perencanaan masa depan yaitu:
53
a. Peramalan ekonomi (economic forecast) Menjelaskan siklus bisnis dengan memprediksikan tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang dibutuhkan untuk membangun perumahan dan indikator perencanaan lainnya. b. Peramalan teknologi (technological forecast) Memperhatikan
tingkat
kemajuan
teknologi
yang
dapat
meluncurkan produk baru yang menarik, yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru. c. Peramalan permintaan (demand forecast) Merupakan proyeksi permintaan untuk produk atau layanan suatu perusahaan. Peramalan ini disebut juga peramalan penjualan, yang mengendalikan produksi, kapasitas serta sistem penjadwalan dan menjadi input bagi perencanaa keuangan, pemasaran dan sumber daya manusia.
2.2.4
Pendekatan Peramalan
Dalam peramalan, menurut Render dan Heizer (2001, p48) terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu : 1. Metode Kualitatif (Qualitative Forecast) Metode kualitatif merupakan penggabungan intuisi, emosi pengalaman pribadi dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal. Metode kualitatif biasanya digunakan bila tidak ada atau
54
sedikit data masa lalu tersedia. Dalam metode ini, pendapat pakar dan prediksi mereka dijadikan dasar untuk menetapkan permintaan yang akan datang. 2. Metode Kuantitatif (Quantitative Forecast) Metode kuantitatif merupakan peramalan dengan model matematis yang beragam dengan masa lalu dan variabel sebab akibat untuk meramalkan permintaan. Pada metode ini, suatu set data historis (masa lalu) digunakan untuk mengekstrapolasi (meramalkan) permintaan masa depan. Ada dua kelompok besar metode kuantitatif, yaitu metode Time series dan metode Nontime series.
2.2.5
Metode Peramalan Time series
Metode time series (deret waktu) adalah metode peramalan secara kuantitatif dengan menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Metode deret waktu ini menggunakan data-data masa lalu yang kemudian diolah dengan menggunakan metode-metode statistik untuk ditentukan pola permintaan pada masa lalu dimana pola yang dihasilkan tersebut digunakan untuk melakukan prakiraan di masa yang akan datang. Dalam peramalan time series, metode peramalan terbaik adalah metode yang memenuhi kriteria
ketepatan ramalan. Kriteria ini berupa Mean Absolute Deviation (MAD), Mean Square Error (MSE), atau Mean Absolute Percentage of Error
(MAPE).
55
Prosedur peramalan dengan metode time series ialah sebagai berikut : 1. Tentukan
pola
data
permintaan.
Dilakukan
dengan
cara
memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau eratik/random. 2. Mencoba beberapa metode time series (yang sesuai dengan pola permintaan tersebut) untuk melakukan peramalan. 3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MAD, MSE, MAPE, atau lainnya. Sebaiknya tingkat kesalahan (apakah MAD, MSE, atau MAPE) ini ditentukan dulu. 4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba. Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil dibandingkan dengan metode lainnya dan tingkat kesalahan tersebut di bawah batas tingkat kesalahan yang telah ditetapkan. 5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah dipilih. Dalam peramalan time series, perlu diketahui dulu pola/komponen time series. Pola permintaan dapat diketahui dengan membuat “Scatter Diagram”, yaitu pemplotan data historis selama interval waktu tertentu. Dari scatter diagram ini secara visual akan dapat diketahui bagaimana hubungan
56
antara waktu dengan permintaan. Menurut Makridakis (1999, p21), dalam time series terdapat empat jenis pola permintaan, yaitu :
1. Pola data trend Pola data trend adalah bila data permintaan menunjukkan pola kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data yang kelihatannya berfluktuasi, apabila dilihat pada rentang waktu yang panjang akan dapat ditarik suatu garis maya. Metode peramalan yang sesuai dengan pola data trend yaitu metode regresi linier, exponential smoothing, atau double exponential smoothing. Metode regresi linier biasanya memberikan tingkat
kesalahan yang lebih kecil.
Gambar 2.5 Pola Data Trend
2. Pola data musiman Bila data yang kelihatannya berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka
57
data tersebut berpola musiman. Disebut pola musiman karena permintaan ini biasanya dipengaruhi oleh musim, sehingga biasanya interval perulangan data ini adalah satu tahun. Sebagai contoh, penjualan payung dan jas hujan di musim hujan adalah lebih besar ketimbang di musim kemarau. Metode peramalan yang sesuai dengan pola musiman adalah metode winter (sangat sesuai) atau moving average, atau weight moving average.
Gambar 2.6 Pola Data Musiman
3. Pola data siklikal Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan jangka panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Pola siklikal mirip dengan pola musiman. Pola musiman tidak harus berbentuk gelombang, bentuknya dapat bervariasi, namun waktunya akan berulang setiap tahun (umumnya). Pola siklikal bentuknya selalu mirip gelombang sinusoid. Untuk menentukan data berpola siklis
58
tidak mudah. Kalau pola musiman rentang waktu satu tahun dapat dijadikan pedoman, maka rentang waktu perulangan siklikal tidak tentu. Metode yang sesuai bila data berpola siklikal adalah metode moving average, weight moving average, dan eksponential smoothing.
Gambar 2.7 Pola Data Siklikal
4. Pola data horisontal Terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama periode waktu tertentu termasuk jenis ini.
59
Gambar 2.8 Pola Data Stasioner/Horisontal
Untuk pembahasan kali ini, metode time series yang digunakan, yaitu : 1. Double Moving Average Double Moving Average merupakan moving average dari moving average. Persamaan yang digunakan adalah :
X t + X t −1 + X t − 2 + ... + X t − N +1 N
S’t =
S’’ t =
S 't + S 't −1 + S 't − 2 + ... + S 't − N +1 N
a t = S’ t + (S’ t – S’’ t) = 2S’ t – S’’ t bt =
2 (S’ t N−1
– S’’ t)
Ft+m = a t +b t m 2. Metode Asosiatif (Regresi linier) Metode asosiatif bergantung pada pengenalan variabel yang dapat dikaitkan dan dapat digunakan untuk meramalkan nilai variabel
60
yang menjadi perhatian kita. Metode utama yang dikenal dan digunakan secara luas dalam metode ini adalah regresi. Berikut adalah rumus – rumus regresi linier sederhana y t = a + bt dengan :
b=
n∑ ty − ∑ t ∑ y n∑ t 2 − (∑ t )
2
a = y − bt
Dimana ; y
= nilai peramalan
a
= konstanta y
b = nilai kemiringan n = jumlah data t
= indeks penunjuk waktu (dimulai dari 1 dan terus berlanjut
untuk periode yang diramalkan) 3. Double Exponential Smoothing Satu Parameter Brown Dasar pemikiran dari Double Exponential Smoothing Satu Parameter Brown adalah serupa dengan rata-rata bergerak linier. Persamaan yang digunakan adalah : S’ t = α . X t + (1- α )S (t-1) S’’ t = α .S’ t +(1- α )S’’(t-1) a t = 2.S’ t – S’’ t bt =
α (S’ t – S’’ t) 1− α
61
Ft+m = a t +b t m Dengan inisiasi awal : S’t = S’’t = X1 4. Double Eksponential Smoothing Dua Parameter Holt Oleh karena peramalan penghalusan eksponensial dengan 1 parameter Brown tidak dapat memberi respons yang baik terhadap pola trend, maka munculah metode ini dimana metode penghalusan eksponensial harus diubah saat ada trend. Pada metode ini ditambahkan lagi sebuah konstanta untuk menanggapi / merespons adanya trend, yaitu nilai γ . stn
= α * An +(1 – α) * (stn-1 + btn-1)
btn
= γ * (stn – stn-1) + (1 – γ) * btn-1
Ftn
= stn-1 + btn-1
Ftn+x
= stn + btn * x
Inisialisasi : st1 bt1
= A1 = ((A2 – A1) + (A3 – A2) + (A4 – A3)) / 3
5. Metode Musiman Indeks Musim
b = a
=
Rata 2 Rata 2/Bulan
∑ tA − n t A 2 2 ∑ t − n (t )
= A−bt
Ft Sebelum Koreksi = a + bt
62
Ft Setelah Koreksi = Indeks Musim x Ft Sebelum Koreksi 6. Metode Triple Exponential Smoothing Brown S'tn = α * Xtn + (1 – α) * S'tn-1 S"tn
= α * S'tn + (1 – α) * S"tn-1
S"'tn
= α * S"tn + (1 – α) * S"'tn-1
atn = 3 S'tn - 3 S"tn + S"'tn btn =
α [ (6 - 5 α) S'tn - (10 – 8 α) S"tn + (4-3 α) S"'tn ] 2(1 − α )2
α2 ctn = ( S'tn - 2 S"tn + S"'tn ) (1 − α )2 Ftn = atn-1 + btn-1 + 0.5 ctn-1 Ftn+x = atn-1 + btn-1 * x + 0.5 ctn-1 * X2 Inisialisasi : S"'t1 = S"t1 = S't1 = at1 = Xt1
2.2.6
bt1
= ((Xt2 – Xt1) + (Xt3 – Xt2) + (Xt4 – Xt3)) / 3
ct1
= Xt3 – Xt1 / 2
Ketepatan dan Pengendalian Peramalan
Suatu prakiraan dikatakan sempurna apabila semua variabel yang diramalkan sama dengan variabel yang sebenarnya. Untuk melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu, diharapkan peramalan dapat dilakukan dengan nilai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan prakiraan tidak semata-mata
63
disebabkan kesalahan dalam pemilihan metode, tetapi dapat juga disebabkan oleh jumlah data yang terlalu sedikit sehingga tidak menggambarkan pola/perilaku yang sebenarnya dari variabel yang bersangkutan. Kesalahan peramalan adalah perbedaan antara nilai variabel yang sesungguhnya dan nilai peramalan pada periode yang sama, atau dalam bentuk rumus et = X t − Ft . Berikut ini beberapa ukuran yang dapat dipakai untuk mengukur ketepatan dan pengendalian peramalan : 1. Nilai Kesalahan Rata – Rata ( Mean Error ) ME =
1 n et ∑ n t +1
2. Nilai Tengah Galat Absolut ( Mean Absolute Error ) MAE =
1 n ∑ et n t +1
3. Nilai Tengah Galat Kuadrat ( Mean Square Error ) 1 n 2 ∑ et n t +1
MSE =
4. Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error) MPE =
5. Nilai
1 n ∑ PEt n t =1
Tengah
Galat
Percentage Error) MAPE =
1 n ∑ PEt n t =1
Persentase
Absolut
(Mean
Absolute
64
6. Nilai Tengah Deviasi Absolut (Mean Absolut Deviation) MAD =
1 ∑| X t − X | n
Tracking signal =
RSFE MAD
Dimana : X = Data aktual F = Data Peramalan N = Jumlah data T = Indeks penunjuk waktu
2.3
Programa Linier
2.3.1
Definisi Programa Linier
Programa Linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan. Menurut Hamdy A. Taha (2003, p11), programa linier digunakan untuk mengoptimalisasi model di mana objek dan fungsi pembatasnya adalah linear. Persoalan pengalokasian ini akan muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut.
65
Teknik ini digunakan secara luas pada berbagai aplikasi, seperti pertanian, industri, transportasi, ekonomi, dan militer. Contoh sederhana dari uraian diatas, antara lain keadaan bagian produksi suatu perusahaan yang dihadapkan pada masalah penentuan tingkat produksi berbagai jenis produk dengan memperhatikan batasan-batasan faktor produksi: mesin, tenaga kerja, bahan mentah, modal dan sebagainya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal atau biaya minimal. Programa
Linier
ini
menggunakan
model
matematis
untuk
menjelaskan persoalan yang dihadapinya. Sifat “linier” disini memberi arti bahwa seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan kata “programa” merupakan sinonim untuk perencanaan. Dengan demikian programa linier adalah perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu hasil yang mencapai tujuan terbaik diantara seluruh alternatif yang fisibel. Dalam membangun model dari formulasi persoalan diatas akan digunakan karakteristik-karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan programa linier, yaitu : a. Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang akan dibuat. b. Fungsi tujuan
66
Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan (pendapatan per minggu) – (ongkos material per minggu) – (ongkos tenaga kerja per minggu). c. Pembatas Pembatas merupakan kendala yang dihadapi yang membatasi penentuan harga-harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis, sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas. d. Pembatas tanda Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel keputusannya diasumsikan hanya bernilai positif, atau variabel keputusan tersebut boleh bernilai positif, boleh juga negatif (tidak terbatas dalam tanda). Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian programa linier. Programa linier adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan halhal berikut : •
Kita berusaha memaksimalkan atau meminimumkan suatu fungsi linier dari variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.
67
•
Nilai atau besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi suatu set pembatas. Setiap pembatas harus merupakan persamaan linier atau ketidaksamaan linier.
•
2.3.2
Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.
Aplikasi dan Interpretasi Programa Linier
Dalam memecahkan suatu masalah, Programa Linier menggunakan cara matematis. Linier berarti bahwa semua fungsi matematis yang disajikan dalam model ini haruslah fungsi linier, yang dapat dikatakan bahwa persamaan tersebut bila digambarkan dalam grafik akan membentuk suatu garis lurus. Sedangkan programa merupakan sinonim dari perencanaan. Jadi Programa Linier mencakup perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu hasil yang mencerminkan tercapainya sasaran tertentu yang paling baik berdasarkan model matematis diantara alternatif yang mungkin dengan menggunakan fungsi linear.
2.3.3
Formulasi Programa Linier
Dalam model Programa Linier dikenal dua macam fungsi, yaitu : fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi pembatas (constraint functions). Fungsi tujuan merupakan fungsi yang menggambarkan tujuan atau
sasaran yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya-
68
sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Sedangkan fungsi pembatas merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optmal ke berbagai kegiatan. Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya yang langka. Sumber daya yang ada dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari beberapa ukuran, seperti profit, penjualan dan kesejahteraan, atau minimasi seperti biaya, waktu, dan jarak. Setelah
masalah
diidentifikasikan,
tujuan
ditetapkan,
langkah
selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap, sebagai berikut : •
Tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam simbol matematik.
•
Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier (bukan perkalian) dari variabel keputusan.
•
Menentukan
semua
kendala
masalah
tersebut
dan
mengekspresikan dalam persamaan atau pertidaksamaan yang juga
69
merupakan hubungan linier dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu. Agar dapat memudahkan pembahasan model LP ini, digunakan simbol-simbol sebagai berikut : m
= macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia.
n
= macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber tersebut.
i
= nomor untuk sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1, 2, …, m)
j
= nomor untuk aktivitas (sebuah variabel keputusan) (j = 1, 2, …, m)
cij
= koefisien keuntungan per unit
xj
= tingkat aktivitas j (sebuah variabel keputusan ) untuk j = 1,2,...,n
aij
= banyaknya sumber i yang digunakan/dikonsumsi oleh masingmasing unit aktivitas j ( untuk i = 1,2,...,m dan j = 1,2,...,n ).
bi
= banyaknya sumber i tersedia untuk pengalokasian( i= 1,2,...,m ).
Z
= ukuran keefektifan yang terpilih Bentuk baku model Linear Programming : Fungsi tujuan
:
Maksimumkan atau minimumkan Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn
Fungsi Pembatas
:
a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1 a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2 . .
70
am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0
2.3.4
Asumsi Linear Programming
Asumsi–asumsi model Linear Programming adalah sebagai berikut : 1) Linierity dan Additivity Syarat utama dari Linear Programming adalah bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus linier. Kata linier secara tidak langsung mengatakan bahwa hubungannya proporsional, yang berarti bahwa tingkat perubahan atau kemiringan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama. Linear Programming juga mensyaratkan bahwa jumlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat aditif. Aditif dapat diartikan tidak adanya penyesuaian pada perhitungan variabel kriteria karena terjadinya interaksi. 2) Divisibility
Asumsi ini berarti bahwa nilai solusi yang diperoleh Xj, tidak harus berupa bilangan bulat. Akibatnya jika nilai–nilai bulat
71
diperlukan, suatu nilai Linear Programming alternatif, yaitu Integer Programming harus digunakan. 3) Deterministic
Dalam Linear Programming, semua parameter model (Cj, aij, dan bi) diasumsikan diketahui konstan. Linear Programming secara tidak langsung mengasumsikan suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis dimana semua parameter diketahui dengan kepastian. Dalam kenyataannya, parameter model jarang bersifat deterministic, karena mereka mencerminkan kondisi masa depan
dan masa sekarang, dan keadaan masa depan jarang diketahui secara pasti. Ada beberapa cara untuk mengatasi ketidakpastian beberapa parameter dalam model Linear Programming. Menurut Mulyono,
analisis
sensitivitas
adalah
suatu
teknik
yang
dikembangkan untuk menguji nilai solusi, bagaimana kepekaannya terhadap perubahan–perubahan parameter (1999, p22-23 ).
2.3.5
Analisa Sensitivitas
Menurut
sumber
yang
didapat
dari
internet
yaitu
http://dyusup.files.wordpress.com/2008/01/pertemuan-8.pdf seorang analis jarang dapat menentukan parameter
model programa linier dengan pasti
karena nilai dari beberapa parameter ini adalah fungsi dari uncontrollable variable. Sementara itu solusi optimal pada programa linier didasarkan pada
72
parameter tersebut. Akibatnya analis perlu mengamati pengaruh perubahan parameter tersebur terhadap solusi optimal. Menurut Mulyono (1999, p76-77), analisis perubahan parameter dan pengaruhnya terhadap solusi dari programa linier disebut post optimality analysis. Istilah ini menunjukkan bahwa analisis terjadi setelah diperoleh
solusi optimum, dengan mengasumsikan seperangkat nilai parameter yang digunakan dalam model. Melalui analisa sensitivitas, dapat dievaluasi perubahan-perubahan nilai parameter dengan ditambahkan sedikit perhitungan dengan tabel simpleks optimum. Dalam membicaraqkan analisa sensitivitas, perubahanperubahan parameter dikelompokkan menjadi :
2.3.6
Perubahan koefisien fungsi tujuan
Perubahan konstan sisi kanan
Perubahan kendala atau koefisien matriks
Penambahan variabel baru
Penambahan kendala baru
Metode Simpleks
Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka penyelesaian masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi tak praktis atau tidak mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi yang lebih umum menjadi nyata. Metode umum itu dikenal dengan nama algoritma
73
Simpleks yang dirancang untuk menyelesaikan seluruh masalah, baik yang melibatkan dua variabel atau lebih. Metode Simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif, yang bergerak selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada daerah fisibel (ruang solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum. Perhatikan model linier berikut : Fungsi tujuan
:
Maksimumkan atau minimumkan Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn
Fungsi Pembatas
:
a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1 a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2 . . .
am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0 Maka pembatas dari model tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan AX = b. Perhatikan suatu sistem AX = b dari m persamaan linier dalam n variabel (n > m). Definisi : 1. Solusi basis
74
Solusi basis untuk AX = b adalah solusi dimana terdapat sebanyakbanyaknya m variabel berharga bukan nol. Untuk mendapatkan solusi basis dari AX = b maka sebanyak (n-m) variabel harus dinolkan. Variabel-variabel yang dinolkan ini disebut variabel nonbasis (NBV). Selanjutnya, dapatkan harga dari n – (n-m) = m variabel lainnya yang memenuhi AX = b, yang disebut variabel basis (BV). 2. Solusi basis fisibel Jika seluruh variabel pada suatu solusi basis berharga non-negatif, maka solusi itu disebut solusi basis fisibel (BFS). 3. Solusi fisibel titik ekstrim Yang dimaksud dengan solusi fisibel titik ekstrim atau titik sudut ialah solusi fisibel yang tidak terletak pada suatu segmen garis yang menghubungkan dua solusi fisibel lainnya. Ada tiga sifat pokok titik ekstrim ini, yaitu :
Jika hanya ada satu solusi optimum, maka pasti ada satu titik ekstrim. Jika solusi optimumnya banyak, maka paling sedikit ada dua titik ekstrim yang berdekatan. (Dua buah titik ekstrim dikatakan berdekatan jika segmen garis yang menghubungkan keduanya itu terletak pada sudut dari batas daerah fisibel).
Hanya ada sejumlah terbatas titik ekstrim pada setiap persoalan.
75
•
Jika suatu titik ekstrim memberikan harga Z yang lebih baik dari yang lainnya, maka pasti solusi itu merupakan solusi optimum. Sifat 3 ini menjadi dasar dari metode simpleks yang prosedurnya meliputi 3 langkah berikut : 1. Langkah inisialisasi, yang ditandai dengan dimulai dari suatu titik ekstrim. 2. Langkah iterative, yaitu bergerak menuju titik ekstrem berdekatan yang lebih baik. Langkah ini diulangi sebanyak diperlukan. 3. Aturan penghentian, yaitu memberhentikan langkah ke-2 apabila telah sampai pada titik ektrim yang terbaik (titik optimum).