BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengendalian Intern 2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Intern Menurut Boynton, W.C., Johnson, R.N., (2006) dalam laporan Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dari Tradeway Commission yaitu suatu inisiatif dari sektor swasta yang dibentuk pada tahun 1985, Dan memiliki tujuan utamanya untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut. Yang disimpulkan bahwa, Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan direksi, manajemen dan personel lain dalam suatu entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan b. Efektivitas dan efisiensi operasi c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Menurut Mulyadi dalam buku Sistem Akuntansi (2008:H163) “mendefinisikan sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efeisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”. Menurut Mardi (2011:H59) pengendalian internal merupakan suatu sistem yang meliputi struktur organisasi beserta semua mekanisme dan 15
ukuran-ukuran yang dipatuhi bersama untuk menjaga seluruh harta kekayaan organisasi dari berbagai arah. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah sebuah proses yang dirancang guna memberikan keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan organisasi dengan cara mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. 2.1.1.2 Tujuan Pengendalian Intern Cara utama kecurangan, serta kesalahan yang tidak disengaja, akan dicegah, dideteksi atau dikoreksi dalam suatu organisasi melalui sistem pengendalian internal yang layak. Thomas A. R dan Charles E. L, CPA dalam jurnalnya yaitu “Understanding Internal Control and Internal Control Services” mengemukakan bahwa, “Internal control includes techniques used by managment to achieve its objectives and meet its responsibilities in three distinct categories : 1. Effectiveness and efficiency of operations 2. Reliability of financial reporting 3. Compliance with applicable laws and regulations” Menurut Horngren dan Harrison et al (2011: H233) Pengendalian internal
merupakan
rencana
organisasi
dan
sistem
prosedur
yang
diimplementasikan oleh manajemen perusahaan dan dewan direksi, serta dirancang untuk memenuhi lima tujuan berikut : a. Menjaga aset Perusahaan harus menjaga asetnya dari pemborosan, inefisiensi, dan kecurangan.
16
b. Mendorong karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan. Semua orang dalam organisasi –manajer dan karyawan- harus bekerja mencapai tujuan yang sama. Sistem pengendalian yang memadai menyediakan kebijakan yang jelas yang menghasilkan perlakuan yang adil baik bagi pelanggan maupun karyawan. c. Mempromosikan efesiensi operasional Perusahaan tidak boleh memboroskan sumber dayanya. Perusahaan bekerja keras untuk melakukan penjualan, dan tidak ingin menyianyiakan setiap manfaat yang ada. d. Memastikan catatan akuntansi yang akurat dan dapat diandalkan. Catatan yang akurat merupakan hal yang penting. Tanpa pengendalian yang memadai, catatan mungkin tidak dapat diandalkan, yang membuatnya tidak mungkin menyatakan bagian mana dari perusahaan yang menguntungkan dan bagian mana yang memerlukan perbaikan. e. Menaati persyaratan hukum. Perusahaan, seperti manusia, merupakan subjek hukum, seperti agen regulator yang mencakup bursa saham, otoritas pajak, dan badan pengatur negara bagian, local, serta internasional. Pengendalian internal yang efektif akan membantu memastikan ketaatan terhadap hukum dan membantu menghindari kesulitan hukum. 2.1.1.3 Komponen Pengendalian Intern Dalam laporan Committee of Sponsoring Organizations (COSO) mengindentifikasi lima komponen pengendalian intern yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi dalam mencapai sasaran pengendalian intern adalah 17
1) Lingkungan Pengendalian (Control Enviroment) Menurut Rama dan Jones (2009:H134) yang diterjemahkan oleh M. Slamet Wibowo, “Lingkungan pengendalian mengacu pada faktor-faktor umum yang menetapkan sifat organisasi dan mempengaruhi kesadaran karyawannya terhadap pengendalian.” Dari lingkungan pengendalian intern tersebut, dapat diketahui bahwa efektifitas pengendalian dalam suatu organisasi terletak pada sikap manajemen. Menurut Boynton, W.C., Johnson, R.N., (2006) Faktor-faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas akan diperjelas yaitu : a) Integritas dan Nilai Etika Integritas dan nilai etika merupakan hal terpenting dalam komponen pengendalian intern, dimana kesadaran individu sangatlah berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Integritas dan nilai etika yang sehat dapat dikembangkan menjadi standar prilaku dalam laporan keuangan dan manajemen perusahaan. b) Komitmen Terhadap Kompetensi Perusahaan agar memiliki individu-individu atau karyawankaryawan yang kompeten dalam kinerja dan pengawasan serta dalam pengerjaan pelaporan keuangan. Komitmen
terhadap
kompetensi
mencakup
pertimbangan
manajemen mengenai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan, dan bauran dari intelegensi, pelatihan, dan pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan kompetensi tersebut.
18
c) Dewan Direksi dan Komite Audit Dewan Direksi berfungsi memahami dan melaksanakan tanggung jawab pengawasan pelaporan keuangan serta pengendalian intern dalam perusahaan. Komite audit yang memiliki fungsi untuk memonitoring eksternal auditor dan internal auditor pada suatu perusahaan. Hal ini mengijinkan auditor dan para direktur untuk mendiskusikan berbagai hal yang mungkin berhubungan dengan hal-hal seperti fakta integritas atau tindakan dari manajemen. Komite
Audit
juga
dapat
berfungsi
menilai
efektivitas
pengendalian internal termasuk fungsi internal auditor, sehingga dapat memberikan rekomendasi tentang peningkatan efektivitas internal auditor untuk meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan.
Komite Audit yang efektif merupakan salah satu
aspek implementasi Good Corporate Governance yaitu penerapan tata kelola perusahaan yang baik. d) Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen Filosofi dan gaya operasi manajemen berbeda-beda tiap organisasi tergantung budaya dan etos yang dijunjung manajemen. Hal ini membantu pelaksanaan pengendalian intern yang efektif terhadap laporan keuangan. e) Struktur Organisasi Struktur
organisasi
mendefinisikan
bagaimana
pembagian
wewenang dan pembebanan tanggung jawab didelegasikan dan dimonitor di dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi memberikan kerangka untuk 19
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas entitas. f) Penetapan Wewenang dan Tanggung Jawab Faktor lingkungan pengendalian mencakup bagaimana wewenang dan tanggung jawab untuk aktivitas operasi diberikan dan bagaimana hubungan pelaporan dan hirarki otorisasi ditetapkan. Pemberian wewenang dan tanggung jawab mencakup kebijakan yang berkaitan dengan praktik bisnis yang dapat diterima, pengalaman dan pengetahuan personil kunci. Dan sumber daya yang diberikan untuk melaksanakan kewajiban. Juga termasuk kebijakan dan komunikasi yang diarahkan untuk memastikan bahwa semua personil memahami tujuan entitas. g) Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia Mutu pengendalian intern merupakan fungsi langsung dari mutu personil yang menjalankan sistem. Entitas harus mempunyai kebijakan personil yang baik untuk penerimaan, pelatihan, evaluasi, konseling,
promosi,
kompensasi,
dan
tindakan
perbaikan.
Contohnya dalam menerima karyawan, standar-standar yang menekankan mencari individu yang paling berkualifikasi. 2) Penaksiran Risiko (Risk Assessment) Menurut Sukrisno Agoes (2007:H76) Penaksiran risiko, Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negative mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam 20
laporan keuangan. Resiko yang timbul atau berubah karena keadaan berikut ini: a. Perubahan dalam lingkungan operasi Perubahan situasi internal organisasi meliputi visi, misi, strategi, struktur organisasi dan teknologi. Oleh karena itu, perlu adanya penilaian resiko atas hal ini agar organisasi harus mengetahui bagian-bagian organisasi yang harus diubah agar tetap dapat bertahan dalam lingkungan yang terus berubah. b. Personil baru Adanya personil baru dalam perusahaan dapat merubah kinerja perusahaan,
perubahan
positif
maupun
perubahan
negative.
Perubahan positif tercapai apabila personil baru tersebut bekerja dengan baik dan sesuai dengan acuan yang ada, dan sebaliknya perubahan negative terjadi apabila personil baru tersebut tidak dapat bekerja sesuai standar yang telah ditetapkan c. Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki Dalam perusahaan dibutuhkan sistem informasi untuk membantu kinerja manajemen dalam proses bisnis yang diterapkan maupun dalam proses pembukuan. Apabila terjadi pembaharuan sistem ataupun ada sistem yang rusak, maka perusahaan perlu melakukan persiapan yang memadai agar tidak menggangu kegiatan perusahaan. d. Restrukturisasi korporasi Perubahan yang terjadi dalam restrukturisasi korporasi dapat berpengaruh pada kinerja manajemen karena kebijakan yang akan diterapkan dalam strukturisasi baru dengan strukturisasi yang lama. 21
Oleh karena itu hal ini perlu diperhatikan untuk penilaian risiko selanjutnya. 3)
Informasi dan Komunikasi (Information and Communication). Sistem informasi perusahaan merupakan kumpulan prosedur (otomatis dan manual) dan record yang dibuat untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian pada proses entitas. Komunikasi meliputi penyediaan pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab individu.
4)
Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Menurut Alvin Arens, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley (2012) “Control activities are the policies and procedures, in addition to those included in the other four control components, that help ensure that necessary actions are taken to address risks to the achievement of the entity’s objectives. There are potentially many such control activities in any entity, including both manual and automated controls. The control activities generally fall into the following five types, which are discussed next: 1. Adequate separation of duties 2. Proper authorization of transactions and activities 3. Adequate documents and records 4. Physical control over assets and records 5. Independent checks on performance” Berikut ini adalah lima jenis aktivitas pengendalian spesifik yang dibahas adalah:
22
a. Pemisahan kewajiban yang memadai Dalam hal ini aktivitasnya meliputi pemisahan penjagaan aset dari akuntansi, pemisahan otorisasi transaksi dari penjagaan aset terkait, pemisahan tanggung jawab operasional dari tanggung jawab penyimpanan catatan,
dan pemisahan
kewajiban TI dari departemen pemakai. b. Otorisasi yang sesuai dari transaksi dan aktivitas Otorisasi ini berarti manajamen menetapkan kebijakan untuk diikuti oleh organisasi. Para bawahan diintruksikan untuk menerapkan otorisasi dengan menyetujui semua transaksi di dalam batas yang ditetapkan oleh kebijakan itu. Otorisasi adalah suatu keputusan kebijakan untuk baik untuk kelas umum transaksi. Persetujuan adalah implementasi dari keputusan otorisasi umum manajemen. Contohnya asumsikan bahwa manajemen menetapkan suatu kebijakan yang member hak
pemesanan
persediaan
ketika
hanya
mempunyai
persediaan kurang dari kecukupan 3-minggu. c. Dokumen dan catatan yang memadai Dokumen dan catatan adalah obyek fisik dimana transaksi dimasukkan dan diringkaskan. Dokumen dan arsip haruslah : •
Bernomor berurutan untuk memudahkan kendali atas dokumen yang hilang dan sebagai bantuan dalam mencari
dokumen
ketika
mereka
diperlukan
dikemudian hari. 23
•
Disiapkan pada waktu transaksi berlangsung, atau segera sesudah itu.
•
Cukup sederhana untuk memastikan bahwa mereka dipahami dengan jelas.
•
Dirancang
untuk
berbagai
penggunaan,
ketika
mungkin, untuk memperkecil jumlah formulir yang berbeda. d. Pengendalian fisik atas aset dan catatan Untuk memelihara pengendalian intern yang memadai, adalah penting untuk melindungi aset dan catatan. Jika aset dibiarkan tidak terlindungi, mereka bisa dicuri. Jika cacatan tidak cukup terlindungi, mereka bisa dicuri, rusak atau hilang. Dalam hal kejadian seperti itu, proses akuntansi dan operasional normal bisa sangat terganggu. Ketika suatu perusahaan sangat terkomputerisasi, maka penting sekali untuk melindungi peralatan komputernya, programnya, dan arsip data. e. Pemeriksaan independen atas penampilan Suatu karakteristik yang penting dari orang yang melakukan prosedur verifikasi internal adalah independen dari individu yang awalnya bertanggung jawab untuk menyiapkan data. Cara yang paling murah untuk verifikasi internal adalah pemisahan
kewajiban
dalam
cara-cara
yang
dibahas
sebelumnya. Sebagai contoh, komputer akan mencegah pengolahan dari pembayaran atas faktur pemasok jika tidak
24
ada nomor pesanan pembelian atau nomor pelaporan penerimaan yang cocok untuk faktur yang tercatat dalam sistem. 5)
Pengawasan (Monitoring). Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa pengendalian organisasi berfungsi sebagaimana dimaksudkan. Pengawasan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya. Di berbagai entitas, auditor intern atau personel yang melakukan pekerjaan serupa memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas entitas. Aktivitas pemantauan dapat mencakup penggunaan informasi dari komunikasi dengan pihak luar seperti keluhan Customer dan komentar dari badan pengatur yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau bidang yang memerlukan perbaikan.
2.1.1.4 Keterbatasan Pengendalian Intern Terlepas
dari
bagaimana
bagusnya
desain
dan
operasinya,
pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan Dewan Komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian
intern
entitas.
Menurut
Sukrisno
Agoes
(2007:H81)
Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern yang mencakup yaitu : •
Kenyataan bahwa
pertimbangan manusia dalam
pengambilan
keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian intern dapat rusak 25
karena kegagalan yang bersifat manusiawi seperti kekeliruan atau kesalahan yang bersifatnya sederhana. •
Pengendalian dapat tidak efektif karena adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian intern
•
Biaya pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut. Meskipun hubungan manfaatbiaya merupakan kriteria utama yang harus dipertimbangkan dalam pendesainan pengendalian intern, pengukuran secara tepat biaya dan manfaat umumnya tidak mungkin dilakukan.
2.1.1.5 Unsur Sistem Pengendalian Intern Agar suatu sistem pengendalian intern dapat berjalan secara efektif seperti yang diharapkan, harus memiliki unsur pokok yang dapat mendukung prosesnya. Adapun unsur pokok sistem pengendalian intern menurut Dr.Mardi (2011:H60) adalah sebagai berikut : 1) Struktur organisasi merupakan kerangka pemisahan tanggung jawab secara tegas berdasarkan fungsi dan tingkatan unit yang dibentuk. Prinsip dalam menyusun struktur organisasi, yaitu pemisahan antara setiap fungsi yang ada dan suatu fungsi jangan diberi tanggung jawab penuh melaksanakan semua tahapan kegiatan, hal ini bertujuan supaya tercipta
mekanisme
saling
mengendalikan
antarfungsi
secara
maksimal. 2) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan dalam organisasi. Struktur organisasi harus dilengkapi dengan uraian tugas mengatur hak dan wewenang masing-masing tingkatan beserta seluruh jajarannya. 26
Uraian tugas harus didukung petunjuk prosedur berbentuk peraturan pelaksanaan tugas disertai penjelasan mengenai pihak-pihak yang berwenang mengesahkan kegiatan, kemudian berhubungan dengan pencatatan harus disertai pula prosedur yang baku. Prosedur pencatatan yang baik menjamin ketelitian dan keandalan data dalam perusahaan. Transaksi terjadi apabila telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang dan setiap dokumen memiliki bukti yang sah, ada paraf dan tanda tangan pejabat yang member otorisasi. 3) Pelaksanaan kerja secara sehat. Tata cara kerja secara sehat merupakan pelaksanaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga mendukung
tercapainya
tujuan
pengendalian
internal
yang
ditunjukkan dalam beberapa cara. Unsur kehati-hatian (prudent) penting dijaga agar tidak seorang pun menangani transaksi di awal sampai akhir sendirian harus rolling antar pegawai, melaksanakan berbagai tugas yang telah diberikan memeriksa kekurangan dalam pelaksanaan, serta menghindari kecurangan. 4) Pegawai berkualitas. Salah satu unsur pokok penggerak organisasi ialah karyawan-karyawan harus berkualitas agar organisasi memiliki citra berkualitas. Secara umum kualitas karyawan ditentukan oleh tiga aspek, yaitu pendidikan, pengalaman, dan akhlak. Tidak hanya berkualitas, tetapi kesesuaian tanggung jawab dan pembagian tugas perlu diperhatikan. Pegawai yang berkualitas dapat ditentukan berdasarkan proses rekruitmen yang dilakukan kepada mereka, apakah berbasis professional atau berdasarkan carity (kedekatan teman).
27
2.1.1.6 Struktur Pengendalian Intern Menurut Dr.Mardi (2011:H60) Struktur pengendalian intern meliputi berbagai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan guna memberikan arah yang jelas dan benar untuk pencapaian tujuan organisasi di masa depan. Dalam struktur pengendalian internal ini terdapat tiga hal yaitu : 1. Pengendalian Preventif Pengendalian preventif di desain untuk langkah awal mencegah terjadinya berbagai tindakan yang dapat merugikan perusahaan. Pengendalian preventif dilakukan supaya sistem tersebut dapat menjaga kerahasiaan dokumen sumber, beserta format-format yang dibuat. 2. Pengendalian Deteksi Pengendalian deteksi merupakan pertahanan lapis kedua, pertahanan ini merupakan kejadian yang diakibatkan lolosnya serangan akibat pertahanan garis pertama yang tidak kuat. Dibutuhkan peralatan, teknik dan prosedur yang jelas untuk mengatasi serangan tersebut. Periksalah prosedur standar apakah sudah berjalan dengan baik . 3. Pengendalian Koreksi Pengendalian koreksi adalah proses memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diakibatkan pertahanan lapis kedua tidak bisa mengatasi serangan yang merugikan. Oleh karena itu, secepatnya melakukan ralat secara hati-hati supaya sistem lain yang sedang berproses tidak mengalami gangguan, tindakan koreksian yang dilakukan tidak semata terfokus pada satu metode saja, tetapi menggunakan berbagai cara. 28
2.1.1.7 Sistem Pengendalian Intern pada Sistem Berbasis Komputer 2.1.1.7.1 Pengendalian Umum (General Control) Menurut
Gondodiyoto
dan
Hendarti
(2008:H250),
Pengendalian umum adalah sistem pengendalian intern komputer yang berlaku umum meliputi seluruh kegiatan komputerisasi sebuah organisasi secara menyeluruh. Artinya ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pengendalian tersebut, berlaku untuk seluruh kegiatan komputerisasi di perusahaan tersebut. Pengendalian ini berguna untuk menyediakan infrastruktur yang stabil sehingga sistem informasi dapat dibangun, dioperasikan dan dipelihara secara berkesinambungan. 2.1.1.7.2 Pengendalian Aplikasi (Application Control) Menurut
Messier,
Glover,
dan
Prawitt
(2010:H249)
Pengendalian aplikasi merupakan pemrosesan yang spesifik dari aplikasi komputer dan bagian dari program komputer yang digunakan dalam sistem akuntansi. Pengendalian aplikasi terdiri dari : 1. Pengendalian Batasan (Boundary Control) Pengendalian Boundary adalah suatu pengendalian yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu : a.
Untuk memastikan bahwa pemakai komputer adalah orang yang memiliki wewenang.
b. Untuk memastikan bahwa identitas yang diberikan oleh pemakai adalah benar.
29
c.
Untuk membatasi tindakan yang dapat dilakukan oleh pemakai untuk menggunakan komputer ketika melakukan tindakan otorisasi.
2. Pengendalian Masukan (Input Control) Pengendalian input harus meyakinkan bahwa : a.
Semua transaksi di catat dalam sistem aplikasi.
b. Transaksi yang terjadi dicatat hanya satu kali gara tidak terjadi duplikasi transaksi. c.
Transaksi
yang
ditolak
diidentifikasi,
dikoreksi,
dan
dimasukkan kembali ke dalam sistem. 3. Pengendalian Proses (Processing Control) Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2008:H353), Pengendalian proses adalah pengendalian intern untuk mendeteksi jangan sampai data khususnya data yang sesungguhnya sudah valid menjadi error karena adanya kesalahan proses. Tujuan pengendalian ini adalah untuk mencegah agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan selama proses pengolahan data. 4. Pengendalian Keluaran (Output Control) Pengendalian keluaran merupakan pengendalian yang dilakukan untuk menjaga output sistem agar akurat, lengkap dan digunakan sebagaimana mestinya. 5. Pengendalian Komunikasi (Communication Control) Pengendalian
komunikasi
digunakan
untuk
mengendalikan
pendistribusian pembukaan komunikasi subsistem, komponen fisik, kesalahan jalur komunikasi, aliran dan hubungan, pengendalian 30
topologi, pengendalian arsitektur, komunikasi serta pengendalian internetworking. 6. Pengendalian Basis Data (Database Controls) Pengendalian ini bertujuan menjaga database dalam sistem komputer diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Misalnya menghindari tindakan user tertentu yang melakukan pengubahan, penambahan, ataupun penghapusan database yang berisikan informasi-informasi penting organisasi. 2.1.1.8 Bagaimana Melakukan Pemahaman Dan Evaluasi Atas Pengendalian Intern Menurut Sukrisno Agoes (2007:H79) Pemahaman dan evaluasi atas pengendalian intern merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pemeriksaan oleh akuntan publik. Ada tiga cara yang bisa digunakan akuntan publik, yaitu: 1. Internal Control Questionnaires Cara ini digunakan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), Karena dianggap lebih sederhana dan praktis. Biasanya KAP sudah memiliki satu set ICQ yang standar, yang bisa digunakan untuk memahami dan mengevaluasi pengendalian intern di berbagai jenis perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan dalam ICQ diminta untuk dijawab Ya (Y), Tidak (T). Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah disusun dengan baik, maka jawaban “Ya” akan menunjukkan ciri internal control yang baik, “Tidak” akan menunjukkan ciri internal control yang lemah.
31
2. Flow chart Flow chart menggambarkan arus dokumen dalam sistem dan prosedur disuatu unit usaha, misalnya dalam flow chart untuk sistem dan prosedur pembelian, utang dan pengeluaran kas, digambarkan arus dokumen mulai dari permintaan pembelian (purchase requisition), order pembelian (purchase order) sampai dengan pelunasan utang yang berasal dari pembelian tersebut. 3. Narrative Dalam hal ini auditor menceritakan dalam bentuk memo, sistem dan prosedur akuntansi yang berlaku di perusahaan, misalnya prosedur pengeluaran kas. 2.1.2 Sistem Informasi Akuntansi 2.1.2.1 Pengertian Sistem Sistem
menurut
Akuntansi”
Krismiaji
(2010:H1)
dalam
merupakan
bukunya rangkaian
“Sistem
Informasi
komponen
yang
dikoordinasikan untuk mencapai serangkaian tujuan, yang memiliki karakteristik meliputi; komponen, atau sesuatu yang dapat diihat, didengar atau dirasakan; proses, kegiatan untuk mengkoordinasikan komponen yang terlibat dalam sebuah sistem; tujuan, sasaran akhir yang ingin dicapai dari kegiatan koordinasi komponen tersebut. 2.1.2.2 Pengertian Informasi Menurut Jerry J.Weygandt, Donald E. Kieso dan Paul D. Kimmel dalam bukunya pengantar akuntansi yang diterjemahkan oleh ahli bahasa Desi Adhariani dan Vera Diyanti (2008:H58) Karakteristik dari informasi akuntansi adalah: 32
1.
Relevansi Informasi yang relevan memiliki nilai prediktif atau nilai umpan balik maupun keduanya..
2. Dapat diandalkan Agar dapat diandalkan, informasi akuntansi harus dapat diverifikasi. Informasi tersebut juga harus merupakan penyajian yang jujur atas apa yang seharusnya adalah Informasi tersebut harus berdasarkan fakta. 3. Dapat Dibandingkan Informasi akuntansi tentang perusahaan paling berguna ketika dapat dibandingkan dengan informasi akuntansi tentang perusahaan lainnya. 4. Konsistensi Konsistensi (consistency) berarti sebuah perusahaan menggunakan prinsipprinsip dan metode-metode akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. 2.1.2.3 Pengertian Akuntansi Menurut Mursyidi dalam bukunya “Akuntansi Dasar” (2010:H17) mengatakan bahwa akuntansi adalah proses pengidentifikasian data keuangan, memproses pengolahan dan penganalisisan data yang relevan untuk diubah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan. 2.1.2.4 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Krismiaji (2010:H4) mengatakan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sebuah sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan
informasi
yang
bermanfaat
untuk
merencanakan,
mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis.
33
Menurut Rama dan Jones (2009:H17) yang diterjemahkan oleh M. Slamet Wibowo mengatakan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah subsistem sistem informasi manajemen (MIS) yang menyediakan informasi akuntansi dan keuangan seperti halnya informasi lain yang diperoleh dari pengolahan rutin transaksi akuntansi. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan subsistem dari sistem informasi yang mengumpulkan, memproses, dan menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan transaksi akuntansi. 2.1.3 Persediaan 2.1.3.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat berupa persediaan bahan baku, barang dalam proses, atau barang jadi. Persediaan harus dimiliki karena merupakan produk perusahaan yang harus dijual sebagai sumber pendapatan. Persediaan merupakan salah satu aset perusahaan yang sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan. Karena itu, persediaan harus dikelola dengan baik dan dicatat dengan baik agar perusahaan dapat menjual produknya serta memperoleh pendapatan sehingga tujuan perusahaan tercapai. Menurut Rudianto dalam bukunya “Pengantar Akuntansi – Adaptasi IFRS” (2012:H222) persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, dan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses lebih lanjut. Menurut Stice dan Skousen et al (2011:H572) dalam bukunya “Akuntansi Keuangan” yang diterjemahkan oleh Ali Akbar persediaan 34
merupakan bagian yang paling aktif dalam operasi perusahaan, yang secara terus-menerus dibeli dan diproduksi dan dijual. 2.1.3.2 Metode Pencatatan Persediaan Menurut Rudianto dalam bukunya “Pengantar Akuntansi – Adaptasi IFRS” (2012:H222) Terdapat dua metode yang dipakai untuk pencatatan persediaan yaitu : 1. Metode Fisik Disebut juga metode periodik adalah metode pengelolaan persediaan, dimana arus keluar masuknya barang tidak dicatat secara terinci sehingga untuk mengetahui nilai persediaan pada suatu saat tertentu harus melakukan perhitungan barang secara fisik (stock opname) di gudang. 2. Metode Perpetual Ini adalah metode pengelolaan persediaan dimana arus masuk dan arus keluar persediaan dicatat secara terinci. Dalam metode ini setiap jenis persediaan dibuatkan kartu stok yang mencatat secara rinci keluar masuknya barang di gudang beserta harganya. Dalam kedua metode tersebut, terdapat tiga metode penilaian persediaan yang akan dipakai perusahaan adalah : a. FIFO (First In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli atau diproduksi terlebih dahulu akan dikeluarkan (dijual) pertama kali, sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari permbelian atau produksi terakhir. Keuntungan menggunakan FIFO adalah pada 35
ending inventory tercatat harga yang terbaru, sehingga lebih menggambarkan kondisi sebenarnya. b. LIFO (Last In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli/diproduksi paling akhir akan dikeluarkan/dijual paling awal). Jadi, barang yang tersisa pada kahir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi awal periode. IFRS tidak mengizinkan penggunaan metode LIFO
dalam
pencatatan
persediaan.
Karena
Keuntungan
menggunakan LIFO adalah pada income statement dari tax saving, karena harga yang digunakan adalah harga lama, maka laba (profit margin) jadi lebih rendah, sehingga pajak pun jadi lebih rendah. Penggunaan metode LIFO ini memang akan menimbulkan net income dan pajak yang relative kecil. Oleh sebab itu tidak diperbolehkan dkarena tidak adil dan tidak sesuai dengan physical flow kenyataannya. c. Rata-rata (Average) Dalam metode ini barang yang dikeluarkan/dijual maupun barang yang tersisa dinilai berdasarkan harga rata-rata, sehingga barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang memiliki rata-rata. Melalui pendekatan biaya rata-rata, dibutuhkan, "rata-rata tertimbang dari semua unit yang tersedia untuk dijual selama periode akuntansi dan kemudian menggunakan rata-rata tersebut untuk menentukan nilai biaya pokok penjualan dan persediaan akhir" (Penilaian Persediaan).
36
2.1.3.3 Jenis Persediaan Menurut Stice dan Skousen (2011:H572) yang diterjemahkan oleh Ali Akbar, Kata persediaan (atau persediaan barang dagangan) secara umum ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang, baik berupa usaha grosir maupun ritel, ketika barangbarang tersebut telah dibeli dan ada kondisi siap untuk dijual. Jenisnya adalah 1. Bahan baku (raw materials) Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli untuk digunakan dalam proses produksi. Sebagian bahan baku diambil langsung dari sumber aslinya. Namun yang lebih sering terjadi, bahan baku dibeli dari perusahaan lain yang merupakan barang jadi dari sisi pemasok. 2. Barang dalam proses (work in process) Barang dalam proses terdiri atas bahan-bahan baku yang telah diproses, namun masih membutuhkan pengerjaan lebih lanjut sebelum dapat dijual. Persediaan ini terdiri atas tiga komponen biaya : a.
Bahan baku langsung yaiut biaya bahan baku yang secara langsung dapat diidentifikasi dalam barang yang diproduksi
b.
Tenaga kerja langsung yaiut biaya tenaga yang secara langsung dapat diidentifikasikan dengan barang yang diproduksi.
c. Overhead pabrik yaitu bagian dari overhead pabrik
yang
dibebankan atas barang yang diproduksi.
37
3. Barang Jadi (finished goods) Barang jadi adalah barang yang sudah selesai diproduksi dan menunggu untuk dijual. Setelah produk selesai diproduksi, biaya yang diakumulasikan dalam proses produksi ditransfer dari akun persediaan barang dalam proses ke akun persediaan barang jadi. 2.1.3.4 Macam Syarat Pembelian Barang a) Syarat Pembayaran Barang Dagang Syarat pembayaran merupakan perjanjian antara penjual dan pembeli atas pembayaran barang dagang yang dibeli mencakup tunai dan kredit. Syarat pembayaran ini berkaitan dengan potongan tunai, jangka waktu pembayaran, dan besarnya potongan yang diberikan. Berikut beberapa syarat pembayaran yang terjadi dalam perjanjian jual beli secara kredit. 1. Syarat n/30, artinya pembayaran dilakukan paling lambat 30 hari setelah terjadi transaksi jual beli. 2. Syarat 2/10, n/30, artinya jika pembayaran dilakukan sebelum 10 hari setelah terjadi transaksi atau kurang akan mendapat potongan 2%, dan pembayaran faktur paling lambat 30 hari setelah transaksi. 3. Syarat 2/10, 1/15, n/10, artinya jika pembayaran dilakukan 10 hari atau kurang akan mendapatkan potongan 2%. Namun, jika pembayaran dilakukan setelah 10 hari sampai 15 hari, akan mendapatkan potongan 1%. Pembayaran faktur paling lambat 30 hari setelah transaksi. 4. Syarat EOM (end of month), artinya pembayaran dilakukan paling lambat pada akhir bulan berjalan.
38
5. n/10 EOM, artinya pembayaran harus dilunasi paling lambat 10 hari setelah akhir bulan tanpa potongan. b) Syarat Penyerahan Barang Dagang Syarat penyerahan barang dagang berkaitan dengan pindahnya hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Dengan demikian dapat ditentukan siapa yang akan menanggung beban pengangkutan. Jadi, syarat penyerahan barang merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang pemindahan barang yang disertai beban pengiriman barang dari gudang penjual ke gudang pembeli. Beberapa syarat yang digunakan dalam penyerahan barang sebagai berikut. 1) Free on Board Shipping Point atau Franco Gudang Penjual Artinya semua ongkos dan risiko pengiriman barang menjadi tanggung jawab pembeli. Penjual sudah mengakui sebagai transaksi penjualan pada saat barang tersebut keluar dari gudang. 2) FOB Destination Point atau Franco Gudang Pembeli Artinya penjual harus menanggung semua ongkos dan risiko pengiriman barang sampai di gudang pembeli. Penjual baru dapat mengakui penjualan apabila barang tersebut telah sampai ke pihak pembeli. 3) Cost Insurance and Freight Artinya penjual menanggung semua beban pengangkutan dan asuransi barang tersebut selama di perjalanan. Biasanya terjadi dalam transaksi jual beli pada perdagangan ekspor impor.
39
2.1.3.5 Metode Economics Order Quantity (EOQ) Makin besar persediaan berarti resiko penyimpanan serta besarnya fasilitas yang harus dibangun, sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih besar, namun dilain pihak biaya pemesanan dan biaya distribusi menjadi lebih kecil. Ini berarti perlu adanya optimalisasi
agar
tercapai
keseimbangan
antara
membangun
persediaan serta biaya distribusi dan pemesanan. Teknik pengendalian persediaan tertua dan paling terkenal yang mudah digunakan ada beberapa asumsi yaitu: 1. Tingkat permintaan diketahui & bersifat konstan 2. Lead time, waktu antara pemesanan & penerimaan pesanan, diketahui dan bersifat konstan 3. Persediaan diterima dengan segera persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu 4. Tidak mungkin diberikan diskon 5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan persediaan sepanjang waktu 6. Keadaan kehabisan stock dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
40