BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teknik Industri 2.1.1 Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif ( International Labour Organization, 2013). Salah satu cara untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efektif, dan produktif adalah dengan mengubah layout ruangan kerja menjadi lebih ergonomis, yaitu salah satunya dengan berdasarkan metode 5S (Sort, Straighten, Shine, Standardize, dan Sustain). 2.1.2 Perancangan Tata Letak Desain tata letak fasilitas manufaktur adalah aset fisik yang dimiliki perusahaan yang bertujuan untuk mendapatkan efisiensi sumber daya yang dimiliki termasuk didalamnya pekerja, material, peralatan dan energi. Desain tata letak fasilitas termasuk di dalamnya lokasi, desain bangunan, tata letak lokasi dan sistem penangan material. Strategi penentuan tata letak strategi lokasi dibuat oleh petinggi perusahaan, biasanya dengan alasan agar pekerjaan yang dikerjakan menjadi sedikit, sehingga pekerjaan menjadi efektif dan efisien dan tidak harus melalui keputusan teknis. Desain fasilitas manufaktur dan penanganan material berefek pada produktivitas dan meningkatkan keuntungan perusahaan, biasanya lebih dari keputusan lain yang diambil di dalam perusahaan. Kualitas dan biaya dari produk, biasanya dipengaruhi oleh rasio dari permintaan dan persediaan dan berefek langsung kepada desain tata letak fasilitas (Stephens & Meyers, 2010). Perancangan tata letak fasilitas merupakan fasilitas yang penting. Karena pabrik akan beroperasi dalam jangka waktu yang panjang, maka kesalahan dalam melakukan analisis dan perencanaan tata letak dapat menyebabkan kegiatan produksi menjadi tidak efektif dan efisien. Perencanaan tata letak fasilitas berhubungan dengan menimalkan biaya. Selain itu, perencanaan yang teliti memberikan kemudahan saat diperlukannya perluasan pabrik atau kebutuhan jangka panjang (Ekoanindiyo & Wedana, 2012). Tujuan perancangan tata letak yang baik akan menghasilkan desain yang baik. Tanpa tujuan, perencanaan tata letak tidak memiliki arah dan menentukan tujuan utama adalah langkah pertama. Tujuan produksi dan objektivitas dari perusahaan dapat terlihat dari tujuan perusahaan. Beberapa tujuan perancangan tata letak fasilitas diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Menurunkan unit dan biaya proyek. 2. Meningkatkan kualitas.
3. Meningkatkan efisiensi dari penggunaan pekerja, peralatan, lahan, dan energi. 4. Menyediakan kebutuhan pekerja, keselamatan pekerja dan kenyamanan pekerja. 5. Mengontrol biaya proyek. 6. Mencapai waktu produksi yang tepat waktu. 7. Membuat perancangan tata letak yang fleksibel. 8. Mengurangi dan mengeliminasi inventori yang berlebih. (Stephens & Meyers, 2010). 2.1.3 Pengertian Storage Gudang diartikan sebagai area yang digunakan untuk menampung bahan baku, komponen dan suplai. Terdapat beberapa macam Gudang, yaitu: 1. Gudang bahan baku 2. Gudang barang jadi 3. Gudang keperluan kantor 4. Gudang suplai perawatan 5. Gudang keperluan rumah Setiap jenis gudang membutuhkan area dan harus ditentukan ketika menghitung kebutuhan area, tetapi untuk gudang bahan baku dan barang jadi membutuhkan area terbesar. Tujuan utama biasanya pada gudang bahan bahan baku, tetapi prosedur bisa digunakan untuk menghitung area gudang lain. Kebutuhan lahan untuk gudang bergantung kepada peraturan yang ditentukan oleh perusahaan. Peraturan bisa saja langsung membicarakan tentang lahan pada gudang dalam satuan suplai perbulan bahan baku, atau bisa saja membahas peraturan yang kompleks seperti satu minggu untuk material A, dua minggu untuk material B, dan satu bulan untuk material C. Material A adalah komponen yang memegang 80 persen nilai dari inventori. Biasanya, 20 persen dari jumlah suatu material memegang 80 persen dari nilai dalam uang (Stephens & Meyers, 2010). 2.1.4 Tujuan Perencanaan Tata Letak Gudang Dalam perencanaan tata letak gudang, diperlukan tujuan khusus agar gudang yang dibuat memenuhi kebutuhan perusahaan. Secara umum, tujuan dari tata letak gudang yaitu: 1. Untuk menggunakan area secara efisien. 2. Untuk menggunakan material handling secara efisien. 3. Untuk menyediakan penyimpanan yang ekonomis, dimana aspek yang mempengaruhi yaitu peralatan, penggunaan lahan, dampak terhadap material, tenaga kerja dan operasional yang aman. 4. Untuk meningkatkan fleksibilitas dalam perubahan pada penyimpanan dan kebutuhan penanganan. 5. Untuk membuat gudang model yang bagus dalam rumah tangga. Objektif tersebut secara garis besar memiliki tujuan yang sama, baik untuk gudang bahan baku maupun gudang barang jadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip dari penyimpanan yang harus diintegrasikan, yaitu: 1. Popularitas
2.
3.
4.
5.
Hukum Pareto menyatakan bahwa 85% dari kekayaan di dunia dipegang oleh 15% manusia. Hukum pareto sering diaplikasikan kepada popularitas dari penyimpanan material. Untuk memaksimalkan, 15% dari material disimpan sehingga jarak tempuh material dapat diminimalisasikan. Popularitas barang berbanding terbalik dengan jarak tempuh yang dilalui. Kesamaan Barang yang diterima atau dikirim bersama seharusnya disimpan bersamaan. Terkadang, beberapa barang diterima bersamaan. Barang tersebut biasanya membutuhkan penyimpanan metode penanganan yang sama. Jadi dengan dikelompokkan pada area yang sama, efisiensi pada lahan dan penanganan material dapat lebih baik. Ukuran Filosofi ukuran diarahkan kepada berat, susah di tangani dan jumlah yang besar lebih baik disimpan berdekatan dengan tempat penggunaan. Biaya dari penanganan barang tersebut lebih besar dibandingkan barang lainnya. Karakteristik Beberapa karakteristik barang yang perlu diperhatikan yaitu: a. Material yang mudah rusak. Material yang mudah rusak membutuhkan lingkungan kontrol khusus agar tidak rusak. b. Berbentuk aneh dan mudah rusak. Material yang berbentuk aneh biasanya tidak sama dalam penyimpanan dibandingkan dengan material lain. Material tersebut juga membutuhkan penanganan material khusus. c. Material berbahaya. Material berbahaya seperti cat, pernis, propana dan kimia yang mudah terbakar. Kebutuhan lahan Kebutuhan lahan termasuk menentukan ukuran untuk menyimpan material. Ketika menentukan empat karakteristik sebelumnya, tata letak harus dibuat dan dimaksimalkan dalam penggunaan lahannya (Tompkins A. J., White, Bozer, & Tanchoco, 2010).
2.1.5 Metode 5S Perbaikan kondisi lingkungan kerja pada pabrik ini dapat dilakukan dengan menerapkan metode 5S. 5S adalah prinsip yang paling mudah dipahami, prinsip ini memungkinkan untuk memperoleh partisipasi secara total. Merujuk kepada pendapat seorang pakar bahwa tidak akan berhasil bila 5S tidak diterapkan, sebaliknya keuntungan yang diperoleh bila dengan menerapkan 5S akan terlihat dengan jelas, diantaranya terciptanya keteraturan melalui manajemen lingkungan kerja yang baik.
Gambar 2.1 Japanese Working Culture Sumber: https://qhseconbloc.wordpress.com/2012/04/20/5r-5s/
Menurut Linstiani (2010) penjabaran dari metode “5S” adalah sebagaimana berikut: 1. Sort (Sisih/Ringkas). Menyisihkan barang-barang yang tidak diperlukan di tempat kerja. Prinsip dalam menerapkan konsep yang pertama ini adalah mengidentifikasi dan menjauhkan barang yg tidak diperlukan di tempat kerja. 2. Straighten (Penataan). Menata barang-barang yang diperlukan supaya mudah ditemukan oleh siapa saja bila diperlukan. Setiap barang mempunyai tempat yang pasti, jelas dan diletakkan pada tempatnya. Adapun metode yang dapat digunakan adalah pengelompokan barang, penyiapan tempat, memberi tanda batas, memberi tanda pengenal barang, membuat denah/peta pelaksanaan barang 3. Shine (Pembersihan). Membersihkan tempat kerja dengan teratur sehingga tidak terdapat debu di lantai, mesin dan peralatan. Prinsip: bersihkan segala sesuatu yang ada di tempat kerja. Membersihkan berarti memeriksa dan menjaga. 4. Standardize (Pemantapan). Memelihara taraf kepengurusan rumah tangga yang baik dan organisasi tempat kerja setiap saat. Prinsip: semua orang memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan tepat waktu. Pertahankan lingkungan 3S (Sisih, Susun, Sasap) yang telah dicapai, cegah kemungkinan terulang kotor/rusak. 5. Sustain (Pembiasaan). Memberikan penyuluhan kepada semua orang agar mematuhi disiplin pengurusan rumah tangga yang baik atas kesadaran sendiri. Prinsip: berikan pengarahan kepada orang-orang untuk berdisiplin mengikuti cara dan aturan penanganan house keeping atas dasar kesadaran. Lakukan apa yg harus dilakukan dan jangan melakukan apa yang tidak boleh dilakukan (Siska & Henriadi, Perancangan Fasilitas Pabrik Tahu Untuk Meminimalisasi Material Handling, 2012). Manfaat 5S diantaranya adalah: 1. Efsiensi, meningkat dengan mengatasi ketidakteraturan di ruang kerja yang sangat terorganisir dengan baik. 2. Memudahkan dalam mengindentifikasikan alat dan komponen yang diperlukan. 3. Setup time berkurang karena organisasi peralatan secara jelas diberi label dan sangat terlihat secara visual. 4. Meningkatkan semangat kerja dengan melibatkan karyawan yang membuat pekerjaan mereka lebih mudah.
5. Kualitas ditingkatkan karena cara standar atau pemeliharaan alat kerja dan mesin (Syarif, 2015). 2.1.6 Analisis ABC Pengklasifikasian item logistik ini bertujuan untuk membedakan item logistik yang sangat penting, penting, dan tidak terlalu penting. Menurut Partovi dan Anandarajan (2002) item logistik yang diklasifikasikan menjadi kelompok A adalah item yang berjumlah sedikit yang berada di urutan teratas pada daftar yang mengontrol mayoritas total pengeluaran tahunan. Item yang diklasifikasikan menjadi kelompok B adalah item dengan penilaian yang cukup tinggi, dan item yang diklasifikasikan sebagai kelompok C ialah item yang berada di uratan bawah pada daftar yang mengontrol porsi pengeluaran tahunan yang relatif kecil. Klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai penggunaan per tahun tiap item logistik. Kelompok A mempunyai item sebanyak 10% dari total banyaknya item dengan total penggunaan tiap tahunnya sebanyak 70% dari total penggunaan per tahun untuk seluruh item. Kelompok B mempunyai item sebanyak 20% dari total banyaknya item dengan total penggunaan tiap tahunnya sebanyak 20% dari total penggunaan per tahun untuk seluruh item. Kelompok C mempunyai item sebanyak 70% dari total banyaknya item dengan total penggunaan tiap tahunnya sebanyak 10% dari total penggunaan per tahun untuk seluruh item. Nilai prosentase ini dapat diubah sesuai dengan kebijakan perusahaan. Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80 – 20, atau hukum Pareto, dimana sekitar 80% dari nilai total inventori material dipresentasikan (diwakili) oleh 20% material inventori. Untuk melakukan analisis ABC dengan satu kriteria maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Daftar semua item yang akan diklasifikasi, beserta dengan data rata-rata pemakaian item logistik per tahun dan data rata-rata harga untuk setiap itemnya. 2. Kalikan rata-rata pemakaian per tahun dengan rata-rata harga untuk setiap item untuk mendapatkan nilai penggunaan per tahun tiap item. 3. Urutkan nilai penggunaan per tahunnya mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Jumlahkan secara kumulatif nilai penggunaan per tahunnya. 4. Konversikan jumlah kumulatif tiap item menjadi prosentase kumulatif. Prosentase inilah yang menjadi ukuran item dalam menentukan kelompok item tersebut. Analisis klasifikasi ABC memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagai berikut: 1. Membantu manajemen dalam menentukan tingkat persediaan yang efisien. 2. Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang dapat memberikan cost benefit yang besar bagi perusahaan. 3. Dapat memanfaatkan modal kerja (working capital) sebaik-baiknya sehingga dapat memacu pertumbuhan perusahaan. 4. Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara efisien yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi fungsifungsi produksi (Partovi & Anandarajan, 2002).
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu material, yaitu : 1. Nilai total uang dari material. 2. Biaya per unit dari material. b. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material. c. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material. d. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya. e. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu. f. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu. g. Biaya kehabisan stock atau persediaan (stockout cost) dari material itu. h. Kepekaan material terhadap perubahan desain (Universitas Sumatera Utara, 2015). 2.1.7 Activity Relationship Diagram (ARC) Activity Relationship Diagram, biasa dikenal juga dengan Affinity Analysis Diagram menggambarkan hubungan antar departemen, kantor dan area servis dengan departemen dan fasilitas lainnya. Diagram ini menggambarkan kedekatan antara satu fasilitas dengan fasilitas lainnya. Hubungan antar fasilitas ditandai dengan simbol berupa huruf yang menandakan skala kedekatan fasilitas, yaitu: 1. A (Absolutely important), simbol ini menandakan kedua fasilitas harus berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. E (Especially important), simbol ini menandakan hubungan fasilitas yang penting untuk berdekatan, tapi tidak dibutuhkan terus menerus. 3. I (Important), kode ini menandakan fasilitas lebih baik berdekatan jika bisa, tetapi bukan menjadi prioritas karena kebutuhan hanya untuk salah satu pihak saja. 4. O (Ordinary Importance) kepentingan dengan tanda ini menandakan kepentingan yang biasa saja, sehingga tidak harus bedekatan 5. U (Unimportant) kode ini berguna karena kode ini memberikan tanda bahwa tidak ada aktivitas yang dibutuhkan diantara kedua departemen atau fasilitas. Fasilitas bisa diletakkan berjauhan. 6. X (closeness Undesirable), hubungan antar departemen dengan simbol ini menandakan fasilitas tidak diperbolehkan berdekatan karena alasan tertentu, seperti bahaya meledak, terkontaminasi, kesalahan proses, dan lainnya. Dalam menentukan hubungan antar fasilitas, diperlukan data mengenai jumlah fasilitas yang ada, kemudian ditentukan berapa fasilitas yang harus berdekatan hingga fasilitas yang tidak boleh berdekatan. Untuk menentukan hal tersebut, digunakan bobot nilai dari hubungan antar departemen. Untuk mengetahui nilai hubungan kedekatan, dapat digunakan tabel berikut: Tabel 2.1 Simbol ARC
Simbol A E I
Closeness Absolutely necessary Especially Important Important
Weight of Value 5% dari N 10% dari N 15% dari N
O U X
Ordinary Importance Unimportant Undesirable
25% dari N Sisa dari % N Sisa dari % N
Untuk menghitung jumlah hubungan dalam fasilitas (N) dapat menggunakan rumus: N=
, dimana n = jumlah fasilitas
(Stephens & Meyers, 2010). 2.1.8 Worksheet Sedangkan membuat worksheet tidak terlalu diperlukan. Worksheet digunakan sebagai jembatan antara Activity Relationship Diagram dan Dimensionless Block Diagram. Selain itu, worksheet juga menggambarkan rangkuman dari Activity Relationship Chart. Tahapan ini dapat dilompati. Worksheet menggambarkan Acitivity Relationship Diagram dan menjadi data dasar untuk pembuatan Dimensionless Block Diagram (Stephens & Meyers, 2010). 2.1.9 Dimensionless Block Diargam Dimensionless Block Diargam adalah tata letak pertama yang menggambarkan hasil dari ARC dan worksheet. Meskipun tata letak ini masih belum ada dimensinya, hal ini akan menjadi dasar dari pembuatan tata letak dan plot plan. Dalam pembuatannya, jika pembuatan diagram ini berdasarkan hasil dari ARC, maka tata letak yang dihasilkan lebih baik (Stephens & Meyers, 2010). 2.1.10 Tingkat Kebisingan Dan Tingkat Pencahayaan 2.1.10.1 Tingkat Kebisingan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 yang mengatur nilai ambang batas kebisingan yang diijinkan pada pekerja yang sifatnya rutin (8 jam/hari) maksimal sebesar 85-90 dB (Depnaker RI, 1999) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang “Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri” menyebutkan bahwa nilai ambang batas (NAB) atau “Tingkat kebisingan di ruang kerja maksimal 85-90 dB”. Rumus yang digunakan untuk menghitung waktu maksimum yang menspesifikasikan noise level adalah:
Dimana:
Rumus yang digunakan untuk menghitung Noise Dose Level adalah:
Dimana:
D : Noise Dose Level (%) Waktu pengukuran yang mespesifikasikan noise levels Lalu rumus untuk menghitung waktu rata-rata kebisingan yang ada di suatu tempat adalah: TWA = 16,61 log (D/100) + 90 Dimana: TWA : Time Weight Average 2.1.10.2 Tingkat Pencahayaan Pasal 14 Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam Tempat Kerja menyebutkan bahwa “Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang kecil/sedang, seperti pemasangan alat yang sedang, perakitan komponen berukuran sedang, harus paling sedikit mempunyai illuminasi cahaya sebesar 200 lux” (Suma’mur, 1996) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang “Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri” menyebutkan bahwa nilai ambang batas (NAB) atau “Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux” (Setyanto, Subiyanto, & Wiryanto, 2011). Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata tingkat pencahayaan adalah
Dimana:
2.2 Sistem Informasi 2.2.1 Sistem Informasi Manajemen Definisi Sistem Informasi Manajemen (management information system atau sering dikenal dengan singkatannya MIS) merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi untuk mendukung informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen. SIM (sistem informasi manajemen) dapat didefenisikan sebagai kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian. Secara teori, komputer tidak harus digunakan didalam SIM, tetapi kenyataannya tidaklah mungkin SIM yang komplek dapat berfungsi tanpa melibatkan elemen komputer. Lebih lanjut, bahwa SIM selalu berhubungan dengan pengolahan informasi yang didasarkan pada komputer (computer-based information processing). SIM merupakan kumpulan dari sistem informasi. SIM tergantung dari besar kecilnya organisasi dapat terdiri dari sistem informasi sebagai berikut: 1. Sistem informasi akuntansi (accounting information system), menyediakan informasi dari transaksi keuangan. 2. Sistem informasi pemasaran (marketing information system), menyediakan informasi untuk penjualan, promosi penjualan, kegiatan-kegiatan pemasaran, kegiatan-kegiatan penelitian pasar dan lain sebagainya yangberhubungan dengan pemasaran.
3. Sistem informasi manajemen persediaan (inventory management information system). 4. Sistem informasi personalia (personnel information systems) 5. Sistem informasi distribusi (distribution information systems) 6. Sistem informasi pembelian (purchasing information systems) 7. Sistem informasi kekayaan (treasury information systems) 8. Sistem informasi analisis kredit (credit analiysis information systems) 9. Sistem informasi penelitian dan pengembangan (research and development information systems) 10. Sistem informasi teknik (engineering information systems) (Rahmayanti & Afrinando, 2013). 2.2.1.1 Kegunaan Sistem Informasi Manajemen Semua sistem-sistem informasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada semua tingkatan manajemen, yaitu manajemen tingkat bawah (lower level management), managemen tingkat menengah (middle level management) dan manajemen tingkat atas (top level management). Top level management dengan executive management dapat terdiri dari direktur utama (president), direktur (vise-president) dan eksekutif lainnya di fungsi-fungsi pemasaran, pembelian, teknik, produksi, keuangan dan akuntansi. Sedang middle level management dapat terdiri dari manajer-manajer divisi dan manajer-manajer cabang. Lower level management disebut degan operating management dapat meliputi mandor dan pengawas (Rahmayanti & Afrinando, 2013). 2.2.2 User Interface User interface memungkinkan manajer untuk memasukkan instruksi dan informasi ke dalam sistem pakar dan menerima informasi dari sistem pakar. Instruksi tersebut menentukan parameter yang mengarahkan sistem pakar melalui proses penalaran. Informasi itu berbentuk nilai yang diberikan pada variabel tertentu (McLeod, 2001). 2.2.3 Prototype Prototipe memberikan ide bagi pembuat maupun pemakai potensial tentang cara sistem berfungsi dalam bentuk lengkapnya. Proses menghasilkan sebuah prototipe disebut prototyping. Ada 2 jenis prototipe yaitu prototipe jenis 1, sesungguhnya akan menjadi sistem operasional. Prototipe jenis 2 merupakan suatu model yang dapat dibuang yang berfungsi sebagai cetak biru bagi sistem operasional. Secara garis besar tahap-tahap pengembangan prototipe adalah 1. Identifikasi 2. Pengembangan Prototipe 3. Penentuan Prototipe Dapat Diterima 4. Menggunakan Prototipe 5. Mengkodekan Sistem Operasional 6. Menguji Sistem Operasional 7. Menentukan Diterimanya Sistem Operasional 8. Menggunakan Sistem Operasional (McLeod, Sistem Informasi Manajemen Jilid 1, 2001).
2.2.4 Class Diagram Class diagram merupakan salah satu diagram utama dari Unified Modelling Language (UML) untuk menggambarkan class atau blueprint object pada sebuah sistem. Pada class diagram juga digambarkan bagaimana interaksi hubungan antar class dalam sebuah konstruksi piranti lunak seperti hubungan asosiasi, agregasi, komposisi, dan inheritance. Standarisasi pemakaian class diagram yang ter up to date pada diagram UML 2.0. Analisis pembentukan class diagram merupakan aktivitas inti yang sangat mempengaruhi arsitektur piranti lunak yang dirancang hingga ke tahap pengkodean. Bila salah dalam menganalisa class diagram dan tidak sesuai dengan problem-domain atau area permasalahan yang ingin dibuat solusinya, maka akan berakibat saat maintenance kode sumber menjadi lebih sulit dan bisa juga berdampak pada performa piranti lunak yang dibuat (School Of Computer Science Binus University, 2015). 2.2.5 Event Table Event table terdiri dari baris dan kolom yang menjelaskan kegiatankegiatan yang terjadi di dalam perusahaan beserta detailnya. Setiap baris pada event table merekam informasi tentang satu event dan use case-nya. Setiap kolom merekam kata kunci dari informasi yang terjadi pada event dan use case-nya (Satzinger, Jackson, & Burd, 2004). 2.2.6 Use Case Diagram Di dalam use case diagram digambarkan sebuah entiti yang dinamakan aktor dimana aktor tersebut langsung dan hanya berinteraksi dengan sistem yang berjalan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2004). 2.2.7 Use Case Diagram Description Merupakan sebuah dokumen yang berisi penjelasan aktivitas yang tergambar dalam use case diagram. Tujuannya adalah agar pembuat software lebih memahami apa yang users butuhkan. Dengan membuat use case description ini dapat meningkatkan pemahaman akan proses bisnis dan cara sistem dalam membantu users (Satzinger, Jackson, & Burd, 2004). 2.2.8 Three Layer Sequence Diagram SSD digunakan untuk menggambarkan aliran informasi di dalam maupun diluar sistem. Pengeluaran dan pemasukan dokumen SSD dan pengindetifikasian interaksi antara para aktor dan juga sistem. Normalnya diagram ini dibuat berhubungan dengan use case description untuk membantu detail dokumen (Satzinger, Jackson, & Burd, 2004). 2.2.9 Activity Diagram Keuntungan dalam pembuatan activity diagram adalah dapat dengan mudah mengindetifikasikan input dan output yang terjadi. Input dan output yang terjadi ini berasal dari aktor eksternal ke sistem komputer (Satzinger, Jackson, & Burd, 2004).