BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengukuran Waktu Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. (Wignjosoebroto, 2000, p169) Teknik pengukuran waktu kerja dibagi menjadi 2 bagian yaitu : •
Secara langsung yaitu pengukuran dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Terdapat 2 cara pengukuran secara langsung yaitu cara pengukuran kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch time-study) dan dengan cara sampling kerja (work sampling).
•
Secara tidak langsung yaitu melakukan perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus berada di tempat kerja yang diukur. Aktivitas yang dilakukan hanya melakukan perhitungan waktu kerja dengan membaca tabel-tabel waktu yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Cara
25
pengukuran waktu kerja tidak langsung yaitu dengan cara aktivitas data waktu baku (standard data) dan data waktu gerakan (predetermined time system). (Wignjosoebroto, 2000, p170,)
2.1.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Menggunakan Metode Jam henti Pengukuran waktu kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch time- study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama sekali diaplikasikan diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melakukan pekerjaan yang sama seperti itu. (Wignjosoebroto, 2000, p171) Ada tiga metode yang umum yang digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan menggunakan jam henti (stop-watch) yaitu : a. Pengukuran waktu secara terus-menerus, dimana pengamat kerja akan menekan tombol stop-watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop-watch berjalan secara terus menerus samapai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus mengamati jalannya jarum stop-watch dan mencatat pembacaan waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen
26
kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan. b. Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing) atau disebut juga Snap-Back Method, dimana jarum penunjuk stop-watch akan selalu dikembalikan (snap-back) lagi ke posisi nol setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Dengan cara tersebut maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti dijumpai dalam metode pengukuran secara terus-menerus. Dengan melihat data waktu tiap elemen secara langsung maka pengamat akan bisa segera bisa mengetahui variasi data waktu selama proses kerja berlangsung untuk setiap elemen kerja. Variasi yang terlalu besar dari data waktu yang bisa diakibatkan oleh kesalahan membaca atau menggunakan stop-watch ataupun bisa pula karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja. c. Pengukuran waktu secara akumulatif, dimana dalam pengukuran waktu secara akumulatif ini akan digunakan dua atau lebih stop-watch yang akan bekerja secara bergantian. Dua atau tiga stop-watch dalam hal ini didekatkan sekaligus pada papan pengamatan atau dihubungkan dengan suatu tuas. Tuas ini akan diberhentikan apabila elemen kerja yang diamati telah selesai dan kemudian menggerakkan stop-watch kedua
27
untuk melakukan elemen kerja selanjutnya. Metode pengukuran akumulatif ini memberi keuntungan didalam hal pembacaan karena akan lebih mudah dan lebih teliti karena jarum stop-watch tidak dalam keadaan bergerak pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai untuk penguliran kerja dengan menggunakan satu stop-watch. (Wignjosoebroto, 2000, p181)
2.1.2
Faktor Penyesuaian Menurut Westinghouse Westinghouse company (1927) juga ikut memperkenalkan sistem yang dianggap lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang dilaksanakan oleh Bedaux. Disini selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi performa manusia, maka Westinghouse menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan konsistensi (consistency) dari operator di dalam melakukan pekerjaan. Untuk ini Westinghouse telah berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk menormalkan waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance rating yang ditunjukkan oleh operator. (Wignjosoebroto, 2000, p197)
28
2.1.3
Kelonggaran Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Disini kenyataannya operator akan sering menghentikan pekerjaan dan membutuhkan waktuwaktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan alasan-alasan lain yang diluar kontrolnya. Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini diklasifikasikan menjadi personal allowance, fatique allowance, dan delay allowance.
2.1.3.1
Kelonggaran
Waktu
Untuk
Kebutuhan
Personal
(Personal
Allowance) Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan pribadi (personal needs). Jumlah waktu longgar untuk kebutuhan pribadi dapat ditetapkan dengan jalan melaksanakan aktivitas time study sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Untuk pekerjaan relatif ringan, dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi sekitar 2 sampai 5% (10 sampai 24 menit).
29
Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan pribadi yang diperlukan ini akan bergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak (terutama temperatur tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih besar lagi. Allowance untuk hal ini bisa lebih besar dari 5%.
2.1.3.2
Kelonggaran Waktu Untuk Melepas Lelah (Fatique Allowance) Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik. Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yang diijinkan untuk istirahat melepas lelah ini sangat sulit dan kompleks sekali. Disini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat sangat tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
30
2.1.3.3
Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan-Keterlambatan (Delay Allowance) Keterlambatan atau delay bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk dihindarkan (Unavoidable Delay), tetapi bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor yang sebenarnya masih bisa dihindari (Avoidable Delay). Keterlambatan yang terlalu besar atau lama tidak akan dipertimbangkan sebagai dasar untuk menetapkan waktu baku. Untuk avoidable delay disini terjadi dari saat ke saat yang umumnya disebabkan oleh mesin, operator, ataupun hal-hal lain yang diluar kontrol. Mesin dan peralatan kerja lainnya selalu diharapkan tetap pada kondisi siap pakai atau kerja. Apabila terjadi kerusakan dan perbaikan berat terpaksa harus dilaksanakan, operator biasanya akan ditarik dari stasiun kerja ini sehingga delay yang terjadi akan dikeluarkan dari pertimbangan untuk menetapkan waktu baku untuk proses kerja tersebut. Untuk unvoidable delay sebaiknya dipertimbangkan sebagai tantangan
dan
sewajarnya
dilakukan
usaha-usaha
keras
untuk
mengeliminir delay semacam ini. Macam dan lamanya keterlambatan untuk suatu aktivitas kerja dapat ditetapkan dengan teliti dengan melaksanakan aktivitas time study secara penuh ataupun bisa juga dengan kegiatan sampling kerja.
31
2.1.4
Perhitungan Waktu Normal dan Waktu baku Jika pengukuran-pengukuran telah selesai maka data waktu yang telah memiliki keseragaman data, jumlahnya telah memenuhi syarat yang diinginkan maka baru kita dapat menghitung waktu baku. Waktu baku ini sangat diperlukan untuk : •
Man power planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja )
•
Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan atau pekerja
•
Penjadwalan produksi dan penganggaran
•
Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan pekerja yang berprestasi
•
Indikasi keluaran output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seseorang
pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini disini sudah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Di sisi lain dengan adanya waktu baku yang sudah ditetapkan ini akan dapat pula ditentukan upah ataupun insentif
32
(bonus) yang harus dibayar sesuai dengan performa yang ditunjukkan oleh pekerja (konsep “ a fair day’s work for a fair day’s pay”). Cara mendapatkan waktu baku dari data yang telah terkumpul yaitu adalah sebagai berikut : 1. Hitung waktu siklus rata-rata dengan : Ws =
∑X
i
N
2. Hitung waktu normal dengan : Wn = Ws x p Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar.
Jika
pekerja
bekerja
dengan
wajar,
maka
faktor
penyesuaiannya p sama dengan 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah
normal.
Jika
bekerja
terlalu
lambat
maka
untuk
menormalkannya pengukur harus memberi harga p<1 atau p<100%, dan sebaliknya, jika p>1 atau p>100%, artinya dianggap bekerja cepat.
33
3. Hitung waktu baku dengan : Wb = Wn + 1
Dimana 1 adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja unuk menyelesaikan pekerjaannya di samping waktu normal. Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan pekerja. Umumnya kelonggaran ini dinyatakan dalam persen dari waktu normal.
2.2
Pentingnya Peranan Manajemen
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan adanya manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari : man, money, methode, machines, materials, market, yang disingkat 6M.
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Timbul beberapa pertanyaan mengenai : 1. ”Apa yang diatur?”-Yang diatur adalah semua unsur manajemen, yakni 6M. 2. ”Apa tujuannya diatur?’-Tujuannya diatur adalah agar 6M lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mewujudkan tujuannya.
34
3. ”Mengapa harus diatur?”-Harus diatur supaya 6M itu bermanfaat optimal, terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik dalam menunjang terwujudnya tujuan organisasi. 4. ”Siapa yang mengatur?”-Yang mengatur adalah pimpinan dengan kepemimpinannya yaitu pimpinan puncak, manajer madya, dan supervisi. 5. ”Bagaimana
mengaturnya?”-Mengaturnya
adalah
dengan
melakukan
kegiatan urut-urutan fungsi manajemen tersebut. (Hasibuan, 1991, p1)
2.2.1
Definisi Manajemen
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Hasibuan, 1997, p1-2)
2.2.2
Dasar-Dasar Manajemen
Dasar-dasar manajemen adalah sebagai berikut : 1. Adanya kerjasama di antara sekelompok orang dalam ikatan formal. 2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan dicapai. 3. Adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab yang teratur. 4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik. 5. Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan.
35
6. Adanya human organization. (Hasibuan, 1997, p2)
2.2.3
Manajemen Sumber Daya Manusia
Unsur men (manusia) dari 6M berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut dengan manajemen sumber daya manusia atau yang disingkat dengan MSDM yang merupakan terjemahan dari man power management. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang
menyebutnya
manajemen
kepegawaian
atau
manajemen
personalia
(personnel management). Definisi manajemen sumber daya manusia atau MSDM yaitu suatu bidang yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur dari MSDM ini adalah manusia yang merupakan tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan. Maka dari itu, MSDM hanya berfokus dengan masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja. MSDM
merupakan
bagian
dari
manajemen.
MSDM
lebih
memfokuskan pembahasannya mengenai pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. Pengaturan ini meliputi masalah perencanaan (human resources planning), pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian tenaga kerja untuk
36
membantu terwujudnya tujuan perusahaan. MSDM mengatur tenaga kerja sedemikian rupa sehingga terwujud tujuan perusahaan, kepuasan karyawan, dan masyarakat.(Hasibuan, 1997, p9-10)
2.3
Pengertian Kompensasi, Upah dan Gaji
2.3.1
Kompensasi
Kompensasi merupakan pengeluaran dan biaya bagi perusahaan. Perusahaan mengharapkan agar kompensasi yang dibayarkan memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar dari karyawan. Jadi, nilai prestasi kerja karyawan harus lebih besar dari kompensasi yang dibayar perusahaan, supaya perusahaan mendapatkan laba dan kontinuitas perusahaan terjamin. Kompensasi menurut Hasibuan (p118,1997) adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.
2.3.2
Upah
Menurut Hasibuan (p118,1997), upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.
37
2.3.3
Gaji
Menurut Hasibuan (p118,1997), gaji adalah balas jasa yang dibayarkan secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti.
2.4 Sistem Upah
Menurut Maier (1965), sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada karyawan. Pendistribusian ini ada yang berdasarkan pada produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Upah sebenarnya merupakan salah satu syarat perjanjian kerja yang diatur oleh pengusaha dan buruh atau karyawan serta pemerintah. Menurut UndangUndang Kecelakaan tahun 1947 No. 33 pasal yang disebut upah ialah semua pembayaran berbentuk uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan. (As’ad, 1995, p88)
2.4.1 Macam-Macam Sistem Upah
Menurut Maier (1965), terdapat empat sistem upah yang
dapat
diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut : 1. Sistem upah menurut banyaknya produksi Upah menurut produksi yang diberikan bisa mendorong kepada karyawan untuk bekerja lebih keras dan meng-upgrade diri untuk berproduksi lebih banyak. Upah ini membedakan karyawan berdasarkan
38
atas kemampuan masing-masing (sesuai dengan individual differences). Sistem ini sangat menguntungkan bagi mereka yang cerdas dan energis, tetapi kurang menguntungkan bagi mereka yang kemampuannya sudah mulai mundur, inferior, dan orang lanjut usia. 2. Sistem upah menurut lamanya kerja Sistem upah ini sebenarnya telah gagal dalam mengatur adanya perbedaan individual kemampuan manusia. Contohnya adalah upah jamjaman, upah mingguan, dan upah bulanan. Kegagalan ini disebabkan tiap-tiap orang dapat menghasilkan waktu sebagaimana orang lain, sehingga semua orang adalah sama. Akibatnya orang-orang yang superior merasa segan untuk berproduksi lebih dari keadaan rata-rata.
3. Sistem upah menurut senioritas Sistem upah semacam ini akan mendorong orang untuk lebih setia atau loyalitas perusahaan dan lembaga kerja. Sistem ini sangat menguntungkan bagi orang-orang yang lanjut usia dan juga bagi orangorang muda yang didorong untuk tetap masih bekerja pada suatu perusahaan, hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih mendapat perhatian. Jadi upah itu akan memberikan perasaan aman (security feeling) kepada karyawan yang cukup usia. Segi negatif dari sistem ini adalah sistem ini kurang bisa memotivasi karyawan dan akan diisi dengan orang-orang yang cukup usia.
39
Sistem upah semacam ini akan berakibat terjadinya labour turn over terutama bagi karyawan yang masih muda dan berbakat.
4. Sistem upah menurut kebutuhan Sistem ini memberikan upah yang lebih besar kepada mereka yang sudah menikah atau berkeluarga. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi maka upah itu akan mempersamakan standar hidup semua orang. Salah satu kelemahan sari sistem ini adalah tidak mendorong inisiatif kerja, sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan senioritas. Segi positifnya adalah akan memberikan perasaan aman disebabkan karena nasib seseorang menjadi tanggung jawab perusahaan atau masyarakat. Perwujudan dari rasa aman ini karena diwujudkan dalam bentuk sumbangan-sumbangan pengobatan, ongkos ganti perawatan, pangan, sandang, dan perumahan. (As’ad, 1995, p90-92)
2.4.2
Macam-Macam Upah Perangsang
Industri manufaktur lebih mudah untuk dibuat standar kerja dan sistem insentifnya karena memiliki karakteristik seperti pekerjaan yang berulang, daur hidup pekerjaan singkat serta outputnya jelas dan dapat dihitung (Strauss, 1982, p590)
40
1. Differential Piece-Rate Plan dari Taylor
Sistem ini dikemukakan oleh Taylor yang pada pokoknya memberikan tambahan upah per unit produksi bila karyawan dapat mencapai standar. Karyawan yang bekerja selama satu minggu (40 jam) paling tidak harus berproduksi 4 unit untuk mencapai standar maka harga per unitnya $20, sehingga satu minggu untuk upah dasarnya adalah $80. Dengan demikian bisa dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Contoh Perhitungan The Differential Piece-Rate Plan dari Taylor Employee A B (Standar) C D
Units Per Week 3.6 4.0 6.0 8.0
Price Rate $15 $20 $20 $20
Weekly Earnings $54 $80 $120 $160
2. The Rowan Plan
Sistem ini agak lebih baik dipandang dari para karyawan sebab telah dijamin dengan upah dasar, dan preminya meliputi 20 sampai 50% bagi karyawan yang dapat melampaui standar. Dalam hal ini kepada para pekerja juga akan diberikan upah pembayaran minimal (base rate) tidak peduli performa kerja yang ditunjukkan. Dengan kata lain, disini bila seorang operator tidak atau hanya mencapai performa yang distandarkan, maka yang bersangkutan hanya memperoleh upah dasar
41
tersebut. Dilain pihak, bila pekerja mampu mencapai prestasi yang lebih dari standar yang ditetapkan, maka dia menerima bonus atau insentif sesuai dengan jumlah unit output kelebihannya tersebut. Misalnya kerja dalam satu minggu dengan ketentuan 40 jam, upah dasarnya $80.00 dan standar produksinya adalah 4 unit, sedangkan apabila karyawan dapat menyelesaikan 6 unit, maka akan diterima premi atau bonus sebagai berikut : 1 minggu = 40 jam = 4 unit ($80.00) 1 unit 40 jam / 4 = 10 jam 1 minggu mndapat 6 unit berarti = 60 jam Waktu yang dihemat = 60 jam-40 jam = 20 jam ⎛ waktu yang dihemat ⎞ ⎟⎟ Premi yang diterima = upah dasar x ⎜⎜ ⎝ waktu yang diperoleh ⎠
⎛ 20 ⎞ = $80.00 x ⎜ ⎟ = $ 26.60 ⎝ 60 ⎠ Maka karyawan yang dapat menyelesaikan 6 unit selama 1 minggu akan mendapatkan upah sebesar $80.00 + $26.60 = $106.60. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
42
Tabel 2.2 Contoh Perhitungan The Rowan Plan Units Per
Standard Hours
Week
Allowed
A
3.60
B (Standar)
Weekly
Hours Saved
Premium
36
-
-
$80
4.00
40
-
-
$80
C
6.00
60
$20.00
$26.60
$107
D
8.00
80
$40.00
$40.00
$120
Employee
Earnings
3. The Gantt Task and Bonus System
Gantt
memberikan
bonus
(premi)
jika
karyawan
telah
menyelesaikan 90% dari standar yang telah ditetapkan. Oleh Dale Yolder (1955) dikatakan bahwa sistem ini diterapkan secara kaku. Biasanya baru setelah mencapai standar produksi 100% diberi bonus 20%, demikian juga bonus di atas 100%. Misalnya karyawan yang bekerja selama satu minggu dia akan mendapatkan hasil sebagai berikut, jika dia tidak melampaui dia akan menerima upah = jumlah jam kerja x upah per jam. Bagi yang melampaui standar upahnya menjadi jumlah jam kerja x (upah per jam + bonus perjam). Andaikan karyawan mendapat 3.6 unit atau 4.6 unit atau 8 unit, maka upah yang akan diterima bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut :
43
Tabel 2.3 Contoh Perhitungan The Gantt Task and Bonus System Units Per
Standard Hours
Wage for
Week
Allowed
Time Allowed
A
3.60
36
$80.00
-
$80.00
B (Standar)
4.00
40
$80.00
$16.00
$96.00
C
6.00
60
$20.00
$26.60
$144.00
D
8.00
80
$40.00
$40.00
$192.00
Employee
Premium
Weekly Earnings
4. The Halsey Plan
Sistem Halsey ini serupa dengan sistem Rowan, hanya cara memberikan premi bagi karyawan yang dapat melampaui standar tetap yaitu 50%. Seandainya upah dasar 1 minggu (40jam) sama dengan $80.00, standar
produksinya
4
unit,
padahal
seorang
karyawan
bisa
menyelesaikan 6 unit dalam 1 minggu maka ia akan mendapatkan premi ⎛ 80 ⎞ yaitu 6 - 4 x ⎜ ⎟ x 50% = $20.00 ⎝ 4⎠
Namun bagi karyawan yang tidak dapat melampaui standar tidak begitu khawatir, sebab jaminan upah minimal untuk sistem ini akan diberikan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut :
44
Tabel 2.4 Contoh Perhitungan the Halsey Plan Units Per
Standard Hours
Hours
Premium for
Weekly
Week
Allowed
Saved
Time Saved
Earnings
A
3.60
36
-
-
$80.00
B (Standar)
4.00
40
-
-
$80.00
C
6.00
60
20
$20.00
$100.00
D
8.00
80
40
$40.00
$120.00
Employee
2.5
Motif dan Motivasi
2.5.1 Pengertian Motif
Motif adalah suatu perangsang keinginan (Want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang . Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. (Hasibuan, 1997, p144) Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerakan jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. (As’ad, 1995, p44) Istilah motif sama dengan kata-kata : motive, dorongan, alasan dan driving force. Motif merupakan tenaga pendorong yang mendorong manusia
untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak. (Manullang, 2000,165)
45
W.H.Haynes dan J.L.Massie, mengatakan ”Motive as something within the individual which incites him to action.” Hampir senada dengan
kalimat tersebut, Drs. The Liang Gie berpendapat bahwa motif atau dorongan batin adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau pekerja. (Manullang, 2000 ,165)
2.5.2
Motivasi
2.5.2.1
Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. (Hasibuan, 1997, p141) Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. (Hasibuan, 1997, p143) Menurut Edwin B. Flippo, motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. (Hasibuan, 1997, p143) Menurut American Encyclopedia, motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri seseorang yamg membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya.
46
Motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia). (Hasibuan, 1997, p143) Menurut Merle J. Moskowits, motivasi didefinisikan sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku.(Hasibuan, 1997, p143) Menurut G.R.Terry, motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakantindakan. (Hasibuan, 1997, p145)
2.5.2.2 Tujuan Motivasi
(Hasibuan, 1997, p146) Tujuan dari motivasi yaitu sebagai berikut : o Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan o Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. o Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. o Meningkatkan kedisiplinan karyawan. o Mengefektifkan pengadaan karyawan. o Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. o Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan. o Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. o Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. o Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
47
2.5.2.3
Asas-Asas Motivasi
Asas Mengikutsertakan, maksudnya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, bawahan merasa ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat.
Asas Komunikasi, maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi. Dengan asas komunikasi ini, motivasi kerja bawahan akan meningkat, sebab semakin banyak seseorang mengetahui soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut.
Asas
Pengakuan,
maksudnya
memberikan
penghargaan
dan
pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus-menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya.
Asas Wewenang yang Didelegasikan, maksudnya mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer. Dalam pendelegasian ini, manajer harus meyakinkan
48
bawahan
bahwa
karyawan
mampu
dan
dipercaya
dapat
menyelesaikan tugas-tugas itu dengan baik.
Asas Perhatian Timbal Balik, maksudnya memotivasi bawahan dengan
mengemukakan
disamping
berusaha
keinginan
memenuhi
dan
harapan
perusahaan
kebutuhan-kebutuhan
yang
diharapkan bawahan dari perusahaan. (Hasibuan, 1997, p146-147)
2.5.2.4
Model-Model Motivasi
Model-model motivasi ada tiga yaitu : •
Model Tradisional, model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan sistem insentif, yaitu memberikan insentif dalam bentuk uang atau barang kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin banyak produksinya semakin besar pula balas jasanya.
•
Model Hubungan Manusia, model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan supaya kerjanya meningkat ialah dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
•
Model Sumber Daya Manusia, model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya dengan uang
49
dan barang atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi baik karena merasa puas, melainkan karena termotivasi oleh rasa tanggung jawab yang lebih luas untuk membuat keputusan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Motivasi moral atau gairah bekerja seseorang akan meningkat, jika kepada mereka diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. (Hasibuan, 1997, p148-149)
2.5.2.5
Metode Motivasi
Metode motivasi ada 2 yaitu : •
Motivasi langsung, yaitu motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.
•
Motivasi tidak langsung, yaitu motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya seperti, kursi yang empuk, ruangan kerja yang nyaman dan terang, serta suasana kerja
50
yang nyaman dan penempatan yang sesuai. Motivasi secara tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif. (Hasibuan, 1997, p149)
2.5.2.6
Alat-Alat Motivasi
Alat-alat motivasi (daya perangsang) yang diberikan kepada bawahan antara lain : •
Material incentive, yaitu motivasi yang bersifat materiil sebagai
imabalan prestasi yang diberikan oleh karyawan. Yang termasuk material incentive yaitu yang berbentuk uang dan barang-barang.
•
Nonmaterial incentive, yaitu motivasi yang tidak berbentuk materi.
Yang termasuk nonmaterial incentive adalah penempatan yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar atau sejenisnya. (Hasibuan, 1997, p149-150)
2.5.2.7
Jenis-Jenis Motivasi
Terdapat dua jenis motivasi yaitu : •
Motivasi positif , maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang
51
berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. •
Motivasi negatif, maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar, jika tidak terpenuhi maka mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. (Hasibuan, 1997, p150)
2.5.2.8
Proses Motivasi
•
Tujuan, dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.
•
Mengetahui kepentingan, hal yang paling penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut pandang kepentingan pimpinan atau perusahaan saja.
•
Komunikasi Efektif, dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui
52
apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya. •
Integrasi tujuan, proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan.
•
Fasilitas, manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan
pekerjaan,
seperti
memberikan
bantuan
kepada
salesman.
2.5.2.9
Teori-Teori Motivasi
Teori-teori motivasi diklasifikasikan atas : 1. Teori Kepuasan (Content Theory), Teori ini yang memusatkan pada apanya motivasi. Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja seseorang.
53
Penganut-penganut teori motivasi kepuasan ini, antara lain adalah sebagai berikut : •
Frederick Winslow Taylor dengan Teori Motivasi Klasik Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk memenuhi kebutuhan fisik atau biologisnya, berbentuk uang atau barang dari hasil pekerjaannya. Konsep dasar dari teori ini adalah orang akan giat bekerja, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya. Manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan
dengan
menggunakan
sistem
insentif
untuk
memotivasi para pekerja. Semakin banyak mereka berproduksi, semakin besar penghasilan mereka. •
A.H.Maslow dengan Maslow’s Need Hierarchy Theory (A Theory of Human Motivation).
Maslow (1943) mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Need Hierarchy atau A Theory of Human Motivation atau Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow. Hierarki
kebutuhan ini diilhami oleh Human Science Theory dari Elton Mayo. Hierarki Kebutuhan mengikuti teori jamak yakni seseorang berperilaku atau bekerja karena adanya dorongan untuk
54
memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan seseorang yang diinginkan itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Kebutuhan manusia tersusun ke dalam suatu jenjang atau hierarki, yakni : 1. Physiological Needs (Kebutuhan fisik dan biologis), yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Kebutuhan untuk memenuhi ini merengsang seseorang untuk giat bekerja. 2. Safety and Security Needs, yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yaitu kebutuhan akan keamanan jiwanya sewaktu bekerja dan kebutuhan akan keamanan harta yang ditinggal sewaktu mereka bekerja. 3. Affiliation or Acceptance Needs, yaitu kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat
55
lingkungannya. Karena manusia adalah makhluk sosial, terdapat 4 golongan kebutuhan sosial manusia yakni kebutuhan akan perasaan diterima orang lain dilingkungan tempat bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati karena manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). 4. Esteem or Status Needs, yaitu kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise karyawan dan masyarakat lingkungannya. 5. Self Actualization, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan
kemampuan,
keterampilan,
dan
potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal yakni kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi dari luar (pemenuhannya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri) dan aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan
seorang
individu
(kebutuhan
ini
akan
56
berlangsung terus terutama sejalan dengan meningkatnya jenjang karier seseorang).
Gambar 2.1 Konsep Hierarki Kebutuhan A.H Maslow
•
Frederick Herzberg dengan Two Factors Motivation Theory Frederick Herzberg (1950), seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua Faktor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering disebut juga Teori Motivasi Kesehatan
(Faktor Higienis). Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu: 1. Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factor (berhubungan dengan hakikat
57
manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah). 2. Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaa yang baik. Menurut Herzberg apa yang terkandung di dalam pekerjaan tersebut (job content) yang menjadi alat motivasi atau satisfier atau yang disebut juga dengan motivators yang meliputi : 1. Prestasi atau achievement, 2. Pengakuan atau recognition, 3. Pekerjaa itu sendiri atau the work it self, 4. Tanggung jawab atau responsibility, 5. Kemajuan atau advancement, 6. Pengembangan potensi individu atau the possibility of growth.
58
•
Douglas Mc.Gregor dengan Teori X dan Teori Y Douglas Mc.Gregor adalah seorang psikolog sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek riset dalam hal motivasi dan tingkah laku umum dari para anggota organisasi. Teori X dan Y ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia penganut teori Y (teori demokratik). Menurut teori X, untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung kepada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Tipe kepemimpinan teori X adalah otoriter sedangkan gaya kepemimpinannya berorientasi pada prestasi kerja. Menurut teori Y, untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan, kerja sama, dan keterikatan pada keputusan. Tegasnya, dedikasi dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran. Mc.Gregor memandang suatu organisasi efektif sebagai organisasi apabila menggantikan pengawasan dan pengarahan dengan integrasi dan
59
kerja
sama
serta
karyawan
ikut
berpartisipasi
dalam
pengambilan keputusan. Jenis motivasi yang diterapkan adalah motivasi positif, sedangkan tipe kepemimpinannya adalah kepemimpinan partisipatif. A.W.Willsmore menggambarkan teori X dan Y secara umum sebagai konsep dibawah ini :
Gambar 2.2 Bagan Teori X dan Y menurut A.W.Willismore •
Mc.Clelland dengan Mc.Clelland’s Achievement Motivation Theory
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan
tergantung
pada
kekuatan-dorongan
motivasi-
seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh:
60
1. Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, 2. Harapan keberhasilan, dan 3. Nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Hal-hal yang memotivasi seseorang yaitu : 1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement= n Ach), 2. Kebutuhan akan afiliasi (need for afiliation= n Af), 3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power= n Pow).
•
Teori Motivasi Claude S. George Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja, yaitu : 1. Upah yang adil dan layak, 2. Kesempatan untuk maju atau promosi, 3. Pengakuan sebagai individu, 4. Keamanan kerja, 5. Tempat kerja yang baik, 6. Penerimaan oleh kelompok, 7. Perlakuan yang wajar, 8. Pengakuan atas prestasi.
61
•
Teori Kebutuhan Model Edward Edward mengatakan bahwa ada 15 macam kebutuhan yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang yaitu Achievement, Deference,
Order,
Exhibition,
Autonomy,
Affiliation,
Intraception, Succorance, Dominance, Abasement, Nurturance, Change, Endurance, Heterosexuality, dan Aggression.
2. Teori Motivasi Proses Teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana
menguatkan,
mengarahkan,
memelihara,
dan
menghentikan perillaku individu agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Apabila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Yang termasuk ke dalam teori motivasi proses adalah : 1. Teori Harapan (Expectancy Theory) Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom. Ia mendasarkan teori ini pada tiga konsep penting, yaitu : •
Harapan (Expectancy), yaitu suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan dinyatakan dalam probabilitas (kemungkinan).
62
•
Nilai
(Valence),
yaitu
akibat
dari
perilaku
tertentu
mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu. Nilai atau valensi ditentukan oleh individu dan tidak merupakan kualitas objektif dari akibat itu sendiri. •
Pertautan (instrumentally), yaitu persepsi individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
2. Teori Keadilan (Equity Theory) Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Jadi, atasan bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif (baik atau salah), bukan atas suka atau tidak suka (like or dislike). 3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) Teori ini berdasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Sifat ketergantungan bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti teori itu.
63
Teori pengukuhan terdiri dari 2 jenis, yaitu: •
Pengukuhan
positif
(positive
reinforcement)
yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat. •
Pengukuhan
negatif
(negative
reinforcement)
yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh negatif dihilangkan secara bersyarat.
2.6
Produktivitas
Menurut Encyclopedia Britanica (1982,p27) disebutkan bahwa produktivitas dalam ekonomi berarti rasio dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan sesuatu. Bambang Kusriyanto (1991,p2) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja ialah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. J.Ravianto (1990,p11) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. (Sedarmayanti, 2001, p58) Dapat disimpulkan bahwa pengertian produktivitas adalah sebagai berikut:
64
⎛ Efektivitas menghasilkan keluaran ⎞ ⎟⎟ Produktivitas = ⎜⎜ ⎝ Efisiensi penggunaan mesin ⎠
Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksudkan adalah individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai. Manajemen sangat berperan penting untuk peningkatan produktivitas karyawan dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan seluruh sarana produksi dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemennya. Manajemen juga berperan secara langsung melalui perbaikan pengorganisasian dan tata kerja untuk memperkecil pemborosan, maupun secara tidak langsung melalui pemberian
balas
jasa
yang
menciptakan
peningkatan
produktivitas.
(Sedarmayanti, 2001, p56)
2.7 Hubungan antara Upah Insentif, Motivasi dan Produktivitas
Salah satu tujuan perusahaan untuk memberikan bonus adalah untuk memotivasi karyawan yang melewati standar kerja. Uang merupakan alat paling efektif sebagai motivator untuk peningkatan performa kerja. Manajemen biasanya memberikan tambahan gaji atau upah seiring dengan meningkatnya kinerja karyawan. Hal ini biasa disebut sebagai insentif, komisi, atau bonus, dimana semuanya didesain untuk memotivasi karyawan unntuk meningkatkan kinerjanya. (Strauss, 1982, p587)