BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1
Manajemen Strategis
Untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif, setiap perusahaan memerlukan suatu tipe perencanaan yang bukan hanya dapat memperkirakan dan merespon perubahan-perubahan yang dapat terjadi di masa yang akan datang, namun juga mampu menciptakan masa depan itu sendiri melalui langkah-langkah perubahan yang dilaksanakan mulai sekarang. Untuk itulah perusahaan memerlukan suatu konsep yang disebut manajemen strategis.
2.1.1.1 Konsep Manajemen Strategis Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektif atau tujuannya (David, 2004). Sementara itu Mulyadi (2001) merumuskan manajemen strategis ebagai suatu proses yang digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi dalam penyediaan customer value terbaik untuk mewujudkan visi organisasi. Manajemen strategis merupakan suatu proses yang
19
terdiri dari rangkaian langkah yang melibatkan banyak orang dalam organisasi, mulai dari manajemen puncak sampai dengan karyawan. Karena manajemen perlu selalu mengikuti perkembangan situasi dan kondisi lingkungan sekitar perusahaan, maka manajemen strategis merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus sepanjang perjalanan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, sehingga menghasilkan suatu peta perjalanan bisnis yang senantiasa di update sesuai dengan perubahan yang dialami oleh organisasi.
2.1.1.2 Tahapan Manajemen Strategis Menurut Fred R. David (2004), manajemen strategis terdiri dari 3 tahapan, antara lain : 1. Tahap 1 : Perumusan strategi Tahapan perumusan strategis termasuk pengembangan misi, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan alternatif-alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Hal-hal yang berkaitan dengan proses perumusan strategi biasanya berhubungan dengan penentuan bisnis apa yang akan dimasuki, bagaimana perusahaan akan mengalokasikan seluruh sumber dayanya, apakah perusahaan akan memasuki pasar internasional atau tidak, apakah perusahaan harus melakukan perluasan operasi, dan apakah perusahaan akan membentuk merger atau tidak.
20
Dari beberapa alternatif strategi yang telah ditentukan, setiap perusahaan harus memilih satu atau lebih strategi. Strategi menetapkan keunggulan bersaing jangka panjang. Setiap alternatif strategi memiliki resiko dan konsekuensinya masingmasing, karena itu pihak manajemen perlu dengan sangat hati-hati alternatif strategi mana yang akan diambil untuk diterapkan dalam perusahaan. 2. Tahap 2 : Implementasi strategi Pada tahap implementasi strategi, perusahaan menentukan tujuan jangka pendek atau tahunan, menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung pencapaian tujuan tersebut, mencari cara untuk memotivasi karyawan, serta mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan sehingga strategi yang telah dirumuskan dapat tercapai. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategis. Strategi sebaik apapun jika hanya dirumuskan dan tidak diterapkan adalah sia-sia saja. Keberhasilan dari tahap tersebut tergantung pada komitmen yang diberikan oleh pihak manajemen, keberhasilan manajemen dalam memotivasi karyawan, dan kecakapan manajemen dalam mengalokasian sumber daya perusahaan. 3. Tahap 3 : Evaluasi strategi Karena faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan dapat berubah setiap saat, maka perlu diadakan suatu proses evaluasi terhadap strategi yang telah diterapkan dalam perusahaan. Evaluasi strategi dilakukan agar para manajer dapat mengetahui kapan sebuah strategi sudah tidak layak untuk digunakan lagi, atau memerlukan perubahan dan modifikasi.
21
Ada 3 aktivitas yang tercakup dalam tahapan evaluasi strategi (David, 2004), antara lain : a) Meninjau ulang faktor-faktor eksternal dan internal b) Mengukur prestasi c) Mengambil tindakan korektif
2.1.1.3 Model Manajemen Strategis Karena manajemen strategis merupakan suatu proses, maka akan lebih baik dan lebih mudah diamati jika digambarkan melalui suatu bagan model manajemen strategis, sehingga dapat digambarkan melalui pendekatan yang praktis dan jelas. Proses manajemen strategis bersifat dinamis dan berkelanjutan, oleh karena itu aktivitas merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi, serta mengevaluasi strategi harus dilakukan secara terus menerus, bukan hanya setiap akhir tahun atau akhir tahun. Proses manajemen strategis tidak pernah benar-benar berakhir (David, 2004). Bagan model manajemen strategis yang lengkap dapat dilihat pada gambar II-1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses-proses dalam manajemen strategis berjalan secara terus menerus, dimana pada saat proses manajemen strategis telah mencapai bagian akhir yaitu mengukur dan mengevaluasi strategi yang termasuk dalam tahapan evaluasi strategi, proses tidak berhenti melainkan berputar kembali kepada tahap awal proses perumusan strategi, dengan penerimaan umpan balik dari sekeliling proses tersebut sehingga proses manajemen strategis terus berputar
22
membentuk suatu siklus (cycle) dan diperbaiki melalui umpan balik tersebut secara terus menerus. Umpan Balik
Melakukan audit eksternal
Menetapkan sasaran jangka panjang
Mengembangkan pernyataan misi
Menghasilkan, mengevaluasi, dan memilih strategi
Menetapkan kebijakan dan sasaran tahunan
Mengalokasikan sumber daya
Mengukur dan mengevaluasi prestasi
Melakukan audit internal
Perumusan Strategi
Implementasi Strategi
Gambar II-1 Model Manajemen Strategis Sumber : Fred R. David, “MANAJEMEN STRATEGIS : Konsep,” 2004, p.40
Evaluasi Strategi
23
2.1.1.4 Manfaat Manajemen Strategis Menurut Fred R. David (2004), ada dua jenis manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh perusahaan melalui penerapan atau penggunaan konsep manajemen strategis, antara lain : 1. Manfaat keuangan Riset menunjukkan bahwa organisasi yang menggunakan konsep manajemen strategis lebih mendatangkan laba dan lebih berhasil daripada yang tidak menggunakannya. Hal tersebut mungkin dapat terjadi karena perusahaan yang menggunakan
konsep
manajemen
strategis
memiliki
pengetahuan
dan
kemampuan untuk memprediksi, merancang, serta menentukan masa depannya sendiri melalui strategi-strategi yang dirumuskannya, dimana keputusankeputusan di masa depan yang informasinya telah diketahui dan diantisipasi sebelumnya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. 2. Manfaat non keuangan Selain mendatangkan keuntungan yang bersifat keuangan seperti panambahan laba, penggunaan konsep manajemen strategis juga memberikan keuntungan dalam bentuk lain seperti timbulnya kesadaran akan peluang dan ancaman eksternal, serta pengetahuan akan kekuatan dan kelemahan internal, pemahaman yang lebih baik mengenai pesaing dan karyawan, serta peningkatan produktivitas karyawan.
24
2.1.2
Balanced Scorecard
2.1.2.1 Definisi Balanced Scorecard Balanced scorecard merupakan suatu pendekatan sistem manajemen strategis yang dikembangkan pada awal tahun 1990 oleh Robert S. Kaplan, seorang Profesor Akuntansi Arthur Lowes Dickinson di Harvard Business School dan David P. Norton, presiden dari Renaissance Solutions, Inc., sebuah perusahaan konsultan internasional yang menspesialisasikan diri pada bidang pembaruan ukuran kinerja dan perusahaan. Pada awalnya Balanced Scorecard adalah sebuah sistem pengukuran kinerja perusahaan baik di bidang finansial maupun operasional, tetapi seiring dengan perkembangannya, Balanced Scorecard telah menjadi sebuah sistem manajemen strategis
yang
digunakan
untuk
merumuskan,
mengimplementasikan,
serta
mengevaluasi suatu strategi jangka panjang Sistem pengukuran kinerja perusahaan yang dituntut oleh kompetisi yang ketat dalam dunia industri sekarang ini membutuhkan ukuran yang bukan hanya berpusat pada kinerja finansial perusahaan, yang sebenarnya hanya merupakan cerminan dari kinerja perusahaan di masa lalu. Dalam Balanced Scorecard, walaupun masih tetap mempertahankan ukuran kinerja tradisional yaitu ukuran finansial, sistem pengukuran kinerja bukan hanya berpusat pada kinerja finansial tersebut, namun juga pada berbagai kinerja dalam perspektif lain yang turut mendukung pencapaian kinerja dari perspektif finansial.
25
Benturan antara keharusan untuk membangun kapabilitas kompetitif jangka panjang dengan tujuan yang tidak tergoyahkan dari model akuntansi keuangan biaya histories telah menciptakan sebuah sintesis : Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 2000). Berikut beberapa definisi Balanced Scorecard menurut beberapa ahli (Tunggal, 2001) : Hansen dan Mowen “Balanced Scorecard (strategic-based responsibility accounting system) is a responsibility accounting system objectives and measures for four different perspective; the financial perspective, the customer perspective, the process perspective, and the learning and growth (infrastructure) perspective.” Hilton, Maher, dan Selto “Balanced Scorecard is a casual model of lead and lag indicators of performance that demonstrate how changes in one operation cause are balanced by changes in others.” Morse, Davis, dan Hartgraves “Balanced Scorecard is a performance measurement system that includes financial and operational measures which are related to the organizational goals.”
26
Atkinson, Banker, Kaplan, dan Young “Balanced Scorecard is a set of performance target and an approach to performance measurement that stresses meeting all the organization’s objectives relating to both its primary and secondary objectives – hence the balance.” Robert Simmons “Balanced Scorecard is the multiple, linked objectives that companies must achieve to compete based on capabilities and innovation, not just tangible physical assets. It translates mission and strategy into objectives and measures.” Garrison dan Noreen “Balanced Scorecard consists of an integrated set of performance measures that are derived from the company’s strategy and that support the company’s strategy throughout the organization.” Horgren, Sundem dan Stratton “Balanced Scorecard is a performance measurement and reporting system that strikes a balance between financial and operating measures, links performance to rewards, and give explicit recognition to the diversity of organizational goals.” Edward J. Blocker, Kung A. Chen, dan Thomas W. Lin “Balanced Scorecard is an accounting report that include the firm critical success factors in four area : (1) financial performance, (2) customer satisfaction, (3) internal business process, and (4) innovation and learning.”
27
Dari keseluruhan definisi tersebut, disimpulkan definisi Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja dan pelaporan yang mengusahakan suatu keseimbangan antara tolok ukur keuangan dan operasi, mengaitkankinerja terhadap ganjaran, dan memberikan pengakuan yang eksplisit terhadap diversitas dari tujuan organisasional (Tunggal, 2001). Perusahaan menggunakan fokus Balanced Scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting (Kaplan dan Norton, 2000), antara lain : a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi. b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis. c. Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. d. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
2.1.2.2 Perspektif Balanced Scorecard Tidak seperti sistem pengukuran kinerja tradisional yang hanya mempergunakan indikator kinerja keuangan, Balanced Scorecard juga turut menggunakan indikator kinerja dalam berbagai perspektif operasional yang turut mendorong kinerja keuangan tersebut. Kaplan dan Norton (2000) menyatakan bahwa Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif : finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
28
2.1.2.2.1
Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Walaupun perspektif keuangan adalah cerminan dari kinerja perusahaan di masa lalu, Balanced Scorecard tetap mempertahankan perspektif tersebut karena bagaimanapun juga ukuran finansial sangat penting dalam memberi ringkasan tentang konsekuensi dari kebijakan-kebijakan yang sudah diambil sebelumnya. Selain itu, ukuran yang digunakan oleh para stakeholder dan shareholder biasanya hanya berupa ukuran finansial. Karena itu perspektif tersebut tidak dapat ditinggalkan. Tujuan
finansial
menggambarkan
tujuan
jangka
panjang
perusahaan
:
pengembalian modal investasi yang tinggi dari setiap unit bisnis (Kaplan dan Norton, 2000). Tujuan strategis dalam perspektif finansial biasanya berhubungan dengan profitabilitas, misalnya laba operasi, Return on Capital Employed (ROCE), atau nilai tambah ekonomis / Economic Value Added (EVA). Tujuan strategis lainnya biasanya berhubungan dengan pertumbuhan penjualan atau arus kas. Menurut Kaplan dan Norton (2000) terdapat tiga tahapan dalam siklus hidup bisnis, dimana tujuan finansial mungkin sangat berbeda untuk tiap tahap siklus hidup bisnis tersebut, antara lain : Bertumbuh (growth) Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus hidup bisnis, dimana mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi tersebut harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas fasilitas produksi,
29
membangun kemampuan operasi, menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global, dan memelihara serta mengembangkan hubungan erat dengan pelanggan. Tujuan finansial pada tahap pertumbuhan akan menekankan pada pertumbuhan penjualan yang ditunjukkan dengan persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah. Bertahan (sustain) Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada tahap bertahan, situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini diharapkan dapat mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap bertumbuh tahun demi tahun. Kebanyakan unit bisnis di tahap bertahan akan menetapkan tujuan finansial yang berkaitan dengan profitabilitas yang dapat dinyatakan dengan berbagai ukuran finansial tradisional seperti ROCE, laba operasi dan marjin kotor. Semua ukuran tersebut kembali kepada tujuan finansial klasik yaitu menghasilkan tingkat pengembalian modal investasi yang tinggi. Menuai (harvest) Sebagian unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya, dimana perusahaan ingin “menuai” investasi yang dibuat pada dua tahap
30
sebelumnya. Bisnis tidak lagi memerlukan investasi yang besar, cukup untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan atau pembangunan berbagai kapabilitas baru. Setiap investasi harus menghasilkan pengembalian yang segera dan pasti. Tujuan finansial keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas bahwa tujuan finansial perusahaan pada setiap tahap siklus hidup bisnis adalah sangat berbeda. Perusahaan yang berada pada tahapan siklus yang berbeda akan menghasilkan tujuan dan strategi yang berbeda pula. Karena itu dalam menyusun dan mengembangkan Balanced Scorecard untuk diterapkan di dalam perusahaan, perlu diteliti terlebih dahulu, pada tahap siklus hidup bisnis manakah perusahaan tersebut sekarang berada. Dengan demikian strategi yang dihasilkan akan sesuai dengan tahapan tersebut dan hasil penerapannya akan lebih optimal.
2.1.2.2.2
Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
Perspektif pelanggan mencakup aktivitas-aktivitas seperti mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing, dimana segmen pasar yang akan dimasuki tersebut akan menjadi komponen penghasilan untuk tujuan finansial perusahaan.
31
Di masa lalu, perusahaan hanya memusatkan diri pada kapabilitas internal, dengan mengandalkan kualitas produk dan inovasi teknologi. Tetapi seiring dengan perkembangan pasar, perusahaan yang tidak mengerti keinginan dan kebutuhan pasar akan mengalami kesulitan dan memudahkan para pesaing untuk “mencuri” pelanggan melalui penawaran produk dan jasa yang lebih sesuai dengan keinginan pelanggan. Oleh karena itu, sekarang ini banyak perusahaan yang berpindah fokus eksternal kepada pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton (2000), kelompok ukuran utama dalam perspektif pelanggan pada umumnya terdiri dari : Pangsa pasar Pangsa pasar (market share) menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual). Mengukur pangsa pasar dapat segera dilakukan oleh perusahaan bila sasaran atau segmen pasar sudah ditentukan. Retensi pelanggan Cara
yang
paling
disukai
perusahaan
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan diawali dengan mempertahankan pelanggan yang sudah ada di dalam segmen tersebut. Perusahaan yang dapat dengan segera melakukan identifikasi terhadap seluruh pelanggannya dapat melakukan pengukuran terhadap retensi pelanggan dari periode ke periode. Selain untuk mempertahankan pelanggan yang ada dalam
32
segmen, banyak perusahaan yang menginginkan agar dapat mengukur tingkat loyalitas pelanggan melalui persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini. Akuisisi pelanggan Ukuran akuisisi pelanggan melakukan pengukuran, baik dalam bentuk relatif maupun absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru. Akuisisi pelanggan dapat diukur melalui banyaknya jumlah pelanggan baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru dalam segmen yang ada. Kepuasan pelanggan Ukuran kepuasan pelanggan memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnisnya. Namun sekedar memenuhi kepuasan pelanggan saja tidaklah cukup untuk mendapatkan loyalitas, retensi atau profitabilitas yang tinggi dari pelanggan. Hanya jika pelanggan menilai pengalaman pembeliannya sebagai pengalaman yang amat memuaskan barulan perusahaan dapat mengharapkan para pelanggan kembali untuk melakukan pembelian ulang. Profitabilitas pelanggan Ukuran profitabilitas pelanggan mengukur keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dari pelanggan atau segmen pasar tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Keberhasilan perusahaan dalam empat ukuran pertama (pangsa pasar,
33
retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, dan kepuasan pelanggan) bukanlah suatu jaminan bahwa sebuah perusahaan memiliki pelanggan yang mendatangkan keuntungan. Ukuran profitabilitas pelanggan dapat mengungkapkan pelanggan sasaran tertentu yang tidak memberikan keuntungan. Dengan menggunakan ukuran profitabilitas untuk mengamati pelanggan, perusahaan mendapatkan umpan balik mengenai efektivitas dari strategi segmentasi pasar yang dilakukan oleh perusahaan.
Kelima
ukuran
dalam
mengukur
perspektif
pelanggan
tersebut
dapat
dikelompokkan dalam suatu rantai hubungan sebab-akibat yang dapat dilihat pada gambar II-2. PANGSA PASAR
AKUISISI PELANGGAN
PROFITABILITAS PELANGGAN
RETENSI PELANGGAN
KEPUASAN PELANGGAN
Gambar II-2 Rantai Hubungan Antar Ukuran Utama Dalam Perspektif Pelanggan Sumber : Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “BALANCED SCORECARD : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,” 2000, p.60
34
2.1.2.2.3
Perspektif
Proses
Bisnis
Internal
(Internal
Business
Process
Perspective) Ada dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dengan pendekatan Balanced Scorecard yang terungkap melalui perspektif proses bisnis
internal,
dimana
pendekatan
tradisional
hanya
memperhatikan
dan
meningkatkan proses bisnis yang berjalan saat ini saja, sementara pendekatan Balanced
Scorecard
dalam
perspektif
proses
bisnis
internal
berusaha
mengidentifikasi semua proses internal yang penting yang harus dikuasai oleh perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang baik, termasuk proses-proses yang baru yang pada saat ini mungkin belum dilaksanakan, misalnya proses-proses dalam mengantisipasi kebutuhan pelanggan yang baru yang selama ini belum pernah dilaksanakan. Menurut Kaplan dan Norton (2000), pada umumnya setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Dalam rantai nilai generik terdapat suatu model dasar dari rangkaian proses tersebut, yang pada dasarnya terbagi menjadi 3 proses bisnis utama, yaitu : Inovasi Tahap pertama dalam rantai nilai perspektif proses bisnis internal adalah proses inovasi. Proses inovasi terdiri dari 2 komponen. Dalam komponen pertama para manajer melaksanakan penelitian pasar untuk mengenali ukuran pasar, preferensi pelanggan, dan tingkat harga produk dan jasa sasaran. Informasi yang
35
diperoleh dari komponen pertama tersebut memberikan masukan untuk pelaksanaan komponen kedua yaitu perancangan dan pengembangan produk / jasa. Operasi Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam perusahaan. Proses tersebut menitikberatkan pada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada dengan efisien, konsisten, dan tepat waktu. Proses operasi dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan. Proses tersebut terdiri dari 2 komponen, yaitu membangun produk atau jasa, serta meluncurkan atau menyampaikan produk atau jasa. Layanan Purna Jual Tahap terakhir dari rantai nilai internal ada layanan purna jual, mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran, seperti misalnya administrasi kartu kredit. Perusahaan perlu menyadari bahwa memiliki hubungan yang baik dengan para pelnggan dapat menjadi suatu langkah strategis untuk mencapai kinerja finansial perusahaan yang baik sehingga perusahaan dapat terus beroperasi dengan lancar.
Bagan dari model rantai nilai generik dalam perspektif proses bisnis internal tersebut dapat dilihat pada gambar II-3.
36
Proses Inovasi Kebutuhan Pelanggan Diidentifikasi
Kenali Pasar
Ciptakan Produk/ Jasa
Proses Operasi Bangun Produk/ Jasa
Proses Layanan Purna Jual
Luncurkan Produk/ Jasa
Layani Pelanggan
Kebutuhan Pelanggan Terpuaskan
Gambar II-3 Model Rantai Nilai Generik Perspektif Proses Bisnis Internal Sumber : Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “BALANCED SCORECARD : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,” 2000, p.84
2.1.2.2.4
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth Perspective)
Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Tujuan dalam perspektif ini merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang optimal dalam ketiga perspektif Balanced Scorecard lainnya. Kaplan dan Norton (2000) mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu antara lain : •
Kapabilitas pekerja Yang dimaksud dengan kapabilitas pekerja adalah kemampuan pekerja dalam melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar. Pekerja harus mendapatkan pelatihan yang cukup agar mempunyai pengetahuan dan keahlian yang benarbenar memadai. Gagasan untuk meningkatkan proses dan kinerja untuk pelanggan
37
harus datang dari pekerja di lini depan yang paling dekat dengan proses internal dan pelanggan perusahaan. Dalam melakukan pengukuran terhadap kapabilitas pekerja, terdapat tiga ukuran utama yang mempengaruhi kapabilitas yang ditunjukkan pekerja, yaitu pengukuran kepuasan pekerja, retensi pekerja dan produktivitas pekerja. Tujuan dari pengukuran kepuasan pekerja menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini sangat penting bagi perusahaan, sebab pekerja yang puas merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu dan layanan pelanggan. Kemudian
tujuan
dari
pengukuran
retensi
pekerja
adalah
untuk
mempertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati dan menjadi asset penting bagi perusahaan, sebab perusahaan menanamkan investasi jangka panjang dalam diri pekerja, sehingga setiap kali ada pekerja yang berhenti atau keluar bukan atas keinginan perusahaan, hal tersebut merupakan suatu kerugian bagi perusahaan. Pengukuran yang terakhir adalah produktivitas pekerja, dimana produktivitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal dan kepuasan pelanggan. Tujuan dari pengukuran produktivitas pekerja adalah untuk membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut.
38
•
Kapabilitas sistem informasi Agar para pekerja dapat bekerja dengan efektif dalam lingkungan yang kompetitif dewasa ini, diperlukan banyaknya informasi, yaitu mengenai pelanggan, proses internal dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan. Para pekerja garis depan memerlukan informasi-informasi yang akurat dan tepat pada waktunya mengenai setiap hubungan yang ada antara perusahaan dengan pelanggan. Para pekerja garis depan juga seharusnya diberikan informasi mengenai segmen di mana pelanggan berada sehingga dapat ditentukan besarnya upaya yang harus dijalankan untuk memuaskan pelanggan dalam hubungan atau transaksinya dengan perusahaan saat ini dan juga untuk mempelajari dan berusahan memuaskan kebutuhan pelanggan yang sedang muncul. Para pekerja yang ada di bagian operasi membutuhkan umpan balik yang cepat, tepat dan akurat mengenai produk atau jasa yang dihasilkan. Dengan umpan balik tersebut diharapkan para pekerja dapat mempertahankan program perbaikan
yang
sistematis
mengeliminasi
kekeliruan-kekeliruan
dan
menghapuskan biaya, waktu dan sisa produksi yang berlebihan dari sistem produksi. Sistem informasi yang baik adalah suatu persyaratan bagi pekerja untuk dapat meningkatkan secara berkesinambungan, melalui proyek perancangan atau rekayasa ulang. Ukuran ketersediaan informasi strategis dapat berupa persentase berbagai proses yang mempunyai umpan balik mutu, lama siklus dan biaya serta
39
persentase para pekerja garis depan yang memiliki akses informasi on-line mengenai pelanggan. •
Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan Untuk dapat mencapai keberhasilan, pekerja garis depan di suatu perusahaan tidak cukup hanya dilengkapi dengan akses kepada informasi yang luas, mereka juga harus termotivasi untuk bertindak bagi kepentingan terbaik perusahaan dan diberikan kebebasan untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan. Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan ini terfokus pada iklim perusahaan yang dapat mendorong timbulnya motivasi dan inisiatif pekerja.
2.1.2.3 Kerangka Kerja Balanced Scorecard Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam berbagai tujuan dan ukuran dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Karena itu Balanced Scorecard digambarkan melalui suatu kerangka kerja dimana visi dan strategi yang dimiliki oleh perusahaan dapat dibagi ke dalam langkah-langkah operasional dalam berbagai perspektif tersebut. Untuk lebih jelasnya, kerangka kerja dari Balanced Scorecard dapat dilihat pada gambar II-4.
40
VISI dan STRATEGI
Pembelajaran dan Pertumbuhan Tu j Uk uan Sa ur an s In ara n isi ati f
“Untuk mewujudkan visi kita, bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan diri?”
“Untuk Proses Bisnis Internal menyenangkan para pemegang saham dan pelanggan kita proses bisnis apa yang harus kita kuasai dengan baik?”
Tu j Uk ua n u Sa ran sa In r an i si a ti f
Pelanggan Tu j Uk ua n Sa uran s In ar an i si a ti f
“Untuk mewujudkan visi kita, apa yang harus kita perlihatkan kepada para pelanggan kita?”
Finansial Tu j Uk ua n u Sa ran sa I n ran i si a ti f
“Untuk berhasil secara finansial, apa yang harus kita perlihatkan kepada para pemegang saham kita?”
Gambar II-4 Kerangka Kerja Balanced Scorecard Sumber : Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “BALANCED SCORECARD : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,” 2000, p.9
2.1.2.4 Kegunaan Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (2000), Balanced Scorecard dapat digunakan oleh perusahaan untuk : 1. Mengklarifikasi dan menghasilkan konsensus mengenai strategi. 2. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan. 3. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan.
41
4. Mengaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. 5. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. 6. Melaksanakan peninjauan ulang strategis secara periodic dan sistematik. 7. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untukmempelajari dan memperbaiki strategi.
2.1.2.5 Balanced Scorecard Sebagai Suatu Sistem Manajemen Strategis Pada awal perkembangannya, Balanced Scorecard hanyalah merupakan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan yang terdiri dari berbagai perspektif finansial maupun operasional. Sebenarnya banyak perusahaan yang sudah memiliki berbagai ukuran kinerja baik finansial maupun non finansial, jadi apa yang menjadikan Balanced Scorecard berbeda dari pengukuran kinerja lainnya, dan pada akhirnya menjadikannya suatu sistem manajemen yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi yang akan diambil oleh perusahaan ? Walaupun banyak perusahaan yang memiliki berbagai ukuran finansial dan non finansial, banyak di antara perusahaan tersebut menggunakan ukuran non finansial hanya untuk beberapa perbaikan lokal (Kaplan dan Norton, 2000). Perusahaanperusahaan tersebut menggunakan ukuran kinerja finansial dan non finansial hanya sebagai umpan baliktaktis dan pengendalian beberapa operasi jangka pendek. Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran kinerja, baik finansial maupun non finansial, harus menjadi bagian dari seluruh elemen perusahaan di semua
42
tingkatan. Para pekerja di lini depan harus memahami bahwa keputusan dan tindakan mereka dapat mendatangkan berbagai konsekuensi finansial, dan para eksekutif juga harus memahami bahwa keberhasilan kinerja finansial jangka panjang didukung oleh berbagai faktor. Tujuan dan ukuran kinerja dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan non finansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses top-down yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis (Kaplan dan Norton, 2000). Karena itulah Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran kinerja perusahaan.
Balanced
Scorecard
menerjemahkan
strategi
menjadi
aksi,
menerjemahkan misi menjadi langkah-langkah operasional untuk usaha pencapaian visi dan strategi perusahaan.
2.1.3
Analisis Posisi
2.1.3.1 Analisis SWOT Menurut Robbins dan Coulter (1999), analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) merupakan suatu penilaian terhadap sumber daya internal dan kemampuan organisasi tersebut dan peluang-peluang di lingkungan luarnya. Analisis ini meliputi kekuatan-kekuatan (strengths) dan kelemahan-kelemahan (weaknesses) organisasi tersebut serta peluang-peluang (opportunities) dan ancaman-ancaman (threats) dari lingkungan, yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi suatu celah strategis yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi tersebut. Dalam analisa SWOT
43
terdapat dua hal yang perlu dianalisa yaitu analisa sumber daya internal organisasi dan analisa lingkungan eksternal organisasi. Yang termasuk dalam analisa sumber daya internal organisasi adalah penilaian terhadap hal-hal yang ada di dalam organisasi, misalnya keterampilan dan kemampuan yang dimiliki para karyawan organisasi, sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, apakah organisasi telah berhasil melakukan inovasi produk baru, bagaimana arus kas organisasi, dan sebagainya. Analisis sumber daya internal organisasi akan membawa kepada penilaian yang jelas tentang sumber daya internal organisasi tersebut (seperti, modal, keahlian teknis, angkatan kerja yang terampil, para manajer yang berpengalaman dan sebagainya). Analisis
itu
juga
mengungkapkan
kemampuan
organisasi
tersebut
dalam
melaksanakan berbagai kegiatan fungsional (seperti pemasaran, produksi dan pabrikasi, riset dan pengembangan, keuangan dan akuntansi, sistem informasi, pengelolaan sumber daya manusia dan sebagainya). Dengan melakukan analisis sumber daya internal organisasi, maka kita akan dapat menganalisis kekuatan dan kelemahan dari organisasi. Kekuatan (strength) suatu organisasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dapat dilakukan dengan baik oleh organisasi tersebut atau setiap sumber daya yang dimilikinya, sedangkan kelemahan (weakness) suatu organisasi adalah kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilakukan dengan baik oleh organisasi tersebut atau sumber daya yang dibutuhkan tapi tidak dimilikinya.
44
Dengan melakukan analisis lingkungan eksternal kita dapat menganalisis peluangpeluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihadapi. Peluang (opportunities) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang bernilai positif, sedangkan ancaman (threat) merupakan faktor-faktor lingkungan luar yang bernilai negatif. Lingkungan yang sama dapat merupakan peluang bagi suatu organisasi dan dapat menjadi ancaman bagi orang lain dalam industri yang sama oleh sebab perbedaan sumber daya manajemen mereka.
2.1.3.2 Matriks SWOT Matriks SWOT digunakan untuk menentukan posisi perusahaan yang kemudian digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk memformulasikan strategi perusahaan berdasarkan analisis yang diperoleh dari penerapan model SWOT, dimana dalam menggunakan matrik ini terdapat beberapa tahapan (Rangkuti, 2004), antara lain: 1. Menentukan faktor-faktor strategis internal 2. Menentukan faktor-faktor strategis eksternal Dalam mengisi tabel yang berisi faktor strategis internal dan eksternal terdapat beberapa ketentuan, yaitu: a. Kolom pertama yang berada paling kiri berisi faktor-faktor internal antara lain kekuatan dan kelemahan, serta faktor-faktor eksternal antara lain peluang dan ancaman.
45
b. Pada kolom 2 beri bobot untuk masing-masing faktor pada kolom 1. Nilai dari bobot berkisar mulai dari 0% (tidak penting) sampai dengan 100% (sangat penting). c. Kemudian pada kolom 3 tentukan skor / rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 1 (tidak kuat) sampai dengan 5 (sangat kuat), yang diberikan berdasarkan pengaruh dari faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang dan kekuatan bersifat positif, maksudnya apabila peluang dan kekuatan semakin kuat pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan maka faktor tersebut diberi rating +5, dan jika peluang atau kekuatannya kecil pengaruhnya maka diberi rating +1. Pemberian rating untuk ancaman dan kelemahan adalah kebalikannya, maksudnya
apabila
nilai
ancaman
dan
kelemahannya
sangat
kuat
mempengaruhi kondisi perusahaan maka ratingnya adalah -5, sebaliknya jika nilai ancaman atau kelemahannya tidak kuat pengaruhnya maka ratingnya adalah -1. d. Langkah selanjutnya adalah mengalikan bobot dengan rating yang telah ditentukan, dan hasilnya merupakan skor pembobotan untuk masing-masing faktor. Hasil perkalian pembobotan untuk faktor internal dan eksternal tersebut ditulis pada kolom 4. e. Selanjutnya skor pembobotan dijumlahkan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan. Total skor ini digunakan untuk mengetahui posisi kuadran yang mana perusahaan berada.
46
3. Merumuskan alternatif strategi dengan membuat matrik analisis SWOT seperti yang terlihat pada grafik 2.1.
BERBAGAI PELUANG (O)
Mendukung strategi turnaround (WO)
Mendukung strategi agresif (S) 3 1 4 2
KELEMAHAN INTERNAL (W)
Mendukung strategi defensif (WT)
KEKUATAN INTERNAL (S)
Mendukung strategi diversifikasi (ST)
BERBAGAI ANCAMAN (T)
Gambar II-5 Model Matriks SWOT Sumber : Freddy Rangkuti, ”ANALISIS SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis,” 2004, p19
Pada gambar II-5 di atas terdapat empat kuadran yang menunjukkan empat kondisi perusahaan dan strategi yang tepat untuk ditempuh perusahaan. masingmasing kuadran akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut : 1. Kuadran 1 Apabila perusahaan terletak pada kuadran ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, sebab perusahaan tersebut mempunyai peluang dan juga kekuatan, sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang ada
47
dengan kekuatan yang dimilikinya. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). 2. Kuadran 2 Apabila perusahaan terletak pada kuadran ini, artinya meskipun menghadapi ancaman dari pihak eksternal, perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal yang dapat digunakannya. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk / pasar) 3. Kuadran 3 Apabila perusahaan berada pada kuadran ini, berarti perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak perusahaan menghadapi beberapa kendala / kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan question marks pada matrik BCG. Fokus srategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. 4. Kuadran 4 Apabila perusahaann berada pada kuadran ini, berarti perusahaann berada pada situasi yang sangat tidak menguntungkan, sebab perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal. Strategi yang harus diterapkan perusahaan adalah strategi yang bersifat defensif.
48
2.1.3.3 Matriks BCG (Boston Consulting Group) BCG matrix yang juga dikenal dengan matriks porfolio koporasi pertama kali dikembangkan oleh The Boston Consulting Group yang memperkenalkan ide bahwa setiap unit bisnis organisasi dapat dievaluasi dan diplot pada matriks 2 x 2 untuk mengidentifikasi hal apa yang memberikan kemungkinan tinggi dan hal apa yang menghabiskan sumber daya organisasi. (Robbins dan Coulter, 1999). Matriks BCG dapat dilihat pada gambar 2.2.
POSISI KOMPETITIF RELATIF (MARKET SHARE)
High
High
Low
STAR
QUESTION MARK
CASH COW
DOGS
MARKET SEGMENT GROWTH RATE (persen) Low
Gambar II-6 Model Matriks BCG Sumber : Freddy Rangkuti, ”ANALISIS SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis,” 2004, p36 Sumbu
horisontal
menggambarkan
pangsa
pasar
dan
sumbu
vertikal
menggambarkan tingkat pertumbuhan pasar. Pangsa pasar yang tinggi berarti bahwa sebuah bisnis adalah pemimpin dalam industrinya.
49
Matriks BCG merumuskan unit bisnis menjadi empat kelompok (Robins dan Coulter, 1999), antara lain : •
Cash cow Kelompok bisnis ini menggambarkan posisi dimana perusahaan menguasai pangsa pasar yang relatif tinggi dibandingkan dengan pangsa pasar keseluruhan, sementara tingkat pertumbuhan pasar tahunannya relatif rendah. Pada posisi ini, pendapatan dan aliran kas perusahaan sangat stabil, sehingga dapat menghasilkan cukup banyak uang tunai yang dikarenakan pangsa pasar yang tinggi, namun harapan pertumbuhan mereka di masa depan terbatas. Pada posisi ini, perusahaan perlu untuk menerapkan strategi bertahan atau mempertahankan posisi dengan melakukan investasi dan inovasi yang secukupnya.
•
Star Kelompok bisnis ini menggambarkan posisi dimana perusahaan menguasai pangsa pasar relatif tinggi terhadap pangsa pasar keseluruhan dan juga mempunyai tingkat pertumbuhan pasar tahunan yang relatif tinggi pula. Pada posisi ini perusahaan memperoleh pendapatan yang stabil dan meningkat. Strategi yang cocok untuk diterapkan pada posisi ini adalah melakukan investasi untuk pertumbuhan dan mempertahankan pangsa pasar yang dikuasai perusahaan.
•
Question Mark Kelompok bisnis ini menggambarkan posisi dimana perusahaan menguasai pangsa pasar relatif rendah terhadap pangsa pasar keseluruhan namun tingkat
50
pertumbuhan pasar tahunan dimana perusahaan berada relatif tinggi, sehingga perusahaan masih mempunyai kesempatan untuk memperluas pangsa pasarnya. Pada posisi ini perusahaan memperoleh tingkat pendapatan yang rendah dan tidak stabil namun masih terus bertumbuh. Strategi yang dapat ditempuh perusahaan yang berada pada posisi ini adalah dengan melakukan investasi dan inovasi untuk meningkatkan pangsa pasar relatif perusahaan. •
Dogs Kelompok bisnis ini menggambarkan posisi dimana perusahaan menguasai pangsa pasar relatif rendah terhadap pangsa pasar keseluruhan dan juga mempunyai tingkat pertumbuhan pasar tahunan yang relatif rendah. Perusahaan yang ada pada posisi ini memperoleh pendapatan yang rendah dan tidak stabil serta aliran kas yang bernilai negatif. Pada posisi ini perusahaan sulit untuk meningkatkan pendapatannya dan sulit untuk meningkatkan pangsa pasar yang dikuasainya karena pertumbuhan pasar yang rendah. Apabila terus dipertahankan perusahaan mungkin hanya akan mendapat sedikit keuntungan yang kurang berarti atau bahkan memperoleh kerugian. Strategi yang cocok untuk perusahaan pada posisi ini adalah dengan menjual perusahaan dan merelokasikan investasi pada perusahaan lain yang berada dalam kondisi Stars atau Question Marks.
51
2.1.4
Value Chain
2.1.4.1 Konsep Value Chain Perusahaan memerlukan suatu cara yang sistematik untuk menguraikan dan memeriksa semua aktivitas yang berlangsung di dalam perusahaan, serta bagaimana hubungan antar aktivitas-aktivitas tersebut. Suatu cara dasar untuk melakukannya adalah melalui rantai nilai (value chain). Rantai nilai menguraikan perusahaan menjadi aktivitas-aktivitas yang relevan secara strategis untuk memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi yang sudah ada dan sudah potensial (Porter, 1994). Value chain untuk tiap perusahaan dalam tiap industri adalah berbeda-beda, tergantung pada jenis usahanya, riwayat perusahaan, strategi yang diterapkan dalam perusahaan, serta keberhasilan dari penerapan strategi tersebut. Keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya dapat menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Setiap perusahaan merupakan kumpulan aktivitas yang dilakukan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan, dan mendukung produknya (Potter, 1994). Semua aktivitas tersebut dapat digambarkan melalui value chain.
2.1.4.2 Aktivitas-aktivitas dalam Value Chain Seperti telah diungkapkan sebelumnya, value chain berisi uraian dari aktivitasaktivitas yang berjalan dalam suatu perusahaan. Aktivitas-aktivitas tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu aktivitas primer, dan aktivitas pendukung.
52
2.1.4.2.1
Aktivitas Primer
Aktivitas primer adalah aktivitas yang terlibat dalam penciptaan fisik produk dan penjualannya, penyampaian produk kepada pelanggan, dan juga layanan purna jual. Aktivitas primer dapat dibagi menjadi 5 kategori generik (Porter, 1994), antara lain : 1. Logistik ke Dalam Antara lain aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan, dan penyebaran masukan ke produk, seperti penanganan bahan, pergudangan,
pengendalian
persediaan,
penjadwalan
kendaraan,
dan
pengembalian barang kepada pemasok. 2. Operasi Antara lain aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan / transformasi masukan menjadi produk akhir, seperti permesinan, pengemasan (packing), perakitan (assembling), pemeliharaan peralatan, pengujian, pencetakan, dan pengoperasian fasilitas. 3. Logistik ke Luar Antara lain aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian fisik produk kepada pelanggan, seperti penggudangan barang jadi, penanganan bahan, operasi kendaraan pengirim, pemrosesan pesanan, dan penjadwalan. 4. Pemasaran dan Penjualan Antara lain aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pemberian sarana yang dapat digunakan oleh pelanggan untuk membeli produk dan mempengaruhi
53
mereka untuk membeli, seperti iklan, promosi, tenaga penjualan, penetapan kuota, seleksi penyalur, hubungan penyalur, dan penetapan harga. 5. Pelayanan Antara lain aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan pelayanan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk, seperti pemasangan, reparasi, pelatihan, pasokan suku cadang, dan penyesuaian produk.
2.1.4.2.2
Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung mendukung aktivitas primer dan juga saling mendukung satu sama lainnya. Aktivitas pendukung dalam value chain dapat dibagi menjadi 4 kategori generik (Porter, 1994), antara lain : 1. Pembelian Yang dimaksud dengan aktivitas pembelian adalah fungsi pembelian masukan (input) yang digunakan dalam value chain perusahaan, mencakup bahan baku dan bahan pendukung, serta asset-asset seperti mesin, peralatan produksi, peralatan kantor, dan gedung. Pembelian cenderung menyebar di seluruh perusahaan. Praktek pembelian yang baik dapat sangat mempengaruhi biaya dan mutu dari masukan yang dibeli, juga aktivitas lain yang berhubungan dengan penerimaan dan pemakaian masukan, dan berinteraksi dengan pemasok. 2. Pengembangan Teknologi Setiap aktivitas nilai mengandung teknologi, bisa berupa pengetahuan, prosedur, atau teknologi yang terkandung di dalam peralatan proses. Ragam
54
teknologi yang digunakan di kebanyakan perusahaan sangat luas, mulai dari teknologi yang digunakan untuk menyiapkan dokumen dan mengangkut barang, hingga teknologi yang terkandung di dalam produk itu sendiri. Pengembangan teknologi terdiri dari kumpulan aktivitas yang dapat dikelompokkan ke dalam upaya-upaya untuk memperbaiki produk dan prosesnya. Pengembangan teknologi juga mengambil banyak bentuk, mulai dari penelitian dasar dan disain produk, hingga penelitian media, disain peralatan proses, dan prosedur pelayanan. Pengembangan teknologi sangat penting bagi keunggulan bersaing dalam semua industri. 3. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri dari aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam perekrutan, pengangkatan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua karyawan perusahaan. Manajemen SMD mendukung baik aktivitas primer maupun aktivitas pendukung, dan keseluruhan rantai nilai. Manajemen SDM mempengaruhi keunggulan bersaing di perusahaan manapun, melalui perannya dalam menentukan ketrampilan dan motivasi karyawan. 4. Infrastruktur Perusahaan Infrastruktur perusahaan terdiri atas beberapa aktivitas termasuk manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, urusan pemerintah, dan manajemen mutu. Infrastruktur, berbeda dengan aktivitas pendukung lainnya, biasanya mendukung keseluruhan rantai dan bukan aktivitas individual tertentu.
55
Infrastruktur perusahaan dapat menjadi sumber daya yang kuat dalam keunggulan bersaing.
2.1.4.3 Model Value Chain Setiap perusahaan pada umumnya memiliki suatu rantai nilai generik yang sama, walaupun aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya berbeda-beda. Gambar dari model value chain generik untuk tiap perusahaan dapat dilihat pada gambar II-7. INFRASTRUKTUR PERUSAHAAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
IN RG MA
AKTIVITAS PENDUKUNG
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELIAN
OPERASI
LOGISTIK KE LUAR
PEMASARAN & PENJUALAN
PELAYANAN
M AR GI N
LOGISTIK KE DALAM
AKTIVITAS PRIMER
Gambar II-7 Model Value Chain Generik Sumber : Michael E. Porter, ”Keunggulan Bersaing,” 1994, p37 Tiap aktivitas primer dalam value chain generik digambarkan lebih lanjut dalam value chain generik lanjutan, dimana tiap aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam tiap aktivitas primer dijelaskan secara lebih terperinci. Contoh value chain generik lanjutan untuk aktivitas pemasaran dan penjualan dapat dilihat pada gambar II-8.
56
INFRASTRUKTUR PERUSAHAAN
IN RG MA
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELIAN
Manajemen Pemasaran
OPERASI
Periklanan
LOGISTIK KE LUAR
Administrasi Wiraniaga
PEMASARAN & PENJUALAN
Literatur Teknis
PELAYANAN
MA RG IN
LOGISTIK KE DALAM
Promosi
Gambar II-8 Value Chain Generik Lanjutan Untuk Aktivitas Pemasaran dan Penjualan Sumber : Michael E. Porter, ”Keunggulan Bersaing,” 1994, p46
57
2.2 Kerangka Pemikiran Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja perusahaan, namun tidak berhenti sampai di situ saja. Hasil dari pengukuran kinerja tersebut kemudian digunakan sebagai landasan untuk merumuskan suatu sistem manajemen strategis yang menerjemahkan strategi perusahaan menjadi aksi. Karena itu Balanced Scorecard dapat dikatakan sebagai suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan yang dapat digunakan untuk “menerjemahkan strategi menjadi aksi (Kaplan dan Norton, 2000)”. Langkah pertama dalam penyusunan Balanced Scorecard adalah proses pengumpulan data-data yang diperlukan, seperti visi dan misi perusahaan, kekuatan dan kelemahan perusahaan, serta peluang dan ancaman perusahaan, kondisi internal perusahaan saat ini (yang sebagian besar berhubungan dengan kondisi finansial), dan juga program kerja strategis perusahaan. Dari masing-masing data tersebut kemudian dilakukan analisa secara menyeluruh. Dari analisa program kerja strategis perusahaan, kemudian diketahui kelemahan dan keunggulan dari masing-masing sasaran yang ada dalam program kerja tersebut. Kemudian dari situ dikembangkan tujuan-tujuan strategis perusahaan yang baru yang sesuai dengan keempat perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Selain itu juga ditentukan indikator ukuran kinerja untuk masing-masing tujuan strategis tersebut. Keseluruhan proses penentuan tujuan strategis serta indikator kinerjanya dilakukan dengan melakukan
58
interview dan diskusi dengan pihak top management, antara lain Manajer dan para Direktur. Untuk setiap tujuan strategis dan indikator kinerjanya kemudian dilakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan yang ada sekarang ini, dan dari hasil pengukuran tersebut dilihat apakah kinerja perusahaan saat ini sudah sesuai dengan target atau belum, dan jika belum kemudian ditentukan inisiatif-inisiatif strategis untuk perbaikan kinerja masing-masing perspektif dalam Balanced Scorecard tersebut. Inisiatif-inisiatif tersebut kemudian direkomendasikan kepada perusahaan agar diimplementasikan supaya seluruh tujuan strategis dalam semua perspektif dapat tercapai. Dalam pengimplementasian inisiatif-inisiatif strategis tersebut harus disesuaikan sedemikian rupa supaya antara satu inisiatif strategis dengan inisiatif strategis lainnya tidak saling bertentangan sehingga akan sangat sulit untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan sebelumnya.