BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tabel Grand, Medium dan Applied Teori
Gambar 2.1 – Theoritical Framework
Sumber : Berman, B. dan J. R. Evans. Retail Management : A Strategic Approach (11th ed.) Uppersaddle River: Pretice Hall International, Inc
2.2 Manajemen Pemasaran 2.2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen. Pemasaran merupakan suatu hal kegiatan yang penting 1
untuk dilakukan oleh setiap perusahaan, karena pamasaran adalah ujung tombak kesuksesan dari suatu perusahaan. Dalam kegiatan pemasaran dapat membantu proses konsentrasi dalam mengembangkan segala sumber daya guna suatu peningkatan penjualan produk. Pemasar yang terampil mampu merangsang permintaan untuk produk perusahaan, namunhal ini terlalu terbatas pada pandangan pemasar dalam melakukan tugas. Bila pemasar memahami kebutuhan pelanggan, dapat mengembangkan produk dan jasa yang menyediakan nilai yang unggul bagi pelanggan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mepromosikan produk dan jasa itu secara efektif, maka produk dan jasa itu akan mudah untuk dijual. Di sebagian besar masyarakat, pemasaran sering diartikan sebagai proses penjualan barang dan jasa, tetapi apabila dilihat lebih mendalam pengertian pemasaran mempunyai aspek yang lebih luas daripada pengertian tersebut. Di defenisikan secara luas, pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Dalam konteks bisnis yang lebih sempit, pemasaran mencakup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan. Berikut ini adalah pendapat ahli tentang pengertian pamasaran yaitu: Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009, p.45) bahwa “Marketing is an organization function and a set processes for creating, communicating, and delivering value to customers and for managing customer relationship in ways that benefit the organization and it stakeholders.” Sedangkan, definisi dari organisasi yang sama American Marketing Association di tahun yang berbeda dalam Kotler dan Keller (2012, p.5), definisi tersebut sedikit berubah menjadi “Marketing is the activ-ity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large.”
Kotler (2005, p.10) seorang ahli pemasaran mengemukakan ”Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial, dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan
apa
yang
mereka butuhkan
dan
inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.” Sedangkan Menurut penulis pengertian dari Pemasaran adalah proses pencarian atas apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen, menyediakan barang atau jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut dan mengkomunikasikan nilai barang atau jasa serta penciptaan hubungan dengan pelanggan sehingga dapat menciptakan kepuasan bagi pelanggan dan memberikan laba bagi perusahaan yang bersangkutan.
Gambar 2. 2 Sistem Pemasaran Sederhana Berdasarkan gambar di atas, kita dapat mengamati bahwa ada pertukaran menghubungkan perilaku antara pemasar dan konsumen. Oleh karena itu konsumen dianggap penting oleh pemasar mengingat fakta bahwa mereka memberikan uang kepada para pemasar, alasannya adalah karena konsumen dapat memberikan kontribusi lebih jauh mengenai informasi penting yang ditujukan untuk para pemasar sebagai sesuatu yang harus dipertimbangkan ketika membuat strategi pemasaran.
Tujuan pemasaran adalah untuk memenuhi target pelanggan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan. Ini jelas, karena konsumen yang puas akan datang untuk membeli atau menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan oleh pemasar. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik dari pola bertindak konsumen terhadap barang atau jasa akan sangat vital. Informasi yang memadai dalam bidang perilaku konsumen kemudian akan dianggap penting. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses perpindahan barang
atau jasa dari produsen ke konsumen, atau semua
kegiatan yang berhubungan dengan arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
2.2.2 Marketing mix Pemasaran pada saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia usaha, terjadinya perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnis menyebabkan perusahaan harus selalu menyesuaikan strategi yang digunakan agar keadaan perusahaan akan lebih baik dan mengarah pada kepuasan konsumen. Dalam melakukan kegiatan pemasaran, dibutuhkan suatu program atau rencana pemasaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Program pemasaran tersebut terdiri dari sejumlah keputusan tentang bauran alat-alat pemasaran yang digunakan, alat-alat pemasaran ini disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix). Hal ini seperti yang disampaikan Kotler (2007:17). “Marketing mix is the set of controllable tactical marketing tools- product, price, place and promotionthat the firm blend to produce the response it wants in the target market “. Maksudnya bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran”. Sementara
itu
menurut
Mc
Carthy
dalam
Kotler
(2007:17)
mengklasifikasikan alat-alat itu menjadi empat kelompok yang disebut 4P dalam pemasaran yaitu: Produk (product), Harga (price), Tempat (place), Promosi (promotion).
Untuk itu peusahaan harus dapat dikombinasikan dan dikoordinasikan agar perusahaan dapat melakukan tugas yaitu: melayani konsumen melalui manajemen pemasaran yang merupakan bagian integral dari perusahaan dalam
rangka
untuk
mengembangkan
usaha,
mendapatkan
laba,
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Selanjutnya Zeilthaml and Bitner yang peneliti kutip dari jurnal Ratih Handayani (2005), mengemungkakan konsep bauran pemasaran tradisional terdiri dari 4P yaitu produck (produk), price (harga), place (tempat) and promotion (promosi). Sementara itu pemasaran jasa perlu bauran pemasaran yang diperluas dengan menambah unsure non tradisional marketing mix yaitu people (orang), process (proses), physical evidence (bukti fisik). Jadi dapat disimpulkan bahwa Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempergaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan, serta semua ini ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumennya. 1.
Produk (Product) Menurut Suprapto dan Limakrisna (2007; 11) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan
2.
Harga (Price) Menurut Yazid (2005; 20) menyatakan bahwa harga memainkan peranan penting dalam bauran pemasaran karena harga berhubungan dengan pendapatan suatu bisnis, sedangkan elemen-elemen lain dalam bauran pemasaran menimbulkan biaya.
3.
Tempat (Place) Menurut Philip Kotler (2005; 114) tempat adalah berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produknya terjangkau dan tersedia bagi pasar sasarannya.
4.
Promosi (Promotion) Menurut Alma Buchari (Ratih. H, 2005; 58) promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran yang merupakan aktivitas pemasaran yang
berusahan
menyebarkan
informasi,
mempengaruhi
atau
membujuk dan atau mengingatkan pasar atas peusahaan dan
produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. 5.
Pelaku (People) Dalam
hubungannya
pemasaran
jasa,
maka
pelaku
sangat
mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam pelaku ini berarti sehubungan dengan seleksi, training, motivasi dan manajemen sumber daya manusia. 6.
Proses (Process) Merupakan bagian gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme aktivitas dan hal-hal rutin dimana jasa diberikan dan disampaikan kepada konsumen.
7.
Bukti Fisik (Physical Evidence) Pada pemasaran jasa lebih dilihat sebagai out come dari kegiatan distribusi dan logistik, dimana pelayanan diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Physical Evidence meliputi suatu bukti nyata dari barang yang dipasarkan oleh pemasar. Hal ini berkaitan dengan pembuktian nyata dari sebuah produk bauran pemasaran.
2.2.3 Saluran Distribusi Saluran distribusi merupakan salah satu komponen terpenting di dalam Pemasaran, karena untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen dengan baik.
2.2.3.1 Pengertian Saluran Distribusi Saluran distribusi merupakan suatu cara untuk menyampaikan barang maupun jasa dari perantara kepada konsumen akhir. Saluran distribusi menurut Kotler dan Amstrong yang dialih bahasakan oleh Bob Saran (2008:43) adalah “sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat, dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau untuk di konsumsi. Salah satu hal yang terpenting dalam bauran pemasaran adalah saluran distribusi yang terancang dengan baik oleh perusahaan, karena hal ini berkaitan dengan penyampaian barang dan jasa kepada konsumen akhir”.
Sebagus apapun sebuah produk, kalau tidak tersedia di tempat yang tepat maka tidak akan ada gunanya. Karena itu, salah satu pertimbangan utama dalam mensegmentasikan pasar dan menentukan sasaran pasar adalah dengan aksesbilitas yang baik. Artinya pasar yang akan dituju harus dapat dijangkau, kalau tidak bentuk strategi apapun yang ditentukan, hanya akan berada di awang-awang (Henry Simmamora, 1996 : 78) yang dikutip oleh Yudhi Koesworodjati.
2.2.3.2 Tingkatan Saluran Distribusi Dalam melakukan kegiatan distribusi barang dan jasa yang di tujukan ke pasaran untuk konsumen. Adapun saluran pemasaran konsumen menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan (2007:129), empat tingkatan saluran adalah sebagai berikut :
1.
Saluran Nol tingkat (Produsen-Konsumen) Disebut juga “Saluran Pemasaran Langsung“ saluran ini terdiri dari produsen yang menjual langsung kepada konsumen.
2.
Saluran Satu Tingkat (Produsen-Pengecer-Konsumen) Saluran satu tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer atau kios. Sedangkan dalam pasar industri seringkali perantara itu bertindak sebagai agen atau distributor penjualan atau makelar.
3. Saluran Dua Tingkat (Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen)
Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara penjualan. Di dalam pasar konsumen mereka merupakan distribusi atau pedagang besar dan sekaligus pengecer atau kios. Sedangkan dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah penyalur tunggal dan penyalur industri.
1. Saluran
Tiga
Tingkat
Pengecer-Konsumen)
(Produsen-Pedagang
Besar-Pemborong-
Saluran tiga tingkat mempunyai tiga perantara penjualan, yang terdiri dari distributor atau pedagang besar, pemborong dan pengecer atau kios.
2.2.4 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen melibatkan perilaku individu dalam merencanakan, membeli, mengkonsumsi barang atau jasa yang dibelinya. Dalam pembelian produk, perilaku antara konsumen satu dan yang lainya bisa sama atau bisa berbeda. Konsumen sebelum melakukan pembelian produk, ada yang sudah direncanakan dan ada yang belum direncanakan. Perilaku konsumen yang belum melakukan perencanaan dalam pembelian, dapat mendorong untuk melakukan pembelian spontan (impulse buying). Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, idea tau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. (Kotler, 2005)
Perialku konsumen yang loyal terhadap suatu produk tentu saja menguntungkan bagi produsennya karena konsumen akan terus berusaha mencari produk yang diinginkannya.Tetapi , jika konsumen terus menerus kesulitan mencari produk yang diinginkannya, maka lama-lama konsumen akan mencoba merek lain. Sementara itu perilaku konsumen yang tidak loyal atau dengan perkataan lain membeli suatu produk hanya karena kebebasan saja, perlu memperhatikan aspek-aspek lain secara lebih serius. (Simamora, 2008)
Gambar 2.3 - Model Perilaku Konsumen Sumber : Kotler (2008)
Dari model di atas, dapat dijelaskan terdapat tiga fakotr yang mempengaruhi pilihan konumen, yaitu :
1. Konsumen Individu Pilihan untuk memilih suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh kebutuhan konsumen, persepsi atas karakteristik merek, dan sikap ke arah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik seseorang
2. Pengaruh Lingkungan Pilihan konsumen terhadap suatu merek di pengaruhi oleh lingkungan budaya, norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan, kelas sosial , sosial ekonomi, teman, anggota keluarga, dan faktor situasional yang berasal dari situasi dimana produk tersebut di beli dan di butuhkan oleh konsumen.
3. Strategi pemasaran Pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. ariabel-variabelnya adalah barang, harga, periklanan dan distribusi yang
mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran.
2.2.4.1 Keputusan Pembelian Menurut Engel et. Al (2000) keputusan pembelian adalah proses merumuskan berbagai alternatf tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternative tertentu untuk melakukan pembelian. Suatu proses membeli bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peran dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Pada dasarnya manusia bertindak secara rasional dengan cara mempertimbangkan segala jenis informasi yang mereka dapatkan dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bias muncul dari tindakanya sebelum melakukan perilaku tertentu Meurut Simamora (2008,) terdapat tiga peran yang terjadi dalam keputusan membeli yaitu:
1. Pemrakarsa (initiator). Yaitu orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produkataupun jasa tertentu. 2. Pemberi pengaruh (influencer). Orang yang pandangan/nasihatnya member bobot dalam pengambilan keputusan akhir. 3. Pengambilan keputusan (decider). Orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli.
Menurut Kotler (2000) mengemukakan bahwa tahap-tahap yang diliwati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap.
Gambar 2.4 - Proses Keputusan Pembelian Sumber : Kotler (2008)
1.Pengenalan Masalah Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan sebenar nya dan keadaan yang diinginkan. Konsumen akan segera memahami kebutuhan yang berlum perlu harus segera di penuhi dengan yang sama sama harus segera di penuhi
2. Pencarian Informasi Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya terhadap suatu produk mungkin akan mencari informasi yang lebih banyak lagi. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber yang paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tanpaknya bahkan lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. 3. Evaluasi Alternatif Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam menentukan pilihan. konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. 4. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
5. Perilaku Pasca Pembelian Tahap dari proses keputusan pembeli, yaiitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pemmbeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan manfaati yang diterima konsumen dari produk tersebut. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas
2.3 Pengertian Usaha Eceran (Retailing) Di dalam perekonomian yang menjadi salah satu bagian yang terpenting adalah adanya perantara dalam saluran pemasaran, adalah pengecer ( retailing ) sebagai penyalur terakhir kepada konsumen. Pengertian eceran ( retailing ) menurut Berman & Evan ( 2005 : 54 ), adalah sebagai berikut, retailing melibatkan penjualan barang dan jasa pada konsumen akhir untuk penggunaan perorangan, keluarga, atau rumah tangga yang merupakan langkah terakhir dari distribusi”. Sedangkan menurut Phillip Kotler & Kevin Lane Keller dialih bahasakan oleh Benyamin Molan ( 2007 : 164 ) “ Retailing merupakan suatu bisnis yang terdiri dari kegiatan-kegiatan menjual baik berupa barang maupun jasa kepada konsumen akhir untuk kepentingan individu dan keluarga, bukan untuk keperluan bisnis”. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa perdagangan eceran adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir dan ini merupakan mata rantai terakhir untuk kepentingan pribadi bukan bisnis.
2.3.1 Pengertian Pengecer ( retailer) Penjualan barang dan jasa dari produsen hingga kosumen akhir baik yang berasal dariprodusen, pedagang besar, atau pengecer dapat melakukan penjualan eceran barang atau jasa tersebut dimana saja. Menurut Kotler dan Keller (2007:64) mengemukakan pengecer sebagai setiap usaha bisnis yang volume penjualannya terutama dari eceran.
Sedangkan menurut Levy dan Weitz mendefinisikan pengecer sebagai : Retailer is a business that sells products or service, or both, to consumers for their personal or family use. Usaha eceran merupakan salah satu usaha yang memiliki peranan penting bagi pelaku bisnis karena merupakan perantara terakhir yang berhubungan langsung dengan konsumen. Dengan keberadaan usaha eceran memberikan pengaruh yang baik bagi konsumen yang hanya membeli barang atau jasa dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2.3.2 Jenis - Jenis Retail Modern Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management” (2007:39) ritel dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu food retailer, general merchandise retailer, dan non store retailer.
a. Food Retailers Food Retailer terdiri dari : 1. Supermarkets konvensional biasanya mempersilahkan pengunjung untuk melayani dirinya sendiri dalam mencari kebutuhan seperti perlengkapan sehari-hari, daging, perlengkapan yang bukan termasuk makanan seperti perawatan kesehatan data lainlain. Contoh : Hero, Superindo. 2. Hypermarkets, mempunyai luas 100.000-300.000 m2 hypermarkets juga termasuk salah satu ritel yang cepat berkembang. Contoh : Hypermart, Giant. 3. Convenience stores, atau toko kebutuhan sehari-hari memberikan aneka ragam barang kebutuhan yang terbatas dengan lokasi yang terjangkau. Contoh : Mini market Alfamart, Circle K.
b. General Merchandise Retailers General Merchandise Retailers terdiri dari : 1. Department Store, Menangani beberapa bagian penjualan produk di bawah satu atap, sebuah department store menyediakan variasi produk belanja dan produkproduk khusus secara luas termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alatalat elektronik dan kadang-kadang mebel. Pembelian biasanya dilakukan masing-
masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan dan pengawasan. Contoh : Yogya, Ramayana. 2. Speciality Stores, atau toko khusus yaitu toko eceran yang mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu. Format toko khusus memungkinkan pengecer memperhalus strategi segmentasi mereka dan menempatkan barang dagangan mereka di target pasar yang spesifik. Sebuah toko khusus tidak hanya merupakan sejenis toko, tetapi juga merupakan metode operasi eceran, yaitu mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu. Contoh : Toko buku Gramedia, Aquarius. 3. Drugstores, Toko obat (drug store) menawarkan produk-produk dan jasa yang berkaitan dengan farmasi sebagai daya tarik utama mereka. Konsumen paling sering tertarik dengan sebuah toko obat oleh farmasinya atau ahli farmasinya, kenyamanan atau karena ia mempertahankan rencana resep pihak ketiga mereka. Contoh : Apotik Kimia Farma. 4. Category specialist yaitu toko diskon dengan ukuran yang besar. Ritel ini dasarnya adalah discount speciality stores. Dengan menawarkan barang-barang yang lengkap dengan harga yang rendah. Contoh : Toy “R”, old navy. 5. Extreme Value Retailers yaitu sebuah toko kecil dan termasuk toko diskon dengan lini penuh yang menawarkan barang dagangan yang terbatas dengan harga yang sangat murah Contoh : Toko serbu (serba lima ribu).
c. Non Store Retailers Non Store Retailers terdiri dari : 1. Electronic Retailers atau sering dikenal dengan e-tailling, online tailing, dan internet tailing adalah format ritel di mana peritel berkomunikasi dengan konsumen dan menawarkan barang dan jasa yang dijual melalui internet. Contoh : Nixon watch, e-bay. 2. Catalog and Direct Mail Retailers yaitu format ritel bukan toko di mana peritel menawarkan produknya menggunakan catalog. Contoh : Oriflame (produk kecantikan), sophie martin. 3. Direct Selling atau penjualan langsung adalah format ritel yang menggunakan sales people yang secara langsung mendatangi konsumen di lokasi yang cocok. Contoh : Tianshi.
4. Television Home Shopping yaitu format ritel di mana konsumen menonton suatu program TV yang mendemontrasikan produk yang mereka tawarkan. Contoh : Inovation store 5. Services retailing yaitu jenis ritel yang lebih banyak menyediakan pelayanan daripada barang yang dijual, atau bahkan hanya menjual jasa. Contoh : Garda otto.
2.3.3 Bauran Usaha Eceran (Retailing Mix) Dalam industri Ritel terdapat bauran yang penting untuk diperhatikan demi kelangsungan bisnis ritel tersebut. Dengan memperhatikan semua bauran tersebut. Di harapkan suatu bisnis ritel dapat menjadi lebih unggul dibanding peritel lainya. Menurut Levy dan Weitz (2004 : 148) mendefinisikan : retailing mix is refers to a nature of merchandise and service offered, pricing policy, advertising, and promotion program, approach to store design and visual merchandising, and typical location.approach to store design and visual merchandising, and typical location. Sedangkan Menurut Ma’aruf dalam bukunya “Pemasaran Ritel” (2005:114), retailing mix terdiri dari: 1. Lokasi, Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama. 2. Produk yang dijual dalam ritel tersebut disebut merchandise. Merchandise yang akan dijual penting dipilih dengan benar, karena merchandise adalah “mesin sukses” bagi pengecer. 3. Harga, merupakan satu-satunya unsur dalam berbagai unsur bauran pemasaran ritel itu yang bakal mendatangkan laba bagi peritel. Penentuan harga yang tepat akan sangat mendukung tercapainya tujuan perusahaan. 4. Promosi, Image (citra) dibangun dengan program promosi. Program promosi yang lengkap disebut bauran promosi (promotion mix) yang terdiri atas iklan, sales promotion, public relations, dan personal selling. 5. Suasana dalam gerai, Gerai kecil yang tertata dan menarik akan lebih mengundang pembeli apabila dibandingkan gerai yang di atur biasa saja. Atmosphere dalam gerai dapat mempengaruhi perilaku konsumen, seperti betah berlama-lama di dalam toko,melakukan pembelian, dan juga berpengaruh pada image toko.
6. Pelayanan, Pelayanan eceran bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan konsumen, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, dan lain-lain. 7. Customer Service, Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan untuk menagani keluhan dari konsumen. Hal ini bermaksud untuk mengikat loyalitas konsumen agar konsumen merasa puas dengan mendapat bantuan informasi dari customer service.
2.4 Store Atmosphere 2.4.1 Store Menurut Maretha (2011) store atau toko merupakan sebuah tempat yang umum nya tertutup dan di dalam nya terjadi perdagangan benda yang spesifik seperti buku, makanan, minuman dan sebagainya. Dalam hal bangunan atau arsitektur nya, bangunan toko biasanya lebih mewah dibandingkan dengan warung. Didalam toko jenis barang barang yang dijual pun lebih modern. Proses transaksi didalam toko juga lebih modern. 2.4.2 Atmosphere Menurut Levy (2012;p490)
dan
Weitz
Atmosphere
yang menstimulasi
5
dalam
adalah
desain
indra. Biasanya
bukunya “Retailing
Management”
sebuah
atau
retailers
lingkungan menstimulasi
suasana
persepsi
dan
emosional konsumen melalui pencahayaan, warna, music, dan aroma. Dalam buku tersebut dan dihalaman yang sama dikatakan riset telah menunjukan penting nya elemen Atmosphere untuk dipadukan dan diaplikasikan. Contoh nya “the right music with the right scent”. Menurut Maretha (2011) Atmosphere merupakan: 1.
Lingkungan intelektual yang dominan
2.
Sebuah
kualitas
estetika
atau
efek
yang
menyenangkan dari sebuah tempat 3.
Suasana atau perasaan dalam sebuah tempat atau situasi.
4. Atmosphere juga bagaimana interaksi antar konsumen dan kepuasan konsumen dipengaruhi oleh suasana tempat dalam sebuah lembaga atau perusahaan.
Interaksi sesama konsumen memiliki pengaruh pada kepuasan dan loyalitas terhadap perusahaan. Jadi
bisa
ditarik
kesimpulan
bahwa
atmosfer
merupakan
suasana
yang
tercipta dalam sebuah lingkungan yang di stimulisasikan melalui komunikasi visual, pencahayaan. Warna, musik, aroma dan interior yang bisa mempengaruhi persepsi dan emosi pengunjung atau konsumen. 2.4.3 Store Atmosphere Dengan menghubungkan relasi antara teori Store dan Atmosphere yang sudah dibahas
sebelumnya,
lingkungan toko
bias
merupakan
menstimuli 5 indra konsumen
di
simpulkan
suasana dan
atau
bahwa Store lingkungan
mempengaruhi
Atmosphere atau toko
persepsi
dan
yang
bisa
emosional
konsumen terhadap toko, sesuai dengan pernyataan Levy dan Weitz (2012;p490). Lingkungan toko juga dapat mempengaruhi pembelian dalam toko tersebut, didukung melaui teori, bahwa store atmosphere yang terencana dapat menarik minat konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Minat pembelian secara mendadak juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan toko, karena menurut Kurniawan dan Kunto (2013) Store Atmosphere sangat mempengaruhi Impulse Buying, oleh karena itu pembenahan elemen elemen Store Atmosphere harus sangat diperhatikan, Menurut Berman dan Evans (2007;p544) store atmosphere merujuk kepada karakteristik fisik toko yang menampilkan image dan menarik perhatian konsumen. Dan menurut Schiffman & Kanuk yang dikutip dari Jurnal Penelitian Maretha dan Kuncoro (2011) menyatakan bahwa “Toko - toko atau gerai mempunyai citra toko perusahaan itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan dan keputusan konsumen mengenai pembelian produk” 2.4.3.1 Elemen Store Atmosphere Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Retail Management” (2007; 545). Store Atmosphere (Atmospherics) dapat dibagi menjadi beberapa elemen penting yang akan mempengaruhi suasana toko yang diinginkan. Key element tersebut adalah : Exterior , General Interior, Store Layouts dan Displays.
Gambar 2. 5 Elemen - Elemen Store Atmosphere Sumber : Berman dan Evans (2007;542)
1.
Exterior
Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Retail Management” (2007;p545) Eksterior atau bagian depan toko memiliki imbas yang sangat kuat terhadap image toko dan harus di rencanakan secara tepat. Bagian depan toko adalah total ekstrior fisik dari toko itu sendiri. Yang meliputi Marquee (papan nama) , pintu masuk, jendela, pencahyaan dan konstruksi material. Dengan tampilan depan toko retailer dapat menampilkan diskon dan tampilan lainnya. Konsumen yang melewati depan toko dapat menilai toko tersebut dari eksterior nya. Ada beberapa alternative dalam menampilkan basic store front : a)
Modular persegi atau
b)
structure
: berbentuk
1
buah
kotak yang menyambungkan beberapa toko. Prefabricated
structure
:
frame atau
kerangka
bangunan yang dirakit dalam sebuah toko. c)
Prototype
Store
: desain
yang
disediakan
franschisor untuk membantu perkembangan atmosphere. d)
Recessed Storefront : memikat konsumen dengan bersembunyi dibalik toko toko lain, sehingga konsumen penasaran dan berjalan memeriksa toko tersebut.
e)
Unique Building : struktur bangunan yang berbeda
Yang termasuk exterior toko ialah pintu masuk toko. Pintu masuk toko harus memperlihatkan tiga hal utama yaitu: a.
Jumlah pintu masuk yang dibutuhkan. Sebuah toko diharapkan dapat mengatur antara pintu keluar dan pintu masuk toko. Pintu sebuah toko juga harus dapat menghalangi potensi terjadinya pencurian.
b.
Tipe dari pintu masuk yang dipilih, apakah dapat secara otomatis membuka sendiri atau jalan
masuk
c.
yang
bersifat
manual.
Lantai
dapat menggunakan semen, keramik atau karpet. Jalan masuknya. Jalan yang lebar dan lapang
dapat menciptakan atmosfer yang berbeda dibandingkan jalan yang kecil dan sempit.
Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah melalui penataan yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang berbeda, papan nama toko yang menarik, sirkulasi udara yang menarik, dan bangunan toko yang tidak biasa. 2.
General Interior Banyak elemen - elemen yang mempengaruhi persepsi konsumen ketika
mereka memasuki bagian dalam toko. Suara dan aroma dapat mempengaruhi perasaan konsumen. Perlengkapan toko dapat direncanakan berdasarkan kegunaan dan estetikanya. Meja, rak barang, pintu merupakan bagian dari dekorasi interior. Dinding toko juga mempengaruhi atmosfer dengan pemilihan wallpaper yang berbeda pada setiap toko yang disesuaikan dengan keadaan toko. Konsumen juga dipengaruhi oleh temperatur udara didalam toko. Kurang sejuknya udara dapat mempercepat keberadaan konsumen di dalam toko. Ruangan yang luas dan tidak padat menciptakan suasana yang berbeda dengan ruangan yang sempit dan padat. Konsumen dapat berlama - lama di dalam toko apabila mereka tidak terganggu oleh orang lain ketika sedang melihat-lihat produk yang dijual. Toko dengan bentuk bangunan yang modern serta perlengkapan yang baru akan lebih mendukung atmosfer. Remodelling bangunan dan pembaharuan peralatan toko yang lama dengan yang baru juga dapat meningkatkan citra toko dimata konsumen. Yang
perlu diperhatikan dari semua hal diatas adalah bagaimana perawatannya agar dapat selalu terlihat bersih. Tidak peduli bagaimana mahalnya interior sebuah toko apabila terlihat kotor maka akan menimbulkan kesan yang jelek. 3.
Store Layout
Store Layout adalah pengelolaan dalam hal penentuan lokasi dan fasilitas restoran. Pengelolaan toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada se-efektif mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang layout adalah sebagai berikut: a.
Allocation of floor space for selling, personnel, and customers. Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk : 1.
Selling Space (Ruangan Penjualan)
Ruangan untuk menempatkan dan tempat berinteraksi antara konsumen dan pramusaji.
a). Personnel Space (Ruangan Pegawai) Ruangan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan pramusaji seperti tempat beristirahat atau makan.
b). Customers Space (Ruangan Pelanggan) Ruangan yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan konsumen seperti toilet, ruang tunggu.
b.
Traffic Flow (Arus Lalu Lintas) Macam-macam penentuan arus lalu lintas toko, yaitu:
1.
Grid Layout (Pola Lurus) Penempatan fitur dalam satu lorong utama yang panjang.
2.
Loop/Racetrack Layout (Pola Memutar) Terdiri dari gang utama yang dimulai dari pintu masuk, mengelilingi seluruh ruangan, dan biasanya berbentuk lingkaran atau persegi, kemudian kembali ke pintu masuk.
3.
Spine Layout (Pola Berlawanan Arah) Pada spine layout gang utama terbentang dari depan sampai belakang toko, membawa pengunjung dalam dua arah.
4.
Free - flow Layout (Pola Arus Bebas) Pola yang paling sederhana dimana barang-barang diletakkan dengan bebas.
4. Interior Displays Ketika layout toko sudah diaplikasikan dengan detail, retailer selanjutnya harus merencanakan interior displays. Jenis - jenis Interior Displays adalah sebagai berikut: a)
Assortment Display : Merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk berbagai macam produk yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan, melihat, dan mencoba produk. Kartu ucapan, majalah, buku dan produk sejenis lainnya merupakan produk-produk yang menggunakan assortment displays.
b)
Theme-Setting Display : merupakan bentuk interior displays yang menggunakan tema - tema tertentu digunakan dengan maksud membangun suasana atau nuansa tertentu.
c)
Ensemble Display : bentuk displays digunakan untuk satu pasang produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk.
d)
Rack Display : bentuk displays tempat gantungan produk yang ditawarkan.
e)
Cut Case : Merupakan interior displays yang murah hanya menggunakan kertas biasa. Biasanya digunakan di supermarket atau toko yang
sedang menyelenggarakan diskon. Bentuk lain dari cut case
adalah dump bin, merupakan tempat menumpuk pakaian-pakaian atau bukubuku yang sedang diskon.
2.5 Integrated Marketing Communication (IMC) 2.5.1 Definisi IMC Integrated Marketing Communication (IMC), konsep yang berkembang di tahun 1980an ini didefinisikan oleh Schultz (2004) sebagai sebuah strategi dalam proses bisnis dengan membuat perencanaan, membangun, mengeksekusi dan mengevaluasi pelaksanaan program komunikasi merek yang terkoordinasi pada konsumen, pelanggan, atau sasaran lain yang relevan dengan audience eksternal dan internal. Di lain kesempatan, Shimp (2010) mendefinisikan IMC sebagai sebuah proses komunikasi yang terdiri dari perencanaan, penciptaan, pengintegrasian dan penerapan berbagai bentuk komunikasi pemasaran (iklan, sales promotion, publikasi, event dan lain sebagainya). Sedangkan asosiasi agen periklanan Amerika atau yang dikenal dengan nama The 4As (The American Association of Advertising Agency) mengatakan bahwa IMC adalah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang matang dengan mengevaluasi peran masing-masing bentuk komunikasi pemasaran (periklanan umum, sales promotion, public relations dan lain-lain) dan memadukan bentuk-bentuk komunikasi pemasaran ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi dan dampak komunikasi yang maksimal (Belch 2009). Dengan mempelajari ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IMC adalah sebuah konsep komunikasi yang terencana, terintegrasi dan diterapkan dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran untuk memberikan pemahaman dan dampak yang maksimal melalui konsistensi pesan komunikasi kepada konsumen, pelanggan ataupun pihak lain yang relevan dengan barang atau jasa yang dikomunikasikan. Untuk dapat mencapai tujuan komunikasi, perusahaan dapat menggunakan sebuah alat bantu yang disebut promotion mix (Belch 2009). Adapun beberapa elemen yang terdapat di dalam promotion mix ini adalah sebagai berikut:
• Advertising Adalah segala bentuk komunikasi non-personal melalui berbagai media massa seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai informasi tentang perusahaan, produk dan jasa atau ide sebuah sponsor yang dikenal. Elemen komunikasi ini paling banyak
digunakan pemasar karena dapat menjangkau target audience dalam jumlah yang lebih besar daripada elemen – elemen lain. Selain itu, advertising juga dapat membangun ekuitas merek dengan menciptakan brand image dan brand association melalui eksekusi iklan ke dalam benak konsumen.
• Direct Marketing Merupakan sebuah aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan secara langsung kepada konsumennya. Umumnya aktivitas pemasaran ini dilakukan dengan cara mengirimkan direct mail, melakukan telemarketing dan direct selling kepada konsumen yang dituju. Untuk dapat melakukan hubungan secara langsung dengan para konsumen potensialnya maka perusahaan mengelola data based konsumen.
• Interactive/ Internet Marketing Aktivitas pemasaran yang dilakukan secara interaktif melalui CD-ROMs, handphone digital, TV interaktif dan lain sebagainya atau secara online menggunakan jaringan internet untuk mengkomunikasikan produk dan jasanya. Melalui aktivitas ini, perusahaan dan konsumen dapat melakukan komunikasi 2 arah langsung secara realtime.
• Sales Promotion Aktivitas pemasaran yang dilakukan dengan cara memberikan nilai incentive kepada tim penjualan, distributor, atau konsumennya secara langsung untuk mendorong penjualan dengan cepat. Sales promotion yang dilakukan kepada konsumen biasanya dengan membagikan sample produk, kupon dan lain sebagainya untuk mendorong konsumen agar langsung melakukan pembelian. Sedangkan sales promotion yang dilakukan kepada distributor dan pedagang dilakukan dalam bentuk kontes penjualan, pemberian harga khusus, penyediaan merchandising dan masih banyak lagi bentuk lainnya.
• Publicity/ Public Relations: Sama halnya dengan advertising, publikasi/ public relations adalah komunikasi nonpersonal melalui berbagai media massa seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai perusahaan, produk, jasa atau sponsor acara yang didanai langsung atau tidak langsung yang dilakukan dalam bentuk news release, press conference, artikel,
film dan lain-lain. Bedanya dengan advertising adalah, untuk masuk ke jaringan media massa perusahaan tidak mengeluarkan dana khusus melainkan menyediakan berita seputar produk dan jasa, melakukan event atau aktivitas lain yang menarik untuk diliput atau dipublikasikan oleh media massa. Sedangkan public relation adalah fungsi manajemen yang dilakukan untuk mengevaluasi perilaku publik, mengedentifikasi kebijakan dan prosedur individu atau organisasi terhadap public interest, serta mengeksekusi sebuah program untuk dapat diterima dan dipahami oleh publik. Tujuan utama melakukan public relation adalah untuk menciptakan dan mengelola image positif perusahaan di mata publik yang biasanya dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan dana, mensponsori acara khusus, berpartisipasi dalam aktivitas sebuah komunitas dan masih banyak lagi yang lainnya.
• Personal Selling Adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan secara langsung oleh pihak penjual untuk meyakinkan pembeli potensial membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Melalui aktivitas komunikasi ini, penjual dapat memodifikasi pesan komunikasi agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta mendapatkan feedback langsung dari konsumennya.
Gambar 2.6 The Promotional Mix Sumber: Belch 2009
2.6 Sales Promotion Perusahaan harus membagi seluruh anggaran promosi di antara sarana promosi utama, yaitu periklanan, personal selling, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat (public relations). Perusahaan harus memadukan sarana promosi dengan cermat dalam bauran promosi yang terpadu. Perusahaan mempertimbangkan berbagai faktor pada waktu mengembangkan bauran pemasaran, yang meliputi jenis
produk / pasar, strategi mendorong (push strategy) atau strategi menarik (pull strategy), tahap kesiapan konsumen, dan tahap daur hidup produk. Menurut (Kwok & Mark, 2008 : 174), “Sales promotions can offer many consumer benefits, the most obvious being monetary savings, although consumers also may be motivated by the desire for quality, convenience, value expression, exploration and entertainment”. Menurut Sujana & Iswandi (2008 : 27), “Sales Promotion
dapat memberikan
perkembangan terhadap hasil penjualan yang dicapai suatu perusahaan, meskipun tidak setiap kebijaksanaan sales promotion yang diadakan memberikan hasil yang memuaskan bagi perusahaan”. Setiap kali suatu perusahaan meningkatkan nilai produknya dengan menawarkan pengalaman atau insentif seperti penurunan harga atau memberikan sesuatu secara cuma - cuma, maka perusahaan tersebut melakukan Sales Promotion dimaksudkan untuk memotivasi tindakan konsumen (Machfoedz, 2010 : 31) Menurut Blattberg di dalam Kotler (2002 : 681), sales promotion terdiri dari kumpulan alat-alat insentif yang beragam, sebagian besar berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa tertentu secara lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Menurut Schoell at all di dalam Alma (2004 : 189), sales promotion adalah keinginan menawarkan insentif dalam periode tertentu untuk mendorong keinginan calon konsumen, para penjual atau pelantara. Sales promotion terdiri atas berbagai ragam sarana promosi yang dirancang untuk merangsang tanggapan pasar lebih awal atau lebih kuat. Sarana tersebut meliputi :
1. Sales promotion konsumen 2. Sales promotion perdagangan 3. Sales promotion bisnis wiraniaga
Menurut Strang di dalam Kotler (2002 : 681), ada beberapa faktor yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan pesat sales promotion tertutama dalam pasar konsumen. 1. Faktor - faktor dari dalam meliputi : a. Kini promosi semakin lebih diakui oleh manajemen puncak sebagai sarana penjualan yang efektif
b. Manager produk mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menggunakan sarana sales promotion c. Manager produk mendapat tekanan yang lebih besar agar dapat meningkatkan penjualan. 2. Faktor - faktor dari luar terdiri atas : a. Bertambah banyaknya jumlah retail modern b. Pesaing sering menggunakan promosi c. Konsumen semakin berorientasi harga d. Perdagangan lebih banyak menuntut tawar menawar yang di haruskan oleh produsen.
Sales promotion meliputi berbagai sarana promosi yang didesain untuk memotivasi respon pasar lebih awal. Sales Promotion yang dimaksud dapat berupa promosi konsumen, sebagai contoh : produk, kupon, potongan harga, dan sebagainya; promosi perdagangan, seperti : produk gratis, keringanan harga pembelian, dan sebagainya (Machfoedz, 2010 : 32). Oleh karena itu perusahaan harus mempunyai strategi atau program semacam program sales promotion dimana suatu hasil riset mengemukakan bahwa ada faktor - faktor yang dapat dilakukan dengan sales promotion. Sales promotion dapat menawarkan suatu persuasi kepada konsumen untuk segera mengambil keputusan membeli suatu produk hanya dengan membuat produk lebih bernilai. Sales promotion juga dapat membantu memperkenalkan suatu produk baru atau menghidupkan mereka sepanjang waktu dengan memperkuat pesan dan citra periklanan, menciptakan daya tarik antara merek dan konsumen, dan memberikan saluran baru untuk menjangkau segmen khalayak. Adapun tujuan utama dari sales promotion adalah memodifikasi tingkah laku, menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk serta meningkatkan pelanggan tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Promosi penjualan juga dimanfaatkan untuk menawarkan nilai tambah kepada konsumen, sebagai suatu stimulus untuk mendorong penjualan dengan segera. Stimulus ini dapat diarahkan kepada konsumen, distributor, agen, dan anggota wiraniaga.
1. Modifikasi Tingkah Laku Orang-orang yang melakukan komunikasi ini mempunyai beberapa alas an, antara lain : mencari kesenangan, mencari bantuan, memberikan pertolongan, memberikan
informasi, mengemukakan ide dan pendapat. Sedangkan promosi dari segi lain berusaha merubah tingkah laku dan pendapat, dan memperkuat tingkah laku yang ada. Penjual (sebagai sumber) selalu berusaha menciptakan kesan baik tentang dirinya atau mendorong pembelian barang dan jasa perusahaan.
2. Memberitahu Kegiatan promosi ini dapat ditunjukkan untuk memberitahu pasar yang dituju tentang penawaran perusahaan. Promosi yang bersifat informasi umumnya lebih sesuai dilakukan pada tahap-tahap awal di dalam siklus kehidupan produk. Kiranya hal ini merupakan masalah penting untuk meningkatkan permintaan primer. Sedangkan orang tidak akan membeli barang atau jasa sebelum mereka mengetahui produk tersebut dan apa faedahnya.
3. Membujuk Promosi yang bersifat membujuk (persuasif) umumnya kurang disenangi oleh sebagian masyarakat. Namun kenyataan sekarang ini justru yang banyak muncul adalah promosi yang bersifat persuasif. Promosi demikian ini terutama diarahkan untuk mendorong pembelian. Promosi yang bersifat persuasif ini akan menjadi dominan jika produk yang bersangkutan mulai memasuki tahap pertumbuhan di dalam siklus kehidupannya.
4. Mengingatkan Promosi yang bersifat mengingatkan dilakukan terutama untuk mempertahankan merek produk di hati masyarakat dan perlu dilakukan selama tahap kedewasaan di dalam siklus kehidupan produk. Ini berarti pula perusahaan berusaha untuk paling tidak mempertahankan pembeli yang ada. Jika tujuan pengembangan promosi penjualan untuk akselerasi penjualan diabaikan, diperlukan efektifitas implikasi perubahan perilaku audience. Terbentuknya pola perilaku baru merupakan efek yang diinginkan. Jika promosi penjualan diharapkan dapat berperan dalam jangka panjang, yakni terciptanya perilaku pembelian, maka pola perilaku baru ini perlu dipelajari dan dimanfaatkan sebagai landasan tetap. Tujuan lain dari sales promotion adalah mengidentifikasi dan menarik konsumen baru, mengkomunikasikan produk baru, meningkatkan jumlah konsumen untuk produk yang telah dikenal secara luas, menginformasikan kepada konsumen tentang
peningkatan kualitas produk, mengajak konsumen untuk mendatangi took tempat penjualan produk, memotivasi konsumen agar membeli suatu produk (Machfoedz, 2010 : 32). Metode sales promotion dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu promosi penjualan konsumen dan promosi penjualan perdagangan. Teknik promosi penjualan konsumen ditujukan untuk memotivasi konsumen agar mencoba mendatangi toko eceran dan / atau membeli produk tertentu. Teknik ini dapat dimanfaatkan untuk menarik orang mendatangi toko – toko pengecer tertentu, memperkenalkan produk baru, atau untuk mempromosikan produk yang sudah dikenal. Adapun promosi penjualan perdagangan ditujukan untuk memberikan dorongan kepada penggrosir atau pengecer agar membawa dan memasarkan produk perusahaan secara agresif. Teknik promosi ini pada umumnya menawarkan imbalan kepada perantara berupa uang, barang dagangan, hadiah, atau bantuan promosi, agar membeli produk atau menyelenggarakan aktivitas tertentu. Untuk memahami promosi penjualan diperlukan kajian terhadap beberapa teknik promosi penjualan. Metode promosi penjualan diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu metode promosi penjualan yang digunakan oleh pengecer dan teknik promosi penjualan produk baru. Menurut Machfoedz (2010 : 35), teknik promosi pejualan produk baru yang paling banyak digunakan dalam mempromosikan barang baru antara lain :
1. Contoh Gratis Perusahaan menerapkan contoh gratis untuk beberapa alasan, diantaranya yaitu memotivasi pencobaan produk, meningkatkan volume penjualan pada tahap daur hidup produk, atau untuk mendapatkan distribusi yang diharapkan. Pemberian contoh gratis, perusahaan harus mempertimbangkan faktor – faktor tertentu, seperti sifat pasar dan iklan yang mendahuluinya.
2. Coupons Menurut Manuere, Gwangwava, dan Gutu (2012 : 1160) “Coupons are legal certificates offered by manufacturers and retailers. They grant specified savings on selected products when presented for redemption at the point of purchase”. Kupon digunakan untuk memotivasi konsumen agar mencoba produk baru atau produk yang telah dikenal, meningkatkan volume penjualan dengan cepat, menarik konsumen
untuk melakukan pembelian kembali, atau memperkenalkan inovasi baru, baik dari segi kemasan, ukuran, dan sebagainya. Kupon biasanya menurunkan harga jual produk.
3. Kontes merupakan suatu promosi penjualan yang menyenangkan. Strategi ini menciptakan rasa senang dengan menjanjikan “sesuatu tanpa syarat” dan menawarkan hadiah menarik berupa barang atau sejumlah uang. Kontes memerlukan persaingan di antara para peserta untuk meraih satu atau leih dari satu hadiah berdasarkan criteria tertentu. Adapun sweeptakes merupakan suatu teknik promosi penjualan dimana pemenang ditetapkan berdasarkan bukti pembelian secara acak. Suatu permainan, seperti kuis yang mengajukan pertanyaan tertentu adalah salah satu bentuk sweeptakes. Kontes atau sweeptakes yang baik dapat meningkatkan keterlibatan konsumen, sehingga dapat meningkatkan frekuensi penjualan, dan memotivasi minat terhadap produk yang kurang mendapat perhatian konsumen.
4. Rabat adalah tawaran yang diajukan oleh pemasar untuk mengembalikan sebagian uang pembelian kepada konsumen yang membeli produk mereka. Rabat dimaksudkan untuk memotivasi pembelian konsumen sampai dengan batas waktu tertentu. Rincian tentang rabat biasanya disampaikan melalui media cetak atau surat langsung (direct mail). Informasi scara luas dapat dismapaikan melalui media penyiaran radio, atau televisi. Rabat dianggap sebagai sarana promosi yang menarik, karena dapat meningkatkan penjualan tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi dan lebih mengena pada sasaran apabila dibandingkan dengan kupon.
5. Premi adalah suatu produk / barang dagangan yang ditawarkan dengan harga murah atau bahkan gratis. Premi digunakan sebagai insentif langsung untuk memotivasi konsumen agar membeli suatu produk tertentu. Barang premi digunkan untuk menambah niali produk dan mencerminkan keunggulan atas produk pesaing. Premi berfungsi untuk meningkatkan penjualan dengan menarik konsumen melakukan pembelian ulang, membngkitkan motivasi pembelian dan perilaku pengalihan merek, serta mengimbangi gerak pesaing.
2.7 Visual Merchandising and Display Ada dua tipe dasar dari cara penyajian atau mempresentasikan barang - barang yang ditawarkan di dalam toko yaitu on-shelf merchandising dan visual merchandising. Retailer harus memahami komponen-komponen dasar dalam cara penyajian barang dan bagaimana pengaruh potensialnya dalam mendukung image yang mau diciptakan untuk sebuah toko dan juga pengaruhnya terhadap tingkat penjualan, termasuk di dalamnya adalah pemilihan tipe perabotan yang sesuai. 2.7.1 On-Shelf Merchandising On-shelf merchandising adalah penyajian barang-barang di meja pajangan, rak, dan perabotan di seluruh toko. “On-shelf merchandising is the display of merchandising on counters, racks, shelves, and fixtures throughout the store” (Dunne & Lusch, 2005 p.467). Yang dimaksudkan disini adalah barang - barang yang disentuh, dicoba, diperiksa, dibaca, dimengerti dan yang akan dibeli nantinya oleh pelanggan. Maka dari itu, on-shelf merchandising tidak hanya harus menyajikan barang-barang dengan menarik tetapi juga menyajikannya dengan cara yang mudah untuk dimengerti dan diakses oleh pelanggan. Lebih jauh, penataan barang-barang tersebut harus masuk akal sehingga pelanggan tidak mengalami kesulitan untuk mengembalikannya ke tempat semula. Selain itu, penataan barang-barang sebaiknya jangan berlebihan sehingga membuat pelanggan takut untuk menyentuh.
Tak kalah untuk
dipertimbangkan yaitu jangan sampai penataan barang-barang tersebut malah akan dapat membahayakan atau mencederai pelanggan. Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh retailer yaitu menjejalkan barang sebanyak mungkin ke dalam toko dengan harapan mereka dapat meningkatkan tingkat penjualan mereka.Pada dasarnya terdapat enam metode pada tipe ini yang digunakan oleh retailer untuk menyajikan barang-barang yang ditawarkan dimana masing-masing dari metode ini dapat memberikan dampak yang dramatis terhadap store image dan juga space productivity. Pada metode-metode penyajian tersebut terdapat faktor psikologi. a. Shelfing Metode ini menempatkan barang-barang pada rak-rak yang ada dalam gondola atau di dinding. Metode shelfing ini fleksibel dan lebih mudah untuk merawat barangbarang yang ditawarkan.
b. Hanging Beberapa jenis barang khususnya pakaian dapat digantung pada softlines features seperti round racks ataupun four-way racks atau bisa juga digantung pada palang yang di pasang di dinding. c. Pegging Barang-barang kecil dapat dipancangkan di pengait yang dipasang di gondola maupun di dinding. Metode ini menimbulkan kesan rapi tapi sangat dibutuhkan tenaga yang lebih intensif untuk menata dan menjaga kerapiannya. d. Folding Barang yang cukup besar dapat dilipat kemudian diletakkan ke dalam rak atau ditempatkan di atas meja. Hal ini dapat menciptakan image high-fashion dengan harga yang lebih mahal. e. Stacking Barang - barang yang besar dapat diletakkan ditumpuk di bagian bawah gondola atau langsung diletakkan diatas lantai yang akan menimbulkan kesan volume besar dengan harga murah. f. Dumping Barang-barang yang kecil-kecil dengan jumlah yang banyak dapat diletakkan di sebuah keranjang di dalam gondola atau di dinding. Metode ini efektif untuk menimbulkan kesan volume besar dan harga murah.
2.7.2 Visual Merchandising Visual merchandising adalah kegiatan mempromosikan penjualan barang - barang, terutama oleh mereka presentasi di outlet ritel. Desain interior dalam toko dapat mempertahankan minat pelanggan, mendorong pelanggan untuk menurunkan pertahanan psikologis mereka dan mudah untuk membuat keputusan pembelian (Kotler,1974; Walters dan Putih,1987; Hitner,1992; Omar,1999, Davies dan Ward, 2002). Dunne,Lusch (2008), display dari store dapat menimbulkan suatu kesan yang
baik dan artisitik bagi konsumen dan menciptakan presentasi visual merchanding terhadap customer. Merchandising juga menyangkut price image karena hal itu erat hubungannya dengan dampak dari pemilihan barang-barang dengan kualitas yang sesuai dengan image yang mau ditampilkan dan pemilihan metode penyajian barang-barang tersebut sehingga memperkuat image tersebut. Tetapi dalam penelitian ini, merchandising lebih ditekankan pada cara penyajianya karena hal tersebut erat hubungannya dengan menciptakan store environment. Oleh karena itu, entrepreneur telah mengakui bahwa titik visual merchandising dalam bisnis membuat dampak yang signifikan terhadap keputusan membeli konsumen ( Schiffman dan Kanuk, 2007). Roger Cox, Paul Brittain. (2000), visual merchandising sangat penting untuk tidak melebihkan konsep untuk menghindari dari pemborosan anggaran atau pun biaya agar menimbulkan impulse buying secara berkala.
2.7.2.1 Tujuan Visual Merchandising Tujuan utama visual merchandising adalah untuk menciptakan lingkungan yang logis dan menyenangkan secara visual yang akan menangkap perhatian konsumen dan diterjemahkan ke dalam penjualan meningkat. Penekanan telah menjauh dari dalam toko menampilkan produk,terhadap unsur-unsur yang merangsang indera pembeli seperti video layar datar atau grafis,music,bau,pencahayaan dan lantai yang cenderung menangkap citra merek atau kepribadian dan membantu untuk menciptakan lingkungan yang unik dan pengalaman berbelanja (McGoldrick,1990; Marsh,1999). Simulasi visual dan komunikasi telah lama dianggap aspek penting dari toko oleh para praktisi dan akedemis ( McGoldrick,1999,2002). 2.7. 2.2 Komponen Visual Merchandising : Ada hal-hal tertentu yang pengecer perlu berhati-hati saat melanjutkan dengan proses menampilkan produknya. Komponen-komponen ini bila digabungkan bersama-sama dalam rasio yang tepat akan membuat hasil yang sukses :
1.
Membuat Barang Dagangan menjadi Titik Fokus
Tujuan utama dari layar untuk menampilkan produk dalam area tampilan keseluruhan. Pelanggan memberikan tiga sampai lima detik perhatian mereka untuk menampilkan jendela barang toko mereka. 2.
Menilai Semua Sudut
Amati dari arah mana pelanggan yang paling mendekati layar dan pastikan bahwa pandangan yang terbaik dari layar tersebut adalah salah satu sudut yang kebanyakan orang akan melihat
3.
Posisi Produk
Posisi barang dagangan dan penampilan produk yang mendukung adalah faktor kunci dalam ke efektifan penggunaan ruang. Penyalahgunaan ruang dapat merugikan keberhasilan dalam penjualan produk.
4.
Graphics dan Tanda
Tanda dapat digunakan untuk mendidik pelanggan tentang barang dagangan untuk dijual atau mengumumkan promosi khusus
2.8 Shopping Emotion Emosi dapat diartikan sebagai “consciousness of the occurrence of some physiological arousal followed by a behavioral response along with appraised meaning of both” (Sheth, et al., 1999). Dari definisi ini terlihat bahwa emosi terdiri atas tiga komponen, yaitu fisiologis, behavioral dan kognitif. Secara lebih rinci, elemen-elemen emosi dapat dijabarkan berdasarkan model fungsional, yakni antecedent, appraisal, feeling action tendency, action dan goal (Roseman,Wiest, dan Swartz, 1994, dikutip dalam Edvardsson, 1998). Emosi yang mana meliputi perasaan dan suasana hati (mood) merupakan faktor penting dalam pembuatan keputusan oleh konsumen (Park, Kim, & Forney, 2006 p. 436). Peter dan Olson mengklasifikasikan emosi ke dalam dua dimensi, yaitu positif dan negatif (Peter & Olson, 2005). Emosi positif dapat dilihat melalui perasaan-perasaan positif seperti senang, mencintai, menyukai, menikmati, puas, dan siaga (Peter&Olson,2005). Para
pengunjung yang telah berlangganan dalam suatu toko karena alasan menyukai atau nyaman dengan lingkungan dalam toko tersebut, akan secara tidak terduga menghabiskan uang yang lebih banyak sebagai hasil dari suasana yang mendorong timbulnya mood positif (Park, Kim, & Forney, 2006, p. 442). Respon terhadap lingkungan belanja tersebut secara langsung dapat menghasilkan tindakan impulse buying (Semuel, 2005). Kemudian Mehrabian dan Russel (1974) memperkenalkan tiga variabel yang membentuk respon afektif lingkungan tersebut yaitu: 1.
Pleasure, mengacu pada tingkat di mana seseorang merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut.
2.
Arousal, mengacu pada tingkat di mana seseorang merasa siaga, digairahkan, atau situasi aktif.
3.
Dominance, dimana seseorang merasa dikendalikan, dipengaruhi, terkendali, ataupun penting.
Dengan demikian, faktor emosional tidak boleh diabaikan dalam analisis perilaku konsumen. Pemahaman mengenai sisi rasional dan emosional konsumen dapat memberikan manfaat berupa gambaran yang lebih utuh mengenai perilaku konsumen secara keseluruhan. Suasana hati atau emosi seseorang atau kondisi psikologis pada saat pembelian dapat memiliki dampak besar pada apa yang dia beli atau bagaimana ia menilai pembeliannya (Solomon : 2007) Dalam Utami (2010:66) model Mehrabian-Russel (Model M-R) didasarkan atas paradigm stimulus-organism-respons (S-O-R), yang menghubungkan unsur-unsur lingkungan dengan perilaku mendekat-menghindar (approach-avoidance) terhadap lingkungan. Model M-R didasarkan atas dua asumsi, yaitu: a. Perasaan dan emosi manusia menentukan apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya b.Manusia merespon dengan bentuk emosi yang berbeda - beda terhadap lingkungan yang berbeda, dan menimbulkan reaksi untuk mendekat atau menjauhi lingkungan.
Model M-R mengemukakan bahwa faktor - faktor lingkungan dan emosi yang berkaitan erat dengan kepribadian individu, dapat mempengaruhi respons emosi utama, yaitu kegembiraan, dominan, atau kegairahan. Kemudian respons emosi ini memengaruhi tipe kemungkinan perilaku konsumen dimana individu beraksi, yaitu mendekati atau menghindari lingkungan. Terdapat tiga bentuk emosi dasar yang mempengaruhi perilaku mendekat (approach-avoidance) pada lingkungan tempat belanja. Respons emosi tersebut dikenal dengan akronim PAD, yaitu sebagi berikut:
a. Menggembirakan–tidak menggembirakan (pleasure - displeasure) - Kegembiraan menggambarkan sejauh mana seseorang merasa nyaman, ceria, atau puas di dalam suatu lingkungan.
b. Menggairahkan - tidak menggairahkan (arousal-nonarousal) - Kegairahan berkaitan dengan sejauh mana seseorang merasa tertarik atau terstimulasi waspada atau aktif dalam situasi.
c. Mendominasi-submisif (dominance-submissivennes) - Dominan menggambarakan sejauh mana seseorang merasa terkendali atau bebas untuk bertindak
2.9 Impulse Buying Menurut Schiffman dan Kanuk (2007: 511) impulse buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi sangat kuat dan kadang kala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan. Semuel (2006), mendefinisikan unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan terlebih sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Cobb dan Hayer dalam
Semuel (2006), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Pernyataan tersebut didukung oleh Iyer (2007), impulse buying adalah suatu fakta kehidupan dalam perilaku konsumen yang dibuktikan sebagai suatu kegiatan pembelian yang berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan waktu dalam berbelanja, dimana rute pembelian yang mereka lakukan semstinya berbeda. Rute tersebut dapat dibedakan melalui hirarki impulse yang memperlihatkan bahwa perilaku didasarkan pada respon afektif yang dipengaruhi oleh perasaan yang kuat, sehingga impulse buying terjadi ketika terdapat perasaan positif yang sangat kuat yang kemudian diikuti oleh sikap pembelian. Kollat dan Willet, dalam Semuel (2006), memperkenalkan Tipologi perencanaan masuk toko, meliputi perencanaan sebelum masuk toko, meliputi perncanaan terhadap produk dan merek produk, kategori produk, kelas produk, kebutuhan umum yang ditetapkan, kebutuhan umum yang belum ditetapkan. Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse sinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada aspek irasional atau pembelian impulsif murni (Bayley dan Nancarrow dalam Semuel, 2006). Thomson et al, dalam semuel, 2006, mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional.
Gambar 2. 7 Customer’s Shopping List Sumber : Berdasarkan Data Nielsen Retail Audit, 2015
2.9.1
Dimensi Impulse Buying Menurut Loudon dan Della yang dikutip dari Kurniawan dan Kunto (2013), terdapat 4 dimensi dari pembelian tak terencana, yaitu : 1.
Pure Impulse Adalah pembelian yang memang benar-benar murni secara spontan.
2.
Suggestion Impulse Adalah ketika calon pembeli tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya atas produk tersebut dan baru pertama kali melihat dan merasa membutuhkan produk tersebut.
3.
Reminder Impulse Adalah ketika calon pembeli mengingat pengalaman sebelumnya dalam pemakaian
produk tersebut dan atau mengingat barang
tersebut setelah melihat atau mendengarkan lewat iklan.
4.
Planned Impulse Adalah ketika calon pembeli memasuki toko dengan harapan untuk mencari barang dengan harga special, penukaran kupon, dan sebagainya.
Engel, Blackwell, dan Miniard (Fadjar, 2007), menyatakan bahwa suatu pembelian dapat direncanakan dalam suatu pengertian walaupun niat yang pasti tidak dinyatakan secara verbal atau secara tertulis pada daftar belanja. Berdasarkan penelitian Rook dan Fisher (Negara dan Dharmmesta, 2003), bahwa pembelian bardasarkan impulse terjadi katika konsumen mengalami desakan tiba-tiba, yang biasanya sangat kuat dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Menurut Rook (Cahyorini dan Rusfian, 2011: 12), pembelian impulsif terdiri dari karakteristik berikut : 1. Power, compulsion, and insensity, adanya motivasi untuk mengesampingkan hal hal lain dan bertindak secepatnya. 2. Spontaneity,
pembelian
impulsif
terjadi
secara
tak
terduga
dan
memotivasi konsumen untuk membeli saat itu juga, seringkali karena respon terhadap stimuli visual point-of-sale. 3. Excitement and Stimulation, keinginan membeli tiba-tiba ini sering kali diikuti oleh emosi seperti “exciting”, “thrilling”, atau “wild”. 4. Disregard for consequences, keinginan untuk membeli dapat menjadi tidak dapat ditolak sampai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi diabaikan. Karakteristik produk yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif adalah produk yang harganya murah dan ada kebutuhan marjinal (pakaian, gadget) akan produk tersebut, mempunyai umur produk yang pendek, berukuran kecil atau ringan, dan mudah dalam penyimpannya. Bagi peritel sendiri, pembelian impulsif dapat dimanfaatkan dengan baik karena dapat mendongkrak penjualan.
2.10 Hubungan antar Variabel 2.10.1 Hubungan Antara Store Atmosphere dengan Shopping Emotion (H1) Mowen dan Minor (2002:139) menyatakan para peneliti berpendapat bahwa atmosfir (suasana) mempengaruhi sejauh mana konsumen menghabiskan uang di luar tingkat yang direncanakan di sebuah toko. Suasana toko mempengaruhi keadaan emosional pembelanja, yang kemudian mendorong untuk meningkatkan atau mengurangi belanja. Selain itu dalam Kurniawan (2013) media promosi juga dapat berperan cukup besar dalam membentuk emosi konsumen. Dikarenakan media promosi ini dapat mendorong sesorang untuk membeli produk yang bukan mereka butuhkan namun yang juga mereka inginkan. Pada penelitian Sherman dkk (dalam Kurniawan, 2013) terlihat bahwa dominance sebagai salah satu domain dari tingkat emosi yang dikonsepkan oleh Mehrabian dan Russell tidak termasuk dikarenakan didasarkan pada beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa faktor dominance mempunyai nilai prediksi yang sangat kecil (tidak signifikan). Hal ini sejalan bahwa internal suasana ritel dari outlet ritel dikodekan langsung oleh para konsumen dalam hal dua dimensi emosional, yaitu kesenangan (pleasure) dan gairah (arousal). (Rossiter and Percy:1997) Kedua emosional ini memilik pengaruh besar pada kesediaan konsumen untuk menghabiskan waktu di toko dan juga untuk membeli lebih banyak (Donovan dan Rossister : 1992). Selain itu pernyataan Mowen dan Minor (2002:139) bahwa keadaan emosional terdiri dari dua perasaan yang dominan yaitu kesenangan dan bergairah.
2.10.2 Hubungan Antara Sales Promotion dengan Shopping Emotion (H2) Menurut Jurnal Wong Ai Jean & Rashad Yazdanifard (2015), Konsumen memahami hubungan antara perilaku pembelian mereka selama promosi penjualan dan kepuasan mental mereka pribadi dan persepsi diri. Sebagian besar konsumen saat ini dirasakan bahwa penjualan promosi hanya akan menguntungkan konsumen dalam hal keuangan. Namun, melalui penelitian yang ditinjau dalam ini Artikel, konsumen mental kesejahteraan lebih mungkin yang ditingkatkan melalui promosi penjualan juga.
Selain menerima manfaat keuangan selama penjualan promosi, konsumen juga menerima pribadi mental-being. Selain itu, konsumen cenderung merasa aman untuk membeli merek yang menerima baik masukan dari konsumen. Karena itu, konsumen telah menjadi bijaksana untuk membeli lebih selama penjualan periode promosi, yang pada gilirannya membantu pemasar untuk mencapai agenda promosi penjualan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Simamora (2007:614), promosi adalah usaha perusahaan untuk mempengaruhi calon pembeli melalui pemakaian segala unsur atau bauran pemasaran menurut Djaslim Saladin dan Yevis Marty Oesman (2002 : 123) Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli, yang sebelumnya tidak mengenal menjadi mengenal sehingga menjadi pembeli dan mengingat produk tersebut.
2.10.3 Hubungan Visual Merchandising & Display dengan Shopping Emotion (H3) Visual merchandising atau presentasi visual, adalah sarana untuk berkomunikasi toko / nilai perusahaan dan kualitas gambar kepada calon konsumen. "Tujuan dari visual merchandising adalah untuk mendidik pelanggan meningkatkan citra toko / perusahaan dan untuk mendorong beberapa penjualan dengan menunjukkan pakaian bersama-sama dengan aksesoris" (Frings, 1999). Dengan demikian, setiap toko mencoba untuk meningkatkan citra toko dan untuk melakukannya, itu menarik untuk komoditas semenarik untuk pelanggan dan membuat mereka setia kepada merek yang mereka dan mendorong membeli perilaku. Visual merchandise dapat terpenuhi dengan menghadirkan merek tertentu melalui kerja kelompok iklan toko, menampilkan, atau tampil di koordinasi dengan mode dan departemen komersial sehingga toko dapat menjual barang dan jasa dari perusahaan kepada pelanggan (Kim, 2003). Frings (1999) menunjukkan bahwa pelanggan biasanya menganalisis Acara kasus di dalam dan di luar toko di mana susunan barang diakses kepada pelanggan dan merek komersial sangat penting.
2.10.4 Hubungan Antara Store Atmosphere dengan Impulse Buying (H4) Lingkungan toko atau store atmosphere yang terencana dapat menarik minat konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Minat pembelian secara mendadak juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan toko,
karena
menurut
Kurniawan
dan
Kunto (2013) Store Atmosphere sangat mempengaruhi Impulse. Jurnal penelitian Graa dan Daniel Kebir (2012) berjudul, Application Of Stimulus & Response Model To Impulse Buying Behaviour Of Algerian Consumers, menyatakan bahwa ada hubungan Antara Store Atmosphere dengan Impulse Buying. Jurnal ini meneliti bagaimana Situasional Factor dan Emotional States dapat mempengaruhi Impulse buying pada konsumen di Algerian. Dan hasil yang didapat menyatakan bahwa Store Environtment, Perceived Crowding dan Time Pressure mempengauhi Impulse Buying Secara Positif. Jurnal An Analysis Of In-Store Shopping Environtment On Consumers Impulse Buying : Evidence From Pakistan, oleh Ali dan Hasnu (2011). Jurnal ini berisi tentang penelitian pengaruh Store Environment yang memicu Impulse Buying Decision. Sample yang digunakan dalah 100 pembeli yang diambil secara acak di Abbotabad dan Islamabad, Pakistan. Hasilnya adalah peningkatan enjoyable, pleasant dan attractive in-store yang dipengaruhi Store Atmosphere dapat meningkatkan peluang terjadinya Impulsive Buying terhadap konsumen. Jurnal Pengaruh Faktor - Faktor Store Environtment dan Faktor - Faktor Product Brand terhadap Impulse Buying Behaviour di Hypermart Ciputra World Surabaya, Hartanto (2010). Jurnal ini meneliti tentang pengaruh suasana toko pada Hypermart Ciputra World Surabaya terhadap Impulse Buying Behaviour. Penelitian ini menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya karena penelitian ini mencatat pola perilaku subyek (orang, obyek, benda) atau kejadian secara sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu - individu yang diteliti. Sehingga dari data-data yang diperoleh, dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mendorong para pengunjung toko untuk melakukan impulse buying. Hasil yang didapat Store Atmosphere memiliki pengaruh negative terhadap Impulse Buying. Menurut jurnal penelitian Kurniawan dan Kunto (2013) berjudul, Pengaruh Promosi dan Store Atmosphere terhadap Impulse Buying dengan Shopping Emotion sebagai
variable Intervening Studi Kasus Di Matahari Department Store Cabang Supermall Surabaya, Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori. Sampel penelitian adalah konsumen Matahari department store cabang supermall Surabaya, yang berjumlah 150 orang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa promotion dan store atmosphere berpengaruh terhadap shopping emotion, promotion dan Store Atmosphere berpengaruh terhadap impulse buying, serta shopping emotion berpengaruh terhadap impulse buying.
2.10.5 Hubungan Antara Visual Merchandising and Display dengan Impulse Buying (H5) Berdasarkan Hasil Penelitian Khurram L.Bhatti and Seemab Latif (2013), Hasil membuktikan bahwa perilaku pembelian impulse konsumen secara signifikan dipengaruhi oleh window display, forum display, floor merchandising atau bahkan dengan nama merek toko. Studi ini menunjukkan bahwa perilaku pembelian impuls konsumen memiliki hubungan yang kuat dengan window display karena penelitian mengatakan bahwa ketika konsumen memvisualisasikan produk yang ditampilkan menarik pelanggan dan membangkitkan dorongan mereka untuk melakukan impulse buying. Forum display, juga memiliki hubungan yang sangat kuat karena ketika pelanggan masuk ke toko dan melihat jenis produk yang ditampilkan di rak-rak sedemikian rupa bahwa mereka menarik pelanggan untuk membeli yang mereka tidak benar-benar direncanakan untuk membeli. Floor merchandising juga memiliki hubungan dengan impulse buying tetapi menurut data itu moderat ketika pelanggan berada di toko untuk berbelanja mereka ingin melakukannya dengan konsentrasi dan ketertarikan dan ketika floor merchandising dilakukan orang-orang menghindari untuk mendengarkan karena mereka merasa terganggu sehingga ketika floor merchandising dilakukan konsumen sedikit ragu untuk berbelanja secara impulsif. Perilaku pembelian impulse konsumen dan nama merek toko memiliki hubungan yang sangat kuat karena ketika toko berhasil mengembangkan pelanggan setianya dari merek maka setiap kali pelanggan melihat bahwa merek konsumen melakukan pembelian yang tidak direncanakan. Semua data ini secara efektif menunjukkan bahwa visual merchandising seperti window display, forum display, floor merchandising dan nama toko berfungsi
sebagai stimulus yang kuat, mengingatkan dan menginspirasi pelanggan untuk melakukan pilihan pembelian impuls sementara melangkah ke toko. Efisien penelitian ini menunjukkan nilai visual merchandising di perhatian impulse buying.
2.10.6 Hubungan Antara Sales Promotion dengan Impulse Buying (H6) Promosi penjualan adalah sebuah kegiatan yang yang dilakukan produsen yang bersifat ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk, kepada pengecer, penjual, atau konsumen. Hal ini berarti promosi penjualan berorientasi pada konsumen yang diarahkan pada pengguna akhir sebuah barang dan jasa. Kekuatan-kekuatan utama dari promosi penjualan berorientasi konsumen adalah keseragaman dan fleksibilitasnya. Keadaan ini mengakibatkan suatu konsumen mempunyai satu motif pembelian, yang dipandang sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan, atau gairah. Motif ini berlaku sebagai kekuatan yang merangsang tingkah laku yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan yang timbul. Intinya promosi penjualan dapat mengakibatkan terjadinya pengambilan keputusan yang salah satunya adalah bersifat emosional. Hal ini dilandasi oleh pendapat Lovelock dan Wirtz (2004:138) “Typically the objective is to accelerate the purchasing decision or motive customers to use a specific service sooner, in greater volume with each purchase, or more frequently”. Intinya promosi penjualan (sales promotion) mempunyai tujuan memotivasi konsumen untuk membeli, artinya adanya perilaku konsumen dalam membeli yang melibatkan emosi bagi si pembelinya. Emosi ini timbul karena adanya daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu. Kondisi ini timbul karena adanya desakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cepat. Diungkap oleh Cummins dan Mullin (2004: 41-44) bahwa salah satu tujuan dari promosi penjualan adalah menciptakan ketertarikan dan mengalihkan perhatian dari harga. Intinya ketertarikan itu akan menimbulkan gairah atau antusiasme pembeli untuk membeli suatu produk dan tetap membeli kepada toko yang bersangkutan. Mengalihkan perhatian dari harga berkaitan dengan adanya perang harga diantaranya variasi harga, promosi kolektor harga, dan membuat perbandingan harga yang tidak langsung. Promosi terhadap nilai yang menciptakan ketertarikan dan mengakibatkan pembelian tidak terencana (impulse buying).
Tujuan dari promosi penjualan adalah meningkatkan volume penjualan jangka pendek dengan menciptakan tampilan dan aktivitas yang menarik untuk mendorong impulse buying. Tampilan ini menimbulkan suatu kegairahan untuk membeli atau merupakan suatu rangsangan tingkah laku untuk memuaskan kebutuhan hidup. (Fisk, 2007: 245)
2.10.7 Hubungan Antara Shopping Emotion dengan Impulse Buying (H7) Berdasarkan hasil pengujian hipotesa, ditemukan bahwa hipotesa ini mendukung teori dari Gilbert (2003: 129) yang menyatakan bahwa keadaan emosional pembelanja akan menyebabkan peningkatan atau penurunan tingkat pembelian yang direncanakan. Hal ini penting untuk mengetahui faktor apa yang merangsang dan menyenangkan bagi konsumen merasa senang, puas, nyaman, bersemangat, tertarik, bebas saat memilih produk dan bebas saat membeli produk sehingga mereka berniat untuk tinggal lebih lama dalam toko serta membeli barang yang tidak direncanakan dan barang yang tidak terpikirkan dahulu. Emosi positif didefinisikan sebagai suasana hati yang mempengaruhi dan yang menentukan intensitas pengambilan keputusan konsumen.(Watson dan Tellegen : 1998). Namun lebih luas perlu dibedakan mengenai emosi yang berkaitan dengan keputusan pembelian misalnya emosi yang diciptakan merek, stimuli yang ada dan emosi yang sifatnya lebih luas. Hal tersebut dikemukakan oleh Shiv dan Fedorikhin dalam Premananto (2007) dengan mengklasifikasikan emosi menjadi task-induced affect yang dinyatakan sebagai “affective reaction that arise directly from the decision task itself‟ dan ambient affect yang dinyatakan sebagai “affective states that arise
from
background
condition
such
as
fatigue
and
mood”
2.11 Kerangka Penelitian Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian disusun suatu kerangka pemikiran dalam penelitian ini seperti yang disajikan dalam gambar berikut ini:
Gambar 2.8 – Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2016)
2.12 Hipotesis Berdasarkan berbagai teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, dan untuk memenuhi tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini dapat dijabarkan hipotesis untuk pengujian sebagai berikut : •
Untuk T-1 Ho = Tidak ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta Ha = Ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-2 Ho = Tidak ada pengaruh Sales Promotion terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta Ha = Ada pengaruh Sales Promotion terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-3 Ho = Tidak ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta Ha = Ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-4 Ho = Tidak ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta Ha =
Ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Impulse Buying
pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta •
Untuk T-5 Ho =
Tidak ada pengaruh Sales Promotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
Ha =
Ada pengaruh Sales Promotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-6 Ho = Tidak ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta Ha =
Ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-7
Ho = Tidak ada pengaruh Shopping Emotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta Ha = Ada pengaruh Shopping Emotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta