6
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Demografi 2.1.1
Pengertian Demografi Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: “Demos” adalah rakyat atau penduduk dan “Grafein” adalah menulis. Maka demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat atau penduduk. Istilah ini dipakai untuk pertama kalinya oleh Achille Guillard dalam karangannya yang berjudul “Elements de Statistique Humaine on Demographic Compares” pada tahun 1885. Donald J.Bogue (1973) dalam bukunya yang berjudul “Principles of Demography” memberikan definisi demografi sebagai berikut: “Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.” Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
demografi
adalah
suatu
pembelajaran atas dinamika populasi manusia. Analisis demografis dilakukan untuk mengestimasi nilai-nilai dari parameter dasar di bidang demografi seperti angka fertilitas (kelahiran) dan angka mortalitas
7 (kematian) yang digunakan untuk mengindikasikan cara suatu populasi akan berkembang menurut ukuran dan struktur usia, selama sepanjang masa, berdasarkan hasil pengumpulan data baik melalui sensus maupun sistem registrasi vital.
2.1.2
Mortalitas Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Dua komponen lainnya adalah fertilitas dan migrasi. Alasan pengadaan asuransi jiwa terutama disebabkan oleh kerugian yang diakibatkan oleh kematian, dengan fakta bahwa sangat sulit untuk memprediksi kapan seseorang akan meninggal bahkan dengan kesehatan yang baik. Meskipun kita tidak dapat memastikan kapan seseorang akan meninggal tetapi kita tahu bahwa cepat atau lambat setiap orang pasti akan meninggal. Jika kita menggunakan asumsi bahwa kondisi yang menyebabkan terjadinya kematian di waktu yang akan datang tidak akan berbeda secara radikal dengan kondisi pada beberapa waktu yang lampau hingga saat sekarang, maka kita dapat membuat prediksi secara umum berkenaan dengan kematian yang akan datang. Kita dapat memprediksi sebagai contoh, beberapa orang yang terpilih secara acak dari sekelompok besar orang, dapat diperkirakan akan meninggal dalam suatu periode waktu tertentu, meskipun kita tidak dapat mengatakan secara pasti mana individu yang akan meninggal pada waktu tersebut.
8 Angka kematian atau death rate adalah suatu nilai probabilitas bahwa seseorang yang telah mencapai usia tertentu akan meninggal dalam waktu satu tahun. Tinggi rendahnya angka kematian dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya struktur umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status sosial ekonomi, keadaan lingkungan dan sebagainya (Dasar-Dasar Demografi, 2004, p8). Beberapa ukuran angka kematian yang sederhana antara lain: a. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) Angka ini menunjukkan jumlah orang yang meninggal per 1000 penduduk. Secara konvensional dinyatakan dengan rumus:
CDR = dimana:
D ⋅k P
D = Jumlah kematian pada tahun X P = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun X k = 1000
b. Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate) Angka ini menyatakan banyaknya kematian pada kelompok umur tertentu (biasanya 0, 1-4, 5-9, 10-14, 15-19, dan seterusnya) per 1000 penduduk dalam kelompok umur yang sama, sehingga dalam bentuk rumus dapat dinyatakan dengan:
ASDRi = dimana:
Di ⋅k Pi
Di = Jumlah kematian dari penduduk kelompok umur i
9 pada tahun X Pi = Jumlah penduduk kelompok umur i pada pertengahan tahun X k = 1000 c. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) Angka ini menunjukkan banyaknya kematian pada bayi di bawah usia 1 tahun per 1000 kelahiran. Angka kematian bayi dapat dirumuskan sebagai berikut:
IMR = dimana:
D0 ⋅k B
D0 = Jumlah kematian bayi di bawah usia 1 tahun selama tahun X Pi = Jumlah kelahiran hidup selama tahun X k = 1000
Berkaitan dengan hal ini, lahir mati (fetal death) tidak dimasukkan dalam level lahir maupun mati.
2.2
Life Table 2.2.1
Pengertian Life Table Life table yang sering disebut juga dengan mortality table adalah sebuah alat analisa mortalitas yang sering digunakan dan hasilnya memuaskan para ahli demografi. Sebuah life table dikonstruksikan secara matematis untuk memberikan deskripsi secara lengkap mengenai angka
10 kematian dan harapan hidup serta menunjukkan pola mortalitas dari sekumpulan orang yang dilahirkan pada waktu yang sama (cohort) berdasarkan usia yang telah dicapainya. Dalam perindustrian asuransi jiwa, para ahli aktuaria berfokus pada analisa mortalitas serta penyusunan life table untuk diaplikasikan pada perhitungan premi serta resiko guna memperoleh keuntungan sebanyak mungkin bagi perusahaan. (Daykin, 1995, p8). Life table merupakan sebuah matriks persegi panjang, yang menunjukkan perubahan masing-masing fungsi di dalamnya melalui kolom, berdasarkan usia yang ditunjukkan melalui baris. Pada dasarnya, terdapat dua jenis life table yang berbeda menurut panjang interval yang digunakan untuk menampilkan umur. Complete life table disusun berdasarkan umur dengan interval satu tahun. Sedangkan abridged life table disusun berdasarkan umur dengan interval yang lebih panjang, biasanya berupa kelompok usia 0 tahun (baru lahir), 1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 2024 tahun, dan seterusnya. Pada umumnya komponen atau fungsi-fungsi standar yang terdapat dalam suatu life table adalah sebagai berikut: a. Umur tepat (Exact Age) = x Komponen ini menunjukkan bahwa anggota cohort yang dimaksud telah menjalani hidup selama tepat x tahun atau pada saat tersebut berada pada ulang tahunnya ke-x. b. Interval umur (Age interval) = n
11 Nilai ini merupakan selisih antara nilai umur x dengan umur x berikutnya. Pada abridged life table kelompok umur disusun dengan menggunakan interval tertentu, yaitu interval 1 tahun untuk umur 0-<1 tahun, kemudian interval 4 tahun untuk umur 1-4 tahun, dan selanjutnya menggunakan interval 5 tahun untuk umur 5-9 tahun, 10-14 tahun, dan seterusnya sampai pada ω yaitu umur tertinggi yang membatasi umur pada life table. Kelompok umur pertama dan kedua tidak menggunakan interval 5 tahun dikarenakan khusus dan pentingnya angka kematian bayi (Epidemiological Bulletin, p3). c. Probabilitas kematian antara umur tepat x tahun dan x+n tahun (Probability of death between age x and age x+n) = nqx Nilai probabilitas ini dihitung berdasarkan angka kematian pada kelompok umur tertentu, sehingga dirumuskan sebagai berikut di bawah ini.
n
qx =
n ⋅n M x 1 + n(1 − n a x ) n M x
a merupakan angka rata-rata tahun yang dijalani hidup oleh orang
n x
yang berumur x yang meninggal pada umur antara x dan x+n. Meski tidak dicantumkan dalam life table tetapi nilai ini sangat penting dalam perhitungan. Nilai nax diperoleh melalui fraksi dari interval terakhir kelompok umur, biasanya digunakan
n
ax =
n 2
, sehingga nilai
a
n x
untuk kematian pada kelompok umur dengan interval 5 tahun = 2,5.
12 Namun untuk kelompok umur 0 dan 1-4 tahun digunakan nilai nax berdasarkan IMR (Infant Mortality Rate) disesuaikan dengan zone life table seperti yang disajikan pada Tabel 2.1 di bawah ini. Perlu diperhatikan bahwa Indonesia mempunyai angka IMR dibawah 0,1.
Tabel 2.1 Tabel Nilai Faktor Pemisah Untuk Usia 0 dan 1-4 IMR
> 0.1
< 0.1
Zones North East South West North East South West
Men 0.33 0.29 0.33 0.33 0.0425 0.0025 0.0425 0.0425
Age 0 Women Both 0.35 0.35 0.31 0.31 0.35 0.35 0.35 0.35 0.05 0.05 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05
Men 1.558 1.313 1.240 1.352 1.859 1.614 1.541 1.653
Age 1 - 4 Women 1.570 1.324 1.239 1.361 1.733 1.487 1.402 1.524
Both 1.570 1.324 1.239 1.361 1.733 1.487 1.402 1.524
Sumber: Life Tables: A Technique to Summarize Mortality and Survival, 2000
Jika nilai lx dan lx+n terlebih dahulu diketahui, maka dapat digunakan rumus di bawah ini:
n
qx =
l x − l x+ n n d x = lx lx
Jika kelompok umur terakhir pada life table menggunakan interval tak terhingga maka probabilitas kematian ∞qω = 1.
d. Jumlah orang yang berhasil mencapai umur tepat x tahun (Numbers of survival from birth to exact age x) = lx Nilai ini digunakan untuk memperkirakan proporsi dari individu yang bertahan hidup hingga umur awal dari kelompok umurnya. Seiring bertambahnya umur maka jumlah orang yang bertahan hidup pun
13 berkurang. Secara umum nilai ekspektasi jumlah orang yang hidup pada umur x dirumuskan sebagai berikut:
l x + n = l x (1− n q x ) Dimulai dari l0 disebut sebagai radiks life table, yaitu merupakan jumlah orang pada saat tepat lahir yang akan diikuti sampai semua orang tersebut meninggal. Nilainya ditentukan secara sembarang karena besar kecilnya tidak akan mempengaruhi interpretasi tabel kematian, biasanya ditentukan 100.000 atau 1.000.000. Tentunya life table dapat dimulai dari umur berapapun (α) sehingga radiks dituliskan dengan lα.
e. Jumlah kematian antara umur tepat x tahun dan x+n tahun (Number of deaths between age x and age x+n) = ndx Angka ini menunjukkan banyaknya kematian dari lx yang terjadi antara umur x hingga umur x+n tahun. Angka ini biasanya hanya digunakan dalam perhitungan dan tidak selalu ditampilkan pada life table. n
d x = l x − l x+n
n
d x = l x ⋅n q x
f. Angka kematian antara umur tepat x tahun dan x+n tahun (Central death rate between age x and age x+n) = nMx Nilai ini disebut juga age specific (central) death rate, menunjukkan rata-rata kematian pada kelompok umur x tahun dan x+n tahun, atau
14 banyaknya kematian per jumlah “tahun orang” hidup antara umur x tahun dan x+n tahun, sehingga dirumuskan seperti di bawah ini.
n
Mx =
dx n Lx n
g. Jumlah tahun orang hidup yang dijalani antara umur tepat x dan x+n (Number of person-years lived between the exact age x and age x+n) =
L
n x
Nilai ini merupakan ekspektasi jumlah dalam “tahun orang” (personyears) dari lx orang yang berumur tepat x yang menjalani hidup hingga umur x+n. Seorang anggota cohort yang mengalami hidup mulai dari awal umur x hingga umur x+1 berarti menjalani dan mengkontribusikan 1 “tahun orang hidup” (person-years lived) pada nilai nLx. Jika terdapat dua orang yang mengalami hal tersebut berarti menjalani 2 “tahun orang hidup”. Namun tidak semua orang bisa menjalani hidup hingga akhir periode. Jika seseorang mengalami hidup hanya hingga pertengahan periode tersebut, berarti menjalani 0,5 “tahun orang hidup”. Besarnya nilai nLx diperkirakan dengan penduduk pada pertengahan periode, sehingga perkiraannya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah ini.
n
Lx =
n 2
(l x + l x + n )
Karena kematian bayi lebih banyak terjadi pada saat segera setelah kelahirannya, diasumsikan bahwa 70% diantara kematian bayi terjadi
15 sebelum bayi berumur ½ tahun, maka khusus untuk 1L0 diperkirakan dengan menggunakan persamaan di bawah ini. 1
L0 = 0,3 l0 + 0,7 l1
Jika nilai nLx diperkirakan dengan menggunakan nilai nax dan ndx, maka dapat digunakan rumus di bawah ini. n
Lx = n ⋅ l x + n + n a x ⋅ n d x
h. Jumlah tahun orang hidup setelah umur tepat x tahun (Number of person-years lived after the exact age x) = Tx
Tx adalah perkiraan jumlah “tahun orang” yang dijalani hidup oleh lx orang sejak umur tepat x sampai semuanya meninggal. ∞
Tx = ∑ n L x n =1
i. Angka harapan hidup pada saat umur tepat x tahun (Life expectancy at exact age x) = ex Nilai ini menunjukkan angka perkiraan rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh anggota cohort setelah ia mencapai ulang tahunnya yang ke-x. Dengan membagi jumlah “tahun orang” yang dijalani hidup oleh lx orang sejak umur x hingga meninggal dengan dengan banyaknya orang pada umur x, maka dapat diperoleh perkiraan angka harapan hidup. Secara umum dirumuskan dengan:
16 ∞
ex =
∑ n Lx n =1
lx
=
Tx lx
Jadi perkiraan bahwa seseorang yang berumur x tahun akan meninggal adalah pada umur x + ex tahun. Angka harapan hidup dibedakan menurut jenis kelamin untuk menunjukkan ikhtisar secara statistik terhadap perbedaan mortalitas pria dan wanita untuk semua umur.
e0 adalah harapan hidup saat lahir atau life expectancy at birth adalah perkiraan rata-rata tahun yang akan dijalani oleh suatu cohort pada saat dilahirkan.
2.2.2
Model Life Table Para ahli demografi pada masa awal mencoba untuk melukiskan dalam bentuk matematika, variasi dari angka kematian berdasarkan usia, terutama peningkatan resiko atas kematian setelah masa kanak-kanak. Kesulitan dialami pada saat mencoba untuk menggambarkan karakteristik resiko kematian selama sepanjang kehidupan berdasarkan usia sebagai bentuk U atau J melalui satu fungsi matematika. Karena kesulitan inilah maka para ahli melakukan pendekatan lain dalam membuat model mortalitas atau model life table. Pendekatan dilakukan dengan mengkaitkan resiko kematian tidak hanya berdasarkan usia saja melainkan mengkaitkan resiko pada usia tertentu dengan resiko
17 yang diamati pada usia lanjut atau dengan resiko yang diamati pada populasi lain dengan usia yang sama. Menurut United Nations (1983, p12), hingga saat ini telah dikembangkan sekurang-kurangnya empat sistem dari model life table untuk menambah pilihan sistem life table yang mempermudah atas dasar perhitungan dan penentuan tingkat resiko kematian yang dikalkulasikan pada
populasi
yang
sebenarnya.
Sistem-sistem
ini
berbeda-beda
disesuaikan dengan pengalaman para ahli selama proses pembuatan sistem model life table tersebut, sehingga model life table yang satu mungkin lebih sesuai digunakan daripada model life table yang lain untuk kasus tertentu. Model-model life table yang telah dikembangkan, antara lain: a. United Nations life tables Model life table yang pertama dikembangkan oleh Population Division dari United Nations Secretariat pada era 1950-an, berdasarkan pengamatan atas kumpulan158 life table untuk masing-masing jenis kelamin. Model life table ini menggunakan sistem parameter tunggal. Dengan mengetahui hanya satu parameter mortalitas, yaitu 1q0 atau tingkat index yang ekuivalen maka dapat menyusun sebuah complete life table. Pada model life table ini terdapat banyak kelemahan. Ditemukan banyak kesalahan pada koefisien regresi yang diestimasi dikarenakan 158 life table yang diobservasi mempunyai kualitas yang berbeda. Pada tabel-tabel yang berasal dari negara-negara berkembang
18 ditemukan banyak kekurangan data mortalitas yang seharusnya tidak boleh dimasukkan dalam kumpulan tabel yang diobservasi. Selain itu, sistem parameter tunggal dinilai tidak cukup memadai melihat banyaknya jenis kasus yang ditemukan pada dunia nyata. Karena kelemahan-kelemahan tersebut maka kemudian muncul model-model life table lainnya meskipun melalui pendekatan yang hampir sama. b. Coale and Demeny regional life tables Model regional life table Coale dan Demeny pertama kali dipublikasikan pada tahun 1966, berasal dari 192 life table yang terseleksi untuk masing-masing jenis kelamin pada populasi yang sebenarnya. Life table Coale dan Demeny merupakan model life table yang paling banyak digunakan dikarenakan dapat merepresentasikan berbagai pola mortalitas yang ada tanpa membutuhkan informasi yang terlalu lengkap mengenai suatu populasi. Penjelasan lebih lanjut mengenai life table Coale dan Demeny akan disajikan pada sub bab berikutnya. c. Ledermann’s system life tables Model life table ini dikembangkan oleh Sully Ledermann dan Jean
Breas
dengan
menggunakan
analisis
faktor
untuk
mengidentifikasikan variabel-variabel yang terpenting atau faktorfaktor yang menimbulkan variasi berdasarkan pengamatan atas 154 life table. Database yang digunakan oleh mereka hampir identik dengan yang telah digunakan sebelumnya pada model life table United Nations.
19 Oleh karena itu, model life table ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang sama dengan model life table United Nations. Selain itu, sistem Ledermann sendiri sulit untuk diaplikasikan pada negara-negara berkembang dikarenakan variabel bebas yang digunakan atau angka yang akan dimasukkan ke dalam tabel tidak dapat dengan segera diestimasi menggunakan teknik tak langsung yang telah ada. d. Brass logit system life table Model life table yang dikemukakan oleh William Brass dan rekan-rekannya ini dikenal dengan sistem logit, yang mencoba untuk menghubungkan secara matematis dua life table yang berbeda. Brass menemukan bahwa dengan mentransformasikan nilai probabilitas bertahan hidup sampai usia x (lx), maka terdapat hubungan linear dengan
probabilitas
tersebut
pada
life
table
yang
berbeda.
Ketergantungan yang rendah terhadap tipe data membuat sistem logit berbeda dengan sistem-sistem yang telah digunakan pada berbagai model life table. Pada umumnya model life table yang sering digunakan adalah model regional life table Coale-Demeny. Dalam kasus ini kita menggunakan model west karena menurut McDonald (1978) bahwa setelah dirinya melakukan penelitian yang memakan waktu lebih dari tiga tahun untuk sepuluh wilayah di Indonesia maka menurutnya lebih sesuai menggunakan life table model west daripada model life table lainnya (UGM, p11).
20
2.2.3
Life Table Coale-Demeny Ansley J. Coale dan Paul Demeny memperkenalkan model regional life table pada tahun 1966. Model ini berasal dari pengamatan mereka atas kumpulan 192 life table menurut jenis kelamin yang dicatat dari populasi yang sebenarnya. Tabel-tabel ini merupakan hasil seleksi dari 326 tabel yang telah dikumpulkan sebelumnya. Keseluruhan 192 tabel tersebut berasal dari data registrasi vital dan dari hasil enumerasi secara menyeluruh terhadap populasi-populasi yang berkenaan. Sebagian besar tabel-tabel mencakup seluruh negara tetapi beberapa yang merepresentasikan pengalaman mortalitas pada wilayah pinggiran (sub region) juga diikutsertakan, terutama yang menunjukkan karakteristik khusus yang bertahan sepanjang waktu. Analisa lebih lanjut terhadap tabel-tabel tersebut menunjukkan empat pola kematian yang secara jelas berbeda. Pola-pola tersebut kemudian dikelompokkan dengan nama North, South, East, dan West disesuaikan dengan predominansi negara-negara Eropa dalam wilayah yang bervariasi pada tiap-tiap level tersebut. Adapun penjelasan mengenai masing-masing pola tersebut adalah sebagai berikut: a. Model East Life table yang termasuk dalam pola ini berasal dari Austria, Jerman, Italia bagian utara, serta beberapa dari Cekoslovakia dan Polandia. Jika pola dari tabel-tabel tersebut dibandingkan dengan pola standar yang diperoleh dari sebagian besar tabel, maka deviasi dari pola standar akan
21 menunjukkan bentuk U, yang menunjukkan angka kematian yang relatif tinggi pada usia bayi dan pada usia tua di atas 50 tahun. b. Model North Life table yang masuk dalam level ini berasal dari Islandia, Norwegia, Swedia. Karakteristik pola ini adalah angka kematian pada usia bayi yang terhitung rendah dirangkai dengan angka kematian yang relatif tinggi pada usia kanak-kanak dan angka kematian pada usia 50 tahun ke atas
yang
menurun
jauh
di
bawah
standar.
Populasi
yang
memperlihatkan pola kematian seperti ini diasumsikan karena populasi tersebut
terkena
endemi
tuberkulosis,
sehingga
model
ini
direkomendasikan untuk digunakan pada populasi dimana sering timbul endemi penyakit. c. Model South Pola yang termasuk level ini ditunjukkan oleh life table dari negara Spanyol, Portugal, Italia bagian selatan. Pola kematian dalam level ini mempunyai karakteristik angka kematian yang tinggi sampai dengan usia 5 tahun, kemudian angka kematian yang rendah dari usia kira-kira 40 tahun hingga 60 tahun, dan kemudian meninggi pada usia di atas 65 tahun sesuai dengan standar. d. Model West Model ini berdasarkan tabel residual dimana pola kematiannya tidak menyimpang secara sistematis dari pola standar. Karakteristik
22 khususnya adalah angka kematian yang cenderung tinggi pada usia 20 tahun hingga 50 tahun. Model ini berasal dari paling banyak populasi dengan berbagai angka keragaman wilayah dan kasus, sehingga dianggap dapat menggambarkan pola kematian secara umum. Model west
ini
direkomendasikan
sebagai
pilihan
pertama
dalam
merepresentasikan angka kematian dan digunakan oleh banyak negara terutama pada negara-negara berkembang.
2.3
Metode Trussel 2.3.1
Pengertian Metode Trussel Selain beberapa angka kematian yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, ukuran kematian lainnya yang sering digunakan adalah level mortalitas, yaitu suatu fungsi life table yang menunjukkan tingkat kematian. Level mortalitas mempunyai hubungan terbalik dengan infant mortality rate. Level mortalitas saling berbeda antara kelompok penduduk satu dengan kelompok penduduk lainnya. Untuk mengukur level mortalitas terdapat dua macam cara yang biasa digunakan, yaitu cara langsung (direct method) dan cara tidak langsung (indirect method). Cara langsung mengumpulkan keterangan mengenai kematian yang terjadi selama kurun waktu tertentu biasanya setahun sebelum waktu wawancara dan membagi angka tadi dengan penyebut yang tepat, biasanya jumlah penduduk. Data seperti itu dinamakan current mortality.
23 Cara tidak langsung adalah dengan menggunakan informasi tertentu yang tidak berhubungan langsung dengan data kematian, misalnya struktur umur penduduk, komposisi anggota rumah tangga, jumlah anak lahir hidup dan jumlah anak yang masih hidup yang kemudian dikonversikan
dengan
metode
tertentu.
Pada
kebanyakan
negara
berkembang, data statistik kelahiran dan kematian yang lengkap serta dapat diandalkan dari hasil pencatatan sipil masih sangat sulit diperoleh. Hal ini dikarenakan sistem pencatatan sipil pada negara-negara berkembang masih kurang baik. Oleh karena itu, telah dikembangkan berbagai metode untuk mengestimasi harapan hidup yang menggunakan data selain dari catatan sipil. Sebagian besar metode menggunakan data dari hasil sensus dan survei demografi. Pada tahun 1964 untuk pertama kalinya Brass memperkenalkan suatu metode tak langsung untuk mengestimasi probabilitas kematian pada beberapa usia anak-anak dengan mengkonversikan proporsi kematian dari anak yang lahir hidup pada wanita dengan kelompok umur 15-19, 20-24, dan seterusnya. Metode ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli kependudukan, yaitu Sullivan pada tahun 1972, kemudian Trussel pada tahun 1975, dan beberapa metode lainnya (BPS, 2001, p57). Brass memperkirakan probabilitas kematian dengan mengalikan data proporsi anak yang sudah meninggal di antara anak yang masih hidup pada wanita menurut kelompok umur (dengan rentang 5 tahun-an) dengan suatu faktor pengali untuk menyesuaikan dengan faktor non-mortalitas yang mempengaruhi nilai proporsi kematian anak. Perhitungan ini
24 menghasilkan suatu ukuran kematian anak yang diartikan sebagai banyaknya anak yang meninggal per 1000 kelahiran sebelum anak tersebut mencapai usia x =1, 2, 3, 5, 10, 15, 20 tahun atau diberi simbol q(1), q(2),
q(3), q(5), q(10), q(15), dan q(20). Bentuk dasar dari persamaan tersebut adalah:
q ( x ) = k (i ) ⋅ D (i ) dimana: q(x) = probabilitas kematian sejak lahir hingga umur x tahun k(i) = faktor pengali untuk masing kelompok umur ibu D(i) = proporsi anak meninggal untuk tiap kelompok umur ibu i = indeks untuk kelompok umur dari ibu Kemudian James Trussel mengembangkan metode Brass dan mengadakan pendekatan dengan cara regresi untuk memperoleh faktor pengali k(i), yaitu menggunakan rasio paritas P(1)/P(2) dan P(2)/P(3) sekaligus yang kemudian dikalikan dengan koefisien tertentu. P(1), P(2), P(3) adalah rata-rata paritas untuk wanita usia 15-19 tahun untuk P(1), 2024 tahun untuk P(2), dan 25-29 tahun untuk P(3). Para ahli demografi mendefinisikan paritas sebagai jumlah anak yang lahir hidup dari seorang wanita, sehingga rata-rata paritas berarti rata-rata jumlah anak yang lahir hidup per wanita. (UN, 1983, p8)
k (i ) = a (i ) + b(i )( P (1) / P ( 2)) + c (i )( P ( 2) / P (3)) Trussel menyediakan satu set koefisien a(i), b(i), c(i) untuk kelompok usia ibu 15-19 tahun hingga 45-49 tahun, berdasarkan empat
25 model regional life table Coale-Demeny, yaitu: North, South, East, dan west. Selain itu terdapat pula satu set koefisien untuk penghitungan waktu rujukan t(x) yang diperkirakan berdasarkan rasio paritas di atas, yang selanjutnya dikonversikan ke kalender masehi. Untuk model yang dikembangkannya, Trussel memakai asumsi perubahan kematian yang sesuai untuk digunakan di Indonesia (BPS, 2001, p58). Dari segi metodologi, pendekatan ini membuat metode Trussel lebih baik dari metode Brass dan Sullivan yang hanya memakai salah satu rasio paritas saja (UN, 1983, p74).
2.3.2
Perkiraan Level Mortalitas Pada model regional life table Coale dan Demeny terdapat beberapa level mortalitas. Coale dan Demeny menyusun secara umum keempat model regional life table masing-masing ke dalam 25 level abridged life table, beserta pula nilai probability of surviving from birth, l(x), untuk penentuan level mortalitas, berdasarkan jenis kelamin laki-laki (male), perempuan (female) dan tanpa membedakan jenis kelamin (both sexes). Jika data untuk estimasi yang ada telah diklasifikasikan menurut jenis kelamin, maka lebih tepat menghitung level mortalitas dengan menggunakan nilai l(x) untuk masing-masing jenis kelamin. Dan level mortalitas untuk kombinasi kedua jenis kelamin (both sexes) tidak diperlukan lagi karena jika telah diperoleh level-level untuk kedua jenis
26 kelamin secara tersendiri, maka level mortalitas kombinasi tidak akan memberikan informasi apapun (UN, 1983, p81). Dalam memperkirakan level mortalitas yang akan digunakan untuk menentukan life table perlu dilakukan beberapa langkah perhitungan mortalitas anak. Langkah pertama adalah menghitung P(1), P(2), P(3), yaitu nilai rata-rata paritas per wanita (average parity per woman). Rata-rata paritas P(1) menunjukkan jumlah anak yang lahir hidup pada wanita dengan kelompok umur 15-19 tahun, 20-24 tahun untuk P(2), dan 25-29 tahun untuk P(3) per jumlah seluruh wanita pada kelompok usia tersebut. Secara umum dirumuskan dengan:
P (i ) =
CEB (i ) FP (i )
dimana CEB(i) adalah jumlah anak yang lahir hidup (children ever born) pada wanita kelompok umur i, dan FP(i) adalah jumlah seluruh wanita dalam kelompok umur i tanpa memperhatikan status perkawinannya. Nilai i menunjukkan kelompok umur, i=1 untuk kelompok umur 15-19 tahun, i=2 untuk kelompok umur 20-24 tahun, dan seterusnya. Langkah kedua adalah menghitung D(i), yaitu proporsi anak yang meninggal untuk tiap kelompok umur ibu, didefinisikan juga sebagai rasio anak yang meninggal (children dead) terhadap anak yang pernah dilahirkan hidup menurut kelompok umur ibu.
D (i ) =
CD (i ) CEB (i )
27 Nilai proporsi tersebut dapat juga dicari dengan menggunakan nilai rata-rata paritas per jumlah wanita dan nilai rata-rata anak yang masih hidup (average number of children still living) per jumlah wanita sesuai dengan kelompok umurnya.
D(i ) = 1 −
average CSL (i ) average CEB (i )
Langkah berikutnya adalah menghitung nilai faktor pengali k(i) dengan menggunakan persamaan berikut:
k (i ) = a (i ) + b(i )( P (1) / P ( 2)) + c (i )( P ( 2) / P (3)) Koefisien a(i), b(i), c(i) yang diperlukan untuk mengestimasi faktor pengali tersebut disajikan dalam Tabel 2.2 di bawah sesuai dengan model life table yang akan digunakan, yaitu model west. Metode Trussel membatasi perhitungan kematian anak dengan menggunakan kelompok umur ibu dari 15-19 tahun sampai 45-49 tahun.
Tabel 2.2 Koefisien untuk Estimasi Faktor Pengali Kematian Anak, Varians Trussel untuk Model West, Diklasifikasikan Menurut Usia Ibu Age Group
Index
Mortality Ratio
i
q(x)/D(i)
15 - 19
1
q(1)/D(1)
1,1415
-2,0700
0,7663
20 - 24
2
q(2)/D(2)
1,2563
-0,5381
-0,2637
25 - 29
3
q(3)/D(3)
1,1851
0,0633
-0,4177
30 - 34
4
q(5)/D(4)
1,1720
0,2341
-0,4272
35 - 39
5
q(10)/D(5)
1,1865
0,3080
-0,4452
40 - 44
6
q(15)/D(6)
1,1746
0,3314
-0,4537
45 - 49
7
q(20)/D(7)
1,1639
0,3190
-0,4435
Coefficients a(i)
b(i)
c(i)
Sumber: Manual X Indirect Techniques For Demographic Estimation, 1983
28 Langkah keempat adalah menghitung probabilitas kematian dan probabilitas bertahan hidup. Perkiraan probabilitas kematian untuk umur tepat x tahun, q(x), diperoleh dengan mengalikan nilai D(i) dengan faktor pengali k(i), dirumuskan sebagai:
q ( x ) = k (i ) ⋅ D (i ) Setelah nilai q(x) diperoleh, nilai probabilitas menjalani hidup sejak lahir hingga umur x, l(x), yang merupakan komplemen dari q(x), dapat langsung dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
l(x) = 1.0 - q(x) Langkah selanjutnya adalah mengkonversikan nilai l(x) ke sistem level mortalitas Coale-Demeny melalui interpolasi nilai tersebut dengan nilai l(x) model west untuk menentukan level mortalitas untuk tiap kelompok umur. Sehingga berdasarkan nilai rata-rata level mortalitas tersebut dapat ditentukan perkiraan harapan hidup suatu cohort untuk setiap kelompok umur.
2.4
Angka Harapan Hidup Personal Angka harapan hidup (life expectancy) personal berarti berapa lama waktu yang tersisa bagi seseorang untuk menjalankan hidup. Walaupun umur seseorang adalah relatif dan hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menentukan, namun secara statistika kita dapat memperkirakan berapa besar angka harapan hidup tersebut.
29 Harapan hidup setiap orang berbeda-beda dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi kematian (mortality risk factors) seseorang tidak sama. Resiko kematian penduduk laki-laki biasanya lebih tinggi daripada resiko kematian penduduk wanita. Para ahli kesehatan dari berbagai institusi kesehatan seperti National Center for Health Statistic dan Institute of Behavioral Science di Amerika Serikat, Bandolier di Inggris melakukan penelitian dan diperoleh beberapa faktor dasar yang mempengaruhi angka kematian dan kemudian dijadikan sebagai acuan bagi ahli aktuaria untuk mengkalkulasi angka kematian dan harapan hidup dari calon tertanggung atau nasabah yang kemudian digunakan untuk menentukan besar premi yang harus ditanggungkan pada calon tertanggung tersebut. Untuk memperoleh informasi dari calon tertanggung mengenai informasi kesehatannya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut maka pada saat seseorang hendak menjadi nasabah sebuah perusahaan asuransi, akan dilakukan wawancara terhadap calon tertanggung tersebut untuk mendapatkan informasi seperti nama lengkap, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, pendidikan terakhir, status bekerja, status pernikahan, kebiasaan berolahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum minuman keras atau mengkonsumsi alkohol yang akan diisikan pada Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) bagi orang dewasa. Ini merupakan hal-hal dasar yang diperlukan untuk menyusun sebuah proposal yang memberikan gambaran berapa besar premi yang harus ditanggungkan kepada nasabah yang akan berpengaruh terhadap perlindungan yang diperoleh. Semakin sehat seseorang maka semakin tinggi angka
30 harapan hidup orang tersebut, sehingga premi yang harus ditanggung semakin ringan dan perlindungan yang diperoleh semakin besar.
2.4.1
Tolak Ukur Angka Kematian Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat resiko kematian seseorang dan diikutsertakan dalam perhitungan angka harapan hidup personal calon terganggung sesuai dengan SPAJ adalah sebagai berikut: a) Usia (Age) Orang yang berusia 20 tahun tentunya memiliki harapan hidup lebih lama dibandingkan yang telah berusia 50 tahun. Seiring dengan pertambahan umur manusia, kesehatannya cenderung menurun dan resiko terhadap kematian semakin meningkat. b) Jenis Kelamin (Sex) Banyak statistik menunjukkan bahwa kaum pria memiliki harapan hidup yang lebih rendah dan resiko kematian yang diakibatkan penyakit dan kecelakaan yang lebih besar dibandingkan wanita. Perbedaan angka harapan hidup sejak lahir antara pria dan wanita di Amerika pada tahun 2000 mencapai 5,4 tahun dimana kaum pria mempunyai angka kematian yang lebih tinggi untuk masing-masing dari sepuluh penyebab terbesar kematian sesuai dengan penelitian yang dituangkan pada buku Trends in the Leading Causes of Death (2004, p3).
31 Menurut penelitian lembaga h2g2 (2005) pria lebih agresif dan mempunyai kapasitas mengambil resiko yang lebih besar, selain itu tingkat testosteron yang tinggi pada pria membuat mereka beresiko lebih besar untuk penyakit jantung dan stroke pada usia lanjut. Adanya hormon estrogen pada wanita dapat mengurangi resiko kematian dini. c) Body Mass Index (BMI) BMI dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan, yang menunjukkan tingkat obesitas seseorang, merupakan salah satu faktor untuk memprediksi resiko terkena penyakit dan kematian. BMI normal berada di antara 18,5 dan 24,9. Orang yang mempunyai BMI di bawah atau di atas normal untuk semua kelompok umur baik pria maupun wanita berpeluang besar terserang penyakit dan meninggal dunia. Tingginya angka kematian banyak dihubungkan dengan pengaruh dari obesitas, seperti kasus mati mendadak dan penyumbatan darah pada jantung karena kegagalan fungsi pompa darah. Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, antara lain cardiovascular, hipertensi, radang tulang persendian (osteoarthritis), beberapa kanker, diabetes. Penyakit pembuluh darah dan jantung (cardiovascular) berada pada urutan teratas sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia. Menurut hasil penelitian E. Calle et al. (The New England Journal of Medicine, 1999, 341: p1097-1105), sesuai dengan meningkatnya BMI, resiko terhadap kematian juga meningkat. Pria dan wanita yang obesitas
32 dengan BMI 30.0 atau lebih, mengalami peningkatan resiko terhadap kematian masing-masing sebesar 250% dan 200%. Pada kebalikannya, kekurangan berat badan (underweight) pada pria dan wanita dengan BMI 18.5 atau kurang, resiko kematiannya juga meningkat sebesar 26% dan 36%. d) Pendidikan Terakhir (Education Ended) Banyak penelitian telah menemukan bahwa pendidikan yang ditempuh seseorang mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan sehat orang tersebut dan merupakan faktor yang berbanding terbalik dengan angka kematian. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang berhasil ditempuh maka semakin sadar dalam menjaga kesehatan dirinya. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta mengatakan bahwa tingginya angka kematian ibu pada saat melahirkan di Indonesia adalah dikarenakan pendidikan yang rendah sehingga tidak tahu tentang cara-cara menjaga kesehatannya dan bayinya saat hamil. (Media Indonesia Online, 2006) e) Status Pernikahan (Marital Status) Menurut penelitian Center for the Study of Aging (1998) ditemukan bahwa orang-orang yang hidup dalam pernikahan mempunyai angka kematian yang lebih rendah pada usia 50-an, 60-an, dan 70-an dibandingkan dengan mereka yang tidak hidup dalam pernikahan baik tidak pernah menikah, cerai maupun duda atau janda. Untuk orangorang yang bercerai, resiko kematiannya yang lebih tinggi terutama
33 disebabkan oleh kesehatan mereka yang lebih buruk. Diketahui bahwa kesehatan yang baik mengurangi resiko terhadap kematian dan pada keadaan tertentu, menikah membawa kontribusi bagi kesehatan yang baik melalui gaya hidup yang lebih baik. f) Status Bekerja (Employment Status) Resiko kematian sangat berkaitan dengan gaya hidup seseorang didefinisikan melalui usia, jenis kelamin, kelas sosial dan status pekerjaan. Pekerjaan seseorang menentukan karakteristik sosial ekonominya serta mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan sehat orang tersebut. Mempunyai pekerjaan berarti mempunyai penghasilan. Berdasarkan penelitian P.Krueger et al. (Sociological Forum, vol.18(3), p465-482) penghasilan yang diperoleh dari bekerja ataupun wiraswasta memprediksikan mortalitas yang rendah pada usia muda, pertengahan dan pada usia tua. Mitchell et al. (1997) menemukan bahwa seseorang dengan usia pertengahan tua yang merupakan pengangguran jika kembali bekerja akan menurunkan resiko terhadap kematiannya. g) Aktivitas Fisik (Physical Activity) Aktivitas fisik yang dimaksud adalah kebiasaan untuk berolahraga. Olahraga yang dilakukan secara teratur dan seimbang sangat menunjang kesehatan seseorang. Olahraga jika dilakukan secara rutin dan dalam porsi yang benar dapat memperlancar aliran darah serta
34 menyeimbangkan kadar kolesterol dalam darah sehingga resiko terkena penyakit cardiovascular akan semakin rendah. Berdasarkan penelitian Wannamethee (Archives of Internal Medicine, 1998, p2433-2440), seorang pria berusia 50 tahun mempunyai peluang 89% untuk hidup hingga umur 65 tahun tanpa penyakit jantung, stroke atau diabetes jika dia tidak pernah merokok, aktif secara fisik atau rajin berolahraga dan tidak kelebihan berat badan. Sebaliknya jika orang tersebut merokok, kurang aktif dan sangat kelebihan berat badan orang tersebut hanya mempunyai peluang sebesar 42%. h) Status Merokok (Smoking Status) Jika dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok, orang yang merokok menghadapi resiko yang lebih besar terserang oleh berbagai penyakit yang banyak diantaranya membawa kematian. Penyakit TBC dan infeksi saluran pernafasan bawah yang terutama disebabkan oleh merokok menempati urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kasus kematian di Indonesia. Selain itu merokok juga berpengaruh terhadap BMI dan meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit pembuluh darah dan jantung (cardiovascular) yang menempati urutan teratas sebagai penyebab kasus kematian di Indonesia. Orang yang berhenti merokok, khususnya sebelum umur 50 tahun, mempunyai harapan hidup lebih besar daripada mereka yang masih terus merokok. Sebuah studi menemukan bahwa seseorang setelah 15 tahun berhenti merokok, angka resiko terkena penyakit cardiovascular
35 pada orang tersebut mendekati angka resiko pada orang yang tidak pernah merokok. Menurut jurnal kesehatan seperti Morbidity and Mortality Weekly Report dari National Center of Health Statistics, secara umum perokok mempunyai resiko 70% lebih besar terkena penyakit cardiovascular dibandingkan non-perokok. Orang yang merokok lebih dari atau sebanyak dua bungkus setiap harinya mempunyai resiko dua atau tiga kali lebih besar terkena penyakit cardiovascular. i) Status Kebiasaan Minum (Drinking Status) Suatu studi pada negara-negara di mana penderita alkoholisme cukup banyak, diperoleh angka kematian akibat sirosis liver (suatu penyakit hati yang kronis dan berbahaya) sangat tinggi, sedangkan kematian yang terkait dengan alkoholisme seperti kecelakaan lalu lintas akibat sopirnya menggunakan alkohol berjumlah 25.000 kematian, akibat bunuh diri dan pembunuhan 15.000 angka kematian setiap tahunnya. Suatu penelitian lain di negara barat yang melibatkan 90.000 pria dan wanita yang diikuti selama 10 tahun, menunjukkan bahwa pada orang yang meminum alkohol 6 gelas sehari akan meningkatkan resiko kematian 2 kali dibandingkan orang yang tidak meminum alkohol. Ditemukan bahwa resiko kematian mulai meningkat apabila meminum alkohol 2-3 gelas sehari dan meningkat tajam mulai 6 gelas sehari. Berdasarkan pendapat Bachtiar (Banjarmasin Post Online, 2000), penggunaan alkohol di Indonesia dengan indikasi medis relatif sangat
36 kecil dibandingkan dengan penggunaannya secara luas di masyarakat sebagai minuman. Penderita alkoholisme di Indonesia cukup banyak meskipun belum ada data konkret mengenai hal tersebut, namun proporsi kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan dan luka serius terus meningkat setiap tahunnya dan menempati urutan kelima terbesar penyebab kasus kematian di Indonesia.
2.4.2
Penyesuaian Personal Life Table Menurut general life table untuk penduduk suatu daerah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap anggota cohort memiliki harapan hidup yang sama. Jika disesuaikan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian, maka akan diperoleh angka harapan hidup secara personal. Dengan menggunakan nilai-nilai koefisien untuk masingmasing faktor tersebut, dapat disusun life table yang disesuaikan untuk personal. Koefisien yang disediakan disesuaikan dengan level yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Menurut beberapa jurnal kesehatan seperti Morbidity and Mortality Weekly Report dari National Center of Health Statistics, The New England Journal of Medicine dan Handbook of Population, faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian masingmasing dibagi ke dalam beberapa level seperti yang dijelaskan di bawah ini. Faktor umur dibagi menjadi level umur 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, demikian seterusnya dengan interval 5 tahun sampai pada umur 80-84 tahun, dan dibatasi dengan level terakhir 85 tahun ke atas.
37 World Health Organization (1997) membagi Body Mass Index menjadi 6 level, yaitu normal untuk nilai BMI 18,5 – 24,9, kekurangan berat (under weight) untuk BMI kurang dari 18,5, kelebihan berat (over weight) untuk BMI 25,0 – 29,9, obesitas tingkat 1 (obese class 1) untuk BMI 30,0 – 34,9, obesitas tingkat 2 (obese class 2) untuk BMI 35,0 – 39,9, dan terakhir obesitas tingkat 3 (obese class 3) untuk BMI lebih dari 40,0. Pendidikan terakhir dibagi menjadi tiga level berdasarkan lamanya jenjang pendidikan yang ditempuh, yaitu sekolah menengah atau kurang (secondary or less) untuk mereka yang hanya menempuh pendidikan dasar dan menengah selama 11 tahun atau kurang. Kemudian level sekolah tinggi (high school degree) untuk mereka yang tamat sekolah menegah atas, dan mencapai gelar S1 atau lebih (college graduate) untuk mereka yang telah lulus sekolah tinggi atau universitas. Faktor status pernikahan dikelompokkan menjadi level menikah (currently married), belum menikah (never married) juga termasuk mereka yang tidak pernah menikah, dan level cerai, juda atau janda (previously married). Level untuk status bekerja adalah pekerja (employed) bagi mereka yang mempunyai sumber penghasilan atau pekerjaan tetap baik sebagai karyawan suatu perusahaan maupun sebagai wiraswasta, tidak bekerja (unemployed) bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan bukan angkatan pekerja (not in the labor force) untuk orang-orang yang sudah pensiun dan tidak mampu bekerja.
38 Aktivitas fisik atau kebiasaan berolahraga dibagi menjadi tiga level, yaitu cukup aktif (about as active) untuk mereka yang melakukan olahraga secara teratur sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu, misalnya jalan pagi sejauh 3 km dalam satu minggu. Selanjutnya orang-orang yang termasuk level sangat aktif (more active) adalah mereka yang melakukan olahraga secara rutin dalam porsi yang lebih banyak, misalnya melakukan senam aerobik selama 30 menit sekurang-kurangnya tiga kali dalam seminggu. Terdapat juga level kurang aktif (less active) untuk orang-orang yang tidak suka berolahraga. Status merokok dibagi sesuai dengan konsumsi rokok per hari menjadi level non-perokok untuk orang yang tidak pernah merokok, perokok yang merokok kurang dari 1 bungkus per hari (current <1), perokok 1 hingga kurang dari 2 bungkus per hari (current 1 - <2), perokok lebih dari 2 bungkus per hari (current 2+). Juga terdapat level untuk experokok kurang dari 1 bungkus per hari (former <1), ex-perokok 1 hingga kurang dari 2 bungkus per hari (former 1 - <2), ex-perokok lebih dari 2 bungkus per hari (former 2+). Dalam perhitungannya level non-perokok menggunakan koefisien yang sama dengan level ex-perokok kurang dari 1 bungkus per hari. Terdapat empat level untuk status minum atau kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu tidak minum (abstain from drinking) untuk orang-orang yang berpantang atau tidak mengkonsumsi alkohol, kadang-kadang (infrequent drinker) untuk orang-orang yang mengkonsumsi alkohol namun tidak sering dan dalam jumlah paling
39 banyak satu gelas kecil dalam sehari yang biasanya untuk pengobatan tertentu. Level selanjutnya adalah sering minum (current drinker) untuk mereka
yang
mempunyai
kebiasaan
minum
dan
secara
teratur
mengkonsumsi alkohol baik harian maupun mingguan, dan kemudian level sudah berhenti minum (former drinker) untuk orang yang telah menghentikan kebiasaannya mengkonsumsi alkohol. Dengan menggunakan model regresi logistik (logistic regressions model) dapat dihitung angka kematian (death rate) untuk personal menurut faktor-faktor tersebut di atas. Regresi logistik digunakan apabila variabel dependen atau variabel hasil yang digunakan bersifat dichotomy, yaitu hanya memiliki dua kemungkinan. Model dari persamaan regresi logistik dituliskan sebagai berikut:
eβ0 +β1x P (Y = 1| x) = β +β x 1+ e 0 1 P(Y=1|x) adalah probabilitas variabel dependen Y bernilai 1 untuk variabel independen x yang diberikan. Y bersifat dichotomy jadi hanya bernilai 1 atau 0. Dengan menggunakan transformasi logit pada persamaan di atas diperoleh:
⎛ P ⎞= z =β +β x ⎟ 0 1 ⎝1 − P ⎠
ln⎜
Dalam kasus ini kita menghitung probabilitas terjadinya kematian untuk seseorang berdasarkan pengaruh faktor-faktor resiko yang tersedia, yaitu death rate atau angka kematian. Dalam life table, angka kematian ini dinotasikan dengan nMx . Sehingga P(Y=1|X) = nMx, Y bernilai 1 untuk
40 kasus terjadinya kematian dan sebaliknya bernilai 0 untuk kasus bertahan hidup, X adalah variabel faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian. Dengan demikian persamaannya dapat dituliskan kembali seperti berikut ini:
ez nMx = z 1+ e Untuk memudahkan perhitungan, persamaan angka kematian disesuaikan menjadi bentuk fungsi sigmoid seperti berikut:
n
Mx =
1 1+ e
−z
Pada gambar 2.1 di bawah ditunjukkan gambar kurva dari persamaan regresi logistik dimana variabel yang dihasilkan pasti mempunyai nilai lebih besar atau sama dengan 0 dan lebih kecil atau sama dengan 1. Kurva tersebut menunjukkan bahwa nilai hasil mendekati 0 dan 1 secara bertahap atau gradual terhadap x, dan semakin mendekati 0 atau 1 perubahan nilai hasil terhadap x menjadi semakin kecil. Kurva tersebut dikatakan berbentuk S.
Gambar 2.1 Kurva Dua Dimensi Persamaan Regresi Logistik
41 Karena faktor yang mempengaruhi (variabel independen) angka kematian terdapat lebih dari satu dan dengan berbagai level, maka digunakan model multiple logistic regression dengan design variables (atau
dummy variables). Logit dari persamaan tersebut menurut model multiple logistic regression menjadi:
z = β 0 + β1 x1 + β 2 x2 + β 3 x3 + ... + β n xn dimana β0, β1,... βn adalah koefisien regresi logistik atau disebut juga koefisien beta dan x1,x2,...xn adalah variabel independen, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di atas. Sistem
registrasi
vital
merupakan
standar
emas
untuk
mengumpulkan data mortalitas dimana registrasi tersebut dilakukan menurut umur dan jenis kelamin. Sistem registrasi vital dengan tingkat kelengkapan yang tinggi sudah diterapkan di negara-negara maju jadi untuk memperoleh data mortalitas yang lengkap menjadi mudah. Di negaranegara berkembang sistem registrasi vital semacam ini yang lengkap dan akurat belum dapat ditemukan. (UN, 2005, p154) Indonesia belum memiliki sistem registrasi vital yang lengkap, oleh karena itu data koefisien regresi logistik dan nilai konstan yang digunakan untuk menghitung angka kematian personal dalam perancangan ini diperoleh dari hasil penelitian kependudukan National Center for Health Statistics (NCHS) atas kombinasi faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian. Berikut adalah nilai koefisien yang digunakan:
42
Tabel 2.3 Koefisien Regresi Logistik dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kematian Variable Sex female male Age 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85+ Body Mass Index Under weight Normal Over weight Obese class 1 Obese class 2 Obese class 3 Education 11 years or less High School Degree Any College
BetaCoeft. ref 0,394 1 -0.026 0.206 0.525 1.104 1.284 1.794 2.236 2.736 2.984 3.432 3.770 4.313 4.959 0.426 Ref 0.014 0.046 0.211 0.440
Variable Marital Status Currently Married Previously Married Never Married Employment Status Employed Unemployed Not in the labor force Physical Activity More active About as active Less active Smoking Status Current 2+ Current 1 - <2 Current <1 Former 2+ Former 1 - <2 Former <1 Never Drinking Status Abstain from drinking Infrequent drinker Former drinker Current drinker Constant
BetaCoeft. ref 0.173 0.252 Ref 0.516 0.540 -0.231 Ref 0.314 1.318 0.945 0.879 0.661 0.559 0.174 ref -0.061 Ref 0.195 0.229 -7.120
0.249 0.068 ref
Sumber: Combining Prevalence and Mortality Risk Rates, 2002 Selanjutnya nilai angka kematian yang diperoleh dimasukkan ke dalam fungsi-fungsi standar lain dalam life table seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.1 guna menyusun sebuah personal life table.
2.5
Paradigma Rekayasa Piranti Lunak Rekayasa piranti lunak menurut Fritz Bauer (Pressman, 1992, p23) adalah penetapan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka mendapatkan
43 piranti lunak yang ekonomis, yaitu terpercaya dan bekerja efisien pada mesin (komputer). Menurut Pressman (1992, p24) rekayasa piranti lunak mencakup tiga elemen yang mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak, yaitu: a) Metode-metode (Methods), berfungsi untuk menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak. b) Alat-alat bantu (Tools), mengadakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk metode-metode seperti CASE (Computer Aided Software Engineering) yang mengkombinasikan software, hardware, dan software engineering
database. c) Prosedur-prosedur (Procedures), merupakan pengembangan dari metode dan alat bantu. Dalam perancangan piranti lunak (software) dikenal istilah Classic Life
Cycle, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan selama masa perancangan software, diantaranya: 1. Rekayasa sistem (System engineering) Tahap awal perancangan piranti lunak adalah rekayasa sistem yang akan dibangun dengan menetapkan kebutuhan-kebutuhan elemen sistem. 2. Analisa kebutuhan piranti lunak (Analysis) Sebelum merancang sebuah sistem, harus terlebih dahulu mengetahui kebutuhan, informasi beserta spesifikasi piranti lunak. 3. Perancangan (Design)
44 Tahap perancangan ini menitikberatkan pada tiga komponen program, yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak dan prosedur detail. 4. Pengkodean (Coding) Pada tahap ini hasil rancangan diterjemahkan ke bahasa yang dimengerti oleh mesin dalam bentuk program-program. 5. Pengujian (Testing) Sebelum diaplikasikan, suatu piranti lunak harus diuji terlebih dahulu agar keluaran yang dihasilkan oleh sistem sesuai dengan yang diharapkan. 6. Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan piranti lunak dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan pengguna akan fungsi-fungsi baru.
Gambar 2.1 Classic Life Cycle
45
2.6
State Transition Diagram (STD) State Transition Diagram merupakan sebuah alat pemodelan yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu. STD terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: 1. State, disimbolkan dengan
State menggambarkan suatu keadaan sebagai hasil dari suatu tindakan. Terdapat dua jenis state, yaitu state awal dan state akhir. 2. Arrow, disimbolkan dengan
Arrow menunjukkan transisi state dengan label ekspresi atau aturan. 3. Condition and Action, disimbolkan dengan condition action
Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan action adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state.
State 1
condition action
State 2
Gambar 2.2 Komponen Utama STD
2.7
Penelitian yang Relevan “Palestinian Society in Gaza, West Bank and Arab Jerusalem. A Survey of
Living Conditions” oleh Marianne Heiberg and Geir Øvensen pada tahun 1993 dan
46 1994. Dalam penelitian tersebut, para penulis menggunakan metode Trussel dan model west Coale-Demeny untuk mengestimasi probabilitas kematian pada umur tepat 1 tahun dan 5 tahun dan harapan hidup pada saat lahir (estimates of
probability of dying by exact age 1 and 5 and life expectancy at birth in common indices) dimana menurut mereka metode Trussel merupakan prosedur yang paling standar digunakan. “The 2000 Guyana Multiple Indicator Cluster Survey” oleh The Bureau of Statistics Guyana yang dibiayai oleh UNICEF pada bulan Juli tahun 2001. Isi bab 2 dari laporan ini berupa hasil estimasi kematian pada bayi dan anak balita (estimates of infant and under five mortality) dengan menggunakan teknik tidak langsung berupa metode Trussel. “Perancangan Program Aplikasi Perhitungan Harapan Hidup Penduduk Suatu Daerah dengan Menggunakan Metode Brass” oleh David Halim Wijaya di Universitas Bina Nusantara pada tahun 2004. Penulis tersebut dengan menggunakan metode Brass memperoleh harapan hidup untuk penduduk Jakarta adalah 68,6 tahun untuk laki-laki dan 72,5 tahun untuk perempuan. “Report on Advanced Demographic Techniques” oleh Delphine Gay dan Napaporn Chayovan di Universitas Chulalongkorn, Bangkok pada bulan Oktober 2004. Laporan ini berisi mengenai pembahasan metode-metode demografi yang standar dimana metode yang digunakan untuk analisa mortalitas adalah menggunakan life table dengan metode Coale dan Trussel. “Impact of a Self-reliance Programme on Family Planning Activities in
Bangladesh” oleh M. Nurul Islam, M. Mujibur Rahman, M. Kabir, S.A. Mallick yang dipublikasikan di Asia-Pacific Population Journal, Vol. 6, No. 1. Dalam
47 menyusun laporan ini, para penulis mengestimasi probabilitas kematian q(x) dari menggunakan metode Trussel dan life table Coale-Demeny model west. Diperoleh kesimpulan bahwa harapan hidup bagi bayi yang baru lahir adalah 50,0 tahun dengan angka kematian 119 per 1000 kelahiran pada area terprogram. Sedangkan pada area tidak terprogram diperoleh harapan hidup bayi adalah 47,6 tahun dengan angka kematian 132 per 1000 kelahiran. Selain itu juga digunakan regresi logistik untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi.