BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Dividen Weygant, Kiesso, dan Kimmel (2010: p185) menyatakan dividen adalah pembagian yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham yang telah menanamkan modalnya pada perusahaan dan pembagian tersebut dibagikan secara proposional. Sedangkan pengertian dividen menurut Oktima (2012: p79) adalah keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham. Sedangkan menurut undang-undang pajak penghasilan, dividen adalah bagian laba yang diperoleh pemegang saham dengan nama dan bentuk apapun atau pemegang polis asuransi atau pembagian hasil sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi (Marsyahrul, 2009, P86).. Jadi dapat disimpulkan dividen adalah sebagian laba atau keuntungan perusahaan yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham secara proporsional.
2.1.1 Macam-Macam Dividen Brealey dan Myers (2004) menyatakan ada 4 macam bentuk dividen, yaitu : 1. Cash Dividend, merupakan dividen yang dibagikan dalam bentuk tunai. Dividen jenis ini merupakan dividen yang paling sering dibagikan oleh perushaan. Para pemegang saham pada umumnya lebih menginginkan dividen jenis ini, karena cash dividend merupakan jenis dividen yang paling mudah untuk dicairkan ke dalam uang tunai. 2. Stock Dividend merupakan dividen yang berbentuk lembar saham. Dividen jenis ini juga cukup sering digunakan perusahaan , terutama jika perusahaan kesulitan dalam menyediakan cash dividend. 3. Extra Dividend yaitu dividen tambahan yang diberikan kepada pemegang saham jika perusahaan mendapatkan keuntungan besar. Namun bentuk dividen ini hanya bersifat sementara. 4. Noncash Dividend plans seperti pemberian sample product dan dividend reinvestment plans (DRIP’S). Jika tidak dapat memberikan dividen dalam bentuk tunai maupun lembar saham, perusahaan dapat memberikan contoh produk yang akan dipasarkan lembar saham di bawah pasar.
7
8 Investor pada umumnya lebih menginginkan cash dividend jika dibandingkan dengan jenis-jenis dividen yang lainnya, karena cash dividen merupakan bentuk dividen yang paling likuid. Dan pada penelitian ini peneliti akan membahas faktorfaktor yang dapat mempengaruhi cash dividen, yang kemudian akan berhubungan dengan dividend payout ratio. Menurut Weygant, Kiesso, dan Kimmel (2010:185) untuk dapat membayarkan cash dividend, terdapat tiga hal yang harus dimiliki perusahaan, yaitu: 1. Memiliki saldo laba Aturan mengenai sumber dana untuk pembagian deviden tunai beragam. Laba
perusahaan digunakan untuk membayarkan dividen. Jadi
setidaknya posisi laba haruslah menunjukkan saldo postif untuk membagikan dividen. 2. Memiliki uang kas yang cukup Sebelum menutuskan untuk membagikan dividen, perusahan haruslah melakukan estimasi dalam penggunaan kas yang akan digunakan perusahaan. Perusahaan harus memeriksa apakah kas perusahaan akan digunakan untuk kebutuhan tertentu, Perusahaan akan membagikan deviden tunai jika uang kas yang dimiliki perusahaan tersedia dan memadai. Apabila perusahaan mempunyai saldo laba yang besar namun tidak mempunyai kecukupan uang kas maka deviden tunai tidak dapat dibagikan kepada para pemegang saham. 3. Pengumuman deviden Pembagian deviden kepada pemegang saham merupakan keputusan dari dewan direksi. Dewan direksi dapat menentukan jumlah laba yang akan dibagikan dalam bentuk deviden dan jumlah laba ditahan untuk mengembangkan perusahaan legal.
2.1.2 Kebijakan dividen (Dividend policy) Menurut Gitman (2013, p613) istilah payout policy merujuk pada keputusan yang dibuat oleh perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham ataupun tidak. Perusahaan tidak harus membagikan dividen setiap periodenya. Apabila perusahaan mempunyai kepentingan lain yang dianggap lebih mendesak seperti pembayaran hutang yang telah jatuh tempo perusahaan dapat mengakaji lebih jauh untuk memutusakan dana yang tersedia sebaiknya digunakan untuk
9 membagikan dividen atau membayar hutang. Atau mungkin perusahaan ingin melakukan ekspansi oprasional perusahaan. Hal tersebut membutuhkan sejumlah dana. Maka perusahaan dapat melakukan analisis apakah dengan menggunakan dana yang seharusnya digunakan untuk pembagian dividen jika digunakan untuk ekspansi akan mendapatkan manfaat yang optimal. Pilihan lain yang dimiliki perusahaan adalah melakukan pinjaman untuk melakukan ekspansi tersebut. Akan tetapi hal tersebut akan berpengaruh terhadap leverage perusahaan. Damodaran (2011) dalam bukunya yang berjudul “Applied Corporate Finance” berpendapat bahwa dalam menentukan kebijakan dividen menejer akan melakukan hal berikut: 1. Menentukan tingkatan dividen (payout ratio) dengan melihat kebiasaan perusahaan dalam industri sejenis dalam menentukan dividen payout ratio. 2. Fokus kepada perubahan dividen terhadap perubahan pendapatan perusahaan. 3. Membuat aturan sederhana untuk melakukan penyesuaian dividen. Contohnya seperti perusahaan hanya akan membagikan dividen jika pendapatan meningkat sebanyak 30% . 4. Menghindari penyesuaian dividen jika terjadi perubahan sikap pemegang saham, jika perubahan sikap tersebut dinilai sebagai perubahaan sesaat. Dalam pengambilan keputusan untuk membagikan dividen, perusahaan juga harus mengatur besaaran dividen yang akan dibayarkannya. Menurut naveli (1989) dalam Suharli (2007) secara umum terdapat 3 tipe kebijakakan dalam besaran pembagian dividennya. 1. Constant dividen payout ratio Beberapa perusahaan membagikan dividen dengan cara membuat persentase tertentu dari keuntungan/pendapatan tahunan perusahaan. atau bisa juga perusahaan dapat menentukan persentase rasio pembayaran dividen untuk jangka waktu panjang. Intinya perusahaan akan memutuskan persentase dari keuntungan perusahaan yang dapat dibagikan kepada pemegang saham. 2. Stable per share dividend Kebijakan ini merupakan kebijakan dimana perushaan membayarkan dividen dalam jumlah yang stabil atau tetap. Kebijakan ini tidak terpengaruh kepada pendapatan perusahaan yang berubah-ubah. akan tetapi biasanya perushaan yang
10 menggunakan kebijakan ini mempunyai kemampuan untuk mempertahankan laba yang tinggi 3. Reguler dividend plus extra Kemudian ada pula perusahaan yang menganut sistem pembayaran dividen dengan menetapkan jumlah minimum yang relatif kecil tetapi konstan setiap tahunnya untuk pembagian dividen dan memberikan tambahan apabila perusahaan mendapatkan laba yang lebih besar dari biasanya.
2.1.3 Teori tentang dividen Suharli (2006) menyatakan besaran dividen telah diteliti dan dibuktikan secara empiris oleh para ahli di bidang akuntansi. Berikut adalah teori tersebut: 1. Smoothing Theory, teori ini dikembangkan oleh Lintner (1956). Linter berpendapat bahwa dividen bergantung kepada keuntungan perusahaan serta dipengaruhi oleh dividen pada tahun sebelumnya. 2. Dividend Irrelevance Theory, dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961) teori ini berpendapat bahwa apabila dunia berada dalam keadaan pasar yang sempurna, kebijakan dividen tidak akan memberikan efek apapun terhadap harga saham ataupun cost of capital perusahaan. miller dan modigliani berpendapat bahwa naik/turun besar/kecilnya jumlah pembagian dividen yang dilakukan perusahaan tidak akan berdampak terhadap kesejahteraan pemegang sahamnya. 3. Bird in the Hand Theory. dikembangkan oleh Gordon (1962), mengemukakan bahwa lebih baik mendapatkan dividen yang sudah pasti (bird in the hand) ketimbang mengharapkan saldo laba (bird in the bush) yang belum tentu dapat menjadi dividen di masa yang akan datang (it can fly away). dalam teori ini kebanyakan investor beranggapan bahwa kas yang berada di tangan lebih berharga daripada aset dalam bentuk lain. 4. Tax Preference Theory, teori ini diungkapkan Bhattacharya (1979). dalam teori ini membahas tentang perbandingan pajak antara dividen dan capital gain. Dividen akan terkena pajak setiap pengumuman dividen. Sementara capital gain akan terkena pajak pada saat penjualan saham atau pada saat realisasi dari capital gain tersebut. Apabila saham yang dibeli untuk jangka panjang, maka akan lebih sedikit terkena pajak jika dibandingkan dengan
11 dividen yang biasanya dibagikan setiap tahun, dan pada saat pembagian dividen tersebut maka akan langsung dikenakan pajak. 5. Clientele Effect Theory yang diungkapkan Black dan Scholes (1974) berpendapat bahwa jika perusahaan membayarkan dividennya, maka akan menaik sekumpulan investor karena hal tersebut akan menghilangkan konsekuensi negatif dari pajak.
2.1.4 Dividend Payout Ratio Sundaja dan Barlian (2002,p89) menyatakan dividend payout ratio (DPR) adalah persentase dari setiap rupiah yang dihasilkan dan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen tunai. Kemudian ada Van Horne & Machowicz Jr. (1998:483) berpendapat: "Annual cash dividends divided by annual earnings or alternatively Dividend per Share divided by Earning per Share. The ratio indicates the percentage of a company’s earnings that’s paid out to shareholder in cash.” Van horne menyatakan dividen payout ratio merupakan perbandingan antara cash dividen dengan annual earnings, atau jika dinyatakan dalam lembar saham dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dapat kita simpulkan dividend payout rasio merupakan perbandingan antara dividend per share terhadap earning per share. Maka dari itu, dengan DPR kita dapat membandingkan dividend satu perusahaan dengan perusahaan lainnya meskipun berbeda pendapatan, ukuran, modal dari setiap perusahaan. Apabila jumlah DPR yang dibayarkan suatu perusahaan cukup tinggi maka terdapat indikasi perusahaan tersebut menyisihkan dana yang cukup besar untuk membayarkan dividen. Akan tetapi jika jumlah DPR sedikit, ada kemungkinan keuangan perusahaan tersebut tidak terlalu bagus, ataupun kemungkinan perusahaan tersebut sedang membutuhkan dana untuk ekspansi perusahaan, mendanai kegiatan oprasional, dan masih banyak kemungkinan lainnya.
12 2.2 Profitabilitas Menurut Block (2007, p57), dengan menggunakan rasio profitabilitas, kita dapat mengukur tingkat pengembalian (return) atas penjualan, investasi atau modal yang dikeluarkan perusahaan. Sementara menurut Sartono (2001, p122), rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dapat dikatakan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Jadi hasil dari rasio-rasio profitabilitas dapat dijadikan tolak ukur perusahaan tentang efektivitas kinerja oprasional perusahaan. Allen (1992) dalam Suharli (2006) membuat formulasi dividen sebagai berikut:
Dt– Dt-1 = a + c (TPt - Dt-1) dimana: Dt
= dividen yang dibayarkan perusahaan pada periode t
Dt-1
= dividen yang dibayarkan perusahaan pada periode sebelumnya
a
= konstanta
c
= koefisien yang menggambarkan seberapa cepat penyesuaian terhadap perubahan kebijakan
T
= target / ekspektasi dividen yang akan dibayarkan
P
= Profitabilitas
Dari formulasi oleh Allen tersebut dapat dipastikan profitabilitas tidak dapat dipsisahkan dengan jumlah dividen. Wirjolukito et al. (2003) dalam Suharli (2007) menyatakan bahwa "Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk memberi sinyal mengenai keberhasilan perusahaan membukukan profit. Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar dividen merupakan fungsi dari keuntungan. Dengan demikian profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayarkan dividen.” Dapat terlihat dari penelitian tersebut profitabilitas sangat berpengaruh terhadap dividen. Dan pada penelitian ini nantinya juga akan dijabarkan sejauh mana dan seberapa besar pengaruh dari profitabilitas terhadap dividen. Untuk mengukur rasio perofitabilitas perusahaan diperluakan data-data dari laporan keuangan perusahaan, diantaranya Statement of Earnings, Statement of
13 Financial Position, Statement of Cash Flows, Statement of Changes in Shareholder’s Equity, dan Financial Statement Footnotes.dengan data-data keuangan yang tedapat di dalam laporan di atas dapat diukur sejauh mana perusahaan menghasilkan keuntungan. Apabila dalam satu periode perusahaan menunjukkan profitabilitas yang kurang memuaskan, perusahaan diharapkan akan dapat memperbaikinya pada periode selanjutnya. Damodaran (2011) berpendapat bahwa dividen tidak terlalu volatile jika dibandingkan pendapatan perusahaan. Akan tetapi bukan berarti pendapatan perusahaan tidak berhubungan dengan dividen. Hanya saja perubahan jumlah dividen dinilai “lebih halus” jika dibandingkan dengan pendapat perusahaan. Menurut Lukman Syamsuddin (2011:59), terdapat beberapa pengukuran profitabilitas perusahaan, dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Rasio profitabilitas terdiri dari: a. Gross Profit Margin Gross profit margin menunjukkan perbandingan antara laba kotor dengan penjualan. Semakin tinggi gross profit margin maka akan lebih baik. Gross profit margin sangat dipengaruhi oleh cost of good sold. Semakin tinggi cost of good sold maka akan semakin rendah gross profit margin Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat menghasilkan laba kotor pada tingkat penjualan tertentu.
b. Operating Profit Margin Menurut Gitman & Zutter (2013, p132) operating profit margin merepresentasikan laba murni, karena operating profit margin hanya mengukur laba yang diperoleh pada aktivitas oprasional tanpa mengabaikan bunga, pajak ,dan saham preferen.
c. Net Profit Margin Net profit margin mengukur persentase pendapatan setelah dikurangi dengan beban-beban, bunga, pajak dan dividen preferen. Rasio ini menunjukkan seberapa besar pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan.
14 d. Earning per Share (EPS) Earning per share menggambarkan jumlah pendapatan/laba berisih yang diperoleh selama periode tertentu untuk setiap saham biasa yang beredar. Biasanya investor lebih memperhatikan EPS ketimbang pendapatan bersih, karena EPS mencakup keuntungan per lebar sahamnya. Rasio ini menunjukkan seberapa besar perusahaan dapat memberikan keuntungan per lembar sahamnya.
e. Return on Total Asset Return on Asset (ROA) atau biasa disebut juga return on investment (ROI), menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan asset yang tersedia pada perusahaan tersebut. Semakin tinggi ROA maka akan semakin baik. ROA juga digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi yang sudah dilakukan perusahaan dengan menggunakan asset yang tersedia.
f. Return on Common Equity Return on common equity (ROE) menggambarkan kemampuan perushaaan untuk membayarkan return atas modal yang telah ditanamkan para pemegang saham. Rasio ini juga dapat mengukur efisiensi penggunaan modal dan menunjukkan produktifitas dari dana milik perushaan dalam perusahaan itu sendiri.
Menurut undang-undang no 40 tahun 2007 pasal 71 “Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.” Berarti perusahaan harus menghasilkan laba agar dapat membagikan dividen. Pruitt dan Gitman (1991) berpendapat bahwa dividen secara signifikan dipengaruhi oleh keuntungan perusahaan saat ini. Dari keuntungan perusahaan tersebut setelah dikurangkan dengan laba ditahan akan ditentukan jumlah yang akan dibagikan sebagai dividen pada RUPS. Berarti ada kemungkinan jika laba perusahaan besar, maka danatersisa yang akan digunakan untuk membayar dividen juga akan besar. Pada penelitian ini penulis ningin menggunakan ROA sebagai pedoman untuk menghitung profitabilitas perusahaan. Myers (1984) berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory yang dikemukakan pada tahun 1961 mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut: a. Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
15 b. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi. c. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan memilih sumber dana dari utang karena dipandang lebih aman dari penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan terakhir sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan investasi. Dari teori tersebut dapat disimpulkan urutan pendanaan perusahaan adalah ketika perusahaan membutuhkan dana, pertama-tama perusahaan akan menggunakan dana dari internal perusahaan tersebut. Dana dari internal tersebut tentu saja berasal dari laba perusahaan tahun sebelumnya. Ketika penggunaan dana internal perusahaan tidak memungkinkan, perusahaan akan menerbitkan hutang. Jika perusahaan masih kesulitan dalam mendapatkan dana, pilihan terakhir yang akan diabil oleh perusahaan adalah penerbitan ekuitas baru. Pilihan pertama perusahaan ketika membutuhkan dana adalah menggunakan laba tahun sebelumnya. Dengan menggunakan laba tahun sebelumnya, tentu saja persentase jumlah laba ditahan akan bertambah dan jumlah persentase dividen semakin berkurang atau mungkin menjadi tidak ada sama sekali. Oleh karena itu kemampuan perusahaan meenghasilkan laba (profitabilitas) haruslah kuat untuk dapat menutupi kebutuhan pendanaan perusahaan dan agar dapat membagikan dividen.
2.3 Ukuran Perusahaan Besar kecilnya suatu perusahaan biasanya diukur berdasarkan total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aset yang dimilikinya (Panjaitan et al, 2004). Secara umum besar atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh aktiva perushaan tersebut. Semakin besar aktiva suatu perusahaan, maka semakin besar pula sumber daya perushaan tersebut dalam melakukan kegiatan oprasional. Ikatan Akuntasi Indonesia (SAK, 2007:10) mendefinisikan aktiva sebagai berikut: “Aktiva perusahaan adalah sumber daya yang dikuasai perusahaan dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan”. Perusahaan besar memiliki kekuatan untuk membentuk harga pada pasar (bargaining power). Jika suatu perusahaan memiliki total asset terbesar jika dibandingkan dengan perusahaan sejenisnya, maka perusahaan tersebut akan menjadi “market leader”. Artinya perusahaan tersebut memiliki kekuatan untuk membentuk harga di pasar. Meskipun harga juga ditentukan oleh faktor-faktor lain, akan tetapi
16 perusahaan dengan ukuran paling besar tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menentukan harga produknya di pasar. Sementara perusahaan lainnya akan menetapkan harga produknya lebih murah untuk mendapatkan perhatian dari konsumen. Sehingga perushaan yang memiliki asset yang paling besar dapat memperoleh laba yang besar. Selain itu perusahaan yang mempunyai ukuran besar memiliki “economic benefit”. Maksudnya perusahaan yang melakukan produksi dalam skala yang besar akan menggunakan biaya yang lebih kecil untuk setiap unitnya. Hal tersebut dapat terjadi karena biaya tetap untuk produksi secara keseluruhan tidak akan berubah berapapun banyak produksi perusahaan tersebut, sehingga harga produksi per unit dapat ditekan. Selain itu Vogt (1994) didukung dengan penelitian Chrutchley dan Hansen (1989) serta chang dan Ree (1990) dalam Dewi, Sisca C (2008) berpendapat bahwa perusahahan dengan ukuran yang masih kecil akan lebih memilih untuk menambah asset perusahaan sehingga alokasi pendapatan akan lebih besar untuk laba ditahan dibandingkan untuk pembagian dividen. Sementara perusahaan dengan ukuran yang sudah besar akan memiliki akses yang lebih mudah dalam pasar modal. Hal tersebut akan mengurangi ketergantungan perusahaan pada dana dari pendapatan. Akhirnya pendapatan perusahaan dapat dialokasikan untuk pembagian dividen dalam persentase yang lebih tinggi. Sebuah perusahaan dengan ukuran yang besar biasanya akan lebih disorot oleh publik dan cenderung lebih sensitive terkena isu politik. Maka biasanya perusahaan besar banyak memberikan informasi tentang perushaannya kepada publik. Selain itu juga terdapat indikasi bahwa perusahaan besar akan membayarkan dividen yang besar pula. Hal itu untuk menekan sentiment negatif dari publik serta untuk menjaga reputasi perusahaan. Dalam penelitian ini dimana sampelnya merupakan perusahaan yang tergabung dalam indeks kompas 100, sehingga saham-saham didalamnya memiliki ukuran yang berbeda-beda namun tetap memiliki liquiditas yang tinggi. Maka dapat diteliti apakah ukuran memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti apakah ukuran perushaan berpengaruh terhadap dividend payout ratio. Adapun perhitungan ukuran perusahaan menurut Nugraheni dan Hapsoro (2007) adalah sebagai berikut : Ukuran Perusahaan =Ln. Total Aktiva
17
2.4 Leverage Leverage dapat dibagi menjadi financial dan operating leverage. Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham (Sartono, 2010: p263). Sementara operating leverage merupakan rasio perbandingan antara contribution margin terhadap profit. Nilai operating leverage yang tinggi menggambarkan resiko yang tinggi pula dalam sebuah perusahaan (Blocher: 1999). Menurut Sutrisno (2009: p198) leverage adalah penggunaan aktiva atau sumber dana di mana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menanggung biaya tetap atau membayar beban tetap. Dengan menggunakan pembiayaan, dari hutang diharapkan return dari aktivitas oprasional yang diterima akan melebihi hutang harus dibayarkan. Dikaitkan dengan manajemen keuangan, biaya tetap yang berasal dari aktivitas operasi dan keuangan dapat dipandang sebagai suatu leverage, yang sanggup menghasilkan (mengungkit) laba yang lebih besar. Sebaliknya, leverage pun berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar (Mardiyanto, 2009: p248). Rozeff (1982) berpendapat bahwa perusahaan dengan financial atau opretional leverage yang tinggi akan membayarkan dividen dalam jumlah yang kecil. Perusahaan akan lebih memprioritaskan pembayaran hutang jika dibandingkan dengan pembagian dividen. Pendapat tersebut sejalan dengan Jensen (1986) yang mengungkapkan bahwa penerbitan hutang oleh perushaan akan menyebabkan dana yang tersedia untuk pembayaran dividen akan ditahan hingga hutang diminimalisir atau bahkan dilunasi. Menurut Dewi, Sisca C (2008) "Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha mengurangi agency cost of debt dengan mengurangi hutangnya. Pengurangan hutang dapat dilakukan dengan membiayai investasinya dengan sumber dana internal sehingga pemegang saham akan merelakan dividennya untuk membiayai investasinya." karena sumber internal berarti berasal dari laba perusahaan, dan laba perusahaan yang seharusnya dapat digunakan untuk membagikan dividen terpaksa digunakan untuk membayar hutang perusahaan agar perusahaan dapat melunasi kewajiban yang merupakan prioritasnya.
Pada saat
RUPS akan diputuskan berapa dana yang akan dialokasikan untuk laba ditahan.
18 Salah satu faktor pertimbangan untuk mengukur jumlah laba ditahan adalah dana yang perlu dikeluarkan untuk pembayaran hutang yang akan jatuh tempo. Jadi semakin besar hutang yang akan jatuh tempo maka akan semakin besar pula jumlah laba ditahan, akibatnya jumlah dana yang akan dialokasikan untuk pembagian dividen akan semakin berkurang atau mungkin tidak ada dana yang tersisa untuk pembagian dividen. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan Debt to Equity Ratio untuk menentukan seberapa besar pembiayaan perusahaan dengan menggunakan hutang. Debt to equity ratio menurut Hadi dan Hastuti (2011) merupakan perbandingan antara hutang dengan modal yang dimiliki oleh perusahaan untuk menilai batas kemampuan modal tersebut dengan menanggung risiko atas modal pinjaman yang digunakan.Secara umum, apabila rasio yang dihasilkan cukup tinggi, berarti perusahaan menggunakan hutang-hutangnya dari pihak ketiga (kreditor dan supplier) untuk kegiatan pertumbuhan secara agresif. Menurut Kimmel, Weygandt, & Kieso (2011), rasio ini juga menyediakan beberapa indikasi kemampuan perusahaan untuk bertahan dari kerugian tanpa menurunkan bunga dari kreditornya. Gill et al. (2010) melakukan penelitain yang membuktikan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap dividen payout ratio. Maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian dengan menggunakan data-data pada tahun ini agar dapat dilihat apakah penelitian ini menghasilkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya.
2.5 Indeks Kompas 100 Kompas 100 merupakan indeks harga saham Bursa Efek Indonesia yang dikeluarkan oleh BEI bekerjasama dengan harian KOMPAS (Darmadji, 2011: p130). Saham yang terangkum dalam indeks kompas 100 merupakan saham-saham dengan liquiditas yang tinggi serta merupakan saham-saham yang mempunyai fundamental dan kinerja yang baik. Saham-saham yang tergabung dalam indeks kompas 100 akan mengalami perubahan setiap 6 bulan sekali. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar saham-saham yang termasuk ke dalam indeks kompas 100 benar-benar meruapakan saham-saham yang mempunyai kriteria yang telah ditentukan oleh kompas 100. Apabila ada saham yang kinerjanya mengalami penurunan maka saham tersebut akan dikeluarkan dari daftar kompas 100 pada update setiap 6 bulan sekali, dan akan digantikan dengan saham yang memiliki kinerja yang lebih baik.
19 2.6 Penelitian terdahulu Khadijah Mauludina Putri (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh antara Return on Equity, Debt to Total Assets, dan Debt to Equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Perdagangan, Jasa, dan Investasi (Studi Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2010). Variabel dependen pada penelitian ini adalah dividen payout ratio. Sementara variabel independennya adalah return on equity, debt to total asset, dan debt to equity ratio. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 29 perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan dalam 3 tahun (2008-2010) secara rutin membayarkan dividennya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunnjukkan variabel Return on Equity dan Debt to Total Asset tidak mempengaruhi tingkat Dividend Payout Ratio, sedangkan Debt to Equity Ratio memiliki hubungan linier dengan variabel Dividend Payout Ratio. Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio dan Kepemilikan Institusional terhadap Dividend Payout Ratio” pernah dibuat oleh Kharisma Intan Kusumah (2013). Pada penelitian tersebut yang menjadi variabel dependen adalah Dividend Payout Ratio (DPR) dan variabel independennya adalah free cash flow, Debt to Equity Ratio (DER), dan kepemilikan institusional. Sampel pada penelitian tersebut adalah 29 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tiga tahun berturut-turut periode 2009- 2011. Pengujian regresi ganda merupakan metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa secara bersama-sama Freecash flow, DER dan Kepemilikian institusional mempunyai pengaruh terhadap DPR pada perusahaan manufaktur di BEI. akan tetapi hanya variabel kepemilikan institusional yang memiliki pengaruh positif serta signifikan terhadap Dividen payout Ratio, sementara variabel free cash flow dan DER mempunyai pengaruh tetapi tidak signifikan. Pada tahun 2009 Lisa Marlina dan Clara Danica melakukan penelitian dengan judul "Analisis Pengaruh Cash Positio, Debt to Equity ratio dan Return on Asset terhadap Dividend Payout Ratio. penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda. sampel pada penelitian ini adalah 24 perusahaan manufaktur yang membagikan saham kepada pemegang sahamnya selam periode 2004 hingga 2007. Hasil dari penelitian ini adalah variabel Cash Position (CP), dan Return on Assets (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen payout ratio. akan tetapi
20 variabel Debt To Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Ady Nugroho Witjaksono (2012) melakukan penelitian Pengaruh Cash Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Asset, Earning per Share dan Total Asset Turnover terhadap Dividen Payout Ratio. Model dalam penelitian ini menggambarkan bahwa Dividend ditentukan oleh cash ratio, DER, ROA, EPS dan Total Asset Turnover (TATO). Jumlah sample pada penelitian ini sebanyak 14 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial cash ratio dan total asset turnover memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DPR. Sementara untuk variabel independen lainnnya (ROA, DER dan EPS) menunjukkan pengaruh yang tidak terlalu signifikan terhadap DPR. Sehingga dismpulkan bahwa dari lima variabel bebas itu hanya cash ratio dan total asset turnover-lah yang berpengaruh terhadap Dividen payout ratio. Untuk penelitian luar juga pernah dibuat penelitian serupa. Obembe et al. (2014) membuat jurnal yang berjudul “Product Market competition and Dividend Payouts of Listed Non-Financial Firms in Nigeria”. Jurnal tersebut menunjukkan profitabilitas yang diukur menggunakan variabel return on asset mempunyai pengaruh positif serta signifikan terhadap pembayaran dividen. Kemudian leverage mempunyai pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap dividen payout. Dan ukuran perudahaan yang diukur dengan menggunakan logaritma dari total asset mempunyai pengaruh positif dan signifikan untuk dividen payout ratio di Nigeria Stock Exchange. Gill et al. (2010) melakukan penelitian dengan judul Determinants of dividend Payout Ratios: Evidence from United States. Model pada penelitian ini menggambarkan dividen dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu corporate profitability, cash flow, tax, sales growth, market to book value dan debt to equity ratio. Penelitian ini meneliti 266 perusahaan dari sektor jasa dan manufaktur. Hasil penelitain ini menyatakan bahwa secara keseluruhan profitabilities dan tax mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap DPR. Variabel sales growth dan DER menunjukkan hubungan negatif signifikan, sementara cash flow dan market to book value tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DPR. Gill juga meneliti kedua sektor tersebut secara terpisah dan mendapatkan hasil yang berbeda.
21
2.7 Kerangka penelitian
Gambar 2.1
Profitabilitas (X1) Ukuran Perusahaan (X2)
Dividend Payout Ratio (Y)
Leverage (X3)
2.8 Pengembangan Hipotesis
1. Hubungan antara profitabilitas dengan dividen. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada suatu periode. Pada penelitian ini penulis menggunakan return on asset (ROA) untuk merepresentasikan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi laba suatu perusahaan, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut dapat membayarkan dividen kepada investor. Hasil penelitian Marlina L(2009), Obembe et al (2014) dan Gill et al (2010) menunjukkan bahwa ROA mempunyai pengaruh positif terhadap DPR. Sementara penelitian Witjaksono A (2012) menunjukkan ROA tidak mempunyai pengaruh terhadap DPR.Dari hasil penelitian tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H10 : Profitabilitas perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.
22 H1A: Profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.
2. Hubungan antara ukuran perusahaan terhadap dividen. Perusahaan yang besar dapat diukur dari total asset perusahaan tersebut. Perushaan yang besar akan mendapatkan perhatian lebih dari publik. Serta perusahaan tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menghasilkan laba yang besar pula. Untuk menjaga kepercayaan publik tersebut, biasanya perusahaan dengan ukuran yang besar akan memberikan dividen yang besar pula. Penelitian yang dilakukan Obembe et al (2014) menyatakan terdapat pengaruh positif serta signifikan antara ukuran perusahaan dan dividen payout ratio. Selain itu Vogt (1994) mempunyai pendapat bahwa perusahaan berukuran kecil cenderung untuk menambah
asset
perusahaan.
Jika
perusahaan
menambah
asset
perusahaan dengan pendanaan internal, hal ini tentu saja akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Jadi ada indikasi perusahaan kecil akan membagikan dividen dalam jumlah yang kecil pula. Maka dari itu penulis berpendapat bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan linear dengan dividen payout ratio. Kemudian dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H20: Ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio. H2A: Ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.
3. Hubungan antara leverage terhadap dividen. Leverage merupakan penggunaan sumber dana yang mengharuskan perusahaan menanggung beban ataupun biaya tetap. Dengan demikian, perusahaan harus lebih memprioritaskan penggunaan dananya untuk melunasi hutang-hutangnya sebelum membayarkan dividennya. Sehingga terdapat indikasi bahwa perusahaan dengan hutang yang besar akan membagikan dividen dalam jumlah yang relative kecil. Dalam penelitian ini, peneliti mereperesentasikan leverage dalam debt to equity ratio (DER). Hasil penelitian Khadijah Mauludina Putri (2012) menunjukkan
23 Debt to Equity ratio memiliki hubungan linier dengan variabel Dividend Payout Ratio. Kemudian hasil penelitian Gill et al. (2010), mengasilkan debt to equity ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio. Dari penelitian tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H30: Leverage tidak memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio. H3A: Leverage memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.
24