BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Analytic Hierarchy Process Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharston Business school untuk mencari ranking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan seharihari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihanpilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan. Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturalnya.
Analytic Hierrchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari: 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan
berpasangan
yang
terbentuk
harus
bersifat
berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/ k kali lebih penting dari A.
Universitas Sumatera Utara
2. Homogenity, yang mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
3. Dependence, yang berarti setiap jenjang (level) mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).
4. Expectation, yang artinya menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:
1. Decomposition; 2. Comparative judgment; 3. Synthesis of Priority; 4. Logical Consistency. 1.
Decomposition Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke dalam bentuk hierarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete.
2.
Comparative judgment
Universitas Sumatera Utara
Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutaan prioritas dari elemenelemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (erxtreme importance).
3.
Synthesis of Priority Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan egine vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.
4. Logical Consistency Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagregasikan seluruh eigenvector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2.1.1 Proses Penentuan Prioritas dengan Metode AHP Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya meliputi: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatifalternatif pilihan yang ingin di ranking
3. Membentuk
matriks
perbandingan
berpasangan
yang
menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau
Universitas Sumatera Utara
“judgment” dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai
eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki 7. Menghitung
eigen vector dari setiap matriks perbandingan
berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemenelemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.1.2 Penyusunan Prioritas Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan A1
A2
...
An
A1
a11
a12
...
a1n
A2
a21
a22
...
a2n
An
am1
am 2
ann
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai 9, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Skala Saaty Tingkat
Definisi
kepentingan 1
Sama pentingnya dibanding yang lain
3
Moderat (cukup) pentingnya dibanding yang lain
5
Kuat pentingnya dibanding yang lain
7
Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9
Ekstrim pentingnya dibanding yang lain
2,4,6,8
Nilai diantara dua nilai yang berdekatan
Universitas Sumatera Utara
Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika
Resiprokal
dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i
Model AHP didasarkan pada pairwise comparison matrix, dimana elemenelemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari decision maker. Seorang
decision
maker
akan
memberikan
penilaian,
mempersepsikan,
ataupun
memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. Berikut ini contoh suatu Pairwise Comparison Matrix pada suatu level of Hierarchy, yaitu. i
A=
j
i
1
1 2
j
2
1
k
1 8
1 4
k
8 4 1
Membacanya atau membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika i dibandingkan dengan j, maka j very strong importance dari pada i dengan nilai judgment sebesar 4. Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 4 yaitu 1 4 . Artinya,
i dibanding j → j lebih penting dari i jika i dibandingkan dengan k, maka i extreme importance daripada k dengan nilai
judgment sebesar 8. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 8, dan seterusnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Eigen value dan Eigenvector Definisi. Jika A adalah matriks n × n maka vektor tak nol x di dalam ℜ n dinamakan
eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni :
Ax = λ x Skalar λ dinamakan eigenvalue dari A dan x dikatakan eigenvector yang bersesuaian dengan λ . untuk mencari eigenvalue dari matriks A yang berukuran n × n maka dapat ditulis pada persamaan berikut :
Ax = λ x atau secara ekivalen (λ I − A) = 0
Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika: det (λ I − A) = 0 Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij = 1 aij .
Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w = ( w1 , w2 , w3 ,..., wn ) . Nilai wn menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut. Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan a jk manyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan aij .a jk atau jika aij .a jk = aik untuk semua i,j,k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan faktor w, maka elemen aij dapat ditulis menjadi :
Universitas Sumatera Utara
a ij =
wi wj
∀i, j = 1, 2,3,..., n
;
(1)
Akan diperoleh hubungan persamaan berikut:
aij .w j = 0
aij w j − wi = 0
atau
(2)
Jadi matriks konsisten adalah: aij .a jk =
wi w j wi . = = aik w j wk wk
(3)
Seperti yang diuraikan diatas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini:
a ji =
wj wi
=
1
wi
=
wj
1 aij
(4)
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa
a ji .
wi = 1; wj
∀i, j = 1, 2, 3,..., n
(5)
Dengan demikian untuk pairwise comparison matrix yang konsisten menjadi: n j =1
n j =1
aij .wij .
1 = n; wij
aij .wij = nwij ;
∀i, j = 1, 2, 3,..., n
(6)
∀i, j = 1, 2, 3,..., n
(7)
Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:
A.w = n.w
(8)
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigenvector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
A=
w1 w1 w1 w2
w1 wn
w2 w2 w1 w2
w2 wn
w1
.
w2 wn
w1
=n
w2
(9)
wn
Universitas Sumatera Utara
Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :
a ij =
aik a jk
(10)
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (responden) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekpresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, judgment yang diberikan tidak untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja
inconsistent.
2.1.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Dengan mengkombinasikan apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukkan
eigenvalue terbesar λ maks, nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi dengan persamaan:
CI =
(λmaks − n) (n − 1)
(11)
Di mana: CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)
λmaks = eigenvalue maksimum n
= ukuran matriks
Apabila CI bernilai nol, berarti matriks konsisten, batas ketidakkonsistensi (inconsistency) yang ditetapkan Saaty diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan : CR =
CI RI
(12)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Nilai Indeks Random (RI)
Ukuran Matriks
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
RI
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1.56
1,58
1,59
2.2 Teori Himpunan Fuzzy Himpunan A dikatakan crisp jika sebarang anggota-anggota yang ada pada himpunan A tersebut dikenakan suatu fungsi, akan bernilai 1 yakni jika a ∈ A maka fungsi a=1. Namun jika a ∉ A, maka nilai fungsi yang dikenakan pada a adalah 0. Nilai fungsi yang dikenakan pada sebarang
anggota himpunan A dikatakan sebagai nilai
keangotaan. Jadi pada himpunan crisp, hanya mempunyai 2 nilai keanggotaan yaitu 0 atau 1. Tetapi pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan dari anggota-anggota nya tidak hanya 1 dan 0 saja. Tapi berada pada interval tertutup [0,1]. Dengan kata lain himpunan A dikatakan fuzzy selama fungsi µ : A → [0,1]. Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut : MUDA
umur < 35 tahun
SETENGAH BAYA 35 ≤ umur ≤ 55 tahun TUA
umur > 55 tahun,
dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan nilai SETENGAH BAYA. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang bersifat diskontinu. Misalkan klasifikasi untuk umur 55 dan 56 sangat jauh berbeda, umur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, sedangkan umur 56 tahun sudah termasuk tua. Demikian pula untuk kategori MUDA dan TUA. Orang yang berumur 34 tahun dikatakan MUDA, sedangkan orang yang berumur 35 tahun sudah TIDAK MUDA lagi. Orang yang berumur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, orang yang berumur 55 tahun lebih 1 hari sudah TIDAK SETENGAH BAYA lagi. Dengan demikian pendekatan crisp ini sangat tidak cocok diterapkan pada hal-hal yang bersifat kontinu, seperti umur. Selain itu, untuk menunjukkan suatu umur pasti
Universitas Sumatera Utara
termasuk SETENGAH BAYA atau tidak termasuk SETENGAH BAYA,
dan
menunjukkan suatu nilai kebenaran 0 atau 1, dapat digunakan nilai pecahan, dan menunjukkan 1 atau nilai yang dekat 1 untuk umur 45 tahun, kemudian perlahan menurun menuju ke 0 untuk umur dibawah 35 tahun dan diatas 55 tahun.
2.3 Fungsi Keanggotaan Fuzzy Sebuah himpunan fuzzy A dari bilangan riil ℜ didefinisikan oleh fungsi keanggotaannya (dinotasikan oleh A) A : ℜ → [ 0,1 ] Jika x ∈ ℜ maka A( x ) dikatakan sebagai derajat keanggotaan x dalam A. Himpunan fuzzy dalam ℜ disebut normal jika terdapat x ∈ ℜ sehingga A( x ) =1. Himpunan fuzzy dalam ℜ disebut convex jika A adalah unimodal (sebagai sebuah fungsi). Bilangan fuzzy A adalah himpunan fuzzy dari bilangan riil dengan normal, (fuzzy) convex dan fungsi keanggotaan yang kontinu dari penyokong yang terbatas.
2.3.1 Bilangan Fuzzy Triangular Sebuah himpunan fuzzy A disebut bilangan fuzzy triangular dengan nilai tengah a , sebelah kiri α > 0, dan sebelah kanan β > 0. Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut :
1− A(t ) = 1 −
a−t
α
t−a
β
0
a −α ≤ t ≤ a
jika, a ≤ t ≤ a + β
(13)
lainnnya
Penyokong A adalah ( a − α , b + β ). Bilangan fuzzy triangular dengan nilai tengah a dilihat sebagai nilai kwantitas fuzzy.
Universitas Sumatera Utara
“ x dekat terhadap a “ atau “ x hampir sama dengan a “.
Gambar 2.1 Bilangan Fuzzy Triangular Contoh 2.2 : Fungsi keanggotaan triangular untuk himpunan BERAT pada variabel berat badan (kg) seperti terlihat pada gambar 2.2.
µ BERAT [23] = (23-15)/(25-15) = 8/10 = 4/5
BERAT
1 (Berat Badan)
Gambar 2.2 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva triangular)
2.3.2 Bilangan Fuzzy Trapezoidal Sebuah himpunan fuzzy A disebut bilangan fuzzy trapezoidal dengan interval toleransi [ a, b ], sebelah kiri α dan kanan β . Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1− A(t ) = 1 1−
a −α ≤ t ≤ a
a−t
α
jika, a ≤ t ≤ b
(14)
a ≤t ≤b+β
t −b
β 0
lainnya
Penyokong A adalah ( a − α , b + β ). Bilangan fuzzy trapezoidal dapat dilihat sebagai kwantitas fuzzy. “ x mendekati pada interval [ a, b ] “
a −α
a
b
b+β
Gambar 2.3 Bilangan Fuzzy Trapezoidal Contoh 2.3 : Fungsi keanggotaan trapezoidal untuk himpunan BERAT pada variabel berat badan (kg) terlihat seperti gambar 2.4.
µ BERAT [23] = (35-32)/(35-27) = 3/8
BERAT
(Berat badan)
Gambar 2.4 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva trapezoidal)
Universitas Sumatera Utara
2.4
Himpunan Penyokong ( Support Set )
Terkadang bagian tidak nol dari suatu himpunan fuzzy tidak ditampilkan dalam domain. Sebagai contoh, domain untuk BERAT adalah 15 kg hingga 35 kg, namun kurva yang ada dimulai dari 17 kg hingga 33 kg (gambar 2.5). Daerah ini disebut dengan himpunan penyokong (support set). Hal ini penting untuk menginterpretasikan dan mengatur daerah fuzzy yang dinamis.
BERAT
Gambar 2.5 Support set untuk himpunan fuzzy BERAT 2.5
Nilai Alfa – Cut
Salah satu teknik yang erat hubungannya dengan himpunan penyokong adalah himpunan level-alfa ( α -cut). Level-alfa ini merupakan nilai ambang batas domain yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap domain. Himpunan ini berisi semua nilai domain yang merupakan bagian dari himpunan fuzzy dengan nilai keanggotaan lebih besar atau sama dengan α .
Gambar 2.6 Nilai alfa-cut untuk himpunan fuzzy BERAT
Universitas Sumatera Utara
α - cut lemah dapat dinyatakan sebagai : α -cut kuat dapat dinyatakan sebagai :
µ A (x ) ≥ α µ A (x ) > α
2.6 Operasi – operasi Pada Himpunan Fuzzy Seperti halnya himpunan biasa, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Berikut ini beberapa operasi logika fuzzy yang didefinisikan oleh Zadeh : Interseksi
:
µ A∩ B = min (µ A [x ], µ B [ y ])
(15)
Union
:
µ A∪ B = max(µ A [x ], µ B [ y ])
(16)
Komplemen
:
µ A '= 1 − µ A [x ]
(17)
Karena himpunan fuzzy tidak dapat dibagi dengan tepat, seperti halnya pada himpunan crisp, maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan. Suatu elemen dikatakan menjadi anggota himpunan fuzzy jika : 1.
Berada pada domain himpunan tersebut.
2.
Nilai kebenaran keanggotaannya ≥ 0
3.
Berada diatas
α - cut yang berlaku
2.6.1 Interseksi Himpunan Fuzzy Pada himpunan crisp, interseksi antara dua himpunan berisi elemen-elemen yang berada pada kedua himpunan. Hal ini ekivalen dengan operasi aritmatik atau logika AND. Pada logika fuzzy konvensional, operator AND diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimal antar kedua himpunan. Berikut adalah aturan dasar Zadeh untuk interseksi fuzzy, daerah diantara dua himpunan ditentukan oleh aplikasi operasi tersebut.
µ A∩ B = min (µ A [x ], µ B [ y ])
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Union Himpunan Fuzzy Union dari dua himpunan dibentuk dengan menggunakan operator OR. Pada logika fuzzy konvensional, operator OR diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimal antar kedua himpunan. Operator fuzzy OR jarang sekali digunakan dalam pemodelan sistem, karena operasi OR pada dasarnya dapat dibentuk sebagai gabungan dari 2 proposisi fuzzy. Sebagai contoh : If x is A OR y is B then z is C Dapat dibentuk : If x is A then z is C If y is B then z is C Pada kedua kasus, kekuatan nilai keanggotaan antara konsekuen z dan daerah Fuzzy C oleh max(µ A [x ], µ B [ y ]) . Seperti halnya pada operator AND, dapat juga memvisualisasikan proses ini sebagai peng-OR-an bit pada vector Boolean yang merepresentasikan kebenaran dari ekspresi himpunan karakteristik untuk tiap-tiap kategori.Untuk membangun himpunan fuzzy menggunakan union dari dua himpunan berikut digunakan aturan Zadeh dasar untuk union Fuzzy, ditentukan oleh operasi sebagai berikut :
µ A∪ B = max(µ A [x ], µ B [ y ])
(18)
2.6.3 Komplemen (Negasi) Komplemen atau negasi suatu himpunan A berisi semua elemen yang tidak berada di A dan direpresentasikan dengan :
µ A '= 1 − µ A [x ]
(19)
Pada logika fuzzy, komplemen dihasilkan dengan cara menginversikan fungsi kebenaran untuk tiap-tiap titik pada himpunan fuzzy tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Perhitungan Dasar Logika fuzzy 2.7.1 Fuzzyfikasi Fuzzyfikasi dalah suatu proses pengubahan nilai tegas/real yang ada ke dalam fungsi keanggotaan fuzzy.
2.7.2 Defuzzyfikasi Merupakan proses pemetaan himpunan fuzzy ke himpunan tegas (crips). Proses ini merupakan kebalikan dari proses fuzzyfikasi Proses defuzzyfikasi diekspresikan sebagai berikut : Z = defuzzidier (Z) Dimana : Z = Hasil penalaran fuzzy Z = keluaran fuzzy logic Defuzzier = Operasi defuzzie
Universitas Sumatera Utara