BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran (Marketing) Kotler dan Armstrong (2012:29) menyatakan bahwa pemasaran (marketing) merupakan suatu proses bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia, membangun hubungan yang menguntungkan serta memahami kebutuhan-kebutuhan costumer, memulai membangun produk yang menyediakan nilai secara unggul, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya secara efektif, sehingga produk akan terjual lebih mudah. Yusuf dan William (2007:25) pemasaran dalam arti yang luas adalah semua kegiatan yang dirancang untuk mendorong dan mengelola segala pertukaran untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan kita. Menurut Suyanto (2007:7) pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran (marketing) merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dengan tujuan membangun hubungan yang baik dan menguntungkan dengan konsumen. Dimulai dari perencanaan, penciptaan produk atau jasa, penetapan harga, promosi kepada pihak terkait dengan tujuan memuaskan individu atau organisasi, dan pengevaluasian hasil dari produk dan juga promosi yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen.
2.1.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Menurut Kotler dan Armstrong (2006: 62), bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan di pasar sasaran. Bauran pemasaran dikelompokan menjadi empat variabel yang dikenal dengan “empat P” yaitu: product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi).
9
10 Menurut Soegoto (2009:112) bauran pemasaran adalah strategi gabungan empat elemen kunci pemasaran: produk, harga, distribusi, dan promosi, yang digunakan untuk memasarkan produk. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperluas pasarnya yang bertujuam untuk memperoleh keuntungan. Strategi bauran pemasaran yang diambil oleh perusahaan harus di dasarkan pada beberapa hal yang berkaitan dengan perusahaan yang tujuannya untuk menghasilkan suatu keputusan yang bersinambungan pada perusahaan. Jadi strategi bauran pemasaran 4P (Product, Price, Place, Promotion) yang diterapkan oleh setiap perusahaan pun pasti berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Price Daftar Harga Diskon Potongan Harga Periode Pembayaran Persyaratan Kredit
Product Ragam Kualitas Desain Fitur Nama Merek Kemasan Layanan Bauran Pemasaran (4 p)
Place Saluran Cakupan Pemilahan Lokasi Persediaan Transportasi Logistik
Promotion Iklan Penjualan Pribadi Promosi Penjualan Hubungan Masyarakat
Gambar 2.1 Bauran Pemasaran (4P) Sumber: Kotler dan Armstrong (2006)
11 2.1.2.1 Komponen Bauran Pemasaran 4P (Marketing Mix)
Produk (Product) Menurut Kotler dan Keller (2009:4), produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide.
Harga (Price) Menurut Kotler dan Keller (2009:67), harga merupakan elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan,
fitur
produk,
saluran,
dan
bahkan
komunikasi
membutuhkan banyak waktu.
Tempat (Place) Menurut Kotler dan Keller (2009:184), tempat adalah lokasi yang digunakan untuk proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Variabel tempat mencakup lokasi yang strategis, akses ke lokasi yang mudah dijangkau, penempatan layout produk yang rapi dan teratur, keluasan areal dan kenyamanan suasana belanja, dan keluasan areal dan keamanan parkir kendaraan.
Promosi (Promotion) Menurut Kotler dan Keller (2009:263), promosi adalah proses penyebaran informasi yang bertujuan mempengaruhi atau membujuk konsumen atas suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia menerima dan membeli suatu produk yang ditawarkan tersebut. Variabel promosi mencakup periode jangka waktu promosi yang lebih diperpanjang, media promosi yang disampaikan melalui brosur dan spanduk, dan bentuk promosi yang ditawarkan melalui kupon undian, dan hadiah langsung untuk total belanja tertentu. Adapun alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produknya pengusaha dapat memilih beberapa cara yaitu: a) Periklanan (Advertising) Advertising merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Advertising ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop,
12 televisi ataupun dalam bentuk poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis. Dengan membaca atau melihat advertensi itu diharapkan para konsumen atau calon konsumen akan terpengaruh lalu tertarik untuk membeli produk yang di advertensikan tersebut. Oleh karena itu maka advertensi ini haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para pembacanya. b) Promosi penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan tertentu maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen. c) Penjualan Pribadi (Personal Selling) Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan para calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara pengusaha dengan calon konsumennya
itu.
Kontak
langsung
itu
akan
dapat
mempengaruhi secara lebih intensif pada konsumennya karena dalam hal ini pengusaha dapat mengetahui keinginan dan selera konsumennya. d) Publisitas (Publication) Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh pengusaha untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen agar mereka menjadi tahu dan menyenangi produk yang dipasarkannya. Cara ini dilakukan dengan cara memuat berita tentang produk atau perusahaan yang menghasilkan produk tersebut di mass media, misalnya saja berita di surat kabar, berita di radio atau televisi maupun majalah tertentu dan sebagainya. Dengan memuat berita itu maka para pembaca secara tidak sadar telah dipengaruhi oleh berita tersebut.
13 2.1.3 Relationship Marketing 2.1.3.1 Pengertian Relationship Marketing Sejak awal tahun 1990-an, para praktisi dan akademis mulai mengalihkan fokus pada pemasaran berbasis hubungan pelanggan. Para penulis di bidang marketing mengemukakan bahwa terjadi pergeseran paradigma pemasaran dari pemasaran tradisional yang menekankan transaksi dengan pelanggan menjadi pemasaran yang berorientasi pada hubungan pelanggan (Harwood, Garry, dan Broderick, 2008:9). Seperti tampak pada gambar di bawah ini, di abad ke-21 pelayanan memiliki peran yang semakin dominan dalam pemasaran.
Gambar 2. 2 The Changing Focus of Marketing Sumber: Harwood, Garry, dan Broderick (2008:9)
Berikut ini peneliti sajikan beberapa pengertian relationship marketing berdasarkan hasil kajian pustaka. Relationship marketing yang didefinisikan oleh Berry (Chou, 2009:995) merupakan strategi untuk memikat, mengembangkan, dan menjaga hubungan dengan pelanggan. Gummeson (Hunt, Arnett, dan Madhavaram, 2006:73) memandang relationship marketing sebagai hubungan, jaringan, dan interaksi. Sedangkan Grönroos (Hunt, Arnett, dan Madhavaram, 2006:73) menyatakan bahwa relationship marketing adalah mengidentifikasi dan menetapkan, menjaga dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya, atas dasar suatu keuntungan, sehingga tujuan dari semua pihak dapat
14 tercapai; dan hal ini terwujud melalui pertukaran antara satu pihak dengan yang lain serta pemenuhan janji-janji. Relationship
marketing
juga
diartikan
sebagai
pemahaman,
penjelasan, dan pengelolaan hubungan bisnis kolaboratif yang berlangsung antara pemasok dan pelanggan (Sheth dalam Hunt, Arnett, dan Madhavaram, 2006:73). Sheth dan Parvatiyar (Hunt, Arnett, dan Madhavaram, 2006:73) berpendapat bahwa relationship marketing merupakan usaha untuk melibatkan dan mengintegrasikan pemasok, pelanggan, mitra infrastruktur lainnya ke dalam aktivitas pemasaran dan pengembangan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan relationship marketing dideskripsikan oleh Harker (Alrubaiee dan Al-Nazer, 2010:157) sebagai organisasi yang terlibat
secara
mempertahankan
proaktif
dalam
pertukaran
menciptakan,
yang
mengembangkan,
berkomitmen,
interaktif,
dan dan
menguntungkan dengan pelanggan dari waktu ke waktu. Strategi relationship marketing dapat membantu perusahaan untuk lebih memahami kebutuhan konsumen, sehingga perusahaan memiliki keunggulan kompetitif melalui penyediaan layanan yang lebih baik dari kompetitor, yang pada akhirnya akan menyebabkan pengurangan biaya dan pelanggan yang lebih loyal.
2.1.3.2 Keuntungan Relationship marketing Pelanggan
bersedia
melakukan
pertukaran
relasional
dengan
perusahaan karena mereka yakin bahwa keuntungan yang didapatkan akan melebihi biaya yang harus dikeluarkan. Morgan dan Hunt (Hunt, Arnett, dan Madhavaram, 2006:75) mengidentifikasikan keuntungan hubungan sebagai pendorong timbulnya komitmen hubungan yang mencirikan konsumen yang terlibat dalam pertukaran relasional. Lebih lanjut, konsumen ingin menjalin hubungan dengan mitra yang dapat dipercaya untuk mengurangi resiko yang dapat timbul akibat pertukaran relasional. Kepercayaan diasosiasikan sebagai keandalan, integritas, dan kompetensi mitra. Morgan dan Hunt juga beranggapan bahwa konsumen termotivasi untuk melakukan pertukaran dengan mitra yang mana mereka dapat berbagi nilai. Mereka mencari perusahaan yang sepaham dengan mereka mengenai apa yang baik dan buruk, yang penting dan tidak penting, yang sesuai dan tidak sesuai, dan sebagainya.
15 Hunt, Arnett, dan Madhavaram (2006:76) menyimpulkan keuntungan yang diperoleh pelanggan melalui relationship marketing terdiri dari: 1) Keyakinan bahwa
perusahaan dapat dipercaya
karena
dapat
diandalkan, kompeten, dan memberikan penawaran yang berkualitas. 2) Perusahaan berbagi nilai dengan konsumen. 3) Pelanggan dapat mengurangi biaya pencarian produk/jasa. 4) Persepsi pelanggan bahwa resiko yang diasosiasikan dengan penawaran pasar berkurang. 5) Pertukaran yang konsisten dengan kewajiban moral. 6) Pertukaran yang memungkinkan adanya kostumisasi yang mampu memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, dan preferensi pelanggan. Sedangkan
keuntungan
yang
diperoleh
perusahaan
dengan
mengimplementasikan relationship marketing berdasarkan tinjauan Abdullah dan Kanyan (2012:1256) antara lain: 1) Meningkatkan loyalitas pelanggan 2) Mengurangi sensitivitas harga pelanggan 3) Biaya pemasaran yang lebih rendah 4) Meningkatkan keuntungan perusahaan dan word-of-mouth 5) Kinerja finansial yang baik 6) Meningkatkan kepuasan pelanggan 7) Mengembangkan dan meningkatkan retensi pelanggan 8) Menciptakan stabilitas dan mengurangi ketidakpastian
2.1.3.3 Tujuan Relationship marketing Tujuan utama Relationship Marketing adalah untuk “membangun dan mempertahankan basis pelanggan yang menguntungkan dan berkomitmen untuk organisasi”. Tujuan ini dapat dicapai dengan melalui retensi, akuisisi dan peningkatan hubungan sesuai urutan tangga Relationship marketing. Tangga Relationship marketing merupakan tahap pengembangan berbagai hubungan, membangun hubungan pelanggan yang memiliki relevensi untuk semua kelompok dalam domain pasar pelanggan. Langkah pertama untuk menciptakan Partner (mitra) adalah mengidentifikasi
suspek
(suspect)
dan
prospek
(prospect)
untuk
16 mengembangkan hubungan, marketer harus berusaha menggerakkan suspek dan prospek menaiki tangga menjadi first-time customers sebagai pembeli (purchaser) pertama kali.
Partner
Seseorang yang bersedia menjalin hubungan kemitraan dengan perusahaan (mitra perusahaan).
Member
Seseorang
yang
bersedia
memperluas
hubungannya
dengan
perusahaan, yanitu menjadi member dari perusahaan.
Advocate
Seseorang yang aktif merekomendasikan kepada orang lain, semacam marketer paruh waktu, mempromosikan, sangat bahagia dengan produk, dan menceritakannya kepada orang lain.
Supporter
Seseorang yang suka pada perusahaan, tetapi lebih sebagai supporter pasif.
Repeat Customer
Seseorang yang suka membeli lagi, umumnya mengacu pada
Client
Seseorang yang telah melakukan transaksi yang diperkirakan menjadi
pelanggan yang melakukan pembelian secara berulang.
R el at io ns hi p m ar ke ti n g
basis pengulangan tetapi mungkin menjadi negatif, kadang-kadang harus kembali lagi di referal oleh orang lain. First-time customers
Seseorang yang telah melakukan kontak pertama dengan perusahaan Tra
Prospect
nsa ksi ona Seseorang yang dapat dibujuk untuk menjadi pelanggan, atau dikenal Ma sebagai pelanggan potensial, atau tertarik terhadap promosi penjualan. rke tin g
Suspects
Seseorang yang memiliki potensi untuk menggunakan produk atau
atau seseorang membeli yang membeli produk untuk pertama kali.
jasa yang ditawarkan perusahaan. Gambar 2.3 Tangga Relationship marketing
17 Tahap selanjutnya adalah mengubah pembeli menjadi klien. Ketika pelanggan mengakui adanya manfaat produk atau jasaa, mereka akan melakukan pembelian ulang. Pelanggan yang terlibat dalam proses ini akan menjadi pendukung (supporter) dimana konsumen mulai menyukai perusahaan meskipun hanya pasif. Seseorang pelanggan yang berada pada tahap ini, akan tertarik untuk melanjutkan hubungan jika perusahaan memberika penawaran kualitas dan nilai dari waktu ke waktu secara konsisten, pelanggan akan pindah ke tahap “Advocate”, pada tahap ini pelanggan
bersedia
menjadi
marketer
perusahaan,
mempromosikan
perusahaan, pelanggan menjadi sangat bahagia pada produk, mereka aktif menceritakan dan merekomendasikan kepada orang lain secara positif. Jika pada tahap ini marketer berhasil mengembangkan hubungan yang memenuhi kebutuhan pelanggan, palanggan akan “merasa sebagai member” ppenting bagi pertumbuhan dan perluasan perusahaan. Apabila pada tahap ini perusahaan dapat meningkatkan hubungan yang membantu konsumen setia bahkan lebih setia membeli produk produk atau jasa selama hidupnya. Langkah terakhir dalan tangga Relationship marketing adalah hubungan kemitraan (partner) yang berkembang lebih mendalam antara pelanggan dan perusahaan, tahap ini mampu menghasilkan hubungan yang saling percaya dan saling berbagi manfaat.
2.1.3.4 Alasan Gagal Dan Kesuksesan Relationship Marketing Relationship Marketing sebagai isu strategis dalam pemasaran, bila digunakan dengan tepat, dapat membantu perusahaan dalam membangun hubungan jangka panjang yang menguntungkan dengan pelanggan, tetapi memaksa hubungan pada pihak yang tidak diminta atau tidak menghendaki dapat mengakibatkan pelanggan meninggalkan perusahaan. Ada tujuh alasan strategi Relationship marketing itu gagal: 1. Mengabaikan Data: Relationship marketing adalah semua tentang data pelanggan, data produk, data transaksi, dan lain-lain. Data ini harus dipahami dengan standar tertinggi untuk mencapi manfaat dari menyimpan data tersebut. 2. Kebijakan: menyarankan bahwa strategi Relationship marketing dalam perusahaan tidak harus menjadi departemen tersendir.
18 3. Penggunaan IT/SI: Relationship marketing semakin bergantung pada teknologi karena itu penting bagi staf untuk disertakan dalam pemilihan teknologi yang akan digunakan, kegagalan dalam bekerja sama, Relationship marketing akan gagal, sebaliknya akan memiliki efek positif pada tingkat operasional. 4. Tidak Ada Rencana: inisiasi manfaat strategi Relationship marketing didominasi oleh rencana jangka panjang yang jelas (Tiga Tahunan). 5. Relationship marketing diimplementasikan bagi perusahaan dan bukan pelanggan: Relationship marketing adalah semua tentang pelanggan dan karena itu strategi Relationship marketing harus terlibat dalam proses untuk memahami dan memenuhi kepentingan dan kebutuhan perusahaan dan pelanggan. 6. Proses otomatisasi cacat: semua perusahaan memiliki pelanggan berbasis proses, proses otomatisasi yang cacat dari waktu ke waktu dan kelemahan semakin lebih jelas dimata pelanggan, Relationship marketing tidak menambah nilai pengalaman pelanggan. 7. Tidak
ada
perhatian
untuk
menghargai
keahlian:
karyawan
memainkan peran penting dalam pelaksanakan strategi Relationship marketing.
Strategi
Relationship
marketing
sebaik
apapun
dikembangkan oleh manajemen puncak kemudian ditempatkan ditangan karyawan, tanpa pelatihan, perhatian dan penghargaan (tidak selalu uang) Relationship marketing akan gagal. 2.1.3.5 Dimensi Relationship marketing Tjiptono dan Chandra dalam bukunya yang berjudul “Service Quality dan Satisfaction” (2005) menerapkan dimensi Relationship marketing: Sebagai berikut: 1. Trust Komponen relasi bisnis yang menentukan tingkat keyakinan setiap pihak bahwa ia bisa mengandalkan integritas janji yang ditawarkan. 2. Bonding Komponen relasi bisnis yang mendorong dua pihak (pembeli dan pihak) bertindak bersama dalam rangka mewujudkan tujuan yang diharapkan 3. Komunikasi
19 Pertukaran dan saling berbagi informasi berguna dan tepat waktu, baik secara formal maupun informal, antara pembeli dan penjual. 4. Share Value Komponen yang menunjukkan sejauh mana para mitra bisnis memiliki kesamaan keyakinan mengenai perilaku, tujuan, dan kebijakan yang penting atau yang tidak penting, tepat atau tidak tepat, dan benar atau salah. 5. Empati Komponen relasi bisnis yang memungkinkan kedua pihak untuk melihat situasi dari perspektif mitra bisnis masing-masing. Dengan kata lain, empati mencerminkan kemampuan memahami keinginan, tujuan, dan perasaan orang lain. 6. Reciprocity Komponen relasi bisnis yang merefleksikan kesediaan masing-masing pihak untuk saling membantu atau membalas kebaikan yang dilakukan salah satu pihak.
2.1.4 After Sales Service Menurut Mccoulbugh, berry dan Yadav (2000) konsep customer service yang telah berlaku di abad ke 19 dalam after sales service terdapat elemen penting yakni layanan pengiriman, instalasi dan garansi. Level kepuasan pelanggan dapat berpengaruh dengan mengurangi expektasi pelanggan atau dengan meningkatkan persepsi pelanggan terhadap layanan. Sedangkan menurut Zeithaml (1981) saat kita membeli barang , kita mengukur kualitas barang yang kita beli, seperti style, warna, label, feel, packaging dari produsennya. Jika kita tidak sadar akan hal diatas, harga barang biasanya menunjukkan kualitas barang yang diterima. Study ini bertujuan untuk meningkatkan layanan dengan cara memperoleh kepuasan pelanggan atau dengan meningkatkan layanan yang bagus. Menurut parasuraman, Zeithaml, Berry (1985) Kualitas dari after sales service sangat bergantung pada organisasi, karena setelah menjual produk biasanya organisasi itu tidak peduli dengan kepuasan pelanggan. Padahal itu semua penting untuk membuat meningkatkan pemasukan yang tinggi bagi perusahaan jika memperdulikan kepuasan pelanggan. Gronroos (2008) staf
20 After Sales Service tidak harus “Pass the Buck” atau tidak harus melewati kesalahan dan harus meyakinkan pelangan bahwa ada seseorang yang bersedia untuk membantu. Jangan pernah memberikan alasan kepada pelanggan setelah menjual produk anda. Goffin (1999) kegiatan purna jual seperti teknikal support adalah hal yang sangat penting untuk memperoleh kepuasan pelanggan dan hubungan jangka panjang yang baik. After Sales Service sering kali berpengaruh berkaitan dengan masalah pelanggan. Contohnya kesalahan dalam restorasi layanan, mendiagnosa masalah. Oleh karena itu hal itu dapat dilihat untuk proses perbaikan yang mana berupaya untuk memecahkan masalah pelanggan. Methe dan Saphiro (1999) bahwa After Sales Service alat pemasaran yang sangat penting yang dapat membantu perusahaan untuk menjadi lebih bersaing di dalam pasar. Menurut Shaharudin, Muzani, Jamel dan Wan (2009) After Sales Service digambarkan sebagai layanan purna jual yang diberikan kepada konsumen ketika barang yang dibeli konsumen sudah dikirim. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa After Sales Service merupakan
faktor
yang
sangat
penting
bagi
perusahaan
untuk
mempertahankan pelanggan dan untuk membuat pelanggan merasa puas setelah pembelian.
2.1.4.1 Tujuan After Sales Service (Layanan Purna Jual) •
After Sales Service dimaksudkan untuk menjaga minat konsumen atau calon konsumen dan memperluas sikap positif dari keunggulan produk yang telah dijanjikan.
•
Menumbuhkan kepuasan, kekaguman, merekomendasikan dan diatas semuanya pembelian ulang.
•
Menciptakan kepercayaan, keyakinan diri, dan reputasi.
•
Mengungkapkan garansi dengan persyaratan termasuk penjelasn tentang suku cadang secara terbuka.
•
Meningkatkan kepuasan konsumen sgar para konsumen tersebut mau kembali membeli produk-produk yang dijual organisasi atau perusahaan sehingga proses bisnis dapat terus berlangsung dengan baik.
21 After Sales Service meliputi pelayanan seperti: •
Layanan yang diberikan oleh Customer Service
•
Pemberian jaminan
•
Pelatihan dan petunjuk penggunaan produk
•
Penyediaan suku cadang
•
Penanganan perbaikan, penanganan keluhan, tracking informasi yang dibutuhkan mengenai kondisi produk yang sedang diperbaiki
•
Up selling serta cross selling
2.1.4.2 Dimensi After Sales Service •
Provision of information: Pelanggan bisa jadi membutuhkan informasi tentang produk, ketersediaan, delivery dates, and prices. Mereka membutuhkan informasi, contohnya apa yang terjadi tentang proses pemesanan atau ada kesalahan dalam pemesanan mereka juga harus tau tentang proses pengirimannya contohnya ada pemesanan, ada kesalahan. Selain itu pelanggan juga perlu tau mengenai isi dari tagihannya. Dan bagaimana cara melengkapi proses pembayarannya. Kalo misalnya ada tagihan yang salah si pelanggan harus dikasih tahu dan perlu tahu kalo tagihannya ada yang salah. Jika pelanggan ada ketidakpuasan maka harus dijawab. Sebagai penyedia layanan maka kalo ada pertanyaan dari pelanggan makan harus melayani pelanggan dengan baik dan kalo bisa memberikan pengertian kepada pelanggan. Setiap ada pertanyaan harus menjawab. Penjual harus tau banyak informasi dari pelanggan yang dibutuhkan. Penjual harus peka terhadap kebutuhan pelanggan.
•
Service Delivery: Service provider diharuskan untuk melakukan berbagai tugas yang berbeda dari sekedar hal yang berkenaan dengan produk dan service saja. Service provider mengurusi delivery dari semua bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengoperasian dan maintenance service sebagaimana dijelaskan dalam spesifikasi service dan untuk digunakan oleh customer.
•
Maintenance and repair service: Fungsi service meliputi semua kegiatan yang berhubungan dengan repair dari saat service tidak
22 menawarkan beberapa fitur-fitur yang spesifik hingga saat fitur-fitur tersebut dikembalikan untuk digunakan oleh customer. •
Billing Service: Billing adalah hal yang umum bagi hampir seluruh service yang disediakan secara gratis. Tagihan yang tidak akurat, tidak jelas, dan tidak kompatibel beresiko pada kekecewaan customer yang pada saat itu merasa sudah cukup puas di waktu pengalaman mereka sebelumnya. Terkadang kegagalan justru merugikan customer yang sebelumnya sudah merasa puas. Penagihan harusnya dilaksanakan tepat waktu karena hal itu dapat memicu pembayaran yang lebih cepat. Meskipun terdapat perkembangan potensi produktivitas, penagihan juga memiliki sisi gelap nya tersendiri, yakni apabila tagihan yang tidak akurat itu justru disebabkan oleh tagihan yang dibayar lebih. (termasuk pajak and penalty charge). Customer biasanya berharap tagihan itu bersifat jelas, informatif, dan cetakan bill nya berisi total tagihan yang jelas. Sementara itu, menyediakan tagihan yang akurat dan tepat waktu adalah salah satu komponen dalam menciptakan image service provider yang baik.
•
Customer complaint handling: Complain adalah hasil dari kegagalan dalam mengatur service yang terjadi karena berbagai alasan. Kegagalan service tadi menimbulkan respon negatif terhadap pelanggan. Sedangkan complian dari pelnaggan tadi harus direspon dengan cepat. Sehingga apabila pengaturan tersebut menimbulkan complain maka harus segera diatasi. Disisi lain pelanggan berharap diperlakukan dg baik dengan cara diberikan perhatian ketika mereka memberikan komplain. Bentuk bentuk respon yang tidak baik meliputi berbagai hal diantaranya adalah: sikap tidak baik dari seorang staff, tidak tepat waktu, tidak menepati janji dan telpon sibuk. Kita tidak harus menunggu komplain itu datang tetapi harus mengantisipasi biar komplain itu tidak terjadi. Faktor yang dapat membuat pelanggan tidak puasa diantaranya: kegagalan layanan yang parah, kesalahan tagihan, mengasih harga yang tidak wajar, lokasi yang tidak nyaman dan jam jam operaasi dan membuat pelnaggan menunggu lama.
23
2.1.5 Kepuasan Pelanggan (Consumer Satisfaction) 2.1.5.1 Pengertian Kepuasan (Satisfaction) Kotler dan Keller (2009:138) mengemukakan bahwa, kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau jasa terhadap ekspektasi mereka. Kepuasan konsumen berkaitan dengan sejauh mana kinerja suatu produk yang dirasakan cocok dengan harapan pembeli. Jika kinerja suatu produk turun, maka pembeli akan merasa kecewa. Jika kinerja suatu produk cocok dengan harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa puas. Dan apabila kinerja produk melebihi harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa sangat puas. Menurut Tjiptono dan Chandra (2012:59), arti kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin. “Satis” yang artinya adalah cukup baik atau memadai, sedangkan “facio” artinya adalah membuat atau melakukan. Sehingga kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu secara memadai. Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana sebuah produk atau jasa dapat memenuhi atau melampaui harapan pelanggan (Gerson, 2004). Kepuasan pelanggan adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir dalam Tambrin, 2010:64).
Sedangkan Supranto dalam Tambrin (2010:63)
mendefinisikan kepuasan pelanggan merupakan label yang digunakan oleh pelanggan untuk meringkas suatu himpunan aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa. Dari beberapa pengertian kepuasan pelanggan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan merupakan suatu kondisi dimana individu telah merasakan senang dan puas akan keputusan yang diambilnya. Dalam memasarkan suatu produk atau jasa, pemasar harus memperhatikan suatu kualitas yang lebih, sehingga dapat memberikan suatu nilai yang maksimal bagi konsumen serta dapat melebihi ekspektasi dari konsumen akan kualitas pelayanan yang ditawarkan. Ekspektasi pelanggan berfungsi sebagai standar perbandingan. Kinerja atau pelayanan jasa dibandingkan dengan ekspektasi. Perbandingan tersebut akan menghasilkan reaksi konsumen terhadap produk atau jasa dalam bentuk kepuasan atau persepsi kualitas.
24 Berdasarkan kesimpulan kepuasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang dirasakan pelanggan setelah mendapatkan hasil yang dicapai dari produk atau jasa atas harapan pelanggan pada produk atau jasa tersebut. Jadi kepuasan pelanggan terjadi jika pelanggan merasa bahwa produk atau jasa yang digunakan sesuai atau bahkan melebihi harapan dari pelanggan tersebut.
2.1.5.2 Manfaat Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2005), kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya adalah: 1. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi
baik. 2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang. 3. Mendorong terciptanya loyalitas konsumen. 4. Memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth)
yang menguntungkan bagi perusahaan. 5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata konsumen. 6. Laba yang diperoleh dapa meningkat.
2.1.5.3 Mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2005:366) terdapat
beberapa
konsep
inti
mengenai objek pengukuran kepuasan pelanggan, yakni : 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan
Cara yang paling sederhana dalam mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa tertentu. Ada dua proses dalam pengukurannya, yaitu mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan dan menilai serta membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing. 2. Harapan
Dalam konsep ini, kepuasan pelanggan diukur berdasarkan
25 kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual perusahaan. 3. Minat pembelian ulang
Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan tersebut. 4. Kemudahan
Faktor kemudahan yang dimaksudkan adalah kemudahan pelanggan dalam mendapatkan produk atau jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif dijangkau,
nyaman
dan
mudah
efisien
dalam
mendapatkan
pelanggan,
tidak
hanya dengan
produk maupun layanan.
Dalam
mengukur
kepuasan
melihat pelanggan senang tetapi ada juga ukuran – ukuran yang diperlukan untuk mengetahui apakah konsumen tersebut benar – benar puas. Seperti halnya mengenai pengaduan dan saran, tentunya perusahaan perlu memudahkan pelanggan untuk memberikan saran dan keluhan mengenai masalah yang dihadapinya terhadap perusahaan itu sendiri. Selain itu, dalam mengukur kepuasan pelanggan, dapat juga kita ajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat untuk membeli kembali dan kemauan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain.
2.1.5.4 Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menentukan operasionalisasi pengukuran kepuasan bisa menggunakan sejuamlah faktor. Kepuasan pelanggan bukanlah konsep mutlak (absolute), melainkan suatu konsep relatif yang tergantung pada apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Tjiptono dan Chandra (2007) dalam Tjiptono (2012:319), beberapa faktor yang mempengaruhi operasionalisasi pengukuran kepuasan tersebut, seperti halnya ekspektasi, tingkat kepentingan (importance), kinerja, serta faktor ideal. Pengukuran
26 kepuasan konsumen memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah: a. Untuk mengidentifikasi keperluan (requirement) pelanggan (importance ratings), yang berhubungan dengan aspek-aspek bernilai penting bagi konsumen dan yang dapat mempengaruhi puas tidaknya konsumen tersebut. b. Untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja perusahaan pada aspek-aspek penting. c. Untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. d. Untuk mengidentifikasi priorities for improvement (PFI) melalui analisis
gap antara
skor tingkat kepentingan
(importance) terhadap kepuasan. e. Untuk mengukur indeks kepuasan konsumen yang bisa menjadi indikator terbaik dalam memantau kemajuan dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu.
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap perusahaan. Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan,
memuaskan
kebutuhan
konsumen
dapat
meningkatkan keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang merupakan porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.
2.1.5.5 Dimensi kepuasan pelanggan Dalam jurnal “The Study of Relationship among Experiental marketing, Service Quality, Customer Satisfaction, and Customer Loyalty” mengungkapkan beberapa elemen kepuasan pelanggan yaitu:
27 a) The Environment Seperti lingkungan dan suasana yang nyaman, ketersediaan tempat parkir untuk kendaraan. b) Personal Service Seperti sikap pelayan yang baik, dan juga cepatnya pelayanan yang diberikan. c) Service Seperti tersedianya area bermain, kemasan dari produk yang menarik. d) Tangible Products Seperti harga yang jelas, kompakompatibilitas produk promosi dengan informasi iklan. e) Value Seperti kualitas yang dibandingkan dengan harga, dan mutu dan harga yang sesuai.
2.1.6 Repurchase Intentions Minat pembelian ulang dapat digambarkan sebagai komponen perilaku yang
menunjukan kesediaan atau antusiasme untuk membeli
kembali sebuah produk atau jasa (Mittal, Ross, dan Baldasare, 1998). Asumsi yang mendasari mengenai minat pembelian ulang pelanggan telah dikaitkan keyakinan bahwa kepuasan pelanggan mempengaruhi perilaku minat pelanggan. Dalam hal ini konsumen yang kurang puas kecil kemungkinanya untuk membeli kembali sebuah produk. (Cho et al., 2004; Cronin dan Michael, 1989; Cronin dan Taylor, 1992; Markdan Doris, 1994; Tian-Coal, Crompton, dan Willson et al., 2002). Jika pelanggan puas dengan pengalaman mereka, mereka akan lebih mungkin sering berkunjung, menjadi pengguna setia, menyebarkan word-of-mouth yang positif kepada orang lain (TianBatubara etal., 2002). Menurut Keller (2003) pengalaman yang berarti menjelajahi dan merasakan, Keller juga percaya bahwa pengalaman adalah persepsi setelah mengalami periode waktu dan kemajuan dalam sebuah proses. Untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam konsep
niat
pembelian kembali, itu diperlukan untuk menjelaskan perbedaan antara pre-
28 consumption situation dan post-purchase situation. Menurut Patterson dan Spreng (1997) pre-consumption situation pelanggan lebih dipengaruhi oleh brand image, harga, nama toko dan komunikasi pasar. Sebaliknya, postpurchase situation menjelaskan bahwa pelanggan lebih dipengaruhi oleh pengalaman dalam menggunakan dan cenderung membuat keputusan pembelian dibawah pengaruh mereka sendiri. Maksudnya pelanggan membuat keputusan berdasarkan kepuasan dan ketidakpuasan mereka sendiri terhadap suatu produk atau jasa tersebut. Menurut Wathne (2001), minat pembelian kembali pelanggan tergantung pada nilai transaksi yang diperoleh sebelumnya, seperti manfaat, persaingan dan harga. Repurchase intention adalah proses berulang membeli barang dan jasa dari toko tertentu (Hellier, 2003) dan alasan utama adalah dalam pengalaman setelah berbelanja. Perusahaan bukannya menarik pelanggan baru tetapi dapat mempertahankan pelanggan sebelumnya dengan biaya kurang (Zeithaml, 1996). Semakin banyak pengalaman seseorang terhadap suatu merek atau produk maka akan semakin banyak pembelian ulang yang terjadi terhadap produk yang mendapat evaluasi yang baik (Chang, Lee, Chien, Huang, and Chen, 2010). Pembelian ulang juga tidak dapat dikatakan sebagai loyalitas, karena belum tentu dengan pembelian ulang, pelanggan merasa puas dengan produknya.
2.1.6.1 Dimensi Repurchase Intentions Dalam jurnal “A Study Antecedents of Customer Repurchase Behaviors in Chain Store Supermarkets” mengungkapkan beberap elemen Repurchase Intentions yaitu: a) Kesediaan untuk membuat pilihan pembelian Dalam hal ini pelanggan bersedia untuk membeli produk atau jasa kita lagi atau memilih produk atau jasa dari produsen lain. b) Kelayakan untuk membeli Dalam hal ini perusahaan layak atau tidak jika konsumen ingin membeli produk atau jasanya lagi. Kelayakan ini berhubungan dengan pemilihan penjual, produsen, supplier, dll.
29 c) Rekomendasi untuk sanak saudara teman-teman untuk membeli lagi. Dalam hal ini dijelaskan bahwa pelanggan berusaha atau melakukan rekomendasi kepada sanak saudara atau teman dan bagaimana pertimbangan kepada penjual, produsen, atau supplier akan produk yang sudah di konsumsi pada pesaing.
2.2 Hubungan antar variabel 2.2.1 Hubungan antara Relationship Marketing dan Customer Satisfaction Penelitian yang dilakukan Al-Hersh, Aburoub, dan Saaty (2014) yang berjudul “The Impact of Customer Relationship Marketing on Customer Satisfaction of The Arab Bank Services” bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh Relationship Marketing di Arab Bank Service terhadap Customer Satisfaction. Selain itu penelitian juga menunjukkan perbedaan
perilaku
mengenai
pentingnya
dimensi
Relationship
Marketing di dua sampel. Selain itu penelitian juga menghasilkan perbedaan hasil tentang penngaruh Relationship Marketing terhadap Customer Satisfaction.
2.2.2 Hubungan antara After Sales Service dan Customer Satisfaction Penelitian yang dilakukan Hussain et al (2014) yang berjudul “An Empirical Analysisi of After Sales Service and Customer Satisfaction” Penelitian ini menunjukkan bahwa Customer Satisfaction dapat meningkatkan layanan pengiriman yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel independen melakukan secara signifikan kecuali pernyataan 1 yaitu core service or service product tetapi tidak memiliki dampak negatif pada Customer Satisfaction dalam model ini. Maka dari itu peneliti sekarang memakai variabel tersebut untuk penelitian yang berjudul “Pengaruh Relationship Marketing dan After Sales Service terhadap Customer Satisfaction dan Dampaknya Pada Repurchase Intentions”.
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan adanya pengaruh After Sales Service terhadap Customer Satisfaction. Dengan penelitian
30 ini maka peneliti sekarang menyatakan adanya hubungan antara After Sales Service dengan Customer Satisfaction . Maka dari itu peneliti sekarang memakai variabel tersebut untuk penelitian yang berjudul “Pengaruh Relationship Marketing dan After Sales Service terhadap Customer Satisfaction dan Dampaknya Pada Repurchase Intentions”.
2.2.3 Hubungan antara Customer Satisfaction dan Repurchase Intentions Penelitian yang dilakukan Huang et al (2014) yang berjudul “The Relationship Among Brand Equty, Customer Satisfaction, and Brand Resonance to Repurchase Intentions of Cultural and Creative Industries in Taiwan” menyimpulkan bahwa variabel Customer Satisfaction akan secara langsung mempengaruhi Repurchase Intentions. Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa variabel Customer Satisfaction dengan Repurchase Intentions mempunya hubungan yang signifikan. Maka dari itu peneliti sekarang memakai variabel tersebut untuk penelitian yang berjudul “Pengaruh Relationship Marketing dan After Sales Service terhadap Customer Satisfaction dan Dampaknya Pada Repurchase Intentions”.
31
2.3 Kerangka Pemikiran
Relationship Marketing
Trust Bonding komunikasi Share Value Empati Reciprocity
Consumer Satisfaction Environment Personal Service Service Tangible Product Value
Repurchase Intentions Kesediaan Untuk Membuat Pilihan Pembelian Kelayakan Untuk Membeli Rekomendasi Untuk Sanak Saudaradan Teman-Teman Untuk Membeli Lagi
After Sales Service Provision of Information Service Delivery Maintenance and Repair Service Billing Service
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis 1. Hipotesis pengujian variabel X1 terhadap Y. (T-1) Ho : Relationship Marketing tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction. Ha : Relationship Marketing berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Customer Satisfaction.
2. Hipotesis pengujian variabel X2 terhadap Y. (T-2) Ho : After Sales Service tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction.
32 Ha :
After Sales Service berpengaruh secara parsial dan signifikan
terhadap variable Customer Satisfaction.
3. Hipotesis pengujian variabel Y terhadap Z. (T-3) Ho : Customer Satisfaction tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Repurchase Intentions. Ha : Customer Satisfaction berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Repurchase Intentions.
4. Hipotesis pengujian variabel X1 terhadap Z. (T-4) Ho : Relationship Marketing tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Repurchase Intentions. Ha : Relationship Marketing berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Repurchase Intentions.
5. Hipotesis pengujian variabel X2 terhadap Z. (T-5) Ho : After Sales Service tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Repurchase Intentions. Ha :
After Sales Service berpengaruh secara parsial dan signifikan
terhadap variabel Repurchase Intentions.
6. Hipotesis pengujian variabel X1 terhadap Z melalui Y. (T-6) Ho : Relationship Marketing tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Repurchase Intentions melalui Customer Satisfaction. Ha : Relationship Marketing berpengaruh signifikan terhadap variable Customer Satisfaction
Repurchase Intentions melalui Customer
Satisfaction.
7. Hipotesis pengujian variabel X2 terhadap Z melalui Y. (T-7) Ho : After Sales Service tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Repurchase Intentions melalui Customer Satisfaction. Ha : After Sales Service berpengaruh signifikan terhadap variable Customer Satisfaction Satisfaction.
Repurchase Intentions melalui Customer