18
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kualitas Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan adalah kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan konsumennya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan dan keinginannya. Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara lain: Juran (1962) ”kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.” Crosby (1979) ”kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.” Feigenbaum (1991) “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dalam produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.” Scherkenbach
(1991)
“kualitas
ditentukan
oleh
pelanggan; pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan
19
harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.” Elliot (1993) “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.” Goetch dan Davis (1995) “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.” Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 198402-1991), kualitas adalah keseluruhan cirri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar (Ariani,[2004],h.4). Definisi kualitas dalam konteks S PC Kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan
kepuasan
pelanggan
internal
maupun
eksternal
(Vincent,[1998],h.1). Ada beberapa dimensi kualitas untuk industri manufaktur dan jasa. Dimensi ini digunakan untuk melihat dari sisi manakah kualitas dinilai. Tentu saja perusahaan ada yang menggunakan salah satu dari sekian banyak dimensi kualitas yang ada, namun ada kalanya yang membatasi hanya pada salah satu
20
dimensi tertentu. Yang dimaksud dimensi kualitas tersebut, telah diuraikan oleh Garvin (1996) untuk industri manufaktur, meliputi: Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. Durability, yaitu tingkat ketahanan/awet produk atau lama umur produk. Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut. Aesthetic, yaitu keindahan atau daya tarik produk tersebut. Perception, yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri.
21
2.2
Pengendalian Kualitas Untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian kualitas yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Pengendalian kualitas merupakan usaha untuk mempertahankan kualitas dari produksi agar sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Pengendalian kualitas dalam suatu proses produksi adalah sangat penting karena dengan pengendalian kualitas yang dilaksanakan secara benar, perusahaan akan dapat mempertahankan posisinya dipasar dan dapat menghadapi persaingan dari perusahaan lain. Tujuan Pengendalian Kualitas: Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan pengendalian kualitas adalah: 1. M engevaluasi standar kualitas pada material yang masuk, proses produksi, dan produk yang keluar. 2. M enilai proses yang terjadi untuk menetapkan standar dan mengambil tindakan bila terjadi penyimpangan.
22
3. M engevaluasi kualitas yang optimal yang dapat dicapai dalam kondisi tertentu. 4. M eningkatkan kualitas dan produktivitas dengan melakukan eksperimen dan proses kontrol. 5. M engembangkan kesadaran atas kualitas di dalam dan diluar perusahaan.
2.3
Statistical Process Control (S PC) Pengendalian
kualitas
proses
statistik
(statistical process
control)
merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengenlola, dan memperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik. Filosofi pada konsep pengendalian kualitas proses statistik atau yang lebih dikenal dengan pengendalian kualitas proses statistik (statistical process control) adalah output pada proses atau pelayanan dapat dikemukakan ke dalam pengendalian statistik melalui alat-alat menajemen dan tindakan perancangan (Ariani,[2004],h.61). Pengendalian Proses Statistikal (Statistical Process Control) dapat diterapkan pada tiga tingkat pengukuran performansi kualitas. Ketiga tingkat pengukuran performansi kualitas tersebut adalah : •
Pengukuran pada tingkat proses M engukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan karakteristik
23
output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingka proses yang menggambarkan performansi kualitas adalah: lama waktu menjawab panggilan telepon, persentase material cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk, banyaknya inventori barang setengah jadi, dan lainlain. •
Pengukuran pada tingkat output M engukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memnuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyaknya produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.
•
Pengukuran pada tingkat outcome M engukur bagaimana baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah: banyaknya keluhan pelanggan yang diterima,
24
banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk tepat waktu sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain-lain (Vincent,[1998],h.1). Pengendalian proses statistik merupakan penerapan metode-metode statistik untuk pengukuran dan analisis variasi proses. Teknik ini menerapkan parameter-parameter pada proses dan analisis proses. Sasaran pengendalian proses satatistik terutama adalah mengadakan pengurangan terhadap variasi atau kesalahan-kesalahan proses. Selain itu, tujuan utama dalam pengendalian proses statistik adalah mendeteksi adanya penyebab khusus (assignable cause atau special cause) dalam variasi atau kesalahan proses melalui analisis dari data masa lalu maupun masa mendatang. Variasi proses sendiri terdiri dari dua macam penyebab, yaitu penyebab umum (random cause atau chance cause atau common cause) yang sudah melekat pada proses, dan penyebab khusus (assignable cause atau special cause) yang merupakan kesalahan yang berlebihan. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output barang/jasa yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Variasi penyebab khusus Adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia,
25
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain yang mengambil pola-pola nonacak sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statisikal menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batasbatas pengendalian yang didefinisikan. 2. Variasi penyebab umum Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menimbulkan variasi dalam sistem serta hasil-hasiknya. Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang
dapat
memperbaikinya,
karena
pihak
manajemenlah
yang
mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian. Sementara itu, untuk menentukan apakah proses berada dalam pengendalian, pengendalian proses statistik menggunakan alat yang disebut peta pengndali (control chart) yang merupakan gambar sederhana tiga garis, di mana garis tengah yang disebut garis pusat (center line) merupakan target nilai pada beberapa kasus, dan kedua garis lainnya merupakan batas pengendali atau dan batas pengendali bawah (Caulcutt, 1996). Peta
26
pengendali (control chart) tersebut memisahkan penyebab penyimpangan menjadi penyebab umum dan penyebab khusus melalui batas pengendalian. Bila
penyimpangan
atau
kesalahan
melebihi
batas
pengendalian,
menunjukkan bahwa penyebab khusus telah masuk ke dalam proses dan proses harus diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab dari penyimpangan atau kesalahan yang berlebihan tersebut. Kesalahan yang disebabkan karena sebab umum berada di dalam batas pengendalian. Hal ini berarti dalam proses sebaiknya hanya penyebab umum yang terjadi, sehingga secara langsung kesalahan tersebut dapat distabilkan.
2.3.1
Peta Kendali (Control Chart) Peta pengendali menggambarkan perbaikan kualitas. Perbaikan kualitas terjadi pada dua situasi. Situasi pertama adalah ketika peta kendali dibuat, proses dalam kondisi tidak stabil. Kondisi yang di luar batas kendali terjadi karena sebab khusus (assignable cause), kemudian dicari tindakan perbaikan sehingga proses menjadi stabil. Hasilnya adalah adanya perbaikan proses. Ada dua macam peta kendali, peta kendali untuk data atribut dan data variabel. 1. Data Atribut Yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label
27
pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. • Peta Kontrol p Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksaatau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu atu lebih karakteristik kualitas yang diperiksa, item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Proporsi sering diungkapkan dalam bentuk desimal, misalnya: jika ada 30 unit produk yang cacat dari 100 unit produk yang diperiksa, dikatakan bahwa proporsi dari produk cacat adalah sebesar 30/100 = 0,30. Apabila nilai proporsi ini dikalikan dengan
28
100%, dapat dinyatakan dalam persen, sehingga dikatakan bahwa persentase produk cacat adalah sebesar (0,30)(100%) = 30% (Vincent,[1998],h.149). • Peta Kontrol np Pada dasarnya peta kontrol np serupa dengan peta kontrol p, kecuali bahwa dalam peta kontrol np terjadi perubahan skala pengukuran. Peta kontrol np menggunakan ukuran banyaknya item yang tidak memenuhi spesifikasi atau banyaknya item yang tidak sesuai (cacat) dalam suatu pemeriksaan. Peta kontrol np dan p cocok untuk situasi dasar yang sama, sehingga pilihan penggunaaan peta kontrol np apabila hal-hal berikut berlaku: (1) data banyaknya item yang tidak sesuai adalah lebih bermanfaat dan mudah untuk diinterpretasikan dalam pembuatan laporan dibandingkan data proporsi, dan (2) ukuran contoh (n) bersifat konstan dari waktu ke waktu (Vincent,[1998],h.160). • Peta Kontrol C Suatu item yang tidak memenuhi syarat atau yang cacat dalam proses pengendalian kualitas didefinisikan sebagai tidak memenuhi satu atau lebih spesifikasi untuk item itu. Bila titik spesifik yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan untuk item itu, maka item itu digolongkan sebagai cacat atau tidak memenuhi syarat. Peta
29
kontrol c membutuhkan ukuran contoh konstan atau banyaknya item yang diperiksa bersifat
konstan
setiap
periode pengamatan
(Vincent,[1998],h.165). • Peta Kontrol U Peta kontrol u mengukur banyaknya ketidaksesuaian (titik spesifik) per unit laporan inspeksi dalam kelompok (periode) pengamatan, yang mungkin memiliki ukuran contoh (banyaknya item yang diperiksa). Peta kontrol u serupa dengan peta kontrol c, kecuali bahwa banyaknya ketidaksesuaian dinyatakan dalam dasar satuan per unit item. Peta kontrol u dan c sesuai untuk beberapa kondisi. Peta kontrol u dapat dipergunakan apabila ukuran contoh lebih dari satu
unit
dan
mungkin
bervariasi dari waktu
ke waktu
(Vincent,[1998],h.171). 2. Data Variabel M erupakan data kuantitatif yangdiukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dan lain-lain. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel.
30
• Peta Kontrol X dan R Peta Kontrol X (Rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, sehingga peta kontrol X dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data variabel. Peta kontrol X menjelaskan kepada kita tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti: peralatan yang dipakai, peningkatan temperatur secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift kedua, material baru, tenaga kerja baru yang belum dilatih, dan lain-lain. Sedangkan peta kontrol R (Range) menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti: bagian peralatan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik, kelelahan pekerja, dan lain-lain. • Peta Kontrol Individual X dan M R Digunakan
jika
ukuran
contoh
yang
digunakan
untuk
pengendalian proses adalah hanya satu (n=1). Hal ini terjadi jika pemeriksaan dilakukan secara otomatis, dan juga terjadi pada tingkat
31
produksi yang sangat lambat, sehingga sukar untuk mengambil ukuran contoh (n) lebih dari 1.
2.3.1.1
Peta Kontrol p Peta kontrol p (p-chart) digunakan untuk mengetahui apakah cacat
produk yang dihasilkan masih dalam batas yang disyaratkan. Peta kontrol p digunakan bila kita memakai ukuran cacat berupa proporsi produk cacat dalam setiap sampel yang diambil. Bila sampel yang diambil bervariasi untuk setiap kali melakukan observasi berubah-ubah jumlahnya atau memang perusahaan tersebut akan melakukan 100% inspeksi maka kita harus menggunakan peta kontrol p (p-chart) (Ariani,[2004],h.132). Pembuatan peta kontrol p, dapat dilaukan mengikuti beberapa langkah berikut: 1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30) 2. Kumpulkan 20-25 set contoh 3. Hitung nilai proporsi cacat, yaitu p = total cacat / total inspeksi 4. Hitung nilai simpangan baku, yaitu Sp =
{p (1 − p)/n}
Jika p dinyatakan dalam persentase, maka Sp dihitung sebagai berikut: Sp =
{p (100 − p)/n}
5. Hitung batas-batas kontrol 3 sigma: CL = p
32
UCL = p + 3Sp LCL = p − 3Sp 6. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal. 7. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwqa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai (tidak sesuai) sebesar: (1− p ) atau (100% − p,% ) hal ini serupa dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar p. 8. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian proses terus-menerus.
2.3.2
Diagram Pareto Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto (1848-1923).
Diagram Pareto
ini merupakan
suatu
gambar
yang
mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah.
Hal ini dapat
membantu
menemukan
permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (ranking
33
tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah). Pada dasarnya diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk: •
M enentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
•
M emfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan. Penyusunan diagran pareto sangat sederhana. M enurut M itra (1993) dan
Besterfield (1998) proses penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah, yaitu: 1. M enentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya. 2. M enentukan
satuan
yang
digunakan
untuk
membuat
urutan
karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, da sebagainya. 3. M engumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan. 4. M erangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil.
34
5. M enghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. M enggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. M engidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.
2.3.3
Diagram Sebab Akibat Diagram sebab-akibat dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943, sehingga sering disebut dengan diagram Ishikawa. Diagram sebab-akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Diagram tersebut memang digunakan untuk mengetahui akibat dari suatu masalah untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Dari akibat tersebut kemudian dicari beberapa kemungkinan penyebabnya. Penyebab masalah ini pun dapat berasal dari berbagai sumber utama, misalnya metode kerja, bahan, karyawan, lingkungan, dan seterusnya. Selanjutnya dari sumber-sumber utama tersebut diturunkan menjadi beberapa sumber yang lebih kecil dan mendetail, misalnya dari metode kerja dapat diturunkan menjadi pelatihan, pengetahuan, kemampuan, karakteristik fisik, dan sebagainya. Untuk mencari berbagai penyebab tersebut dapat digunakan teknik brainstorming dari seluruh personil yang terlibat dalam proses yang sedang dianalisis.Diagram sebab-akibat mirip seperti tulang
35
ikan, sehingga sering disebut dengan diagram tulang ikan (fishbone diagram). M anfaat diagram sebab akibat tersebut antara lain: 1. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan kualitas produk atau jasa, lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, dan dapat mengurangi biaya. 2. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk atau jasa dan keluhan pelanggan. 3. Dapat membuat suatu standarisasi operasi yang ada maupun yang direncanakan. 4. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan. Selain digunakan untuk mencari penyebab utama suatu masalah, diagram sebab akibat juga dapat digunakan untuk mencari penyebab minor yang merupakan bagian dari penyebab utamanya. Penerapan digram sebab akibat lainnya misalnya dalam menghitung banyaknya penyebab kesalahan yang mengakibatkan terjadinya suatu masalah, menganalisis penyebaran pada masing-masing penyebab masalah, dan menganalisis proses. Untuk menghitung penyebab kesalahan dilakukan dengan mencari akibat terbesar dari suatu masalah dari akibat tersebut dijabarkan dalam beberapa penyebab utama, lalu dicari masing-masing penyebabnya secara mendetail.
36
2.4
Metode Taguchi M etode Taguchi dicetuskan oleh Dr Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat mendapat tugas untuk memperbaiki sistem komunikasi di Jepang. Ia memiliki
latarbelakang engineering,
juga
mendalami
statistika
dan
matematika tingkat lanjut sehingga ia dapat menggabungkan antara teknik statistik dan pengetahuan engineering. Ia mengembangkan metode Taguchi untuk melakuakn perbaikan kualitas dengan metode percobaan “baru”, artinya melakukan pendekatan lain yang memberikan tingkat kepercayaan yang sama dengan SPC (Statistical Process Control). Taguchi memiliki pandangan yang berbeda mengenai kualitas, ia tidak hanya menghubungkan biaya dan kerugian dari suatu produk saat proses pembuatan produk tersebut, tapi juga dihubungkan pada konsumen dan masyarakat. “Kualitas adalah kerugian setelah produk digunakan oleh masyarakat disamping kerugian yang disebabkan oleh mutu produk itu sendiri”. Taguchi menghasilkan disiplin dan struktur dari desain eksperimen. Hasilnya adalah standarisasi metodologi desain yang mudah diterapkan oleh investigator. Adapun konsep Taguchi adalah: 1. Kualitas seharusnya didesain ke dalam suatu produk dan bukan diinspeksi ke dalamnya. 2. Kualitas dapat diraih dengan baik dengan cara meminimasi deviasi target.
37
Produk tersebut harus dirancang sedemikian rupa hingga dapat mengantisispasi faktor lingkungan yang tak terkontrol. 3. Biaya dari kualitas seharusnya diperhitungkan sebagai fungsi deviasi dari standar yang ada dan kerugiaanya harus diperhitungkan juga ke dalam sistem. Konsep Taguchi dibuat dari penelitian W.E Deming bahwa 85% kualitas yang buruk diakibatkan oleh proses manufakturing dan hanya 15% dari pekerja. Di dalam metode Taguchi hasil eksperimen harus dianalisa untuk dapat memenuhi satu atau lebih kondisi berikut ini: 1. M enentukan kondisi yang terbaik atau optimum untuk sebuah produk atau sebuah proses. 2. M emperkirakan kontribusi dari masing-masing faktor. 3. M emperkirakan respon atau akibat yang mungkin dari kondisi optimum. Kelebihan dari penggunaan metode Taguchi adalah: 1. Dapat mengurangi jumlah pelaksanaan percobaan dibandingkan jika menggunakan percobaan full factorial, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. 2. Dapat melakukan pengamatan terhadap rata-rata dan variasi karakteristik kualitas sekaligus, sehingga ruang lingkup pemecahan masalah lebih luas. 3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik kualitas melalui perhitungan Average, sehingga faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diberikan perhatian khusus.
38
Kekurangan dari penggunaan metode Taguchi ini adalah jika percobaan dilakukan dengan banyak faktor dan interaksi akan terjadi pembauran beberapa interaksi oleh faktor utama. Akibatnya, keakuratan hasil percobaan akan berkurang, jika interaksi yang diabaikan tersebut benar-benar berpengaruh terhadap karakteristik yang diamati. Dalam metode Taguchi terdapat 3 tahap untuk mengoptimasi desain produk atau proses produksi yaitu: 1. System Design M erupakan tahap pertama dalam desain dan merupakan tahap konseptual pada pembuatan produk baru atau inovasi proses. Konsep mungkin berasal dari percobaan sebelumnya, pengetahuan alam/teknik, perubahan baru atau kombinasinya. Tahap ini adalah untuk meperoleh ide-ide baru dan mewujudkannya dalam produk atau inovasi proses. 2. Parameter Design Tahap ini merupakan pembuatan secara fisik atau prototipe matematis berdasarkan tahap sebelumnya melalui percobaan secara statostik. Tujuannya adalah
mengidentifikasi setting parameter
yang akan
memberikan performansi rata-rata pada target dan menentukan pengaruh dari faktor gangguan pada variasi dari target. 3. Tolerance Design Penentuan toleransi dari parameter yang berkaitan dengan kerugian pada masyarakat akibat penyimpangan produk.
39
Karakteristik kualitas adalah sesuatu yang menjadi objek dan perhatian dari suatu produk atau proses. Karakteristik kualitas ini juga disebut karakteristik fungsi atau variabel respon. Karakteristik kualitas dapat diklasifikasikan menurut nilai target yaitu dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Karakteristik Kualitas Karakteristik
Target
Contoh
Nominal-the-best
Terpusat pada nilai
Voltase TV
tertentu Smaller-the-better
Sekecil mungkin (0, nol)
Keausan alat, kekasaran permukaan
Larger-the-best
Sebesar mungkin (~)
Bahan bakar yang ekonomis, kekuatan las
Karakteristik kualitas dapat dibagi menjadi 3 kategori (Belavendram, 1995), yaitu: a. Karakteristik Smaller-the-better, yaitu karakteristik mutu dengan nilai yang dituju adalah suatu nilai terkecil atau dengan kata lain semakin kecil nilainya semakin besar mutunya, sebagai contoh adalah jumlah cacat, penyusutan dan lain-lain. b. Karakteristik Nominal-the-best, yaitu karakteristik mutu dengan nilai yang dituju adalah satu nilai nominal tertentu yang dapat didekati dari dua arah.
40
c. Karakteristik Larger-the-best, yaitu karakteristik mutu yang memiliki nilai tujuan terbesar atau dengan kata lain semakin besar nilainya semakin baik mutunya. Sebagai contoh adalah kekeuatan workability, efisiensi dan lainlain.
2.4.1
Orthogonal Array (OA) Orthogonal Array (OA) adalah salah satu bagian kelompok dari percobaan yang hanya menggunakan bagian dari kondisi total, dimana bagian ini barangkali hanya separuh, seperempat atau seperdelapan dari percobaan faktorial penuh. Orthogonal Array diciptakan oleh Jacques Hardmard pada tahun 1897. Keuntungan Orthogonal Array adalah kemampuannya untuk mengevaluasi beberapa faktor dengan jumlah percobaan yang minimum. Orthogonal
Array
adalah
matriks
dari
sejumlah baris dan kolom. Setiap kolom merepresentasikan faktor atau kondisi tertentu yang dapat berubah dari suatu percobaan ke percobaan lainnya.
M asing-masing kolom mewakili
faktor-faktor
yang
dari
percobaan yang dilakukan.
2.4.2
Penentuan Variabel Tak Bebas (karakteristik kualitas) Variabel tak bebas adalah variabel yang perubahannya tergantung pada variabel-variabel lain. Dalam merencanakan suatu percobaan harus dipilih dan ditentukan dengan jelas variabel tak bebas mana yang diselidiki.
41
Variabel tak bebas adalah karakteristik kualitas yang terdiri dari tiga kategori: 1. Measureable Characteristic (karakteristik yang dapat diukur) : semua hasil akhir yang diamati dapat diukur dengan skala kontinu seperti dimensi, berat, tekanan, dan lain-lain. Dalam karakteristik yang dapat diukur dapat diklasifikasikan atas: a. Nominal is the best b. Smaller the better c. Larger the better 2. Attribut Characteristic (karakteristik atribut) : hasil akhir yang diamati tidak dapat diukur dengan skala kontinu, tetapi dapat diklasifikasikan secara kelompok. Seperti kelompok kecil, menengah, besar, sangat besar. Bisa juga dikelompokkan berdasarkan berhasil/tidak. 3. Dynamic Characteristic (karakteristik dinamis) : merupakan fungsi representasi dari proses yang diamati. Proses yang diamati digambarkan sebagai signal atau input dan output sebagai hasil dari signal.
2.4.3
Identifikasi faktor-faktor (variabel bebas) Variabel bebas adalah variabel yang perubahannya tidak tergantung pada variabel lain. Hanya faktor-faktor yang dianggap penting saja yang akan diselidiki.
42
2.4.4
Pemisahan faktor kontrol dan faktor gangguan Dalam Taguchi, faktor yag diamati terbagi atas faktor kontrol dan faktor gangguan. Faktor kontrol adalah faktor yang nilainya dapat diukur atau dikendalikan, atau faktor yang nilainya ingin kita atur atau kendalikan. Sedangkan faktor gangguan (noise) adalah faktor yang nilainya tidak bisa kita atur atau kendalikan, atau faktor yang nilainya tidak ingin kita atur atau kendalikan,
walaupun
dapat
diatur
namun
mahal
biayanya
(Peace,[1993],h.77) Faktor gangguan terdiri dari (Belavendram,[1995], h43): -
External (outer) noise : semua gangguan dari kondisi lingkungan/ luar produksi.
-
Internal (inner) noise : semua gangguan dari dalam produksi sendiri
-
Unit to unit noise : perbedaan anatara unit yang diproduksi dengan spesifikasi yang sama.
2.4.5
Penentuan jumlah level dan nilai level faktor Pemilihan jumlah level mempengaruhi ketelitian hasil percobaan dan ongkos percobaan, dimana semakin banyak jumlah level yang digunakan maka ketelitian yang diperoleh semakin tinggi, namun menyebabkan ongkos yang dikelurkanpun semakin besar. Level faktor dapat dinyatakan dalam kuantitatif dan kualitatatif.
43
2.4.6
Identifikasi Interaksi Faktor Kontrol Interaksi muncul ketika dua faktor atau lebih yang mengalami perlakuan secara bersama akan memberikan hasil yang berbeda pada karakteristik kualitas jika dibandingkan faktor mengalami perlakuan secara sendirisendiri (Peace,[1993], h.85). Kesalahan dalam penentuan interaksi akan berpengaruh pada kesalahan interpretasi data dan kegagalan pada penentuan proses yang optimal. Tetapi Taguchi lebih mementingkan pengamatan pada penyebab utama sehingga adanya interaksi diusahakan seminimal mungkin, tetapi tidak dihilangkan sehingga perlu dipelajarai kemungkinan hadirnya interaksi (Peace,[1993], h.86).
2.4.7
Perhitungan Derajat Kebebasan Derajat
bebas
merupakan
banyaknya perbandingan
yang harus
dilakukan antar level-level faktor (efek utama) atau interaksi yang digunakan untuk menentukan jumlah percobaan minimum yang dilakukan. Perhitungan derajat bebas dilakukan agar diperoleh suatu pemahaman mengenai hubungan antara suatu faktor dengan level yang berbedabeda terhadap karakteristik kualitas yang dihasilkan.
44
Dalam melakukan percobaan, efisiensi dan biaya yang harus dikeluarkan merupakan
salah
satu
pertimbangan
utama.
Perhitungan
untuk
memperoleh derajat bebas adalah sebagai berikut : Untuk faktor utama, misal faktor utama A dan B : VA
= (jumlah level faktor A) - 1 = kA - 1
VB = (jumlah level faktor B) - 1 = kB - 1 Untuk interaksi, misal interaksi A dan B VAxB = (kA - 1) (kB - 1) Nilai derajat bebas total (kA - 1) + (kB - 1) + (kA - 1) (kB - 1)
2.4.8
Pemilihan Orthogonal Array Tabel orthogonal array yang dipilih harus mempunyai jumlah baris minimum yang tidak boleh kurang dari jumlah derajat bebas totalnya.
2.4.9
Penugasan Untuk Faktor dan Interaksinya pada Orthogonal Array Penugasan faktor-faktor baik faktor kontrol mauun gangguan dan interaksi-interaksinya memperhatikan:
pada
Orthogonal
Array
terpilih
dengan
45
a. Grafik Linier b. Tabel Triangular Kedua hal tersebut merupakan alat bantu penugasan faktor yang dirancang oleh Taguchi. Grafik Linier mengidentifikasi berbagai kolom ke mana faktorfaktor dapat ditugaskan dan kolom berikutnya mengevaluasi interaksi dari faktor-faktor tersebut. Tabel triangular berisi semua hubungan interaksiinteraksi yang mungkin antara faktor-faktor (kolo-kolom) dalam suatu OA (Ross,[ 1998], h.78-80).
2.4.10 Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan Jumlah Replikasi Dua kondisi diperlukan
untuk
memperoleh
estimasi kesalahan
percobaan yang valid yaitu replikasi dan randomisasi. Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama suatu percobaan dengan kondisi yang sama untuk memperoleh ketelitian yang lebih tinggi. M anfaat replikasi: 1. M emberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang interval konfidensi atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikansi dari perbedaan-perbedaan yang diamati. 2. M enghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen.
46
3. M emungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata dari suatu faktor. Selain itu, dikemukakan pula bahwa penambahan replikasi akan mengurangi tingkat kesalahan percobaan secara bertahap, namun jumlah replikasi dalam suatu percobaan dibatasi oleh sumber yang ada yaitu waktu, tenaga, biaya dan fasilitas. Taguchi menghubungkan jumlah replikasi dengan tingkat kepercayaan dan standar deviasi percobaan sebagai berikut (Ross,[ 1998], h.89): a. L8 OA dengan satu kali test per trial (4 test vs 4 test) mempunyai tingkat kepercayaan 90% dari deteksi perubahan rata-rata dengan kira-kira standar deviasi 2. b. L8 OA dengan dua kali pengulangan test atau L16 OA dengan satu test per trial (8 test vs 8 test) mempunyai tingkat kepercayaan 90% dari deteksi perubahaan rata-rata dengan kira-kira standar deviasi 1 1 . 3 c. L16 OA dengan dua test per trial mempunyai tingkat kepercayaan 90% dan deteksi perubahan rata-rata dengan kira-kira standar deviasi 1. Ini sudah merupakan percobaan yang sensitif dan ukuran yang lebih besar tidak akan menambah sensitivitas. d. L4 OA dengan satu kali test per trial mempunyai tingkat kepercayaan 90% dari deteksi perubahan rata-rata dengan kira-kira standar deviasi 3 34 .
47
Randomisasi Dalam percobaan, selain faktor-faktor yang diselidiki pengaruhnya terhadap suatu variabel, juga terdapat faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan/tidak diinginkan seperti kelelahan operator, naik/turun daya mesin, dll. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan. Pengruh faktorfaktor tersebut diperkecil dengan menyebarkan pengaruh selama percobaan melalui (pengacakan) urutan percobaan. Randomisasi dimaksudkan untuk: 1. M eratakan pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan pada semua unit percobaan. 2. M emberikan kesempatan yang sama pada setiap unit percobaan untuk menerima suatu perlakuan sehingga diharapkan ada kehomogenan pengaruh dari setiap perlakuan yang sama. 3. M endapatkan hasil pengamatan yang bebas (independen) satu sama lain.
2.5
Analisis Data Pada analisis dilakukan pengumpulan dan pengolahan data yaitu meliputi pengumpulan data, pengaturan data, perhitungan serta penyajian data yang sesuai dengan desain yang dipilih untuk suatu percobaan yang dipilih. Selain itu dilakukan perhitungan dan pengujian data dengan penerapan rumus-rumus pada data hasil percobaan.