BAB 2 LANDAS AN TEORI
2.1. Tentang Rear Axle Pada mobil dengan mesin di depan dan penggeraknya roda belakang, tenaga putar dari poros output transmisi dipindahkan ke poros roda belakang dengan bantuan poros gardan (propeller shaft). Setelah itu, akan diteruskan ke roda melalui rear axle.
Gambar 2.1.1. Sistem Penggerak M obil Axle shaft diklasifikasikan menjadi : 1. Axle Shaft Rigid Tipe ini banyak digunakan pada kendaraan berskala menengah keatas dengan muatan yang besar, juga pada kendaraan yang dirancang untuk medan – medan berat karena mampu menahan beban yang berat.
12
Gambar 2.1.2. Rear A xle Tipe Rigid 2. Axle Shaft Independen Tipe ini sering digunakan pada kendaraan kecil dan umumnya jenis sedan, karena tipe ini disamping kontruksinya ringan juga mampu membuat sudut belok lebih besar.
Gambar 2.1.3. Rear A xle Tipe Independen 2.1.1. Fungsi Rear Axle Rear axle berfungsi untuk menyangga roda-roda bagian belakang kendaraan terhadap beban dan meneruskan momen gerak yang berasal dari mesin ke roda-roda.
13
2.1.2. S tandar Operasi Pemasangan Rear Axle Pemasangan dan pengencangan baut-baut rear axle mempunyai teknik khusus sehingga akan menjaga kualita dari sistem penggerak roda belakang. Proses pengencangan baut rear axle sesuai dengan torsinya ini disebut proses 1G. paga proses 1G, ketinggian rear axle yang akan dikencangkan bautnya menggunakan torque wrench harus sama dengan ketinggian rear axle pada waktu roda menapak, dan kendaraan tersebut tanpa beban (berat kosong). Hal ini sudah tercantum di dalam standar operasi kerja pemasangan rear axle yang ada di bagian lampiran. 2.2. Peramalan Salah satu tujuan dari analisa ekonomi dan analisa kegiatan usaha perusahaan adalah melihat prospek situasi dan kondisi di masa yang akan datang. “Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang adalah yang disebut peramalan” (Sofjan Assauri, 1984:1). Dalam bukunya Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Arman Hakim Nasution menyebutkan bahwa “Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang dan jasa” (Arman Hakim Nasution, 2003:19). Kegunaan peramalan menurut Sofjan Assauri adalah sebagai berikut: a. Untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi di masa depan.
14
b. Untuk menentukan kapan suatu peristiwa akan terjadi atau suatu kebutuhan akan timbul sehingga dapat dipersiapkan kebijakan atau tindakan yang perlu dilakukan. c. Untuk pertimbangan dalam membuat keputusan. (Sofjan Assauri, 1984:2-3) Perusahaan menggunakan 3 tipe forecast dalam merencanakan operasional di masa mendatang, yaitu: a. Forecast Ekonomi Tentang siklus bisnis dengan meramalkan tingkat inflasi, pasokan uang, mulainya perumahan, dan indikator perencanaan lainnya. b. Forecast Teknologi Tentang tingkat perkembangan teknologi yang dapat menghasilkan kelahiran produk baru yang menarik, dan kebutuhan pabrik dan peralatan yang baru. c. Forecast Permintaan Proyeksi permintaan akan produk dan jasa perusahaan. Forecast ini yang juga disebut Sales Forecast mendorong produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan dan bertindak sebagai input bagi perencanaan keuangan, pemasaran, dan personal. Forecast permintaan dapat mendorong pengambilan keputusan dalam banyak bidang antara lain: a. Di bidang Sumber Daya M anusia Rekrutmen, pelatihan dan pemutusan hubungan kerja semuanya bergantung pada peramalan permintaan. b. Di bidang Kapasitas
15
Apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan, maka akan terjadi kekurangan dalam bentuk tertundanya pengiriman, kehilangan pelanggan, dan kehilangan pangsa pasar. c. Di bidang Supply Chain M anagement (SCM ) – M anajemen Rantai Pasok Peramalan mengikuti tujuh langkah dasar yaitu: 1. M enetapkan kegunaan peramalan. 2. M emilih barang yang akan diramalkan. 3. M enentukan jangka waktu peramalan. 4. M emilih model peramalan. 5. M engumpulkan data yang diperlukan untuk membuat peramalan. 6. M embuat peramalan. 7. Validasi dan menerapkan hasilnya. 2.2.1. Peramalan Kuantitatif Yang disebut peramalan kuantitatif yaitu peramalan didasarkan atas data kuantitatif pada masa yang lalu. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut: - Adanya informasi tentang keadaan yang lain. - Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data. - Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang. (Sofjan Assauri, 1984:4-5)
16
Pada dasarnya, metode peramalan kuantitatif ini dapat dibedakan atas: a. M etode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variable yang akan diperkirakan dengan variable lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu, yang disebut metode korelasi atau sebab akibat (causal methods). b. M etode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variable waktu, yang merupakan deret waktu, atau time series. Sebuah timeseries memiliki 4 komponen yaitu trend, seasonality, cycles, dan random variation. (Arman Hakim :35) Trend (kecenderungan) merupakan sifat dari permintaan dimasa lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut naik, turun atau konstan. Seasonality (pola musiman) yaitu fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun di sekitar garis trend dan biasanya berulang setiap satuan waktunya. Cycles (siklus) yaitu pola data yang terjadi setiap beberapa tahunan. Random Variation (variasi acak) yaitu titik sebar pada data yang disebabkan kesempatan dan situasi yang tidak lazim. Variasi acak ini diperlukan untuk menentukan persediaan pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan permintaan. 2.2.1.1. Metode Peramalan Rata-Rata Bergerak Ganda M etode peramalan rata-rata bergerak ganda digunakan karena dapat mengatasi trend yang ada. Pada metode ini suatu variasi dari prosedur rata-rata bergerak diinginkan untuk mengatasi adanya trend secara lebih baik. Dasar metode ini adalah menghitung rata-rata bergerak yang kedua. Rata-rata bergerak ganda ini merupakan rata-rata bergerak dari rata-rata bergerak.
17
Prosedur peramalan rata-rata bergerak ganda meliputi tiga aspek: 1. Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis St’). 2. Penyesuaian, yang merupakan perbedaan antara rata-rata bergerak tunggal dan ganda pada waktu t (ditulis St’-St”). 3. Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke periode t+m jika ingin meramalkan m periode ke muka). Prosedur rata-rata bergerak linier secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut: St’= (Xt + Xt-1 + Xt-2 +… + Xt-N+1) / N St’’= (S’t + S’t-1 + S’ t-2 + … + S’t-N+1) / N at = S’t+ (S’t-S’’t) = 2S’t - S’’t bt = 2/(N-1) x (S’t-S’’t) Ft = at + btm Keterangan: St’ = rata-rata bergerak tunggal pada waktu t St’’ = rata-rata bergerak ganda pada waktu t N = periode Ft = peramalan pada waktu t m = jumlah periode ke muka yang diramalkan M etode rata-rata bergerak ganda dapat digunakan sebagai alat peramalan bila data yang diobservasi adalah statis atau tidak banyak perubahannya. Keunggulan dari metode ini adalah memungkinkan fleksibilitas atas jumlah N observasi yang
18
digunakan dalam metode ini dapat bervariasi antara 1 sampai dengan n. Rata-rata bergerak ganda secara efektif meratakan dan menghaluskan fluktuasi pola data yang ada. Semakin panjang periodenya, maka akan semakin rata kurvanya. Keunggulan lain dari metode ini adalah dapat diterapkan pada data apapun juga, apakah data sesuai dengan kurva matematik ataupun tidak. Kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut (Arman Hakim :38) : - Peramalan selalu berdasarkan pada N data terakhir tanpa mempertimbangkan data-data sebelumnya. - Setiap data dianggap memiliki bobot yang sama, padahal data terbaru memiliki bobot lebih tinggi. - Diperlukan biaya yang besar dalam penyimpangan dan pemrosesan datanya. 2.2.1.2. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda M etode pemulusan eksponensial adalah suatu tipe teknik peramalan rata-rata bergerak yang memberikan penimbangan terhadap data masa lalu secara eksponensial sehingga data paling akhir mempunyai bobot atau timbangan paling besar dalam ratarata bergerak. Pemulusan eksponensial ganda dapat dihitung menggunakan tiga nilai data dan satu nilai α. Pendekatan ini juga memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi masa lalu. Dengan alas an ini pemulusan eksponensial ganda lebih disukai sebagai metode peramalan dalam berbagai kasus utama. Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial ganda adalah hamper sama dengan rata-rata bergerak ganda, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsure trend. Perbedaan
19
antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan eksponensial ganda adalah sebagai berikut: St’= αXt + (1-α) S’t-1 St’’= αS’t + (1-α) S’’t-1 at = S’t+ (S’t-S’’t) = 2S’t - S’’t bt = α/(α-1) x (S’t-S’’ t) Ft = at + btm Keterangan: St’ = pemulusan eksponensial tunggal pada waktu t St’’ = pemulusan eksponensial ganda pada waktu t α = konstanta pemulusan (0<= α <= 1) Ft = peramalan pada waktu t m = jumlah periode ke muka yang diramalkan Nilai-nilai α yang rendah akan menyebabkan jarak yang lebih lebar dengan trend karena hal itu akan memberikan bobot yang lebih kecil pada permintaan yang sekarang. Apabila nilai α rendah maka digunakan untuk permintaan suatu produk yang relatif stabil tetapi variasi acaknya besar. Nilai-nilai α lebih tinggi akan lebih berguna dmana perubaha-perubahan yang sesungguhnya cenderung terjadi karena lebih responsif fluktuasi permintaan. Sebagai contoh nilai α tidak mungkin cocok bagi industri barang-barang mode yang cepat. Pengenalan-pengenalan produk baru,
20
promosi, dan bahkan antisipasi terhadap resesi juga memerlukan penggunaan nilainilai α yang lebih tinggi. M etode ini mempunyai keunggulan secara nyata dengan mengurangi kesalahan penyimpangan (storage) data, karena tidak dibutuhkannya lebih lama menyimpan seluruh data historis. Namun ada beberapa masalah dalam penggunaan metode exponential smooting. Salah satu masalah tersebut adalah dalam usaha untuk mendapatkan
besarnya nilai
α.
Nilai
ini dapat
diharapkan
memperkecil
(meminimumkan) kesalahan kuadrat rata-rata atau means square error (M SE). M asalahnya semudah seperti rata-rata, karena rata-rata menghasilkan minimalisasi pada saat rata-rata dari sejumlah angka yang dapat dihitung. Sedangkan pada metode exponential smoothing, minimum kesalahan kuadrat rata-rata (M SE) ditentukan dengan cara coba-coba. Nilai α ditentukan dan digunakan, lalu kesalahan kuadrat rata-rata (M SE) dihitung, dan kemudian nilai α yang lain dicoba. Setelah itu M SE yang diperoleh diperbandingkan untuk mendapatkan besarnya nilai M SE yang minimum. (Sofjan Assauri, 37-38). 2.2.1.3. Metode Peramalan Linear Regresi Pada peramalan dengan metode linear regresi, ramalan disusun atas dasar pola hubungan data yang relevan di masa lalu. (Sofjan Assauri, 1984:44). M odel analisis garis ini kecenderungan dipergunakan sebagai peramalan apabila pola historis data actual permintaan menunjukkan adanya suatu kecenderungan naik dari waktu ke waktu.
21
Ada tiga kondisi yang dibutuhkan untuk dapat mempergunakan metode regresi ini (Sofjan Assauri, 1984:44), yaitu: - adanya informasi tentang keadaan masa lalu - informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk kata - dapat diasumsikan bahwa pola hubungan yang ada dari data yang telah lalu akan berkelanjutan di masa yang akan datang Ada empat jenis pola data, yaitu sebagai berikut: 1. Pola horisontal atau stationary, bila nilai-nilai dari data observasi berfluktuasi disekitar nilai konstan rata-rata. Dengan demikian dapat dikatakan pola ini sebagai stationary pada rata-rata hitungannya (means). M isalnya pola jenis ini terdapat bila suatu produk mempunyai jumlah penjualan yang tidak menaik atau menurun selama beberapa waktu atau periode. 2. Pola seasional, bila suatu deret waktu dipengaruhi oleh faktor musiman (seperti kuartalan, bulanan, mingguan, dan harian). 3. Pola siklus atau cyclical bila data observasi dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang yang berkaitan atau tergabung dengan siklus usaha (business cycle). 4. Pola trend bila ada pertambahan/kenaikan atau penurunan dari data observasi untuk jangka panjang. Pola ini terlihat pada penjualan produk dari banyak perusahaan, pendapatan domestik/nasional bruto (GDP/GNP), dan indikator ekonomi. Pola hubungan dengan analisa regresi sederhana mengasumsikan bahw a hubungan antara dua variable dapat dinyatakan dengan suatu garis lurus.
22
Notasi regresi sederhana yang merupakan pola garis lurus itu dinyatakan sebagai berikut: (Assauri, 1984:55-56) Yt = a + bX Keterangan: Y = Variable yang diramalkan X = Variable waktu N = Jumlah data t = indeks waktu b = slope dari garis kecenderungan (trend line), merupakan tingkat perubahan dalam permintaan. Perhitungan slope: b = ( N ∑XY – (∑X) (∑Y) ) / ( N ∑X2 – (∑X)2 ) a = intercept Perhitungan intercept: a = (∑Y/N) – (b ∑X / N) a dan b adalah parameter atau koefisien regresi 2.2.2. Analisis Kesalahan Peramalan (Arman Hakim Nasution: 30-31) Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara has il peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada empat ukuran yang biasa digunakan, yaitu:
23
2.2.2.1. Rata-rata deviasi mutlak (Mean absolute Deviation = MAD) MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan kenyataannya. Secara matematis MAD dirumuskan sebagai berikut: MAD = ∑ I Xt – Ft / n I Dimana: Xt = permintaan aktual pada periode t Ft = peramalan pada periode t n = jumlah periode peramalan yang terlibat 2.2.2.2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean S quare Error = MS E) Secara matematis, M SE dirumuskan sebagai berikut: MS E = ∑ (Xt – Ft)2 / n 2.2.2.3. Rata – rata kesalahan peramalan (Mean Forecast Error = MFE) MFE sangat efektif untuk mengetahui kesalahn peramalan. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai M FE mendekati nol. M FE dirumuskan sebagai berikut: MFE = ∑ (Xt – Ft) / n 2.2.2.4. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error = MAPE) MAPE memberikan persentase kesalahan tertinggi atau terendah antara peramalan dan aktual permintaan selama periode tertentu. M APE dirumuskan sebagai berikut:
24
MAPE = (100/n) ∑ IXt – (Ft / Xt)I MAD dan M APE merupakan alat evaluasi teknik-teknik peramalan yang sering digunakan untuk berbagai parameter. Semakin rendah nilai M APE dan M AD maka, peramalan semakin baik (mendekati data masa lalu). Tetapi nilai terendah (kecuali nol) tidak memberikan indikasi seberapa baik metode peramalan yang digunakan dibandingkan dengan metode lainnya (Hendra Kusuma, 1999:38) 2.3. Proyek dan Investasi 2.3.1. Pengertian Proyek dan Investasi 2.3.1.1. Pengertian Proyek M enurut Ir. Dj. A. Simarmata, “proyek adalah satu keseluruhan aktivitas yang dibutuhkan untuk membangun suatu sistem yang akan memberikan manfaat pada masa
mendatang,
yang
memerlukan
sumber-sumber
tertentu
dan
waktu
pelaksanaannya terbatas” (Ir. Dj. A. Simarmata, 1984:8). Sedangkan menurut Iman Soeharto (1999:1), kegiatan proyek dapat diartikan sebagai atu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumbar daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Dari pengertian diatas maka ciri pokok proyek adalah sebagai berikut: - Bertujuan menghasilkan lingkup (deliverable) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir.
25
- Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal, serta kriteria mutu. - Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. - Nonrutin, tidak berulang-ulang. M acam dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Proyek Penghematan Biaya M enurut M urdifin Haming dan
Salim Basalamah (2003:30),
proyek
penghematan biaya adalah proyek yang ditujukan untuk memperbaiki proses produksi atau proses bisnis dalam usaha menekan biaya usaha. Proyek ini merupakan bagian dari proyek perusahaan (business sector project, profit motive project), yang dibangun dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum dengan tujuan untuk menghasilkan laba. 2.3.1.2. Pengertian investasi Pengertian investasi menurut Brown dan Reilly, “Investment is the current commitment of dollars (money) for a period of time in order to derive future payments that will compensate the investor for (1) the time the funds are committed, (2) the expected rate inflation, and (3) the uncertainty of the future payments” (Keith C. Brown dan Frank K. Reilly, 2009:4). Sedangkan Gitman (2000:332-334) menyatakan bahwa investasi (jangka panjang)
atau pengeluaran modal (capital expenditure) adalah komitmen untuk
mengeluarkan dana sejumlah tertentu pada saat sekarang untuk memungkinkan
26
perusahaan menerima manfaat di waktu yang akan datang, dua tahun atau lebih. Lebih lanjut, Fitzgerald (1978:6) mengatakan bahwa investasi adalah aktifitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan modal itu akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang. Sedangkan pengertian investasi proyek menurut Siswanto Sutojo (2000:1) adalah upaya menanamkan factor produksi langka pada proyek tertentu (baru atau perluasan), pada lokasi tertentu, dalam jangka menengah atau panjang. Faktor produksi langka itu dalam bentuk: - Dana - Kekayaan alam - Tenaga ahli dan tenaga trampil, dan dalam hal tertentu - Teknologi tingkat madya atau tingkat tinggi Dihubungkan dengan jenis penggunaan dana, maka dana yang diperlukan dibedakan atas: - Dana investasi inisial (initial investment), yaitu dana investasi yang diperlukan untuk mengadakan barang modal. - Dana modal kerja (working capital), yaitu dana yang diperlukan untuk membiayai aktifitas operasi sesudah proyek memasuki fase komersial. Berdasarkan uraian di atas, ada dua macam pengeluaran proyek, yaitu: - Pengeluaran modal (modal expenditure), yaitu pengeluaran untuk investasi inisial.
27
- Pengeluaran operasi untuk pendapatan (operating or revenue expenditure), yaitu pengeluaran untuk modal kerja yang dibutuhkan untuk membiayai operasi sesudah memasuki fase komersial. 2.4. Manajemen Resiko 2.4.1. Pengertian Manajemen Resiko M anajemen resiko adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu supaya suatu organisasi mempertimbangkan resiko yang dihadapi dalam setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi (Hinsa Siahaan, 2007:22). Fokus manajemen resiko adalah mengenal pasti resiko dan mengambil tindakan yang tepat terhadap resiko. Tujuannya adalah secara terus menerus menciptakan/menambah nilai maksimum kepada semua kegiatan organisasi. Kegiatan apapun yang dilakukan harus menciptakan nilai tambah. Dengan manajemen resiko diungkapkan pemahaman tentang adanya potensi resiko upside dan downside dengan segala faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
keberhasilan
dan
mengurangi
kemungkinan
kegagalan
dan
ketidakpastian pencapaian tujuan suatu organisasi secara keseluruhan. 2.4.2. Jenis-jenis Manajemen Resiko Resiko yang ada dalam suatu organisasi berasal dari faktor internal dan eksternal. Berikut ini dijelaskan jenis-jenis manajemen resiko menurut Hinsa Siahaan (2007:2418), yaitu sebagai berikut:
28
a. Resiko Keuangan Potensi terjadi kerugian keuangan karena pemicunya dari luar organisasi diluar dari kemampuan organisasi untuk mengendalikannya adalah: - Resiko kerugian karena perubahan suku bunga - Resiko kerugian karena perubahan nilai mata uang asing - Resiko kerugian terhadap pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat waktu - Resiko yang dipicu ketidakmampuan internal organisasi menyediakan uang tunai. b. Resiko S trategis Beberapa resiko dalam jangka panjang pemicunya adalah murni perubahan yang terjadi diluar organisasi, seperti: - Resiko dari persaingan (kompetitor) - Resiko karena perubahan selera pelanggan - Resiko perubahan industri karena munculnya inovasi dan teknologi baru - Resiko kerugian karena pergeseran permintaan pelanggan - Resiko karena adanya integrasi (merger) dan akuisisi Resiko yang murni dipengaruhi internal organisasi adalah: - Resiko kegiatan riset yang diprakarsai internal organisasi - Resiko kehilangan sumber daya manusia andalan organisasi - Resiko kelemahan sistem informasi Resiko yang murni dipengaruhi faktor eksternal: - Resiko perubahan peraturan (regulasi) baru
29
- Perubahan budaya dari luar - Perubahan susunan direksi/dewan pengawas dari luar organisasi. c. Resiko Operasional Resiko yang murni dipengaruhi internal organisasi adalah: - Resiko kerugian akibat pengendalian keuangan yang lemah karena kesalahan, kelalaian, dalam pembukuan organisasi Resiko yang murni dipengaruhi faktor eksternal: - Resiko perubahan peraturan (regulasi) baru - Perubahan budaya dari luar - Perubahan susunan direksi/dewan pengawas dari luar organisasi. Resiko yang dua faktor internal dan eksternal adalah sebagai berikut: - Resiko kegagalan dari rekruitmen yang menyebabkan sumbaer daya manusia tidak produktif dan tidak efisien. - Resiko kerugian karena adanya gangguan pada saluran pemasok bahan baku atau saluran pengiriman hasil produksi. d. Resiko yang Dipicu Kondisi Fisik dan Non Fisik Resiko yang murni dipengaruhi faktor eksternal: - Resiko adanya perubahan isi kontrak secara sepihak - Resiko kejadian alam seperti gempa bumi, banjir, angin topan, dsb. - Perubahan perilaku pemasok bahan baku dari luar jangkauan pengendalian organisasi. - Resiko perubahan lingkungan hidup
30
Resiko yang dua faktor internal dan eksternal adalah sebagai berikut: - Publik access : jalan mendapatkan informasi dari dan ke masyarakat luas - Perubahan produktivitas karyawan yang menurun drastis - Harta organisasi mungkin mengalami kemunduran daya tarik secara teknis maupun secara ekonomis - Perubahan kondisi barang atau jasa yang diproduksi 2.4.3. Proses Manajemen Resiko M enurut Soeisno Djojosoedarso (2003:15), tahapan manajemen resiko dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut: 1. M enentukan terlebih dahulu objek/tujuan yang ingin dicapai melalui pengelolaan resiko. 2. M engidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian. 3. M engevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi dan diukur adalah: - Frekuensinya, yaitu besarnya kesempatan yang terjadi dalam suatu periode tertentu - Kegawatan: besarnya kerugian yang mempengaruhi keuangan perusahaan - Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas timbul 4. M encari data atau kombinasi cara yang baik, paling tepat, dan paling ekonomis untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Upaya tersebut antara lain: - M enghindari kemungkinan terjadinya resiko - M engurangi kesempatan terjadinya resiko - M emindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan)
31
- M enerima dan memikul kerugian yang timbul 5. M engkoordinir dan mengimplementasikan keputusan yang diambil untuk menaggulangi resiko 6. M engadministrasi, memonitor dan mengevaluasi semua langkah atau strategi yang telah diambil dalam menanggulangi resiko. 2.5. Kegunaan Studi Kelayakan Karena dilanda berbagai macam hambatan, tidak semua proyek yang dibangun atau diperluas dapat berjalan lancer dan menghasilkan manfaat yang diharapkan investornya. Padahal proyek yang tidak beroperasi seperti mestinya, akan merugikan berbagai pihak yang terkait antara lain pemilik proyek, penyedia dana, pemerintah dan karyawan. Bagi para investor, kerugian tersebut dapat mencakup kerugian financial maupun reputasi bisnis mereka. Bagi para penyandang dana, kerugian tersebut dapat berbentuk ketidakmampuan investor debitur membayar kembali kredit yang telah diberikan. Bagi pemerintah dan karyawan proyek juga akan ikut menderita karena kegagalan proyek antara lain tidak dapat menerima pembayaran pajak penghasilan, sedangkan karyawan dapat kehilangan pekerjaan mereka. Untuk itu perlu dilakukannya studi kelayakan suatu proyek yang akan dijalankan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan dan memperkecil resiko kegagalan. Bagi investor, perusahaan dan calon mitra usaha yang lain, hasil studi kelayakan proyek berfungsi sebagai bahan masukan untuk memutuskan apakah mereka berani menanggung resiko investasi dana mereka. Hal yang sama bagi para calon donor dan stakeholder. Bank, perusahaan leasing memerlukan laporan studi
32
kelayakan proyek untuk mendapatkan gambaran pertama tentang kemampuan proyek mengembalikan kredit yang diterima. Banyak proyek menggunakan berbagai macam kekayaan alam bernilai tinggi, misalnya hasil hutan, perikanan laut, pertambangan, lahan perkebunan dan sebagainya. Untuk menggunakan kekayaan alam itu, diperlukan ijin dari instansi pemerintah yang bersangkutan, Bagi lembaga instansi pemerintah, laporan studi kelayakan proyek diperlukan untuk mendapatkan gambaran apakah proyek yang akan dibangun investor tertentu, dapatmengolah kekayaan alam yang akan dipercayakan kepada mereka secara layak, sehingga tidak akan terjadi pemborosan atau pengerusakan kekayaan milik bangsa itu. Secara umum, menurut M urdifin Haming dan Salim Basalamah (2000:12) kegunaan primer dari studi kelayakan adalah: a. M emandu pemilik dana (investor) untuk mengoptimalkan penggunaan dana yang dimilikinya. b. M emperkecil
resiko kegagalan investasi dan pada saat yang sama,
memperbesar peluang keberhasilan investasi yang bersangkutan. c. Alternatif
investasi teridentifikasi secara obyektif dan teruji secara
kuantitatif sehingga manajer puncak mudah mengambil keputusan investasi yang obyektif. d. Aspek terkait terungkap secara keseluruhan dan lengkap sehingga penerimaan dan
atau penolakan
terhadap
alternatif
didasarkan
atas
33
pertimbangan terhadap semua aspek proyek dan bukan hanya aspek finansial saja. 2.6. Aspek Teknis Salah satu aspek untuk menentukan kelayakan suatu proyek adalah aspek teknis. 2.6.1. Penentuan Kapasitas Produksi Ekonomis Yang dimaksud dengan kapasitas produksi paling ekonomis adalah jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu, yang dipandang dari berbagai macam pertimbangan, paling menguntungkan (Siswanto Sutojo, 2000:58). Kapasitas produksi ekonomis harus dibedakan dengan kapasitas produksi teknis. Kapasitas produksi teknis adalah kapasitas produksi yang sesuai dengan kemampuan produksi peralatan produksi yang terpasang. Karena salah perhitungan investor, ada kemungkinan kapasitas produksi teknis ternyata lebih kecil atau lebih besar dari kapasitas produksi ekonomis. Kapasitas produksi teknis yang melebihi kapasitas produksi ekonomis akan menimbulkan pemborosan. Jumlah kapasitas produksi ekonomis proyek ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya: - Perkiraan jumlah produk di masa yang akan datang - Prospek pengadaan bahan baku dan bahan pembantu - Standar umum kapasitas peralatan produksi
34
2.6.2. Tact time Batasan umum tact time adalah: waktu yang “diinginkan” untuk membuat satu unit keluaran produksi. Berdasarkan sudut pandang pelanggan: Tact time = Waktu operasi yang tersedia/ permintaan pelanggan Berdasarkan sudut pandang operasi: Tact time = Waktu operasi yang tersedia / ramalan permintaan 2.6.3. Waktu Siklus Adalah penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. (Sutalaksana, 122) 2.6.4. Keseimbangan Lintas Perakitan (Line Balancing) Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusat kerja, yang selanjutnya disebut sebagai stasiun kerja. Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu dibawah siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur. Namun, apabila stasiun kerja tersebut diatas waktu siklus idealnya maka jalur produksi akan berhenti karena suatu stasiun kerja menyelesaikan siklus kerjanya lebih lama dibandingkan stasiun kerja yang lain. Tujuan akhir dari keseimbangan lintas adalah meminimalisasi waktu menganggur di tiap stasiun kerja, sehingga
35
dicapai efisiensi kerja yang lebih tinggi pada setiap stasiun kerja. (Arman Hakim : 149). Data masukan yang harus dimiliki dalam merencanakan keseimbangan lintas perakitan adalah sebagai berikut: (Arman Hakim : 151). - Suatu jaringan kerja, yang menggambarkan urutan proses perakitan. Urutan proses ini dimulai dan berakhir di suatu simpul. - Data waktu Baku Pekerjaan tiap Operasi, yang diturunkan dari perhitungan waktu baku pekerjaan operasi perakitan. - Waktu siklus yang diinginkan Waktu siklus yang diinginkan diperoleh dari kecepatan produksi yang diinginkan untuk memenuhi permintaan sesuai dengan jam kerja yang tersedia. Pengaruh penyeimbangan lintas pada perencanaan produksi (Arman Hakim : 167168). Perencaan produksi dilakukan berdasarkan asumsi tingkat efisiensi 100%. Namun penyusunan stasiun kerja yang akan menghasilkan tingkat efisiensi rata-rata sebesar 100% akan sukar untuk dicapai. Dalam hal ini, penyeimbangan lintas menghasilkan tingkat efisiensi lintasan produksi yang mempengaruhi perencanaan produksi. Apabila tingkat efisiensi 95%, maka kapasitas produksi menjadi turun. Tentunya hal ini akan berpengaruh pada total ongkos produksi yang harus ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, penyeimbangan lintasan berfungsi sebagai koreksi atau umpan balik terhadap kegiatan perencanaan produksi dan penentuan jumlah tenaga kerja.
36
2.6.5. Penentuan Waktu Baku 2.6.5.1. Pengukuran Waktu dengan Jam Henti (stop watch) Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Salah satu yang menyebabkan hal itu adalah kesederhanaan aturan-aturan pengajaran yang dipakai. Ada tiga metode dalam menggunakan teknik jam henti, yaitu: 1. Countinous Timing (pengukuran yang terus berlanjut) Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai ada saat awal elemen pekerjaan pertama dilakukan dan tidak dihentikan sampai elemen pekerjaan itu selesai. Waktu elemen secara individu diperoleh dengan pengukuran waktu selesai. 2. Repetitive / Snapback Timing (Pengukuran yang Berulang) Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai pada saat elemen pekerjaan dimulai dan berhenti saat akhir elemen ini, lalu kembalikan ke posisi awal (posisi nol), demikian seterusnya. Jadi pengukuran ini berdasarkan elemen pekerjaan. 3. Accumulative Timing (Pengukuran Akumulatif) Pengukuran akumulatif adalah suatu metode yang melibatkan dua atau tiga jam henti. Disini, dua jam henti disusun di suatu holder dengan adanya hubungan secara mekanik antar jam henti. Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran: 1. Penetapan tujuan pengukuran
37
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan lebih dulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal yang penting harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. 2. M elakukan penelitian Pendahuluan Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Untuk mendapatkan waktu yang singkat, maka perbaikan cara kerja perlu dilakukan. M empelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahuluan. Apabila merupakan pekerjaan yang baru, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan cara kerja yang baik. 3. M emilih Operator Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syaratsyarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya diukur dan pengukuran berada di dekatnya. Dan operatorpun harus menyadari sepenuhnya. Inilah yang dimaksud bahwa operator harus dapat diajak bekerja sama. 4. M elatih operator
38
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan lagi latihan bagi operator jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dilakukan operator tersebut. Yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan secara wajar, bukan penyelesaian dari orang yang bekerja secara kaku dengan berbagai kesalahan. - M enguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklusnya merupakan jumlah dari waktu setiap elemen ini. Pentingnya melakukan penguraian pekerjaan: - Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan. - Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena ketrampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakangerakan kerjanya. - M elakukan pembagian kerja menjadi elemen-elemen pekerjaan untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja. 5. M enyiapkan Alat Pengukuran Alat tersebut adalah: Jam henti (stop watch), lembaran-lembaran pengamatan, pena atau pensil, papan pengamatan Langkah-langkah melakukan pengukuran waktu:
39
Gambar 2.5.1. Langkah M enentukan Waktu Baku 2.6.5.1.1. Pengukuran pendahuluan Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan (Sutalaksana, 1979:132). Tingkat ketelitian manunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya (biasanya dinyatakan dalam persen). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan bahwa hasilyang diperoleh memenuhi syarat penelitian (dinyatakan dalam persen). 2.6.5.1.2. Uji Keseragaman Data Pada proses ini, data-data yang sudah dikumpulkan dari hasil pengukuran pendahuluan dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup. Setelah itu data-data dalam subgrup tersebut diuji keseragamannya dengan memperhatikan apakah subgrup data tersebut berada dalam batas kontrol. Langkah dalam pengujian data sebagai berikut: a. Kelompokkan ke dalam sub grup
40
Data pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup yang beranggotakan sama dan dilakukan secara berurutan. Tabel 2.6.1. Pengukuran Waktu Siklus Pengukuran ke
1
2
3
4
5
6
7
8
n
Waktu siklus
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
xn
Tabel 2.6.2. Pengelompokan Waktu Siklus ke dalam Subgrup Sub grup 1
2
….
Waktu Penyelesaian
Rata-rata Subgrup
X11
X12
X13
X1n
X21
X22
X23
X2n
…………………………………….
X1
X2
…
……………………………………. k
Xk1
Xk2
Xk3
Xkn Jumlah
Dimana: Xij = Data ke-j, pada subgrup ke-i k = Jumlah subgrup n = Banyak data dalam subgroup b. M enghitung rata-rata subgrup
Xk
Xi
41
=
c. Hitung rata-rata dari harga rata-rata subgrup
=
d. Hitung Standard Deviasi (simpangan baku) sebenarnya dari waktu siklus
SD = Dimana: N = jumlah pengamatan yang dilakukan X = waktu siklus yang teramati selama pengukuran yang telah dilakukan e. Hitung Standard Deviasi (simpangan baku) dari distribusi harga rata-rata subgrup
= f. M enentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB) dengan:
+ 3 ‐ 3
g. M enentukan apakah harga rata-rata subgrup tersebut masuk ke dalam BKA dan BKB. Batas kontrol ini merupakan batas apakah subgrup seragam atau tidak. Jika tidak maka subgrup tersebut harus dibuang, setelah itu melakukan pengulangan dari langkah di atas sehingga data benar-benar seragam.
42
2.6.5.1.3. Uji kecukupan data Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah jumlah data yang diperoleh telah cukup mewakili seluruh data yang ada, yang ada, untuk melakukan perhitungan selanjutnya. Untuk menghitung banyaknya pengukuran yang dilakukan yaitu dengan menggunakan rumus: (Sutalaksana, 1979:134)
Dimana: N’ = banyaknya data yang dibutuhkan N = banyak data sebenarnya Data dikatakan cukup apabila diperoleh N’ (jumlah data yang dibutuhkan) lebih kecil dari N (jumlah data yang telah ada). Dan sebaliknya bila N’ lebih besar dari N, maka perlu ditambahkan data lagi sebanyak N’-N (Barnes, 1980). 2.6.5.1.4. Menghitung Waktu Baku (S utalaksana, 1979) Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkattingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut:
43
a. Hitung waktu siklus rata-rata Ws = ∑Xi / N Dimana: Ws = waktu siklus rata-rata Xi = Data pengukuran waktu siklus N = Jumlah data b. Hitung waktu normal Wn = Ws x P
Dimana: Wn = waktu normal P = penyesuaian Faktor penyesuaian ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan yang tidak wajar sehingga hasilnya perlu disesuaikan untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja secara wajar, maka faktor penyesuaiannya p = 1, Jika bekerjanya terlalu lambat, maka pengukur harus member harga P<1, dan sebaliknya P>1 jika bekerja lebih cepat (Sutalaksana, 1979:138). c. Hitung waktu baku Waktu baku penyelesaian pekerjaan didapatkan dengan rumus sebagai berikut: Wb = Wn x (1+ a) Dimana:
44
a = kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kelonggaran ini diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan oleh operator (Sutalaksana, 1979:149) 2.6.5.2. Faktor Penyesuaian Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan penampilan operator (kecepatan, tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar (Sutalaksana, 1979:138). Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang dilakukan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepatseolah diburu-buru waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat ataupun terlalu lambatnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Andaikata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur
mendapatkan harga rata-rata
silkus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan yang tidak wajar oleh
45
operator maka harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan dengan melakukan penyesuaian. M etode Shumard dalam M enentukan Faktor Penyesuaian M etode ini memberika patokan-patokan penilaian
melalui kelas-kelas
performance kerja dimana setiap kelasnya mempunyai nilai sendiri-sendiri. Tabel 2.6.3. Penyesuaian menurut M etode Shumard
Seseorang yang dipandang kerja
Kelas
Penyesuaian
Superfast
100
normal diberi nilai 60, dengan nama
Fast +
95
performance kerja yang lain dibandingkan
Fast
90
untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila
Fast -
85
Excellent
80
Good +
75
Good
70
Good –
65
Normal
60
Fair +
55
Fair
50
Fair -
45
performance
seorang
operator
dinilai
excellent maka dia mendapat nilai 80, dan karenanya
faktor
penyesuaian
adalah
sebagai berikut: p = 80 / 60 = 1,33 Jika sebagai contoh waktu siklus rata-rata adalah sama dengan 276, 4 detik, maka waktu normalnya adalah: Wn = 276,4 x 1,33 = 376,6 detik
46
2.6.5.3. Faktor Kelonggaran Suatu hal yang tidak mungkin bahwa seseorang bekerja terus-menerus bekerja seharia tanpa gangguan. Karenanya setelah melakukan pengukuran dan mendapatkan waktu normal, faktor kelonggaran perlu ditambahkan. Terdapat tiga macam faktor kelonggaran, yaitu: 2.6.5.3.1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak. Larangan terhadap hal tersebut tidak saja merugikan pekerja karena bisa membuat sterss, tapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akanbekerja dengan baik bahkan hampir dipastikan produktivitasnya menurun (Sutalaksana, 1979:149). 2.6.5.3.2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique Rasa fatique (kelelahan) tercermin antara lain menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitanya. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
47
Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilak performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique (Sutalaksana, 1979:150). 2.6.5.3.3. Kelonggaran yang tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti: mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak dapat terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh hambatan yang tak terhindarkan: - menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas - melakukan penyesuaian mesin - M emperbaiki kemacetan-kemacetan singkat - M engasah peralatan potong - M engambil alat-alat khusus atau bahan khusus dari gudang 2.6.6 Tingkat Efisiensi Line Faktor-faktor yang diperhatikan adalah (Elsayed, 1994): a. Line Efficiency (Efisiensi Jalur) Yaitu rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam presentase. LE = (∑ Wbs / k x CT) x 100% dimana: LE = efisiensi jalur
48
Wbs = waktu baku stasiun k = jumlah stasiun kerja CT = cycle tyme (waktu siklus terpanjang) b. Balance Delay M erupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun atau dengan kata lain jumlah antara balance delay dan line efficiency sama dengan 1 (satu). BD = 1 – LE c. Smoothness Index M erupakan suatu index yang menunjukkan pencaran relatif dari suatu keseimbangan jalur. Smoothness index sempurna jika nilainya 0 (nol) atau disebut keseimbangan yang sempurna (perfect balance).
2.7. Aspek Finansial 2.7.1. Depresiasi S traight Line Method Depresiasi adalah penurunan nilai suatu properti atau asset karena waktu dan pemakaian (I Nyoman Pujawan, 2004: 193). Depresiasi suatu properti biasanya disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut: - Kerusakan fisik akaibat pemakaian properti - Kebutuhan produksi yang lebih baru dan lebih besar - Penurunan kebutuhan produksi - Properti menjadi usang karena perkembangan teknologi
49
- Penemuan fasilitas yang menghasilkan produk lebih baik dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu asset bisa didepresiasi: - Harus digunakan untuk keperluan bisnis atau memperoleh penghasilan. - Umur ekonomisnya bisa dihitung. - Umur ekonomisnya lebih dari satu tahun. - Harus merupakan sesuatu yang digunakan, sesuatu yang menjadi usang, atau sesuatu yang nilainya menurun karena sebab-sebab alamiah. Depresiasi timbul dari perkiraan umur asset yang terbatas dan keperluan usaha untuk mengganti asset tersebut. Beban depresiasi tahunan dikurangkan dari keuntungan (pendapatan kena pajak) sebelum menghitung pajak pendapatan. Depresiasi hanya dihitung untuk analisis sebelum pajak, dan tidak mewakili arus kas yang sebebnarnya. Tetapi penghematan pajak yang dihasilkan dari depresiasi membuat depresiasi perlu dipelajari dalam ekonomi teknik. M etode paling sederhana yang paling banyak dipakai untuk menghitung depresiasi adalah metode garis lurus (Straight Line Depreciation), dengan rumus sebagai berikut: Dt = (P-S )/N Dimana: Dt = besarnya depresiasi pada tahun ke-t P = ongkos awal dari asset yang bersangkutan S = nilai sisa dari asset tersebut
50
N = masa pakai (umur) dari asset tersebut dinyatakan dalam tahun 2.7.2. Kriteria perhitungan kelayakan proyek Penentuan kelayakan proyek dari aspek finansial dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode perhitungan. Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut:
2.7.2.1. Metode Periode Pengembalian (Payback Period) Pada dasarnya, periode pengembalian (Payback Period) adalah jumlah periode (tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan (menutup) ongkos investasi awal dengan tingkat pengembalian tertentu. Perhitungannya dilakukan berdasar aliran kas baik tahunan maupun yang merupakan nilai sisa. Untuk mendapatkan periode pengembalian pada suatu tingkat pengembalian (rate of return) tertentu digunakan model formula berikut:
Dimana At adalah aliran kas yang terjadi pada periode t dan N’ adalah periode pengembalian yang akan dihitung. Apabila At sama dari satu periode ke periode yang lain (deret seragam) maka persamaan di atas dapat dinyatakan berdasarkan factor P/A sebagai berikut:
51
Apabila suatu alternatif memiliki masa pakai ekonomis lebih besar dari periode pengembalian (N’) maka alternatif tersebut layak untuk diterima. Sebaliknya, bila N’ lebih besar dari estimasi masa pakai suatu alat atau umur suatu investasi maka investasi atau alat tersebut tidak layak diterima karena tidak akan cukup waktu untuk mengembalikan modal yang dipakai sebagai biaya awal dari investasi tersebut. Dalam prakteknya, kalangan industri seringkali menghitung nilai N’ dengan mengabaikan nilai uang dari waktu, atau mengasumsikan bahwa i=0%. Dengan asumsi ini maka persamaan (4.22) akan berubah menjadi:
Dengan asumsi i=0% maka metode ini memiliki dua kelemahan yaitu: 1. M engabaikan konsep nilai uang dari waktu. 2. Semua aliran kas yang terjadi setelah N’ diabaikan. Namun demikian metode ini cukup populer digunakan dikalangan industry karena kemudahan perhitungannya dan kesederhanaan konsepnya. Apabila dua alternatif dibandingkan dengan metode payback period dan harus dipilih satu diantarnya maka kesalahan dari kelemahan nomor dua mudah terjadi. Hal ini karena orang akan berasumsi bahwa investasi yang nilai N’-nya lebih kecil adalah lebih baik. Sementara itu, aliran kas yang terjadi setelah N’ tidak dipertimbangkan. Akhirnya seringkali alternative yang sebenarnya memiliki N’ lebih besar dan memiliki aliran kas yang cukup menguntungkan setelah N’ tidak terpilih. Untuk menghindari
52
kesalahan yang seperti ini sebaiknya digunakan metode nilai sekarang atau nilai deret seragam (A) dan metode payback period hanya dijadikan alat bantu analisis. 2.7.2.2. Metode Nilai Sekarang (Present Worth Method) Pada metode ini semua aliran kas dikonversikan menjadi nilai sekarang (P) dan dijumlahkan sehingga P yang diperoleh mencerminkan nilai netto dari keseluruhan aliran kas yang terjadi selama horizon perencanaan. Tingkat bunga yang dipakai untuk melakukan konversi adalah M ARR (M inimum Attractive Rate of Return). Secara sistematis nilai sekarang dari suatu aliran kas dapat dinyatakan sebagai berikut:
atau PW = PV = At (1/(1+i)t)
Dimana: P(i) = nilai sekarang dari keseluruhan aliran kas pada tingkat bunga i% At = aliran kas pada akhir periode t i = MARR N = horizon perencanaan (periode) Nilai sekarang daari suatu alternatif investasi adalah suatu ukuran mengenai seberapa banyak uang yang mampu dibayarkan oleh suatu perusahaan atau pribadi untuk investasi tadi, melebihi biayanya (Ekonomi Teknik, Degarmo). Atau, dinyatakan secara berbeda, suatu nilai sekarang yang positif pada suatu proyek investasi adalah jumlah laba diatas jumlah minimum yang diharapkan oleh investor ataupu perusahaan. Diasumsikan bahwa hasil yang diperoleh dari proyek itu dapat
53
dipakai untuk keperluan lain yang menghasilkan bunga pada tingkat yang sama dengan M ARR. Alternatif yang dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai netto P paling tinggi. Tapi apabila alternatif yang dibandingkan hanya memiliki ongkos maka yang dipilih adalah yang menghasilkan ongkos (nilai sekarang) yang paling rendah. 2.7.2.3. Metode Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) M etode tingkat pengembalian internal (IRR = internal rate of return) adalah metode tingkat pengembalian (rate of return) yang paling luas yang digunakan untuk menjalankan analisis ekonomi teknik. M etode ini juga sering disebut dengan nama lain seperti metode investor (investor’s method), metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow method), dan indeks kemampulabaan (profitability index). Disebut IRR apabila diasumsikan bahwa setiap hasil yang diperoleh langsung diinvestasikan kembali dengan tingkat ROR yang sama. Apabila kita melakukan suatu investasi maka ada saat tertentu dimana terjadi keseimbangan antara semua pengeluaran yang terjadi keseimbangan antara semua pengeluaran yang terjadi dengan semua pendapatan yang diperoleh dari investasi tersebut. Untuk investasi tunggal, IRR tidak positif kecuali: (1) baik penerimaan atau M etode IRR memberi solusi untuk tingkat bunga yang menunjukkan persamaan ekivalen dari nilai kas masuk (penerimaan atau penghematan) pada nilai ekivalen arus kas keluar (pembayaran, termasuk biaya investasi). Dengan kata lain, IRR adalah suatu tingkat penghasilan yang mengakibatkan nilai NPW (net present worth) dari suatu investasi sama dengan nol. Secara sistematis hal ini dapat dinyatakan:
54
dimana: NPW = net present worth Ft = aliran kas pada periode t N = umur proyek atau investasi i* = nilai IRR dari proyek atau investasi tersebut Karena Ft pada persamaan di atas bisa bernilai positif maupun negatif maka persamaan IRR dapat juga dinyatakan: NPW = PWR – PWE = 0 Atau
Dimana: PWR = nilai present worth dari semua pemasukan (aliran kas positif) PWE = nilai present worth dari semua pengeluaran (aliran kas negatif) Rt = penerimaan netto yang terjadi pada periode ke-t Et = pengeluaran netto yang terjadi pada periode ke-t, termasuk investasi awal (P) Suatu investasi dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila IRR yang dihasilkan lebih besar atau sama dengan M ARR.