BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Waktu siklus Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau oleh operator serta mencatat waktu-waktu kerjanya baik waktu setiap elemen maupun waktu siklus, dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan (Madyana, 1996). Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu (Sutalaksana, 1979) : a. Penetapan tujuan pengukuran Dalam pengukuran waktu,hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran akan digunakan dalam kaitannya dengan proses produksi. b. Melakukan pengukuran pendahuluan Tujuan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan kepercayaan yang diinginkan. Untuk mengetahui berapa kali pengukuran pendahuluan harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran pendahuluan. c. Memilih operator Operator yang dipilih harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan hasilnya dapat diandalkan. Syarat-syarat
8
tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerjasama. Operator yang dipilih adalah orang yang pada saat dilakukan pengukuran mau bekerja secara wajar. Operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan pengukur berada didekatnya. d. Pembagian operasi menjadi elemen-elemen Pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan.Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklus merupakan jumlah dari waktu setiap elemen. Walaupun demikian, dapat dilakukan pengukuran keseluruhan dengan mengukur siklusnya bukan elemen-elemennya. e. Pengukuran dan pencatatan waktu kerja Ada tiga metode yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan jam henti, yaitu (Wignjosoebroto, 2003): 1) Continuous Timing Pada metode ini pembacaan jam henti dilakukan pada setiap akhir elemen gerakan atau elemen kerja, tanpa mematikan jam henti. Waktu kerja dari masing-masing elemen ditentukan dari selisih pembacaan elemen terdahulu dengan elemen berikutnya. 2) Repetitive Timing Pembacaan jam henti dilakukan pada setiap akhir elemen.
9
3) Accumulative Timing Jika digunakan metode ini maka harus disediakan dua jam henti yang terhubung satu sama lain secara mekanis. Jika jam yang satu hidup,maka jam yang lain mati. Pembacaan dilakukan secara bergantian, begitu elemen yang diamati selesai. f. Pengujian keseragaman data Data dikatakan seragam apabila tidak ada datum yang berada di bawah LCL ataupun di atas UCL. Data diuji keseragaman dengan peta kontrol dan dianggap seragam jika tidak mengandung outliers atau data di luar batas kendali ( Anonim , 2006). g. Pengujian kecukupan data Menurut Ralph M. Barnes (1980), formula untuk menentukan jumlah sampel mnimal dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan ketelitian. Angka yang paling umum dan sering digunakan adalah tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Angka tersebut berarti dalam jangka panjang jika pendugaan di atas dilakukan berulang kali dengan cara yang sama maka parameter populasi akan tercakup dalam interval 95% dari keseluruhan data, atau akan ditolerir kesalahan duga (error of estimation) sebesar 5%. 2.2 Konsep Dasar Lean Six Sigma Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Tujuan Lean adalah
10
meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value to waste ratio) (Gaspersz, 2007). Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi dari Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai filosofi bisnis, pendekatan sistemis dan sistematis. Konsep dasar Lean Six Sigma diantaranya (Gaspersz, 2008) : 1. mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (Non Value Added Activities) 2. melalui peningkatan terus-menerus radikal (radical continuous improvement). 3. dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal. 4. untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan hanya dengan memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi.
11
Fokus Lean Pemborosan material, waktu,
Fokus Six Sigma Variasi proses
aktivitas, dll Menyeimbangkan aliran
Identifikasi akar-akar penyebab dari
dalam proses value stream
masalah
Reduksi cycle time
Menciptakan output proses yang seragam bebas cacat
Sangat penting untuk
Sangat penting untuk meningkatkan
meningkatkan produktivitas
kapabilitas proses dan kualitas produk
(Sumber : Gaspersz, 2008)
Tabel 2.1. Fokus Lean dan Six Sigma 2.3 Lima Prinsip Dasar Lean Menurut Gaspersz (2008), lima prinsip dasar Lean yaitu : 1. mengidentifikasi nilai produk (barang dan/ atau jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang dan/ atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif pada penyerahan tepat waktu. 2. mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada value stream) untuk setiap produk (barang dan/ atau jasa). 3. menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu.
12
4. mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system). 5. terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan (improvement tools and technique) untuk mencapai keunggulan (excellent) dan peningkatan terusmenerus (continuous improvement). 2.4 Jenis-Jenis Pemborosan
(Sumber : Kaufman Consulting Group, 1999)
Gambar 2.1. Sepuluh Areas of Waste dalam industri Manufaktur
Kaufman Consulting Group (1999) telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan ke dalam empat kategori utama, yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti ditunjukkan dalam gambar di atas.
13
E-DOWNTIME merupakan akronim untuk memudahkan praktisi bisnis dan industri mengidentifikasi sembilan jenis pemborosan yang selalu ada dalam bisnis dan industri, yaitu (Gaspersz, 2008) : E =
Environmental, Health and Safety (EHS),jenis pemborosan yang terjadi
karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan prinsip-prinsip EHS. D = Defects, jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang dan/ atau jasa). O = Overproduction, jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan. W=
Waiting, jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
N = Not utilizing employee knowledge, skills and abilities, jenis pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dari karyawan secara optimal. T =
Transportation, jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.
I =
Inventories, jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang berlebihan.
M=
Motion, jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang banyak dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
14
E =
Excess processing, jenis pemborosan yang terjadi karena langkahlangkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
2.5 Analisis Nilai Dalam pabrik apapun, semua operasi manual dapat digolongkan dalam satu dari tiga kategori berikut ini (Monden, 2000) : a. Pemborosan murni, yaitu kerja tak perlu yang harus segera disingkirkan. b. Operasi tanpa nilai tambah, operasi yang pada dasarnya tak berguna tetapi mungkin diperlukan dalam prosedur operasi yang ada. Untuk menyingkirkan operasi semacam itu, mungkin perlu dibuat perubahan dalam tata ruang lini c. Operasi bersih yang meningkatkan nilai tambah, yaitu konversi atau operasi pengolahan ang meningkatkan nilai bahan mentah atau produk setengah jadi.
(Sumber : Monden, 2000)
Gambar 2.2. Kategori operasi
15
Menurut Monden (2000), operasi bersih untuk meningkatkan nilai tambah biasanya hanya merupakan bagian kecil dari operasi keseluruhan, tetapi kebanyakan hanya meningkatkan biaya. Dengan meningkatkan persentase operasi bersih untuk meningkatkan nilai tambah, kebutuhan tenaga kerja per unit dapat dikurangi, sehingga jumlah pekerja di tiap tempat kerja berkurang. Langkah pertama adalah menghilangkan pemborosan murni. Berikutnya, sejauh mungkin mengurangi operasi tanpa nilai tambah tanpa menimbulkan biaya yang tak perlu. Akhirnya, memeriksa operasi bersih untuk meningkatkan nilai tambah guna mengetahui apakah berbagai operasi itu dapat ditingkatkan lebih jauh sebagai bagian operasi keseluruhan dengan menggunakan beberapa jenis perlengkapan mesin otomatis untuk menggantikan oprasi yang sekarang ini dilakukan dengan tangan. Menurut Pande (2002), untuk melakukan analisis nilai yang efektif perlu melihat proses secara detail. Namun demikian, teknik-teknknya sangatlah mudah, yaitu : 1. Mengidentifikasi dan memetakan proses yang dianalisis. 2. Mengelompokkan setiap langkah menurut kriteria (menambahkan nilai, tidak menambahkan nilai, dan memungkinkan adanya nilai). 3. Menghitung proporsi aktivitas yang ada di setiap kategori tersebut, dan memeriksa keseimbangan antara pekerjaan yang menambahkan nilai dan yang tidak menambahkan nilai.
16
Value added time dari sudut pandang pelanggan dapat dideskripsikan sebagai berikut ( Premysis Consulting, 2008): Customer Value Add
Non-Value Add
Apakah tugas tersebut mengubah
Jika pelanggan mengetahui kita
bentuk (transformasi), atau fungsi dari
melakukan ini, akankah mereka
produk atau jasa?
meminta kita meniadakan aktivitas ini sehingga kita dapat menurunkan harga?
Apakah tugas tersebut memberikan
Apakah tugas ini cocok untuk 2
keuntungan kompetitif (menurunkan
kategori lainnya sekaligus?
harga, pengiriman lebih cepat, cacat lebih sedikit)? Maukah pelanggan membayar lebih
Dapatkah saya meniadakan atau
atau memilih kita dalam persaingan
mengurangi aktivitas ini?
bisnis jika mereka tahu kita melakukan tugas ini? (Sumber : Premysis, 2008)
Tabel 2.2. Perbedaan VAT dan NVAT
2.6 Value Stream Mapping Process and Value Stream Mapping adalah salah satu alat yang paling efektif dalam alat bantu measure pada lean six sigma. Manfaat dari Value Stream Mapping antara lain dapat digunakan untuk (Premysis, 2008):
17
1. mengerti tujuan strategis dari bisnis 2. membuat High-Level Value Stream Mapping 3. mengumpulkan ukuran tambahan jika diperlukan 4. menganalisa gap terhadap strategi bisnis dan voice of customer 5. menentukan area untuk fokus 6. membuat Project Charter 7. menentukan BB/ GB untuk proyek secara strategis 2.7 Langkah pembuatan VSM Langkah pembuatan peta Value Stream Mapping adalah sebagai berikut (Premysis Consulting, 2008) : a. Pembuatan SIPOC Chart b. Memetakan proses dengan Top Down Chart c. Menggambarkan urutan proses-proses, alur material dan alur informasi d. Menambahkan data proses dan data lead time e. Verifikasi peta aktual Top Down Chart dibuat untuk memudahkan fokus dengan memilih proses yang perlu diperjelas dari level tertinggi sampai dengan lokasi akar permasalahan berada. Oleh karena itu Top Down Chart ini sering disebut dengan vertical scooping. Tujuan dari Top Down Chart adalah untuk menentukan tingkat yang tepat dari peta proses map. Urutan proses dapat dimulai dengan menentukan terlebih dahulu awal dan akhir value stream sebelum memulai pemetaan.
18
(Sumber : Premysis, 2008)
Gambar 2.3. Simbol umum VSM
. Alur material dibuat berdasarkan pergerakan material yang digunakan pada value stream. Pergerakan material lebih dikhususkan kepada alur ”push” dan ”pull” untuk
membedakan
metode
yang
memacu
pergerakan.
Alur
informasi
mendokumentasikan bagaimana informasi didapatkan atau didistribusikan, misalnya bagaimana sistem berkomunikasi dengan supplier maupun customer. 2.8 Process Cycle Efficiency (PCE) Menurut Premysis Consulting (2008), Process Cycle Efficiency adalah efisiensi relatif dalam sebuah proses. PCE mewakili persentase dari waktu yang dipergunakan untuk menambahkan nilai pada produk dibandingkan total waktu yang dipergunakan produk selama proses per satu siklus part dalam satuan waktu. PCE dihitung dengan menggunakan (Gaspersz, 2008) : Process Cycle Efficiency =
Value Added Time Pr ocess Lead Time
Process cycle efficiency (PCE) dari beberapa industri kelas dunia ditunjukkan sebagai berikut :
19
Application
Typical Cycle
World Class Cycle
Efficiency
Efficiency
Machining
1%
20%
Fabrication
10%
25%
Assembly
15%
35%
Continuous Manufacturing
30%
80%
Business Processes- Transactional
10%
50%
Business Processes- Creative/ Cognitive
5%
25%
(Sumber : Gaspersz, 2008)
Tabel 2.3. Typical and World Class Cycle Efficiency
Aturan umum (Premysis consulting, 2008): a) Jika PCE sekarang << dari batas bawah, kalikan PCE sekarang dengan 10 (satu digit perbaikan) untuk digunakan sebagai target PCE. b) Jika PCE < batas bawah, gunakan batas bawah sebagai target PCE c) Jika PCE = atau > batas bawah, gunakan batas atas sebagai target PCE d) Jika PCE > batas atas, perlahan-lahan mulai maju pada one-piece flow