BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan yaitu: 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang bersumber dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, PAD bersumber dari: a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain PAD yang sah 2.1.1 Pajak Daerah 2.1.1.1 Definisi Pajak Daerah Pajak daerah menurut Halim (2008:96) merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Pajak daerah menurut Mardiasmo (2006:6) yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 17
Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pengertian pajak daerah di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah serta pembangunan daerah. 2.1.1.2 Jenis-jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-undang No. 34 tahun 2000, pajak daerah di Indonesia dibagi menjadi dua jenis yaitu, Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten atau Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten atau kota yang bersangkutan. Berdasarkan UU No. 34 tahun 2000 ditetapkan sebelas jenis pajak daerah yaitu, empat jenis pajak provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten atau kota.
18
Tabel 2.1 Pajak Provinsi dan Kabupaten atau Kota Pajak Provinsi 1. Bea balik Nama Kedaraan
Pajak Kabupaten atau Kota 1. Pajak Hotel
Bermotor dan Kendaraan di atas
2. Pajak Restoran
Air.
3. Pajak Hiburan
2. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan
4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Bermotor. 4. Pajak Pengambilan dan
7. Pajak Parkir
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Sumber : UU No. 34 tahun 2000 2.1.1.3 Jenis-jenis Pajak Kabupaten atau Kota Jenis-jenis Pajak Kabupaten atau Kotamadya menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000, terdiri dari: a. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. b. Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.
19
c. Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. d. Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial yang dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang atau jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. e. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. f. Pajak Pengambil Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. g. Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
20
2.1.1.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten atau Kota Subjek dan wajib pajak Kabupaten atau Kotamadya menurut UU No. 34 tahun 2000 adalah sebagai berikut: a. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel. b. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran. c. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. d. Subjek
Pajak
Reklame
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. e. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik. f. Subjek Pajak Pegambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C. g.
Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.
21
2.1.1.5 Objek Pajak Kabupaten atau Kota Menurut Siahaan (2005) dalam Pakpahan (2009) untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Objek pajak dari kabupaten atau kotamadya menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 adalah sebagai berikut: 1.
Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk: a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek; b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan; c) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum; d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
2.
Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.
3.
Objek pajak hiburan yakni, penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.
4.
Objek pajak reklame yakni, semua penyelenggara reklame.
5.
Objek pajak penerangan jalan yakni, penggunaan tenaga listrik di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
6.
Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni, kegiatan pengambilan bahan galian golongan C.
22
7.
Objek pajak parkir yakni, penyelenggara tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memugut bayaran.
2.1.1.6 Tarif Pajak Kabupaten atau Kota Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar: a.
Pajak Hotel 10%
b.
Pajak Restoran 10%
c.
Pajak Hibura 35%
d.
Pajak Reklame 25%
e.
Pajak Penerangan Jalan 10%
f.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%
g.
Pajak Parkir 20% Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kotamadya dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten atau kotamadya di wilayah masingmasing. 2.1.2 Retribusi Daerah 2.1.2.1 Definisi Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Halim (2008:97) merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Pengertian Retribusi Daerah menurut Mardiasmo (2006:14), Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. 23
Retribusi daerah menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 2.1.2.2 Jenis-jenis Retribusi Daerah Jenis-jenis Retribusi Daerah menurut Mardiasmo (2006:15) dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1.
Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah, pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah sebagai berikut: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi parkir di tepi jalan umum, retribusi pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta dan retribusi pengujian kapal perikanan.
2.
Retribusi Jasa Usaha Retribusi jasa usaha yaitu, berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan atau pesanggarahan atau villa, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi
24
pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyebrangan di atas air, retribusi pengelolaan limbah cair, retribusi penjualan usaha daerah. 3.
Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan Tertentu yaitu, kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan mejaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek dan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol.
2.1.2.3 Subjek Retribusi Daerah Subjek Retribusi Daerah menurut Mardiasmo (2006:17) adalah sebagai berikut: a) Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutaan. b) Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. c) Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. 2.1.2.4 Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah menurut Mardiasmo (2006:17) adalah sebagai berikut:
25
1.
Retribusi
jasa
umum
berdasarkan
kebijakan
daerah
dengan
mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. 2.
Retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
3.
Retribusi perizinan tertentu berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (Undang-undang nomor 33 tahun 2004). Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana Alokasi Umum suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Kebutuhan
fiskal
daerah
merupakan
kebutuhan
pendanaan
daerah
untuk
melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil (DBH). Celah fiskal dihitung berdasarkan kebutuhan fiskal daerah dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Sementara itu, alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
26
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan (0), maka menerima Dana Alokasi Umum sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, maka menerima Dana Alokasi Umum sebesar alokasi dasar setelah dikurangi dengan celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, maka tidak menerima Dana Alokasi Umum (DAU). Contoh perhitungan pemberian Dana Alokasi Umum menurut Penjelasan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai berikut: 1. Kebutuhan fiskal sama dengan kapasitas fiskal Kebutuhan fiskal
= Rp 100 Milyar
Kapasitas fiskal
= Rp 100 Milyar
Alokasi Dasar
= Rp 50 Milyar
Celah fiskal
= Kebutuhan Fisal – Kapasitas Fiskal = Rp 100 Milyar – Rp 100 Milyar =0
DAU
= Rp 50 Milyar
2. Dalam hal celah fiskal negatif, maka jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima daerah adalah sebesar Alokasi Dasar setelah diperhitungkan dengan celah fiskalnya. Contoh perhitungan: Kebutuhan fiskal
= Rp 100 Milyar
Kapasitas fiskal
= Rp 125 Milyar
Alokasi Dasar
= Rp 50 Milyar
Celah Fiskal
= Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal = Rp 100 Milyar – Rp 125 Milyar
27
= - Rp 25 Milyar (negatif) DAU
= Alokasi Dasar + Celah Fiskal
Total DAU
= Rp 50 Milyar – Rp 25 Milyar = Rp 25 Milyar
3. Celah fiskal negatif dan melebihi alokasi dasar, maka tidak menerima Dana Alokasi Umum, contoh perhitungannya sebagai berikut: Kebutuhan fiskal
= Rp 100 Milyar
Kapasitas fiskal
= Rp 175 Milyar
Alokasi Dasar
= Rp 50 Milyar
Celah fiskal
= Kebutahan fiskal – Kapasitas fiskal = Rp 100 Milyar - Rp 175 Milyar = Rp 75 Milyar (negatif)
DAU
= Celah fiskal + Alokasi Dasar
Total DAU
= -Rp 75 Milyar + Rp 50 Milyar = - Rp 25 Milyar atau disesuaikan menjadi nol (0)
Penghitungan Dana Alokasi Umum Menurut UU No. 33 Tahun 2004. Rumus : DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar •
Celah Fiskal adalah:
Celah Fiskal = Bobot Celah Fiskal × DAU seluruh kab/kota DAU seluruh kabupaten / kota = 90% × (26% × Pendapatan Dalam Negeri Netto) Bobot celah fiskal daerah = kebutuhan fiskal – kapasitas fiskal
28
Kebutuhan fiskal = total belanja daerah rata-rata × [(bobot × indeks jumlah penduduk) + (bobot × indeks luas wilayah) + (bobot × indeks kemahalan konstruksi) + (bobot × indeks pembangunan manusia) + (bobot × indeks PDRB perkapita)] Kapasitas fiskal = Pendapatan asli daerah + dana bagi hasil •
Alokasi dasar adalah:
Alokasi dasar = gaji PNSD termasuk kenaikan gaji pokok dan gaji ke-13 dan gaji CPNSD •
Ketentuan
Jika celah fiskal > 0, maka: DAU = Alokasi dasar + celah fiskal Jika celah fiskal = 0, maka: DAU = Alokasi dasar Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya negatif lebih kecil dari alokasi dasar, maka: DAU = Alokasi dasar Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan lainnya sama atau lebih besar dari alokasi dasar, maka: DAU = 0 Rumus Kapasita Fiskal menurut Permenkeu No 174 / PMK.07 / 2009 Tentang Peta Kapasitas Daerah. Kapasitas Fiskal = [(Pendapatan Asli Daerah + Dana Bagi Hasil + Dana Alokasi Umum + Lain-lain Pendapatan yang sah) – Belanja Pegawai] / Jumlah Penduduk Miskin.
29
2.1.4 Belanja Daerah 2.1.4.1 Definisi Belanja Daerah Belanja daerah menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 2.1.4.2 Klasifikasi Belanja Daerah Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri 13/2006 terdiri atas: Belanja tidak langsung dan
belanja langsung. Kelompok belanja tidak
langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsug dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan melaksanakan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Menurut Halim (2008:101), belanja daerah terdiri dari: 1.
Belanja Operasional Belanja operasional adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Kelompok belanja operasional terdiri atas: a) Belanja pegawai; b) Belanja barang; c) Belanja bunga;
30
d) Belanja subsidi; e) Belanja hibah; f) Belanja bantuan sosial; g) Belanja bantuan keuangan. 2.
Belanja Modal Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal termasuk: a) Belanja tanah; b) Belanja peralatan dan mesin; c) Belanja modal gedung dan bangunan; d) Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan; e) Belanja aset tetap lainnya; f) Belanja aset lainnya.
3.
Belanja tidak terduga Kelompok belanja lain-lain atau tidak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang, seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Pusat atau Daerah.
4.
Transfer Adapun yang dimaksud dengan transfer yaitu, pengeluaran uang dari entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh Pemerintah Pusat dan dana bagi hasil oleh Pemerintah Daerah.
31
Menurut Lampiran E. XXIII Permendagri Nomor 13 tahun 2006 dalam Halim (2008:102), transfer Pemerintah Propinsi terdiri atas: a) Bagi hasil pajak ke kabupaten atau kota; b) Bagi hasil retribusi ke kabupaten atau kota; c) Bagi hasil pendapatan lainnya ke kabupaten atau kota. Adapun transfer pemerintah kabupaten atau kota meliputi transfer bagi hasil ke desa, yaitu: a) Bagi hasil pajak; b) Bagi hasil retribusi; c) Bagi hasil pendapatan lainnya. 2.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori yang ada dan diperkuat dengan hasi-hasil penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan di atas menunjukkan adanya pengaruh antara pajak daerah, retribusi daerah serta dana alokasi umum terhadap belanja daerah. Oleh karena itu kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pajak Daerah
Belanja Daerah Retribusi Daerah
Dana Alokasi Umum
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 32
2.3
Hipotesis Hipotesis menurut Sekaran (2006:135) adalah hubungan yang diperkirakan
secara logis terdapat pada dua atau lebih variabel yang dibentuk dalam suatu pernyataan yang dapat diuji. Dengan menguji hipotesis, diharapkan akan ditemukan suatu jawaban dari masalah yang sedang dihadapi. Pengujian hipotesis yang akan dilakukan adalah pengujian hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan (signifikan) antara dua variabel atau tidak ada perbedaan (signifikan) antara dua kelompok. Hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau
menunjukkan perbedaan antara kelompok. Hipotesis dalam
penelitian ini, yakni: 1.
H01: (b1 = 0) pajak daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah Ha1 : (b1 ≠0) pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah.
2.
H02 : (b2 = 0) retribusi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah. Ha2 : (b2 ≠ 0) retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah. H03 : (b3 = 0) dana alokasi umum tidak memiliki pengaruh yang
3.
signifikan terhadap belanja daerah. Ha3 : (b3 ≠ 0) dana alokasi umum memliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah. 4.
H04 : (b1 = b2 = b3 = 0) pajak daerah, retribusi daerah serta dana alokasi umum secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap belanja
daerah.
33
Ha4 : (b1 ≠b2 ≠ b3 ≠ 0) pajak daerah, retribusi daerah serta dana alokasi umum secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah.
34