BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Terminologi Judul Judul dari proyek perancangan interior ini adalah “Komunitas Seni Budaya Interaktif Parahyangan” atau bila diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi “Preanger Interactive Cultural Community”. Bila dijabarkan, maka judul memiliki pengartian sebagai berikut : a. Komunitas Kata komunitas diambil dari bahasa Prancis kuno ‘communité’ yang juga berasal dari bahasa latin, ’communitas’. ‘Com’ berarti with/together, dan ‘munus’ yang berarti gift. Bisa diartikan bahwa Komunitas adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai, perhatian, yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma nilai yang telah melembaga (Sumijatun, 2006). Komunitas menurut Kamus Besar Indonesia berarti kelompok organisme yang hidup dan saling berinteraksi di suatu daerah. b. Seni Pengertian seni menurut Tolstoy yang diterjemahkan oleh Aylmer, M. (1897/1899:50): Art is a human activity consisting in this, that one man consciously, by means of certain external signs, hands on to others feelings he has lived through, and that other people are infected by these feelings and also experience them. Singkat kata, seni merupakan penyampaian emosi dalam beberapa media agar penikmat seni dapat ikut merasakan emosi yang disampaikan melalui seni tersebut.
7
8 c. Budaya Budaya menurut Matsumoto (1996:16) adalah seperangkai sikap, nilai-nilai, kepercayaan, dan tingkah laku yang dibagi oleh sebuah kelompok tapi berbeda bagi masing-masing individu, dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Dalam hal ini,bisa diartikan bahwa budaya bukanlah sebuah artefak atau ragam hias, melainkan watak dan karakteristik dari sekelompok masyarakat yang mempunyai nilai, norma, dan kepercayaan yang sama. d. Interaktif Interaksi merupakan sebuah aksi yang terjadi ketika dua buah atau lebih objek memiliki pengaruh terhadap satu sama lain. Dalam konsep interaksi, two way interaction atau interaksi dua arah merupakan hal yang penting bagi terjadinya interaksi. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis antara orang perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dan kelompok. Interaksi sosial tidak hanya mempengaruhi perkembangan kognitif, tetapi interaksi sosial menciptakan struktur kognitif dan proses berpikir pada manusia. Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Interaction e. Priangan Kata Priangan berasal dari kata Parahyangan yang dijabarkan dari Para – Hyangan dan merupakan bahasa Sunda yang memiliki arti ‘tempat tinggal para dewa (hyang)’. Manusia Indonesia pada zaman dahulu percaya bahwa tempat tinggal para dewa berada di puncak gunung. Priangan sendiri menuntut peneliti untuk mengartikan kata tersebut dalam konteks yang berbeda. Pertama Priangan merupakan satu kesatuan administratif berupa karesidenan, dan istilah tersebut mulai digunakan sejak pemerintahan Thomas S. Raffles di Pulau Jawa pada 1811-1818. Dalam konteks ini, keresidenan Priangan pada abad ke-19 terdiri atas 5 kabupaten, yaitu Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura (Hardjasaputra, 2006:1; Zakaria, 2009:7; Lubis et al, 2011:435-441). Yang kedua, juga memiliki dimensi kultural. Kesatuan geografis ini melekat dengan identitas kesundaan. Wajar bila kemudian
9 Priangan kerap diasosiasikan dengan Pasundan atau tempat tinggal etnis Sunda (Zakaria, 2009:7). Maka dapat disimpulkan bahwa judul perancangan ini merupakan sebuah perancangan interior bagi sebuah tempat yang memberi fasilitas dari usaha pelestarian dan perkenalan budaya Sunda yang dibatasi dengan wilayah yang masuk pada geografis Priangan yang berupa Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura yang disampaikan melalui seni tradisionalnya yang interaktif.
2.1.2 Kriteria Perancangan Ruang 1. Perancangan Perpustakaan Dalam perpustakaan terdapat 3 elemen penting ; bahan bacaan, pembaca, dan pegawai perpustakaan yang berhubungan dengan cara yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan organisasai perpustakaan (Neufert, 1987:145). Perpustakaan yang lebih besar cenderung menggunakan sistem penyimpanan buku secara ‘tumpukan terbuka’ dan dilengkapi ruang baca di dekatnya, bukan diantara rak-rak. Sedangkan pada ‘pola tertutup’, pembaca tidak dapat mengambil sendiri buku, tetapi diambilkan oleh petugas dari katalog yang disediakan oleh perpustakaan bagi pembaca. Berikut merupakan kriteria perancangan dari ruang-ruang yang ada di perpustakaan : A. Pintu Masuk Perpustakaan Harus mudah dikenali oleh pembaca yang datang dan area lobi cukup luas untuk menyerap dan menghalangi masuknya suara bising dari luar bangunan, serta diberi pewarnaan yang dapat menstimulasi pandangan. B. Ruang Pengawas Ruang pengawasan ditempatkan di dekat atau tampak dari pintu masuk, agar dapat menjaga keluar-masuknya pembaca dan menghindari pencurian buku. Pengawas harus dapat mengawasi seluruh ruangan, tetapi ukurannya dibuat cukup luas agar dapat menampung antrian pembaca pada jam sibuk.
10 C. Ruang Pemandu Adalah tempat penyimpanan buku-buku dan indeks yang sudah dijilid dan diberi kode komputer. Letaknya berada dekat ruang pengawas. Bila sebuah perpustakaan menggunakan kartu indeks, untuk sekitar 36.000 judul buku dibutuhkan ruangan seluas 12 m². D. Meja Penerangan Terletak di dekat katalog pemandu dan katalog daftar pustaka, dapat membantu pengawasan perpustakaan. Dalam perpustakaan buku merupakan bahan utama, akan tetapi dalam merencanakan
sebuah
perpustakaan,
harus
mempertimbangkan
perkembangan-perkembangan yang ada di dunia dan sebuah perpustkaan harus bisa mengakomodasikan tambahan-tambahan bahan di dalamnya, seperti majalah, peta, film, audio, dan lainnya. Ruang yang tersedia harus cukup luwes pengaturannya untuk menampung perkembangan yang akan datang. Berikut merupakan satuan-satuan bagi penyimpanan perpustkaan (Neufert, 1987:146) : a. Rak penyimpanan buku Yang sering digunakan adalah rak berbahan metal, rak tunggal yang ukurannya dapat diatur, rak yang menempel di dinding, atau rak berbanjar ganda. Tinggi satuan rak 2000 mm pada bagian buku pinjaman dan 1500 mm pada bagian anak, dan tempat penumpukan buku tingginya 2300 mm. Lebar rak 200-300 mm untuk buku anakanak, 200 mm untuk buku fiksi, buku bacaan, sejarah, politik, ekonomi, dan hukum. 300 mm untuk buku ilmu pengetahuan dan science. Panjang satuan rak di Amerika dan Inggris umumnya 900 mm, dan lebar gang utama pada bagian terbuka 1800 mm sedangkan pada gang cabang 1200 mm. b. Lemari/ rak buku Ukuran terpanjang dari lemari buku adalah 6 satuan rak yang total panjangnya 5400 mm, maksimum 8 satuan rak
yang total
panjangnya 7200 mm, tetapi bila hanya dapat dicapai dari satu arah, cukup hanya dengan 4 satuan rak yang total panjangnya 3600 mm.
11 Rak-rak tengah di daerah terbuka panjangnya sekitar 1280-1520 mm dan dapat menapung sekitar 164 jilid/m². Dari ukuran rak tengah kita dapat menentukan pilihan bagi ukuran struktur kotak tengah yang paling ekonomis. Angka-angka diatas mempengaruhi pengaturan jendela, lampu ceiling, peralatan tetap, lubang angin, dan pencahayaan. Ukuran kolom terbesar 450 x 450 mm tanpa lapisan permukaan dan toleransi, tinggi bersih langit-langit sekitar 2400 mm. Harus diingat bahwa ruang juga harus dibagi sesuai peraturan ruang tahan api seluas 450 m² dan harus dilengkapi denga smoke detector dan tidak menggunakan sprinkler untuk memadamkan api karena air dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar. c. Ruang Baca Luas daun meja untuk belajar sambil duduk adalah 900 x 600 mm/pembaca menghadap ke tirai atau sekat rendah dan terkadang diberi lampu baca yang built-in pada meja. Pada perpustakaan umum cenderung tidak disediakan ruang baca resmi, tapi disediakan ruangruang kecil di sudut-sudut tersembunyi yang tersebar di seluruh ruang perpustakaan.
Gambar 2.1 Jarak Minimal Antar Meja
Sumber : Neufert (1998 :332)
Semakin besar ukuran perpustakaan, semakin besar kebutuhan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dengan
12 jalan mengubah bentuk/cara penyimpanan buku, ruang baca, dan ruang pegawai. Perpustakaan dengan scope yang kecil dan sedang sebaiknya tetap memiliki keluwesan ruang dan menghindari peralatan uang terpasang mati. Perancangan harus berhati-hati agar tidak terjadi pembauran suara dan pengenalan fungsi ruang serta menimbulkan kesenjangan suasana ruang, serta pertimbangkan perubahan tinggi lantai ruang (Neufert, 1987:147). Pada pelapisan permukaan ruang, seluruh lantai dilapisi dengan material yang kedap suara kecuali di bawah rak buku dan pada daerah kerja. di tempat pengawasan juga diberi material dengan bahan kedap suara. Lantai pada tempat penyimpanan buku berwarna lembut agar dapat memantulkan cahaya ke deretan buku pada rak terbawah. Pada ruang penyimpanan bukubuku kuno dan manuskrip, kelembaban udara tidak boleh lebih atau kurang dari 55% ruangan (Neufert, 1987:147). Kekuatan pencahayaan buatan dihitung dalam lx. Pencahayaan pada ruang kontrol 600 lx, pada meja belajar dan ruang peminjaman 400 lx, tetapi pencahayaan meja bca pada ruang referensi 600 lx, pencahayaan pada rak buku dipasang pada bidang tegak dengan kekuatan 100lx, sedang pada ruang katalog dan ruang kerja 400 lx. Faktor cahaya alami minimun 10% dan pantulan 80% dari dinding dan langit-langit, dan 30 % dari lantai dan perabotan (Neufert, 1987:147). 2. Perancangan Studio Musik dan Rehearsal Room Mempelajari musik tergantung dari kemampuan seorang individu untuk mempelajari perbedaan dari intonasi, dinamik, dan keseimbangan. Hal itu disebut critical listening dan hanya dapat dilakukan dengan benar dengan menggunakan akustik yang sesuai. Agar sebuah ruangan dapat menggunakan akustik yang benar sehingga murid dapat mempelajari musik dengan kondusif dan terjadi critical listening ketika mempelajari sebuah alat musik, maka elemen-elemen yang harus diperhatikan adalah (Wenger, 2008:8-17) : a. Cubic Volume Cubic Volume adalah luas lantai dikalikan dengan tinggi plafond, jika mengurangi ukuran ini akan membuat ruangan terlalu berisik. Plafond yang rendah merupakan penyebab dari akustik ruangan yang buruk. Bilamana sebuah kelas menggunakan riser,
13 gunakan portable riser dan bukan beton, karena beton akan mengurangi volume dan menaikkan tingkat kebisingan ruangan, sedangkan portable riser yang bagian bawahnya hollow tidak akan mengurangi cubic volume. b. Dinding Treatment Dinding yang tidak diberi treatment akan menyebabkan flutter echo (gema), dan gaungan kebisingan tersebut akan teratasi dengan memberikan treatment akustik dengan absorber dan diffuser yang baik. Dalam ruangan yang berbentuk kotak, terdapat efek standing wave yang terjadi karena pantulan suara dari dinding seberang membentuk gelombang seimbang dengan jaraknya. Pada standing wave, terdapat area dimana suara yang dihasilkan dua kali lipat dari normal dan area dimana tidak menghasilkan suara. Maka pada ruangan yang berbentuk kotak, bedakan pada satu dimensi dibuat sekitar 30% atau lebih.
Gambar 2.2 Pantulan Suara Rehearsal Room Besar
Sumber : Wenger (2008:11)
Gambar 2.3 Pantulan Suara Rehearsal Room Kecil
Sumber : Wenger (2008:11) Gambar 2.4 Efek Standing Wave
14
Sumber : www.sae.edu
c. Sound Isolation Isolasi suara yang baik adalah bila suara dari suatu ruangan terhadap ruangan lainnya dapat terblokir secara efektif. Gunakan dinding dengan isolasi suara yang baik dan pengadaan buffer zone yaitu area netral yang tidak dipakai untuk bermain musik seperti koridor, atau gudang merupakan isolasi suara yang lebih baik dibandingkan satu partisi dinding. Studio musik modular lebih baik jika dibandingkan dengan built-in studio karena lebih memiliki isolasi suara yang lebih baik dan juga mudah untuk dipindah atau diubahubah ukurannya bila kebutuhannya berubah. d. Lapisan Dinding Salah satu faktor kebocoran suara adalah lapisan dinding yang tidak dibuat dengan baik. Maka dari itu, lapisan dinding merupakan bagian integral dari sebuah studio musik agar dapat menghasilkan akustik yang efektif. Ruang hampa dalam dinding diperlukan sebagai isolasi suara dari sebuah ruangan.
Gambar 2.5 Konstruksi Lapisan Dinding
15
Sumber : Wenger (2008:13)
e. Elemen Interior Plafon merupakan area terbesar untuk menempatkan akustik treatment. Suspended ceiling menghasilkan ruang udara yang dibutuhkan untuk menangkap suara low frequency.
Gambar 2.6 Kontsruksi Ceiling
Sumber : Wenger (2008:16)
Treatment pada dinding terdapat panel absorber dan diffuser. Sound absorption adalah reduksi energi suara ketika sebuah suara mengenai berbagai macam permukaan dan material. Sound diffusion adalah suara yang dipantulkan dari permukaan. Difusi dari suara musik diperlukan agar suara dapat terdengar di berbagai macam area ruangan. Maka dari itu, sangat penting bagi sebuah studio musik dan rehearsal area untuk memiliki diffuser dan absorber dalam sebuah ruangannya agar suara-suara yang dihasilkan dari sebuah musik dapat tersampaikan dengan baik dan fungsional.
Gambar 2.7 Pantulan Suara dihasilkan oleh Absorber dan Diffuser
16
Sumber : Wenger (2008:15)
Pada aplikasi treatment lantai, penggunaan hardwood flooring lebih disarankan terlebih jika dibandingkan dengan karpet karena karpet menyerap suara berfrekuensi tinggi, sedangkan hardwood flooring dapat memantulkan suara dengan baik. Selain dari segi akustiknya, hardwood flooring lebih mudah untuk dibersihkan jika dibandingkan dengan karpet. f. Lighting dan ventilasi Musik studio dan rehearsal room merupakan area dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi, sehingga pertukaran udara pada area ini memerlukan dua kali lipat dari ruangan lainnya. Penggunaan grill, air duct, dan vents yang lebih besar mengurangi suara udara yang disebabkan oleh ventilasi yang besar. Pada studio musik, pencahayaan alami lebih disarankan dan pencahayaan tambahan dengan ukuran cahaya setara dengan 70-100 cahaya lilin agar semua pemain musik dapat membaca not balok dengan baik. Beberapa lampu fluorescent menghasilkan nada flat-B yang datar sehingga terjadi ketidak seimbangan antara instrumen dan nada lainnya. Untuk mengantisipasi hal itu, diperlukan fluorescent light yang memiliki electronic ballast yang dapat mengurangi suara dengan baik.
3. Perancangan Studio Tari
17 Dalam merencanakan sebuah studio tari, kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan merupakan kegiatan spesifik dan high activity, sehingga terdapat beberapa pertimbangan dan kriteria yang harus dilakukan agar dapat membuat sebuah perancangan studio tari yang efektif dan fungsional bagi penggunanya. a. Space Ruangan studio tari memiliki berbentuk kotak atau segi 4 dengan tampak depan yang jelas sebagai representasi dari penonton dengan ukuran sekitar 10 x 10m dengan tinggi ruangan 450 cm dan bisa berubah tergantung kebutuhan, jumlah murid, dan ukuran badan. Area menari tidak boleh kotor atau berceceran banyak barang, sehingga harus memiliki area yang bersih dan kosong sehingga membuat area aktivitas menari yang tidak terhalangi. Dibutuhkan area netral bagi agar menghindari penggunan menginjak lantai dengan menggunakan alas kaki yang dapat merusak lantai.
Gambar 2.8 Area Studio Tari
Sumber : Arts Council England
b. Lantai Lantai yang digunakan sebaiknya berupa sprung atau sistem semi sprung lantai dan merupakan hal yang esensial dalam sebuah studio tari. Kayu-kayu yang berwarna cerah merupakan material kayu
18 yang paling baik untuk lantai bagi studio tari dan memiliki shock absorption coefficient setidaknya sebanyak 55%. c. Pencahayaan Pencahayaan pada studio tari yang paling baik adalah dengan menggunakan
diffuse
daylighting
dan
ditambahkan
dengan
fluorescent lighting. d. Ventilasi Suhu udara pada studio tari diterapkan pada suhu minimal 20° C - 24° C dan memiliki pertukaran udara yang baik. Ruang studio yang tertutup menggunakan sistem ventilasi yang terjadi pergantian udara sebanyak 6-10 air change pada setiap jam. Gunakan mechanical air system yang tidak menimbulkan banyak suara sehingga tidak mengganggu konsentrasi. 4. Perancangan Teater Sebuah bangunan teater memiliki sejarah yang sangat panjang dan dalam merancang teater, diperlukan pengertian mengenai hubunganhubungan antar ruang fungsional yang kompleks. Teater sendiri memiliki banyak jenis dan tipe. Pada perancangan teater yang dibuat oleh penulis, teater yang digunakan merupakan teater kecil yang disebut Small Drama Theatre dan hanya dapat mengakomodasi sekitar 50 – 300 orang dengan jumlah penonton paling banyak 400 orang dan biasanya tidak memiliki stage house terpisah dimana stage berada dalam ruang arsitektur yang sama dengan audiens. Teater seperti ini memiliki keunikan dimana hubungan antara aktor/performer dengan audiens lebih intim. Hal itu bisa diciptakan dari fixed seating arrangements atau diciptakan dengan temporary seating yang disusun pada bangunan-bangunan yang dipilih. Berikut merupakan bentuk-bentuk Small Drama Theatre: 1) Arena Sebuah teater dimana penonton mengelilingi area pertunjukkan. Pemunculan aktor kedalam arena melalui sela-sela yang ada dalam seating arrangetments.
19 Gambar 2.9 Royal Exchange Theatre, Manchester UK
Sumber : www.richardnegri.co.uk
2) Thrust Sebuah teater dimana stage diperpanjang sehingga audiens dapat mengelilingi panggung dalam 3 sudut. Thrust theatre dapat menggunakan proscenium stage untuk menyediakan pertunjukkan dengan background, tetapi pandangan audiens terhadap proscenium biasanya terbatas. Pemunculan aktor pada stage melalui sela-sela seating arrangements.
Gambar 2.10 Chicago Shakespeare Theatre
Sumber : www.voices.yahoo.com
20 3) End Theatre Sebuah teater dimana stage dan audiens berada dalam ruang arsitektur yang sama dimana stage terletak pada satu ujung dan audiens duduk mengahadap ke arah stage.
Gambar 2.11 Studio Theatre Lowry, Salford UK
Sumber : www.thelowry.com
Jenis teater lainnya adalah flexible theatre dimana perancangan audiens dan stage dapat dirubah-rubah sesuai dengan keperluan dan vision dari setiap produksi pementasan. Seringkali konfigurasi teater dapat dibuat menjadi arena, thrust, ataupun end theatre seperti yang sudah dituliskan diatas. Berikut merupakan flexible theatre: a) Environmental Theatre Teater dimana bentuk dari arsitektur sangat berpengaruh terhadap pementasan teater yang ditampilkan, atau dimana seluruh area teater dirubah menjadi area lokasi untuk pertunjukkan. Ruang audiens dan performer terkadang menyatu dan fokus teater terkadang bisa menjadi lebih dari satu fokus.
21 Gambar 2.12 Cottlesloe Theatre
Sumber : www.nationaltheatre.org.uk
b) Promenade Theatre Teater tanpa fixed seating pada auditorium utama. Hal ini memudahkan bagi standing audience untuk mengikuti focal points of action di beberapa area dalam ruangan dan berbaur dengan performer.
Gambar 2.13 Pertunjukkan Fuerzabruta di Teater Daryl Roth
Sumber : www.nytimes.com
c) Black Box Theatre Merupakan sebuah flexible theatre yang terbuat dari sebuah ruang void kosong yang terkadang berwarna hitam, walaupun tidak selalu. Area duduk audiens berada pada area utama.
22 Gambar 2.14 Black Box Theatre di Steindhart New York University
Sumber : www.steindhart.nyu.edu
Perancangan teater memerlukan beberapa kriteria yang perlu dipenuhi agar tercipta sebuah teater pementasa yang baik, fungsional, serta efektif. Berikut merupakan kriteria tersebut: A. Seating Arrangements Susunan tempat duduk pada sebuah teater diidentifikasikan sebagai continental. Jarak minimal antara kursi dihitung dari bagian kaki belakang kursi depan sampai bagian belakang sandaran kursi belakang pada kursi lipat adalah 90 cm, sehingga menghasilkan jarak jalan sebesar 45 cm. (Neufert, 1998:481). Kapasitas maksimum dari tempat duduk teater tergantung dari ruangan dari bangunan yang ada serta kebutuhan dari produksi pementasan sendiri. Pada setiap aisle, jarak aisle minimal adalah 100 cm untuk setiap 150 orang pada exit door.
Gambar 2.15 Jarak Penempatan Tempat Duduk Teater
Sumber : Neufert (1998:481)
23 Bagi jarak riser setiap tempat duduk, ketinggian riser berupa 30 cm dari lantai sebelumnya agar jarak pandang penontong masih tergolong baik. Pada ketika membuat platform riser pada seating arrangements, ada kemungkinan bahwa jarak jalan duduk harus ditambahkan agar lebih memberikan leg-room yang cukup untuk orang jalan dan mengistirahtkan kaki.
Gambar 2.16 Riser Tempat Duduk Audiens
Sumber : Ciara, Panero,Zelnik (1991:986)
B. Lighting Penerangan teater indoor dirancang sedemikian rupa untuk menirukan cahaya dan bayangan yang dihasilkan oleh alam. Tanpa cahaya tersebut,
mata
manusia
akan
melihat
ketidaksesuaian,
mencoba
membetulkannya di dalam pikiran, dan lama kelamaan akan cepat lelah dan kehilangan ketertarikan pada suatu objek (Sternke, 2000:3). Bayangan dan highlight yang baik pada ketinggian yang sesuai akan membuat audiens fokus terhadap sebuah kegiatan yang sedang dilakukan. Untuk meniru cahaya matahari, diperlukan minimal 3 instrumen pencahayaan yaitu 1 fixture untuk membuat highlight (key light) dan 2 untuk membuat fill light yang berhubungan. Posisinya dapat berubah-rubah tetapi sebuah perancangan dasar meletakkan lampu pada posisi 45° ke atas dan 45° ke sisi lain. Lampu ini akan menjadi key light, lampu kedua diletakkan pada sudut yang sama disampingnya dan lampu ketiga akan diletakkan tepat diatasnya, dan tergantung pada posisinya, lampu ini akan menjadi downlight atau backlight. Ketiga lampu tersebut akan membuat sebuah
24 cahaya yang mirip dengan cahaya yang diproduksi oleh cahaya matahari (Sternke, 2000:4).
Gambar 2.17 Posisi Pencahayaan Dasar Pada Teater
Sumber : Sternke (2000:4)
C. Stage Terdapat 3 bentuk stage yaitu full stage, small stage, dan set area. Pada full stage, luas area stage mencapai lebih dari 100 m² dan stage ceiling lebih dari 1 m diatas atap proscenium arch. Inti utama dari full stage adalah iron safety curtain yang memisahkan antara stage dan auditorium untuk keadaan darurat. Pada small stage, luas area stage tidak lebih dari 100 m², tidak memiliki stage extension (secondary stage) dan stage ceiling tidak lebih dari 1 m diatas atap proscenium arch. Small stage tidak membutuhkan iron safety curtain. Set area merupakan area akting di ruangan yang tidak mempunyai ceiling projection. Keunikan dari Set area merupakan ketentuan dari curtain dan scenery yang hanya berpengaruh terhadap operation dan bukan planning set area. Proporsi dari stage dibentuk dari lines of vision dari auditorium. Area stage adalah area pementasan, walkway (back stage), dan working area. Dalam stage, terdapat pencegahan kebakaran dengan membuat ventilasi bagi asap dan gas panas dari api yang dihasilkan oleh stage.
25 Gambar 2.18 Gambar Tampak Stage Tradisional
Sumber : Neufert (1998:484)
5. Ruang Interaksi Dalam kehidupan manusia saling berhubungan dengan satu sama lain yang disebut social interaction. Dalam sebuah interaksi sosial, Edward T. Hall, seorang antropolog mengemukakan bahwa manusia mempunyai persepsi atas ruang pribadi dan sosial, cara manusia menggunakan ruang, dan pengaruh ruang dalam komunikasi. Seorang individu, dalam kehidupannya selalu mempunyai jarak dengan orang lain, dimana walaupun manusia berada dalam sebuah lingkungan yang dipenuhi dengan manusia lain, seorang individu tetap mempertahankan ruang atau sudut milik seorang individu.
26 Jarak dan ruang tersebut memiliki fungsi yaitu : •
Safety. Ketika ada jarak antara satu orang dengan yang lainnya, terdapat sebuah rasa aman yang didapat dari keyakinan bahwa orang tersebut tidak akan menyerang.
•
Communication. Saat manusia berdekatan, maka akan lebih mudah untuk membuat sebuah komunikasi antar satu sama lain dan tercipta interaksi sosial.
•
Affection. Ketika antar individu sudah memiliki social connection, maka lebih mudah untuk menjalin keakraban.
•
Threat.
Sebaliknya
dengan
Safety,
seorang
individu
dapat
mempertimbangkan ancaman bahaya terhadap individu lainnya dengan melanggar jarak sosial. Kebiasaan penggunan ruang muncul karena dorongan teritorial. Menurut Edward T. Hall, pengguna ruang berhubungan erat dengan kemampuan bergaul dengan sesama dan penentuan keakraban diri dengan orang lain. Berdasarkan pengamatannya, Hall menentukan 4 zona jarak dimana manusia bergerak dalam interaksi sosialnya : 1)
Jarak Intim (>0.5m)
Jarak ini biasa digunakan orang yang intim. Pada jarak ini, kehadiran orang lain secara fisik dirasa mengganggu dan pandangan mata terdistorsi dan suara-suara yang terdengar berupa bisikan, erangan, atau dengkuran. Pada jarak ini dua orang dapat merasakan panas, bau tubuh, serta dapat menyentuh pasangannya. 2)
Jarak Pribadi (0,5m – 1,5m)
Merupakan jarak terluar dari jarak intim dan jarak personal. Pandangan mata mulai terlihat fokus, dan suara yang dikeluarkan mulai memiliki arti verbal. Jarak ini merupakan jarak interaksi dari teman baik, juga merupakan jarak paling sesuai dalam mendiskusikan hal-hal pribadi. 3)
Jarak Sosial (1,5m – 3m)
Merupakan zona transaksi impersonal. Dalam jarak ini, wajah lawan bicara terlihat dan suara dapat terdengan dengan jelas. Mata dapat fokus pada keseluruhan wajah yang dihadapi ketika jaraknya lebih dari 240 cm. Jarak ini sesuai untuk pertemuan kantor.
27 4)
Jarak Publik (tidak terbatas)
Pada jarak ini, dapat memahami nuansa arti wajah atau intonasi suara orang lain. Ini merupakan jarak perkuliahan, pertemuan dengan massa, interaksi dengan figure of power. Dari jarak-jarak yang digunakan manusia dalam interaksi sosialnya di berbagai jenis kegiatan sosial, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : a. Status. Orang-orang dengan status setara membuat jarak yang lebih dekat antar masing-masing jika dibandingkan dengan orang yang memiliki status yang berbeda. b. Konteks. Makin besar jarak, maka makin besar pula usaha yang dibutuhkan untuk memperkecil jarak tersebut agar isi komunikasi dapat dikelola. c. Masalah. Semakin pribadi atau rahasi masalah yang dibicarakan, semakin dekat pula jarak yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin umum sebuah permasalahan maka semakin jauh jarak yang dihasilkan. d. Jenis kelamin dan usia. Sesama wanita mengambil jarak yang lebih dekat bila dibandingkan dengan sesama pria atau antara pria dan wanita. e. Penilaian positif dan negatif. Orang mengambil jarak yang lebih jauh dengan orang lain yang mempunyai status lebih tinggi, figur kekuasaan, musuh, orang-orang yang memiliki cacat fisik, orang dari ras yang berbeda, dan juga orang yang dinilai negatif dibandingkan dengan jarak yang dibuat antara teman atau kelompok.
2.1.3 Kebudayaan Nasional Budaya merupakan sebuah warisan dari leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting. Budaya secara dapat dibagi menjadi dua macam yaitu budaya nasional dan budaya daerah.
28 A.
Kebudayaan Nasional Menurut TAP MPR No.II tahun 1998, kebudayaan nasional : Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya, dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberi wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya. Perkembangan sebuah budaya nasional sangat penting bagi pembidaan kebudayaan dan nasionalitas Indonesia, terutama sebagai negara yang mempunyai berbagai macam budaya yang berbeda antara satu sama lain. Perkembangan budaya nasional menurut TAP MPRS No.XXVI tahun 1996 pasal 12 : Perkembangan
Kebudayaan
Nasional
Indonesia
supaya
mencorakkan pembinaan kesatuan kebudayaan Indonesia yang bersumber pada kebudayaan daerah-daerah yang macam ragam dan kaya raya serta dapat menerima kebudayaan dari luar, yang bersifat memperkaya dan mempertinggi kebudayaan Nasional. B.
Kebudayan Daerah Budaya daerah adalah suatu kebiasaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu pada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga menjadikan suatu kebiasaan yang berbeda dengan kumpulan masyarakat di daerah-daerah lainnya. Kebudayaan daerah juga terbentuk berdasarkan lokasi tempat tinggal, dimana lokasi domisili akan berpengaruh terhadap kebiasaan hidup, tingkah laku, dan adat serta tradisi-tradisi yang dilakukan. Budaya daerah sendiri terlihat mulai berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan terdahulu. Hal itu dapat dilihat dari interaksi sosial
29 dan gaya hidup yang dilakukan masing-masing kerajaan, dimana antara penduduk di kerajaan satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan masing-masing.
2.1.4 Budaya Sunda Kebudayaan Sunda merupakan salah satu budaya tertua di Indonesia dan menjadi cikal bakal dari budaya-budaya di Indonesia. Budaya Sunda merupakan budaya yang berpengaruh bagi perkembangan budaya Indonesia. Menurut hasil penelitian dari Stephen Oppenheimer di bukunya yang berjudul Eden in the East, Sunda mempunyai pengaruh yang cukup besar di dunia dan pada zaman dahulu telah menjajaki dunia melalui bidang maritimnya. Kata Sunda berasal dari bahasa Sansekerta yang akar katanya ‘Sund’ berarti ‘bercahaya terang benderang’. Dari bahasa Kawi, Sunda berarti ‘air’, dari bahasa Jawa, Sunda berarti ‘tersusun, merangkap, menyatu’, dan dari bahasa Sunda, Sunda berarti ‘indah, molek’. Sebenarnya mendefinisikan Sunda merupakan hal yang sedikit sulit. Bila dikatakan bahwa Sunda dari lokasi geografis, maka Jawa Barat kurang tepat bila dikatakan sebagai tanah Sunda, dengan terbentuknya Propinsi Banten. Akan tetapi, menurut Ekajati (1995:1), tanah Sunda adalah bekas wilayah Kerajaan Sunda Padjajaran yang kemudian berdiri sendiri. wilayah tersebut merupakan Sumedang Larang, Banten, Cirebon, dan Galuh. Sumedang Larang dan Galuh kemudian disatukan menjadi sebuah wilayah dengan nama Priangan. Selanjutnya, Priangan disebut sebagai tanah Sunda. Dalam segi etnisitas, Deinaputra (2003:2) berpendapat bahwa lebih mudah menyatakan mana yang disebut sebagai orang Sunda. Orang yang disebut sebagai orang Sunda adalah orang-orang yang mengaku dan diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda. Dalam hal itu, terdapat dua kriteria penentu orang Sunda. Kriteria pertama adalah dari keturunan atau hubungan darah, baik dari pihak ayah atau ibu, maupun keduanya yang orang Sunda. Kriteria kedua dari sosial dan budaya, dimana orang-orang yang tinggal atau dibesarkan di lingkungan sosial budaya Sunda dan menggunakan norma dan nilai budaya Sunda. Dalam hal ini, lokasi tempat tinggal dan lingkungan
30 sosial sangat berpengaruh terhadap kriteria tersebut. Maka dalam hal ini, Rendra (1991:2) menyatakan bahwa Kebudayaan Sunda merupaka hasil dari karya, karsa, dan cipta orang Sunda. Budaya Sunda memiliki sebuah prinsip atau filosofi dasar yaitu Tritangtu. Tri artinya 3 dan Tangtu berarti pasti atau tentu. Kata ‘Tangtu’ sendiri diperkirakan berasal dari bahasa Sansekerta, tan mempunyai arti ‘jaring laba-laba dan tantu mempunyai arti benang atau ikatan. Tritangtu merupakan sebuah filosofi atau pedoman hidup yang digunakan untuk menjaga keselarasan dalam berkehidupan. Filosofi ini adalah “tiga untuk bersatu, satu untuk bertiga” dimana ketiga hal tersebut sebenarnya adalah satu hal dan sebaliknya. Prinsip ini bersifat paradoksal, menyatu ke dalam dan mengembang ke luar, dimana dari luar tampak tenang, teguh, satu, dan di dalam aktif dengan berbagai aktivitas. Tritangtu mempunyai 3 aspek kehidupan yaitu: 1) Tri tangtu dina raga/salira Tuntunan yang menyangkur pribadi atau ego manusia. Manusia diberi tuntunan untuk memahami dan mempertanyakan dirinya sendiri, dari mana asal, mau kemana, dan apa tujuan hidup? Maka dari itu konsep ini selalu mengingatkan hal-hal yang berkaitan dengan moral dan akhlak budaya. Pentingnya hidup dalam berketuhanan dan hidup dalam berkemasyarakatan. 2) Tri tangti di buana Sejajar dengan konsep trias politika yang membagi kekuasaan menjadi 3 yaitu Yudikatif, Legislatif, dan Eksekutif. Dalam artian merupakan keseimbangan berkehidupan. 3) Tri tangtu di nagara Hukum yang mengatur kehidupan masing-masing individu dan kelompok dalam sebuah wilayah kekuasaan atau ketatanegaraan. Secara luas memiliki arti kehidupan bernegara secara umum, dan secara sempit tuntunan kehidupan bermasyarakat di wilayah kehidupan adat yang mereka anut.
31 Maka
dari
itu
dapat
disimpulkan
bahwa
Tritangu
adalah
keseimbangan dalam berkehidupan dan memiliki sifat seperti sifat atomik, dimana bila ada salah satu yang lepas atau tertinggal dan hilang, maka dapat terjadi kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan kerusakan alam yang diakibatkan dari terlepasnya ikatan ketiga prinsip tersebut. Sumber : http://tikarmedia.or.id/ensiklopedia/ensiklopedia_detail/103 Sebagai akar dari kebudayaan Sunda, konsep Tritangtu melahirkan prinsip dan konsep lain yang juga menjadi pedoman bagi masyarakat Sunda dalam menjalankan kehidupannya. Salah satu konsep yang sudah sangat kental dengan Sunda terutama di daerah Sunda Priangan adalah Silih asih, Silih asah, dan Silih asuh. Slogan ini muncul dari Prabu Siliwangi, Raja kerajaan Sunda yang paling ternama. a. Silih Asah Memiliki arti mempertajam, dan diartikan secara harafiah dengan pengartian dari bahasa Indonesia. Secara konotatif memiliki arti “ajar”, yang kemudian diartikan sebagai saling bertukar ilmu satu sama lain mengajarkan apa yang dia ketahui dan kuasai. b. Silih Asuh Memiliki arti mengayomi atau mengasuh dan membimbing satu sama lainnya. Menjaga agar tetap pada jalan yang diyakininya benar secara tradisi, hukum, dan agama sebagai dasar aqidah. c. Silih asih Memiliki arti ‘kasih’. Arti dari kata ini adalah saling mengasihi dan mencintai satu sama lainnya, memberi perhatian dan kasih sayang kepada semua makhluk baik manusia, hewan, serta alam semesta
serta
sama-sama
menunjukkan
kepedulian
dan
memberikan dengan tulus. Dari ketiga frasa ini telah terpaparkan dengan jelas karakteristik dan perilaku dari tatar Sunda Priangan dimana kerja sama dan gotong royong merupakan kata kunci utama dari sifat kebudayaan dan perlunya kasih sayang yang diperuntukkan bagi sesama baik manusia dan alam semesta dimana semua masyarakat dan makhluk ciptaan merupakan setara dan sebagai unit
32 persatuan untuk membangun sebuah budaya yang kuat dan mempunyai pertahanan. 1.
Permasalahan Budaya Sunda Kebudayaan Sunda dalam masa kontemporer memiliki permasalahan
yang besar, yaitu kehilangan identitas diri sebagai budaya. W.S Rendra pada waktu Kongres Kebudayaan IV di Jakarta, 29 Oktober – 3 November 1991 menyatakan bahwa ada tujuh daya hidup yang harus dimiliki oleh sebuah kebudayaan agar tetap hidup dan memiliki identitas yang jelas. Tujuh daya hidup tersebut adalah kemampuan bernafas, kemampuan mencerna, kemapuan berkoordinasi dan berorganisasi, kemampuan beradaptasi, kemampuan tumbuh dan berkembang, kemampuan mobilitas, dan terakhir kemampuan regenerasi. Budaya Sunda memiliki 4 permasalahan diantara ketujuh daya hidup yang berupa kemampuan adaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi (Deinaputra, 2003:3). Kemampuan beradaptasi Sunda terhadap perkembangan zaman dirasa masih
memiliki
banyak
kekurangan,
sehingga
terjadi
fenomena
xenocentrisme, dimana budaya Sunda keberadaan dan identitasnya tidak dihargai, jika dibandingkan dengan budaya dari negara lainnya. Bisa dilihat dari kurangnya penggunaan bahasa Sunda pada kehidupan sehari-hari terutama pada generasi muda, dimana bahkan orang Sunda sendiri tidak bisa dan tidak mengetahui bahasa Sunda. Dengan lemahnya kemampuan adaptasi budaya Sunda, maka berpengaruh dengan kemampuan mobilitas Sunda, dalam hal-hal penciptaan kreatif dari segi politis, ekonomi, dan sosial. Dikarenakan asingnya budaya Sunda bagi orang Sunda sendiri, sehingga tidak adanya rasa kinship antar sesama dan tentu akan menyulitkan dalam melakukan sebuah mobilitas dalam satu naungan budaya Sunda. Kedua hal ini
kemudian
berhubungan
erat
dengan
kemampuan
tumbuh
dan
berkembangnya budaya Sunda. Masalah budaya Sunda salah satunya adalah keengganan untuk melestarikan dan menjaga warisan budaya yang sudah turun temurun. Berkaitan dengan kemampuan regenerasi dari budaya Sunda, perilaku ‘Kumaha Akang’ (bagaimana kakak saja) yang begitu mendominasi karakteristik dari orang-orang Sunda serta perbedaan bertolak belakang
33 antara generasi kontemporer yang berorientasi modern dan generasi senior yang berorientasi tradisi yang kental menghalangi terjadinya regenerasi budaya. Hasilnya terjadinya budaya Sunda yang gagap akan regenerasi (Deinaputra, 2003:9). 2. Seni Tradisional Sunda Sunda, berbeda dengan budaya-budaya lain di Indonesia lebih dikenal dengan seni tradisionalnya yang bersifat interaktif seperti seni tari, seni musik, dan seni bela dirinya. A. Seni Musik Sunda •
Angklung Angklung merupakan alat musik Sunda yang paling dikenal oleh masyarakat Sunda, Indonesia, dan masyarakat luar. Dahulu kala, Angklung digunakan oleh masyarakat untuk menemani ritual penyembahan bagi dewi kesuburan padi, Sri Dewi dengan memainkannya. Konon katanya, bila Sri Dewi di sembah dengan ritual yang benar, akan terjadi kesuburan panen padi, akan tetapi bila tidak, maka akan terjadi kekeringan, gagal panen, dan bahkan perang. Musik tradisional Angklung seperti ini sering dimainkan di luar ruangan. Satu buah Angklung hanya menghasilkan satu tangga nada, sehingga dalam menghasilkan musik melalui Angklung diperlukan lebih dari satu pemain. Menurut Daeng Soetigna, pencipta Angklung diatonis, Angklung mempunyai 5 prinsip. Prinsip tersebut adalah ‘mudah, murah, mendidik, menarik, masal’. Kemudian oleh Udjo Ngalagena, pendiri Saung Angklung Udjo menambahkan satu lagi kepada prinsip Angklung tersebut, yaitu ‘meriah’.
34 Gambar 2.19 Angklung
Sumber : www.bandoenglover.wordpress.com
Angklung dibuat dari bambu, dan terdapat dua jenis bambu yang dapat digunakan untuk membuat Angklung. a) Bambu hitam (Awi Wulung): Bambu hitam merupakan bambu yang paling bagus untuk membuat Angklung.
Alasannya
adalah
karena
tingkat
kerapatan rongga bambu lebih rapat sehingga menghasilkan suara yang lebih bagus. Angklung yang digunakan dengan bambu hitam adalah Angklung yang digunakan untuk bermain musik.
Gambar 2.20 Angklung Bambu Hitam
Sumber : www.jualrebana.com
35 b) Bambu putih (Awi Temen): Bambu putih digunakan untuk membuat souvernir Angklung yang dijual bagi masyarakat umum sebagai pajangan dan bermain Angklung di rumah. Tetapi Angklung bambu putih tidak digunakan untuk memainkan pertunjukkan Angklung karena suara yang dihasilkan tidak sebagus dari Angklung bambu hitam.
Gambar 2.21 Angklung Bambu Putih
Sumber : www.tentangsundaalafarrellzra.blogspot.com
Bila mempunyai Angklung, sebaiknya tidak hanya dipajang saja, tetapi dimainkan juga, karena bila umur Angklung semakin tua dan bila Angklung sering dimainkan, maka kualitas Angklung akan semakin baik. Angklung mempunyai dua jenis tangga nada yaitu pentatonis dan diatonis. Angklung pentatonis hanya memiliki 5 tangga nada dan lebih sering digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional. Angklung diatonis diciptakan oleh Daeng Soetigna dan memiliki 8 tangga nada sehingga lebih dinamis dalam jenis lagu yang bisa dimainkan dengan memainkan Angklung diatonis. Walaupun Angklung pada dahulu kala dimainkan di luar ruangan, tetapi Angklung sebenarnya akan lebih baik bila dimainkan di dalam ruangan, terutama di dalam ruangan yang dapat memantulkan suara dengan baik. Memainkan Angklung di luar ruangan lebih sulit untuk menghasilkan suara yang maksimal karena kecepatan angin
36 mempengaruhi suara, sehingga bila memainkan Angklung di luar ruangan harus memiliki sound system yang baik. Terdapat beberapa jenis Angklung, jenis-jenis tersebut diantaranya adalah : 1) Angklung Kanekes. Merupakan Angklung yang digunakan di daerah Kanekes (Baduy) dan digunakan bukan semata-mata untuk hiburan melainkan untuk ritus padi. Angklung digunakan ketika masyarakatnya menanam padi di ladang. Meski begitu ada juga yang digunakan diluar dari menanam padi, tapi dengan peraturan tertentu yaitu, hanya boleh ditabuh hingga masa mengobati padi, sekitar 3 bulan setelah penanaman padi. Dalam segi hiburan, Angklung dimainkan pada saat terang bulan dan tidak hujan. 2) Angklung Dogdog Lojor. Terdapat di masyarakat kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Jakarta, Bogor, dan Lebak). Angklung ini dimainkan masih berkaitan dengan padi. Setahun sekali setelah panen, masyarakat mengadakan acara Seren Taun dan tempatnya selalu berpindah-pindah. Instrumen yang digunakan pada dogdog lojor adalah 2 buah dogdodg lojor dan 4 buah Angklung besar. 3) Angklung Gubrag Terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini berusia tua dan dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan menanam padi, mengangkut padi, dan menempatkan ke lumbung. 4) Angklung Badeng Merupakan segi kesenian dengan menekankan Angklungnya sebagai alat musik utama. Terdapat di desa Sanding, kecamatan Malabong, Garut. Dahulu digunakan untuk kepentingan dakwah Islam, tetapi diduga sudah ada sejak lama sebelum Islam masuk ke Indonesia untuk acara yang berhubungan dengan padi. 5) Angklung Padaeng Diciptakan oleh Daeng Soetigna dan identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak
37 tahun 1938. Berasal dari pengembangan Angklung Sunda yang bernada 5 dan kemudian oleh Daeng diubah nadanya menjadi tangga nada barat sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Angklung yang disebutkan diatas masih belum mencakup keseluruhan dari semua jenis Angklung dan masih terdapat jenis Angklung lainnya yang ada di Indonesia. Selain penemuan Daeng Soetigna terhadap perkembangan Angklung dengan Angklung diatonis, Saung Angklung Udjo juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan Angklung. Yayan Udjo, anak ke-6 dari Udjo Ngalagena memberikan inovasi terbaru dengan penciptaan Angklung Toel. Angklung Toel merupakan Angklung kumpulan Angklung yang disusun dua baris dan digantung secara terbalik. Pembuatannya sama seperti Angklung biasa, hanya penempatannya adalah secara terballik, dan dimainkan seperti memainkan piano.
Gambar 2.22 Angklung Toel
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Dalam memberikan perawatan pada Angklung sebenarnya merupakan hal yang relatif mudah. Hal yang harus diperhatikan adalah agar menaruh bambu di tempat yang tidak lembab sehingga bambu tidak basah karena bambu Angklung harus selalu kering, tidak
38 meletakkannya di tempat tertutup seperti kotak atau kardus karena akan ada kemungkinan untuk termakan oleh rayap, maka Angklung paling baik dila disimpan dalam keadaan digantung. Selain hal-hal yang disebutkan diatas melakukan penyemprotan anti hama di bolongan bambu juga penting agar bambu tidak dimakan rayap dan hama lainnya. Hal terakhir adalah dengan dimainkan lebih sering, terutama agar menaikkan kualitas suara Angklung. Angklung merupakan alat musik kebanggan Sunda dan juga Indonesia. Selain karena merupakan alat musik yang merakyat, dinamis, mudah, dan murah, Angklung juga dideklarasikan oleh UNESCO sebagai ‘World Intangible Heritage’. Maka dari itu, Angklung sebagai warisan dunia yang tidak tergantikan harus dijaga dengan baik agar tidak hilang. Dalam membuat Angklung agar suara yang dihasilkan tepat dengan nada tertentu, bahan dasar bambu harus sesuai ukuran dan masa jenisnya, serta benar-benar kering. Bila terlalu tipis dan ringan, maka suara akan ampang, tetapi bila terlalu tebal, maka suara akan tenggelam. Bambu yang digunakan pun harus benar-benar kering agar suaranya tetap dan tidak berubah. Bila bambu masih basah, kadar air yang ada akan menguap dan massa bambu akan menurun. Maka agar kriteria tersebut terpenuhi, bambu yang dipotong berumur sekitar 2-6 tahun pada musim kemarau, bambu kemudian dibersihkan cabangnya dan dipotong secukupnya, lalu potongan bambu diikat dan dianginanginkan selama satu tahun.
39 Gambar 2.23 Pemotongan Bambu
Sumber : www.tukangangklung.com
Gambar 2.24 Bambu Ikat
Sumber : www.klungbot.com
Setelah itu, disiapkan rangkanya yang terdiri dari dua bagian berupa rangka angklung dan beberapa tabung suara. Pada membuat rangka, lebar lubang benturan sangat penting untuk menentukan kecepatan getar Angklung dan tiang dan palang diusahakan lurus dan menyiku dengan baik agar tidak oleng saat digetarkan. Dalam membuat tabung suara, diameter bambu yang dipilih harus cocok
40 dengan tangga nada yang ingin dibuat karena semakin besar diameter bambu, semakin rendah nada yang dihasilkan.
Gambar 2.25 Tabung Suara Bambu
Sumber : www.klungbot.com
Lalu bagian atas tabung dikupas sesuai dengan tinggi nada, dan rautan tabung suara dihaluskan sampai suaranya mendekati nada yang diinginkan. Hal
yang
terakhir
adalah
menyelaraskan
suara
yang
dihasilkan. Dua hal yang harus diselaraskan adalah nada tiup yaitu suara yang dihasilkan oleh resonator bambu dan nada pukul yaitu suara yang dihasilkan oleh badan bambu. Pekerjaan ini dilakukan sebelum pemasangan tabung bambu pada rangka dan dilakukan oleh orang dengan telinga yang peka. Setelah selesai, tabung bambu kemudia dipasang pada rangka dan diikat dengan rotan.
Gambar 2.26 Mengikat Angklung
Sumber : www.bandung.panduanwisata.com
41 •
Arumba Arumba adalah singkatan dari ‘Alunan rumpun bambu’ dan merupakan istilah dari sekelompok permainan alat musik yang terbuat dari bambu dan berkembang menjadi sebuah jenis musik tersendiri. Susunan ensemble dari Arumba yang lazimnya merupakan: •
Angklung Solo : yaitu satu set Angklung (terdiri dari 31 buah) yang tergantung pada palang. Biasanya dimainkan oleh satu orang, sehingga hanya memungkinkan bagi pemain untuk menggetarkan 1 atau 2 Angklung saja pada saat pemainan. Pada masa sekarang, Angklung Solo mulai dimainkan dengan menggunakan Angklung Toel yang digantung ke badan seperti saat memainkan akordeon.
•
Gambang Melodi : merupakan gambang yang membunyikan melodi lagu (saling mengisi suara dengan Angklung) dan dimainkan oleh satu orang dengan dua pemukul.
•
Gambang Pengiring : merupakan gambang yang bertugas menghasilkan suara akord. Gambang ini dimainkan oleh satu orang dengan 4 pemukul.
•
Bas Lodong : terdiri dari beberapa bambu besar yang yang dipukul untuk memberikan nada rendah. Bas lodong memiliki tangga nada 1.5 oktaf. Sama seperti tabung suara bambu, semakin rendah nadanya, semakin tinggi tabung suaranya.
•
Gendang : alat musik pukul yang yang digunakan sebagai pembawa irama.
42 Gambar 2.27 Ensemble Arumba
Sumber : www.kuliahmusikonline.blogspot.com •
Karinding Karinding adalah alat musik perkusi khas Sunda yang terbuat dari pelepah pohon kawung atau sebilah bambu berukuran 10 x 2 cm. Karinding sudah ada di tatar Sunda sejak abad ke-15 dan biasanya digunakan untuk memikat hati lawan jenis karena dibutuhkan kepekaan dan rasa dari hati untuk memainkan alat musik ini.
Gambar 2.28 Karinding
Sumber : www.tentangsundaalafarrellzra.blogspot.com
43 Karinding dimainkan dengan cara mendekatkannya ke mulut dan memukul-mukul salah satu ujungnya dengan jari. Nada yang diperoleh berbeda-beda tergantung dari bentuk rongga mulut seseorang.
Karinding
mengeluarkan
suara unik
yang
konon
menyerupai bunyi nyaring serangga yang biasa hidup di air sawah.
Gambar 2.29 Memainkan Karinding
Sumber : www.tentangsundaalafarrellzra.blogspot.com •
Calung Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan purwarupa (prototype) dari Angklung. Tetapi berbeda dengan Angklung yang dimainkan dengan cara menggetarkannya, Calung dimainkan dengan cara memukul batang (wilahan) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut tangga nada pentatonik.
Gambar 2.30 Calung
Sumber : www.tentangsundaalafarrellzra.blogspot.com
44 Jenis bambu untuk membuat Calung biasanya menggunakan bambu hitam (Awi Wulung) tetapi ada juga yang dibuat dengan menggunakan bambu putih (Awi Temen). Terdapat dua bentuk Calung Sunda yang dikenal yaitu Calung Rantay dan Calung Jinjing. a) Calung Rantay Bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru dari yang terbesar sampai yang terkecil dan jumlahnya 7 ruas bambu atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan, ada juga yang dua deretan. Cara memainkannya adalah dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersila, dan biasanya Calung diikatkan kepada pohon atau bilik rumah. b) Calung Jinjing Berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah bambu kecil. Calung Jinjing terdiri atas 4 atau 5 buah yaitu Calung Kingking yang terdiri dari 12 tabung bambu, Calung Panepas yang terdiri dari 5 atau 3 dan 2 tabung bambu, Calung Jongrong yang terdiri dari 5 atau 3 dan 2 tabung bambu, dan Calung Gongong yang terdiri dari 2 tabung bambu. Kelengkapan Calung dalam perkembangannya di masa kini ada yang hanya menggunakan Calung Kingking 1 buah, Panepas 2 buah, dan Calung Gongong satu buah tanpa menggunakan Calung Jongrong. Cara memainkannya adalah dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri memegang alat musik tersebut. •
Kacapi Merupakan alat musik tradisional yang selalu mewarnai kegiatan musik Sunda. Badan kacapi dibuat dari kayu kenangan yang terlebih dahulu direndam selama tiga bulan dan senarnya dibuat dari kawat suasa yaitu logam campuran emas dan tembaga agar menghasilkan suara yang bagus. Tetapi sekarang, karena harga suasa yang mahal, senar Kacapi lebih banyak menggunakan kawat baja. Nada dalam Kacapi memiliki 5 tangga nada atau pentatonis. Pasangan
45 Kacapi dalam permainan musik biasanya diiringin oleh Suling Sunda yang terbuat dari bambu.
Gambar 2.31 Kacapi Sunda
Sumber : www.tentangsundaalafarrellzra.blogspot.com
Terdapat beberapa jenis Kacapi berupa : a) Kacapi Tembang. Adalah suatu kotak resonansi yang dibagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi Kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Pada zaman dahulu, Kacapi jenis ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan memahatnya.
Gambar 2.32 Kacapi Tembang
Sumber : www.disparbud.jabarprov.go.id
46 b) Kacapi Siter. Kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Mirip dengan Kacapi Tembang, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya berbentuk trapesium.
Gambar 2.33 Kacapi Siter
Sumber : www.asep243.wordpress.com
Menurut fungsinya dalam mengiringi musik. Kacapi dimainkan sebagai Kacapi indung dan Kacapi rincik. Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan intrelude, juga menentukan tempo, maka menggunakan Kacapi besar dengan 18 atau 20 dawai. Kacapi rincik memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam ‘Kacapi Suling’ atau ‘Sekar Penambih’. Maka digunakannlah Kacapi yang lebih kecil dengan 15 dawai.
Tabel 2.1 Notasi Degung
47 •
Suling Sunda Merupakan alat musik tiup yang terbuat dari bambu Tamiang yang berupa salah satu jenis bambu tipis dan memiliki diameter yang kecil sehingga cocok untuk membuat Suling. Suling Sunda sering dimainkan mengiringi Kacapi, Gamelan, dan Gamelan Tembang Sunda.
Gambar 2.34 Suling Sunda
Sumber : www.kumahadiriku.blogspot.com
Gambar 2.35 Skala Nada Suling
Sumber : www.tentangsundaalafarrellzra.blogspot.com
• Kendang Merupakan alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul seperti cara memainkan perkusi. Kendang Sunda terdiri dari 3
48 Kendang yaitu 1 Kendang yang berukuran besar, dan 2 Kendang yang berukuran kecil yang bernama Kuliantir. Kendang terbuat dari kayu nangka dan tutupnya dimana tempat terbuatnya suara dengan cara dipukuli terbuat dari tali yang terbuat dari kulit sapi, kambing, atau kerbau. Ukuran Kendang biasanya 60-70 cm. Besar diameternya pada bagian kiri 20 cm, tengahnya 52 cm, dan bagian kanan 15 cm. Tetapi ukuran dari Kendang bisa dibuat berbeda dari ukuran standar, tergantung dari keperluan. Kendang yang lebih besar dari Kendang Jaipong biasanya dibuat untuk suara bass, sedangkan yang lebih kecil disimpan di samping kanan dan kiri dan suaranya treble. Cara menabuh Kendang biasanya dengan telapak tangan atau dengan pemukul. Berbeda dengan instrumen Sunda lainnya yang memiliki pola permainan musik, permainan musik Kendang bervariasi dan
bebas
berimprovisasi
sesuai
dengan
kemampuan
dari
penabuhnya. Fungsi dari Kendang adalah ‘ngigelkeun penari atanapi wayang’ yang artinya adalah mengiringi gerakan penari atau wayang golek.
Gambar 2.36 Kendang Sunda
Sumber : www.tepakkendang.wordpress.com • Gamelan Degung Degung merupakan sebuah kesenian Sunda yang digunakan sebagai musik pengiring atau pengantar. Merupakan gabungan dari alat-alat musik Sunda yaitu Gendang, Goong, Saron, Bonang, Kacapi,
49 Suling, dan sebagainya. Degung merupakan permainan musik yang populer di Sunda karena dipakai untuk mengiri berbagai macam acara hajatan dan acara-acara lain yang mengandung nilai tradisional. Dalam memainkan Degung, biasanya ada seorang penyanyi perempuan yang membawakan lagu-lagu Sunda dinamakan Sinden. Tidak sembarang orang dapat membawakan lagu yang dinyanyikan Sinden karena nada dan ritmenya cukup sulit ditiru dan dipelajari.
Gambar 2.37 Gamelan Degung
Sumber : www.nikeeeeens.wordpress.com • Bonang Merupakan satu set 10 sampai 14 gong-gong kecil berposisi horzontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan diatas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Pemain duduk di tengah pada sisi deretan gong beroktaf rendah, memegang tabuh berbentuk bulat panjang di setiap tangan. Terdapat 3 macam Bonang dibedakan menurut ukuran, wilayah oktaf, dan fungsinya dalam ensemble.
50 Gambar 2.38 Bonang
Sumber : www.homepages.cae.wisc.edu
a) Bonang Barung. Berukuran sedang, beroktaf tengah sampai tinggi merupakan salah satu instrumen pemuka dalam ensemble.
Gambar 2.39 Bonang Barung
Sumber : www.orgs.usd.edu
b) Bonang Panerus. Bonang paling kecil dan beroktaf tinggi. Bonang Panerus berkecepatan 2 kali lipat dari Bonang Barung, maka Bonang Panerus tidak berfungsi sebagia lagu tuntunan karena kecepatan dan ketinggian wilayah nadanya.
51 Gambar 2.40 Bonang Panerus
Sumber : www.learningobjects.wesleyan.edu
c) Bonang Panembung. Bonang dengan oktaf terkecil dan biasanya lebih lazim digunakan pada gamelan Yogya.
Gambar 2.41 Bonang Panembung
Sumber : www.orgs.usd.edu
B. Seni Tari Sunda 1. Tari Topeng Tari Topeng pertama kali dimainkan di Cirebon pada abad ke19 yang dikenal dengan Topeng Bahakan. Menurut T. Tjetje Somantri (1951) daerah Jawa Barat yaitu Sumedang, Bandung, Garut, dan Tasikmalaya didatangi oleh rombongan topeng berupa Wayang Wong yang didalangi oleh orang yang bernama Koncer dan Wetar. Berdasarkan sumber historis, itulah yang mengawali sejarah dari tari Topeng di Jawa Barat dan ditetapkan sebagai perkembangan tari Topeng di Parahyangan.
52 Gambar 2.42 Tari Topeng
Sumber : www.kumpulansejarah.com
Bentuk pertunjukkan tari Topeng dapat dibedakan menjadi 2 bentuk pertunjukkan, yaitu pertunjukkan tari Topeng Cirebon dan tari Topeng Parahyangan. Tari topeng Parahyangan hanya tersaji dalam satu bentuk saja dan bersifat hiburan. 2. Tari Merak Merupakan kesenian tari yang berasal dari tanah Pasundan. Tari ini bercerita tentang pesona merak jantan yang terkenal pesolek untuk menarik hati sang betina. Setiap gerakan penuh makna ceria dan gembira, sehingga tari ini sering kali digunakan sebagai tarian persembahan bagi tamu atau menyambut pengantin pria menuju pelaminan. Kostum yang digunakan berwarna-warni dengan aksen burung merak dan ciri khas yang paling dominan adalah sayap yang dipenuhi payet yang dapat dibentangkan oleh sang penari dan mahkota yang digoyang-goyangkan oleh sang penari.
Gambar 2.43 Tari Merak
Sumber : www.kelompok7xlipa.weebly.com
53 Gambar 2.44 Tari Merak
Sumber : www.kelompok7xlipa.weebly.com
3. Tari Jaipong Merupakan tari Sunda yang atraktif dengan gerakan yang dinamis dimana tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah dan diiringi oleh pukulan Kendang. Seluruh gerakan diiringi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Tarian ini merupakan tarian pergaulan yang muncul pada tahun 1970an dan sampai sekarang pun masih populer.
Gambar 2.45 Tari Jaipongan Langit Biru
Sumber : www.commons.wikimedia.org
C. Seni Wayang Wayang Golek Wayang Golek merupakan kesenian tradisional Jawa Barat, yaitu pementasan sandirwara dengan menggunakan boneka dari kayu dan dimainkan oleh Dalang yang merangkup juga sebagai pengisi suara dan Sutradara. Seorang Dalang mempunyai keahlian untuk
54 menirukan berbagai suara agar dapat mengisi suara beberapa karakter dari pementasan. Wayang Golek biasanya diiringi oleh Degung, sama seperti tari Jaipong, lengkap dengan Sindennya. Waktu pementasan dilakukan pada malam hari sekitar pukul 21.00 sampai pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan bertemakan pergulatan antara kebaikan dan kejahatan dimana tokoh baik melawan tokoh jahat. Cerita Wayang diilhami oleh budaya Hindu dan India, contohnya Ramayana atau Baratayuda.
Gambar 2.46 Wayang Golek
Sumber : www.nikeeeeens.wordpress.com
D. Seni Bela Diri Pencak Silat Istilah Pencak Silat terdiri dari kata Pencak dan Silat yang kemudian memilik arti seni bela diri yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Pencak Silat yang ada di Jawa Barat adalah aliran Cimande, Cikalong, Sabandar, dan Sera. Dari aliran-aliran tersebut, terdapat sebuah prinsip filosofi yang terangkum dalam sistem yang terdiri dari landasan sosiologi, strategi, taktik, dan teknik.
55 Gambar 2.47 Pencak Silat Sunda
Sumber : www.bubblews.com
2.2 Tinjauan Umum
2.2.1 Rumah Angklung Jakarta A. Latar Belakang Dimulai dari Arief Syaifuddin yang awalnya bekerja pada Saung Angklung Udjo Jakarta selama 2 tahun. Karena adanya perbedaan visi dan misi dengan Saung Angklung Udjo Jakarta, maka Arief berhenti dan kemudian bersama dengan Putri membuat acara Pekan Angklung Indonesia pada bulan Desember tahun 2010 dan bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang mempunyai ekstrakulikules Angklung.
Gambar 2.48 Logo Rumah Angklung Jakarta
Sumber : www.rumahangklung.com/
Setelah pameran selesai, Arief dan Putri merasa bahwa tidak ada kelanjutan dan perkembangan mengenai Angklung dan nilai-nilainya terhadap para peserta acara. Dengan pemikiran itulah maka Arief dan Putri
56 membuat sebuah grup informal yang bernama Melodi Angklung Indonesia. Grup ini mengadakan pelatihan Angklung kepada anggotanya, tetapi tidak menutup kemungkina untuk menambahkan anggota baru. Setelah 2 bulan berjalan, karena banyaknya permintaan untuk menjadi anggota, maka dibuatlah sebuah komunitas berbasis organisasi yang dinamakan Rumah Angklung Jakarta. Pada tanggal 12 Desember 2011 Rumah Angklung Jakarta Resmi menjadi sebuah komunitas. Pada saat ini anggota Rumah Angklung Jakarta berkisar antara 80 – 100 orang.
B. Data Profil 1. Lokasi Rumah Angklung Jakarta berlokasi di Jl. Iskandarsyah II No. 2 Gedung Pasaraya Lt.3, Blok M Jakarta Selatan 12160 – Indonesia. Alasan berlokasi di Jakarta adalah karena para pendiri pun berdomisili di Jakarta, selain itu Jakarta dirasa strategis untuk memancing pasar masyarakat yang lebih beragam.
Gambar 2.49 Pasaraya Grande
Sumber : www.mahadaya.wordpress.com
2. Tujuan Tujuan
utama
dari
Rumah
Angklung
Jakarta
adalah
menyebarkan Angklung terhadap berbagai jenis kalangan masyarakat. Angklung yang masuk menjadi daftar World Heritage UNESCO merupakan kebanggaan dari identitas Indonesia, maka Rumah Angklung Jakarta berkeinginan untuk memberi edukasi kepada
57 masyarakat terutama pada generasi muda untuk mempunyai kebanggaan dan kecintaan serta identitas bangsa melalui Angklung. Target market dari Rumah Angklung Jakarta ditujukan pada pemuda-pemudi dengan jarak umur 16-25 tahun, tetapi juga tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat dengan segala usia untuk bergabung. Hal yang diajarkan oleh Rumah Angklung Jakarta adalah dengan menjadikan Angklung sebagai falsafah hidup karena terdapat nilai-nilai yang sangat berharga dalam mempelajari Angklung. Nilainilai tersebut adalah : • Kerja Sama • Gotong Royong • Fokus • Disiplin • Harmonisasi • Ritme 3. Struktur Organisasi Pengurus-pengurus yang menjalankan Rumah Angklung Jakarta adalah : • Arief Syaifuddin : Pendiri dan ketua • Putri : Wakil ketua • Phitel : Kepala Pengembangan Komunitas dan Pementasan C. Kegiatan Kegiatan yang dijalankan di Rumah Angklung Jakarta merupakan akademi pelatihan Angklung dengan sistem edukasi yang sedikit mirip dengan sistem pendidikan perkuliahan seperti: • Terdapat gelombang dan periode pendaftaran. Diluar periode waktu tersebut, tidak akan menerima pendaftaran anggota. • Teradapat tingkatan kelas yaitu Basic 1, Basic 2, dan Basic 3.
58 • Setiap tingkatan terdiri dari 2 semester dan ada ujian pada akhir semester (ujian teori dan pementasan).
Gambar 2.50 Suasana Kelas Rumah Angklung Jakarta (1)
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Gambar 2.51 Suasana Kelas Rumah Angklung Jakarta (2)
Sumber : www.rumahangklung.com/
Materi yang dipelajari adalah Teori dan Praktek. Para anggota tidak hanya mengenai Angklung saja, tetapi harus mempelajari teori musik, sejarah musik, dan membaca not balok, di Rumah Angklung Jakarta, yang didirikan adalah kecintaan terhadap musik sendiri, bukan hanya sekedar keahlian memainkan angklung. Partitur yang dibagikan biasanya dibuat dalam format not balok bukan angka. Tetapi not angka terkadang masih digunakan. Partitur yang dibagikan biasanya dibuat dalam format not balok bukan angka. Tetapi not angka terkadang masih digunakan.
59 Dalam pembagian anggotanya terdapat anggota aktif dan anggota pasif. Anggota Aktif merupakan anggota yang mendaftar untuk mempelajari Angklung, sedangkan anggot pasif merupakan organisasi, korporasi, atau orang-orang yang tertarik untuk ikut berkontribusi dalam Komunitas Angklung tapi tidak berpartisipasi dalam pelatihan angklung. Golongan anggota pasif biasanya adalah sponsor dan partner kerja sama. Jadwal kelas: 1. Rabu : Pukul 12.30 – pukul 16.00. Kelas non-massal dengan tingkatan diatas Basic 2 dan memainkan satu set Angklung secara individu. Kelas dimulai dari 2. Sabtu : Pukul 11.00 – 17.00. Kelas Angklung massal (berkisar 40 orang). Terdapat kelas bagi anak-anak dengan jangkauan umur 5 – 12 tahun diadakan pada jam 11.
Gambar 2.52 Pengajaran Angklung Massal
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Cara Rumah Angklung Jakarta menarik perhatian generasi muda untuk belajar Angklung adalah dengan memainkan Angklung dengan lagulagu modern, memainkan lagu-lagu tradisional Sunda dengan aransemen baru, dan cara pementasan yang tidak tradisional (tidak mengenakan pakaian tradisional) dan mengenakan pakaian fashionable. Terkadang juga Rumah
60 Angklung Jakarta mengadakan kolaborasi dengan instrumen musik lain, tetapi mereka hanya mengadakan kolaborasi dengan alat-alat musik klasik.
Gambar 2.53 Pementasan Angklung
Sumber : www.rumahangklung.com
D. Fasilitas Fasilitas yang dimiliki oleh Rumah Angklung Jakarta sedikit terbatas karena lokasi yang terbatas. Rumah Angklung Jakarta tidak memiliki ruangruang bersekat dan semuanya berupa sebuah open area yang berada besebelahan dengan area souvernir shop di Pasaraya. Terdapat open space yang terdiri dari: a. Area kelas b. Area souvenir c. Area penyimpanan
2.2.2 Saung Angklung Udjo A. Latar Belakang Saung Angklung Udjo didirikan oleh Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiyati pada tahun 1966. Awalnya merupakan pelatihan Angklung terhadap keluarga Udjo, kemudian berkembang kepada pelatihan Angklung pada masyarakat sekitar. Kemudian pada tahun 1967 Saung Angklung Udjo mulai menjadi tempat destinasi turis asing yang sedang berkunjung ke Indonesia, dan terus berkembang peranannya terhadap budaya Sunda dan
61 Indonesia hingga sekarang menjadi sebuah institusi kebudayaan yang besar dan berpengaruh. Setelah Udjo meninggal dunia, kepengurusan Saung Angklung Udjo diserahkan kepada anak-anak almarhum Udjo.
Gambar 2.54 Logo Saung Angklung Udjo
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
Perjalanan transformasi diri Udjo berpengaruh besar terhadap pembentukan sistem pendidikan dan pengembangan dari Saung Angklung Udjo. Dalam perjalanannya menjalankan Saung Angklung Udjo, Udjo mengalami pelajaran berharga ketika ia merawat dan memberikan pelatihan Angklung kepada anak-anaknya dengan gaya pengasuhan autoritatif sehingga alih-alih mendidik anak menjadi disiplin dan mandiri, malah menyebabkan perilaku berontak pada anak-anaknya.
Dari masa itu, Udjo (dokumen P4ST, wawancara Udjo 17 Juli 1997) kemudian menerapkan nilai budaya Sunda Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh pada prinsip pribadinya, yakni sebagai berikut : The basic of education is love, patient, and wisdom. But patient and wisdom there are nothing without love, and love make them happy, give your children love, and love make them brilliant, give your children love, and love make them independent. Then the children will give to you vitamin art.
62 Bagi Udjo, dalam mendidik, cinta merupakan kunci utama bila kita ingin ilmu-ilmu yang kita wariskan kepada anak-anak sampai ke hati mereka. Nilai-nilai yang ditanamkan Udjo selalu diemban oleh Saung Angklung Udjo hingga sekarang. Hal yang ditanamkan kepada murid-muridnya bukan sekedar ilmu bermain musik saja, tetapi karakter budaya Sunda yang ditanamkan melalui pelajaran Angklung.
B. Data Profil 1. Lokasi Saung Anklung Udjo berlokasi di Jalan Padasuka 118, Bandung 40192. Saung Angklung Udjo berdomisili di Bandung karena Jawa Barat termasuk wilayah yang dipenuhi dengan masyarakat Sunda. Selain itu juga, Bandung dengan suasana alamnya lebih cocok dengan konsep dari Saung Angklung Udjo dan karakter budaya Sunda yang dekat dengan alam.
Gambar 2.55 Peta Saung Angklung Udjo
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
2. Tujuan Saung Angklung Udjo mempunyai tujuan yaitu menyadarkan kita akan keluhuran seni dan dan budaya masyarakat tradisional. Hal itu
dicapai
dengan
mempelajari,
meneliti,
menggali,
serta
menghidupkan kembali tradisi masyarakat Sunda. Konsep saung Udjo memiliki konsep Kaliunan Urang Lembur yang berarti pertunjukkan yang atraktif tanpa meninggalkan unsur edukatif.
63 a. Visi Menjadi kawasan budaya Sunda khususnya budaya bambu yang mendunia untuk mewujudkan wisata unggulan di Indonesia. b. Misi Melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda dengan basis filosofi Udjo yaitu gotong royong antat warga dan pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. c. Target Market Saung Angklung Udjo memiliki target market Turis baik turis asing maupun turis lokal dan anak sekolah. Karena Saung Angklung Udjo memiliki citra yang tradisional, maka banyak turis-turis terutama turis asing yang menikmati berkunjung ke Saung Angklung Udjo. Pada awalnya sebelum tahun 1995, pengunjung yang datang mayoritas berupa turis asing, tetapi setelah tahun 1995, kebanyakan pengunjung berasal dari masyarakat lokal.
3. Struktur Organisasi Saung Angklung Udjo memiliki dua jenis kepengurusan. Yang pertama adalah manajemen yang mengurus kelangsungan Saung Angklung Udjo dalam segi bisnis dan operation. Kedua adalah yayasan yang mengurus aspek sosial dan kemasyarakatan dari Saung Angklung Udjo sebagai organisasi non-profit. Hampir seluruh karyawan, pengurus yayasan, dan pengajar telah turun temurun sebanyak 3 generasi bekerja di Saung Angklung Udjo.
64 Gambar 2.56 Struktur Organisasi Saung Angklung Udjo
Sumber : Saung Angklung Udjo
C. Kegiatan Saung Angklung Udjo sebagai tempat pertunjukkan dan pelestarian budaya Sunda, terutama pelestarian Angklung dan bambu di Jawa Barat menyediakan beberapa kegiatan bagi para pengunjungnya yang banyak terdiri dai turis-turis asing, lokal dan sekolah-sekolah yang mengadakan kegiatan Study Tour. Selain itu juga, terdapat kegiatan bagi masyarakat sekitar serta penduduk kota Bandung yang berniat untuk mempelajari budaya Sunda melalui Angklung dan seni interaktif lainnya yang ada di Saung Angklung Udjo. a) Performance Merupakan kegiatan utama dari Saung Angklung Udjo. Pertunjukkan yang disediakan merupakan seni Sunda seperti pertunjukkan Angklung, orkestra, Arumba, pencak silat, tari
65 tradisional
Sunda,
dan
pertunjukkan
wayang.
Durasi
waktu
pertunjukkan adalah 90 menit. Jadwal pertunjukkan : o Internal : Setiap hari pukul 16.00. pertunjukkan reguler berupa orkestra lengkap, Arumba, wayang, dan Angklung massal. Bila penonton berjumlah lebih dari 90 orang biasanya akan dibuka pertunjukkan pada jam lain. o Eksternal : By Request. Biasanya pertunjukkan ini diadakan karena ada permintaan dari sebuah grup tur yang besar seperti grup turis asing atau lokal dan grup sekolah tergantung budget dan durasi acara pemesan.
Gambar 2.57 Angklung Interaktif
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
b) Akademi Saung Angklung Udjo mempunyai program akademi bagi seni tradisional Sunda yaitu Angklung, Arumba, tari tradisional, pencak silat, dan karawitan. Pelatihan dilakukan mulai dari anak berumur 4 tahun dan berlanjut sampai dewasa.
66 Gambar 2.58 Akademi Saung Angklung Udjo
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
c) Banquet Merupakan
paket
pertunjukkan
disertai
dengan
penyajian
makanan tradisional Sunda.
Gambar 2.59 Banquet Saung Angklung Udjo
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
d) Workshop Peserta kegiatan workshop diajak melihat cara proses pembuatan dan latihan memainkan Angklung. e) Produksi Saung Udjo melakukan produksi Angklung yang bekerja sama dengan mitra pengrajin dari masyarakat sekitar. Produk Angklung yang diproduksi oleh Saung Angklung Udjo berkisar 120 Angklung per minggunya. Proses awal dari produksi Angklung dilakukan oleh mitra Saung Angklung Udjo di tempat-tempat penghasil bambu. Alasannya
67 karena proses tahapan awal pengerjaan bambu memakan waktu yang lama dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi.
Gambar 2.60 Produksi Angklung
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
Edukasi yang diadakan di Saung Angklung Udjo merupakan edukasi non-formal. Cara pengajaran di Saung Angklung Udjo adalah murid-murid diberikan partitur lagu yang mudah dan kemudian berlatih memainkan lagu tersebut sampai bisa. Di Saung Angklung Udjo, kelas-kelas yang diadakan lebih difokuskan pada performance art budaya Sunda. 1. Kelas Di Saung Angklung Udjo terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas internal dan kelas eksternal. Kelas internal merupakan kelas reguler yang terdiri dari grup-grup yang memiliki konsep dan pemilihan alat musik sendiri. Kelas internal merupakan anggota tetap dan penerimaan dimulai dari umur 4 tahun sampai dewasa. Kelas eksternal adalah kelas yang diadakan sesuai dengan permintaan pengunjung. Pada kelas ini tidak dibatasi jumlah peserta dan sifatnya sementara. Biasanya kelas ini diadakan bila ada permintaan untuk pelatihan pertunjukkan pada suatu acara.
68 Program Kelas : o Angklung dan Arumba. Kelas ini mempelajari cara memainkan Angklung dan Angklung set (Arumba), bersifat non-massal. Kelas Angklung tersedia bagi kelas internal dan eksternal. o Tari Tradisional. Mempelajari tari-tarian tradisional Sunda. Hanya tersedida bagi kelas internal. o
Pencak Silat. Olah raga bela diri yang dikembangkan di Jawa Barat. sehingga program pencak silat yang dikategorikan sebagai bela diri hanya merupakan demonstrasi koreografi untuk pertunjukkan, bukan bela diri yang sesungguhnya.
Jadwal Kelas: o Internal : Selasa dan Kamis Waktu pengajaran fleksibel sesuai dengan ketersediaan waktu bagi anggotanya. o Eksternal : By request Jadwal kelas eksternal tidak tetap dan sesuai dengan permintaan karena sifatnya yang sementara.
D. Fasilitas a) Entrance dan Ticket Booth Untuk memasuki Saung Angklung Udjo, pengunjung harus membeli tiket masuk dengan harga Rp 60.000 (bagi turis domestik) dan Rp 100.000 (bagi turis asing). Ruang masuk Saung Angklung Udjo berupa lorong panjang dan tidak ada ruang untuk menunggu, sehingga ketika para pengunjung selesai membeli tiket, harus langsung masuk area Saung Angklung Udjo agar tidak menghalangi pengunjung lain.
69 Gambar 2.61 Lorong Entrance Saung Angklung Udjo
Sumber : www.mignonesia.blogspot.com
b) Alun-alun pementasan Alun-alun ini digunakan untuk pementasan Angklung, orchestra Angklung, tari-tari tradisional, dan pertunjukkan lainnya. Alun-alun berupa gedung semi outdoor berbentuk semi hexagonal. Highlight dari Saung Angklung Udjo berada pada alun-alun karena nilai menjual dari Saung Angklung Udjo adalah pertunjukkan pementasannya. o Panggung Panggung pementasan berukuran ......... dan terbuat dari kayu. Diatasnya terdapat beberapa platform dengan ketinggian yang berbeda untuk meletakkan alat-alat musik.
Gambar 2.60 Panggung Alun-Alun
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
70 o Tribun Penonton Tribun penonton merupakan tingkatan-tingkatan. Lantai nya terbuat dari beton dan tempat duduknya dari kayu.
Gambar 2.62 Tribun Penonton Saung Angklung Udjo
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
o Sound Room Sound room terletak di bagian belakang Alun-alun tepat di belakang tribun penonton. Dibuat seperti saung kecil.
Gambar 2.63 Sound Room
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
71 c) Banquet Sebuah area tempat menyajikan makanan dan berkumpul sambil bersantai. tersedia dalam paket tur banquet Saung Angklung Udjo. Terletak di semi outdoor area dan terdapat panggung kecil untuk pertunjukkan musik kecil selagi menyantap makanan. Diatas area banquet terdapat atap yang dilapisi dengan tanaman rambat sehingga tidak terasa seperti ada atap diatasnya. Kursi-kursi dan meja terbuat dari bambu.
Gambar 2.64 Area Banquet
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Gambar 2.65 Panggung di Area Banquet
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
d) Produksi Angklung Saung Angklung Udjo memiliki area produksi Angklung dengan nama brand Saung Angklung Udjo. Pengerjaan produksi yang dilakukan disini berupa finishing dari rangka-rangka bambu yang sudah berbentuk
72 Angklung, treatment, dan quality control. Proses awal pembuatan Angklung seperti pemotongan bambu, pengeringan kayu, pembentukan rangka dilakukan di luar Saung Angklung Udjo oleh mitra-mitra pengrajin karena proses pengerjaan itu memakan waktu lama dan sulit pengerjaannya. Area produksi ini terletak di bagian belakang dekat dengan Alun-alun.
Gambar 2.66 Tuning dan Pembentukkan Rangka Angklung
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Gambar 2.67 Proses Pengikatan Angklung
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
e) Sound Room Sound room hanya digunakan untuk pengetesan suara Angklung, dimana pertunjukkan akan diadakan di luar Saung Udjo dengan ruangan dan sound system yang tidak terlalu besar dan terbatas. Terkadang digunakan juga untul latihan menari bila sedang hujan.
73 Gambar 2.68 Latihan Tari di Sound Room
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
f) Ruang Latihan Merupakan ruang latihan Angklung dan alat musik lainnya serta tempat penyimpanan alat-alat musik, terletak di sebelah ruang Yayasan. Lantainya terbuat dari kayu dan atapnya berupa open ceiling. Terletak di atas Cafe Walini dan memiliki ballustrade yang rendah.
Gambar 2.69 Area Penyimpanan Alat Musik
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
74 Gambar 2.70 Area Latihan Musik
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
g) Cafe dan yayasan Saung Angklung Udjo Cafe ini bekerja sama dengan Walini brand. Terletak satu bangunan dengan yayasan Saung Udjo. Yayasan Saung Angklung Udjo terletak diatas Cafe Walini. Lantainya terbuat dari kayu dan tiang-tiang serta dindingnya dari bambu.
Gambar 2.71 Cafe Walini
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
h) Back Office Terletak pada bagian belakang Saung Angklung Udjo. Back Office terdiri dari 8 divisi yang mengurus segala aktivitas yang ada di Saung
75 Angklung Udjo secara administratif, secara bisnis, finansial, marketing, pengembangan, dan lain-lain. Setiap divisi memiliki ruangan masingmasing dan terdapat satu ruang rapat besar bagi seluruh karyawan. Kondisi dari back office sayangnya tidak dalam keadaan yang optimal.
Gambar 2.72 Back Office
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Gambar 2.73 Back Office Meeting dan Copy Room
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
i) Storage Storage digunakan untuk menyimpan Angklung-Angklung dan alat musik lainnya yang sudah rusak. Alat-alat yang sudah rusak kemudian didaur ulang menjadi produk lain.
76 Gambar 2.74 Storage Penyimpanan Angklung Rusak
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
j) Toilet Toilet Saung Angklung Udjo memiliki dinding anyaman bambu dan susunan bata merah. Semua material yang digunakan menggunakan material alam dan tidak berada dalam bangunan tertutup rapat, tetapi cukup terbuka sehingga suasana alam masih dirasakan di dalamnya.
Gambar 2.75 Entrance Toilet
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
77 Gambar 2.76 Wastafel Area
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
k) Mushola Mushola Saung Angklung Udjo merupakan bangunan individu semi outdoor. Atapnya dari bambu dan balok kayu, dengan tiang kayu dan ballustrade dari anyaman bambu. Lantainya menggunakan material kayu.
Gambar 2.77 Mushola
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
78 l) Gift Shop Disini, segala kerajinan tradisional buatan pengrajin di sekitar lingkungan Saung Angklung Udjo dijual. Saung Angklung Udjo bekerja
sama
dengan
pengrajin-pengrajin
sekitarnya
untuk
membudayakan masyarakat sekitar dengan keahlian pengrajinnya selagi menumbuhkan rasa cinta budaya Sunda kepada masyarakat dan pengunjung. Pengrajin yang menjadi mitra Saung Angklung Udjo sudah terhitung sekitar 90 pengrajin. Gift shop terletak antara Alunalun dan pintu masuk dan keluar, sehingga ketika perjalanan di Saung Angklung Udjo sudah berakhir, pengunjung harus melewati Gift Shop ketika menuju pintu keluar.
Gambar 2.78 Gift Shop Saung Angklung Udjo
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Gambar 2.79 Gift Shop Saung Angklung Udjo
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
79 Gambar 2.80 Area Pertunjukkan Angklung Kecil
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
m) Guest House Saung Angklung Udjo memiliki Guest House bagi para pengunjungnya. Kamar yang dimiliki terbatas jumlahnya sebanyak 6 kamar dan sayangnya kualitas kamar yang dimiliki masih tidak terlalu bagus sehingga biasanya disewakan kepada murid-murid sekolah dan bukan turis.
Gambar 2.81 Guest House Saung Angklung Udjo
Sumber : www.angklung-udjo.co.id/
80 2.2.3 Komunitas Salihara A. Latar Belakang Komunitas Salihara diresmikan pada tahun 2008 dan pertama kali dibentuk pada tahun 2007. Awalnya dimulai pada tahun 1994 pada zaman Orde Baru setelah majalah Tempo dibajak oleh pemerintah, sebagian para pengurusnya bersama dengan beberapa wartawan, seniman, sastrawa, dan intelektual mendirikan sebuah Komunitas Utan Kayu di Jakarta Timur. Komunitas Utan Kayu terdiri dari Institusi Studi Arus Informasi (ISAI), Galeri Lontar, Teater Utan Kayu (TUK), Kantor Berita Radio 68H, dan Jaringan Islam Liberal.
Gambar 2.82 Logo Komunitas Salihara
Sumber : www.koalisiseni.or.id
Setelah beberapa tahun mengadakan kegiatan kesenian di Teater Utan Kayu, oleh pendiri-pendirinya terpikir untuk membuat sebuah tempat kesenian yang jauh lebih memfasilitasi bagi kegiatan-kegiatan seni yang diadakan. Setelah menemukan lokasi di Pasar Minggu tepatnya di Jalan Salihara, kemudian dibuatlah sebuah kompleks fasilitas kesenian Jakarta yang sekarang dikenal dengan Komunitas Salihara.
B. Data Profil 1. Lokasi Komunitas Salihara
terletak
di Jalan Salihara
no.16,
Kebagusan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Salihara merupakan
81 sebuah kompleks fasilitas kesenian dan bangunan-bangunannya yang unik merupakan hasil karya dari 3 Arsitek yang memiliki keunikan dan karakteristik masing-masing. Arsitek yang berkontribusi pada perancangan gedung Komunitas Salihara adalah Adi Purnomo yang mendesain gedung teater, Marco Kusumawijaya yang mendesain gedung galeri, dan Issandra Martin Ahmad yang mendesain gedung perkantoran.
Gambar 2.83 Peta Lokasi Komunitas Salihara
Sumber : www.maps.google.com
82 Gambar 2.84 Fasad Bangunan Kantor dan Galeri Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
2. Tujuan Tujuan dari Komunitas Salihara adalah menjadi fasilitas dari kegiatan-kegiatan seni dan juga membuka pikiran bagi perkembangan seni melalui forum diskusi yang disediakan di Komunitas Salihara. Tujuan
utamanya
adalah
mengembangkan
seni
dan
memperkenalkannya kepada masyarakat baik seni yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu berusaha memberi sosialisasi apresiasi terhadap seni terutama di kalangan generai muda. Komunitas Salihara tidak hanya terbuka untuk kalangan seniman saja, tetapi kalangan
berbagai macam
masyarakat dari segi
umur
dan
kewarganegaraan. a. Visi dan misi dari Komunitas Salihara adalah sebagai berikut : •
Menciptakan,
memelihara
dan
memperjuangkan
perluasan
kebebasan berpikir dan berekspresi •
Memfasilitasi penciptaan produk seni dan intelektual yang bermutu, dengan menghargai kemajemukan dan kebaruan
•
Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya seni dan pemikiran
83 •
Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, di dalam dan luar negeri, berdasarkan prinsip kesetaraan dan akuntabilitas
b. Target Market Target market dari Komunitas Salihara adalah seluruh masyarakat dalam berbagai kalangan dan warga negara yang tertarik dengan seni. Mayoritas dari pengunjung yang datang ke kegiatan dan pementasan yang diadakan di Komunitas Salihara adalah generasi pemuda, biasanya dalam range usia 18-25 tahun, yaitu mahasiswa dan lulusan mahasiswa.
3. Struktur Organisasi Komunitas Salihara Dewan Pembina Komunitas Salihara a.
Ketua
: Goenawan Susatiyo Mohamad
b. Anggota
: Fikri Jufri Zulkifly Lubis Dahlan Iskan Abdul Rahman Tolleng
Dewan Pengurus Komunitas Salihara a. Ketua
: Nirwan Dewanto
b. Sekretaris
: Meity Farida Sita Dewi
c. Wakil Sekretaris
: Veronique Wulaengsangiang Rompas
d. Bendahara
: Teddy Wibisana
e. Wakil Bendahara
: Elviwati Budihartono
f. Anggota
: Muhammad Hasif Amini Asikin Hasan Eko Endarmoko Tonny Prabowo
Dewan Pengawas Komunitas Salihara a. Ketua
: Santoso
b. Anggota
: Bambang Halintar Ayu Utami Nong Darol Mahmada
84 C. Kegiatan Dalam 1 tahun Komunitas Salihara sebagai tempat fasilitas dari kegiatan seni telah merencanakan kegiatan-kegiatan yang diadakan di lokasi mereka. Kegiatan yang diadakan berupa acara pentas, tari, teater, bengkel kerja tari, sastra, pameran seni rupa dan forum diskusi seni. Sering juga diadakan kelas singkat mengenai perkembangan seni di Jakarta dengan tujuan mengumpulkan masyarakat yang mempunyai apresiasi terhadap seni dan bertukar pikiran untuk memajukan perkembangan seni di Indonesia. Beberapa program khusus yang diadakan di Komunitas Salihara adalah sebagai berikut : o Festival Salihara o Bienal Sastra Salihara o Forum Seniman Perempuan Salihara o Forum Teater Salihara o Salihara Jazz Buzz D. Fasilitas Komunitas Salihara sebagai wadah kreasi seni dari berbagai manca negara memiliki beberapa fasilitas penunjang agar kegiatan-kegiatan yang ada di Komunitas Salihara dapat berjalan dengan maksimal. Fasilitas tersebut berupa : 1. Serambi Salihara Ruangan yang juga berfungsi sebagai ruang bacaan ini berada di lantai dasar dekat dengan pintu masuk. Disinilah diadakan forum diskusi dan kelas sosialisasi mengenai kegiatan, kreasi, dan perkembangan seni yang ada di dunia. Di ruangan inilah terjadi sebuah fenomena pertukaran pikiran yang kemudian menjadi akarakar dari perkembangan seni baik yang ada di Indonesia maupun di manca negara, karena ide-ide reformasi terbentuk dari diskusi dan pertukaran pikiran. Di ruangan ini juga sering diadakan acara pemutaran film-film dan dapat menampung sekitar 70 orang. Ceiling dan dinding menggunakan finishing cat warna putih dan lantainya menggunakan barcement.
85
Gambar 2.85 Serambi Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
2. Teater Black Box Salihara Merupakan Teater Black Box pertama di Indonesia. Disebut dengan nama Teater Black Box karena bentuk ruangannya yang kotak serta penggunaan dinding yang berwarna hitam karena dianggap warna hitam merupakan warna neutral bagi tema dan konsep yang digunakan. Keunikan dari teater ini adalah setting kursi dan panggung yang bisa dirubah-rubah sesuai dengan keinginan dan design dari penyelenggara pementasan. Lantai dari Teater Black Box ini menggunakan barcement dan dindingnya menggunakan bata hitam yang disusun
Gambar 2.86 Persiapan Pertunjukkan Teater Black Box Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
86
3. Galeri Salihara Bentuk dari galeri ini berbeda dari galeri-galeri lain yang ada di Jakarta. Ruangan galeri Salihara ini berbentuk oval sehingga tidak terdapat sudut-sudut ruangan dan terlihat lebih luas. Lantainya menggunakan barcement dan dinding finishing cat berwarna putih. Pada saat penulis melakukan kunjungan survey ke Komunitas Salihara, galeri ini sedang dilakukan setting untuk pameran abstract art, dan disebagian ruangan dinding terbentang sebuah kanvas panjang yang dicat berwarna turunan hitam. Kanvas tersebut dibentangkan dengan menggunakan tiang di beberapa point dan diberi pemberat agar tidak bergerak-gerak.
Gambar 2.87 Setting Abstract Art di Galeri Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
87 Gambar 2.88 Bentangan Kanvas pada Setting Abstract Art
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014) 4. Teater Atap Salihara Area yang berada di atap Teater Salihara merupakan sebuah Teater Atap outdoor. Lantainya ditanami rumput dan juga berfungsi sebagai penyerap air hujan dan menyebabkan Teater Salihara yang berada di bawahnya tetap sejuk. Teater atap ini digunakan untuk menyelenggarakan berbagai macam pementasan.
Gambar 2.89 Teater Atap Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
88 Gambar 2.90 Teater Atap Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
5. Roof Amphitheatre Salihara Selain Teater Atap, terdapat juga Roof Amphitheatre yang terletak di atap bangunan belakang. Area ini lebih memiliki pemandangan yang indah dibandingkan pada Teater Atap karena berada di lantai yang lebih tinggi. Walaupun dapat digunakan juga sebagai tempat pementasan musik, tetapi karena terdapat banyak suara gaungan
angin
tidak
terlalu
disarankan
untuk
pertunjukkan musik di area ini.
Gambar 2.91 Roof Amphitheatre
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
mengadakan
89 6. Studio Tari Pada gedung yang berada di belakang gedung Teater, terdapat sebuah Studio tari untuk para penari yang akan mengadakan pementasan dan juga disewakan bagi institusi tari lainnya untuk mengadakan latihan menari di ruangan ini. Studio Tari memilik high ceiling dan menggunakan dinding dengan dua material. Yaitu susunan kayu dan cermin pada bagian bawah
Gambar 2.92 Studio Tari
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
7. Wisma Wisma diperuntukkan bagi para pementas yang datang dari luar kota agar mereka bisa menginap di tempat selagi melakukan pementasan. Seluruh lantai menggunakan barcement dan ceiling pada langit-langitnya.
exposed
90 Gambar 2.93 Common Room Wisma Penginapan
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
8. Studio Musik Studio Musik berada dalam satu bangunan dengan Studio Tari dan Wisma. Digunakan untuk berlatih musik. 9. Kedai Kopi Tiam Oey Salihara Terletak di bagian paling depan gedung Salihara sehingga ketika pengunjung datang ke Komunitas Salihara, Kedai Kopi Tiam langsung dapat terlihat.
Gambar 2.94 Kedai Kopi Tiam Oey
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
91 10.
Gerai Salihara Merupakan sebuah toko kecil yang dikelola oleh Salihara dan
berisikan
berbagai
macam
aksesoris
dan
buku-buku
yang
berhubungan dengan seni. Barang-barang yang dijual di Gerai Salihara bukan produksi dari Salihara tetapi mengambil dari beberapa produsen.
Gambar 2.95 Tampak Luar Gerai Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
Gambar 2.96 Gerai Salihara
Sumber : (Arisha Livia Satari, 2014)
92 2.2.4 Analisa Hasil Survey
Tabel 2.2 Analisa Hasil Survey Rumah Angklung Jakarta Lokasi
Saung Angklung Udjo
Jl. Iskandarsyah II Jalan No.
2
Padasuka
Salihara
118, Jalan
Gedung Bandung 40192.
Pasaraya
Komunitas
Lt.3,
Salihara
no.16, Kebagusan Pasar
Minggu,
Jakarta Selatan.
Blok M Jakarta Selatan 12160 – Indonesia. Visi dan Misi
menyebarkan Angklung
Menciptakan, ke
Menjadi kawasan budaya Sunda dan
kalangan masyarakat
serta
memberi edukasi terutama
pada
generasi
muda
budaya bambu yang mendunia untuk mewujudkan wisata unggulan di Indonesia.
untuk mempunyai kebanggaan kecintaan identitas
bangsa
melalui Angklung.
memperjuangkan perluasan kebebasan berpikir dan berekspresi. Memfasilitasi penciptaan produk
dan serta
memelihara dan
seni dan intelektual Melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda dengan basis filosofi gotong royong antar warga dan pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat.
yang bermutu. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya seni dan pemikiran Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, di dalam dan luar negeri.
93 Rumah Angklung Jakarta
Saung Angklung Udjo
Komunitas Salihara
Logo
Kegiata
Akademi
- Akademi
-Festival
n
pelatihan
-Performance
-Performance
Angklung
-Banquet
-Galeri
-Workshop
-Forum Diskusi
-Produksi Fasilitas -Kelas
Open -Entrance Booth
-Ticket Booth
Space
-Alun-alun
-Kedai Kopi Tiam
-Souvenir area
-Produksi Angklung
-Serambi
-Sound Room
-Gerai Salihara
-Gift Shop
-Teater Black Box
-Banquet
-Teater Atap
-Area Latihan
-Wisma
-Storage Angkllung
-Studio Musi -Studio Tari -Roof Amphitheatre
Cahaya
Buatan.
Alami dan Buatan.
Alami dan Buatan.
Rumah Angklung
Merupakan sebuah
Gedung Salihara
Jakarta terletak di
compound tersendiri
Merupakan gedung
gedung pusat
yang terdiri dari
terbuka sehingga
perbelanjaan
beberapa blok bangunan
banyak cahaya
(Mall) maka
yang terbuka, sehingga
alami masuk. Di
pencahayaannya
banyak cahaya alami
tempat dimana
tergantung dengan masuk. Di beberapa
cahaya tidak
lampu yang
tempat tetap digunakan
masuk diperlukan
disediakan oleh
lampu sebagai
cahaya bantuan.
gedung.
penambah cahaya.
94
Hawa
Rumah Angklung Saung Angklung Udjo
Komunitas
Jakarta
Salihara
AC Central yang Alami. Saung Angklung Alami dan Buatan. terdapat
dari Udjo
gedung Pasaraya
mengandalkan penghawaan alami
penghawaan alami di di seluruh ruangan.
open
public
space
dan
penghawaan buatan di beberapa tempat yang lebih tertutup. Interior
Berada di gedung Compound Mall, interior dan khusus
dibangun Menggunakan free
untuk
Saung standing Udjo, yang
serta penggunaan Angklung lahan terbatas dan sehingga disesuaikan
pencitraan,
mulai
building dibangun
dari dengan
konsep
pemakaian Salihara.
dengan ketentuan material, serta pemetaan dari gedung.
daerah
disesuaikan Lantai: Screeding
dengan
jenis-jenis (barcement) pada
Lantai : Keramik kegiatan Putih
dan
filosofi semua area/
dari Saung Angklung Udjo.
Dinding:
Lantai : Batu alam dan
Dinding: Beton
Wallpaper
semen. Kayu, dan
pada hampir
bambu
karpet wall to wall
seluruh area, pasangan bata pada
Plafond: Gypsum
Dinding : susunan
dinding teater, dan
bambu dan anyaman
gypsum pada
bambu serta beton pada.
galeri.
Area lainnya berupa open air tanpa dinding.
Plafond: Expose ceiling rangka
Plafond: expose ceiling
beton dan gypsum
dengan rangka kayu.
di gedung kantor.
95 Rumah Angklung Saung Angklung Udjo
Komunitas
Jakarta
Salihara
Kesim-
Memiliki sistem
Memiliki filosofi visi
Memiliki fasilitas
pulan
pendidikan yang
misi yang paling baik
yang paling baik
paling baik karena
dalam rangka membuat
dalam menunjang
fokus utama dari
ketahanan sebuah
semua
komunitas
budaya tradisional
kegiatan seni yang
merupakan
Indonesia. Selain itu,
diadakan di tempat
edukasi
dari segi komersil pun
itu.
Angklung. Akan
dapat menarik turis
Komunitas
tetapi, fasilitas
lokal maupun asing
Salihara
yang dimiliki
dengan baik.
belum
kurang memadai
Kekurangannya adalah,
menyediakan
dalam
perancangan dan konsep
forum edukasi seni
menjalankan
yang terpaku dengan
yang
tugasnya sebagai
visual tradisi. . Pada
diselenggarakan
akademi
satu sisi, itu merupakan
oleh organisasi itu
Angklung. Lokasi
hal yang baik karena
sendiri.
yang digunakan
memperlihatkan sisi
Walaupun banyak
sebagai tempat
kehidupan tradisional
sekali kegiatan dan
latihan, yaitu
budaya Sunda, tetapi
forum seni yang
gedung Pasaraya
pada sisi lainnya, hal itu
diadakan
Lt.3 yang
dapat juga membuat
Komunitas
menyatu (tidak
pengunjungnya tidak
Salihara
ada pembatas)
merasakan hubungan
kerja
dengan area
atau koneksi karena
organisasi
souvenir kurang
lingkungannya berbeda
forum edukasi seni
kondusif untuk
jauh dengan lingkungan
yang diadakan oleh
mengadakan
yang biasa dijajaki,
Komunitas
pelajaran
sehingga terjadi sebuah
Salihara
Angklung karena
disconnection antara
dapat
murid-murid
pengunjung dan Saung
partisipasi
dapat terganggu.
Angklung Udjo
masyarakat untuk
kegiatan-
Sayangnya
masih
.
oleh
dengan
sama
dari luar,
akan membantu
96 Rumah Angklung Saung Angklung Udjo
Komunitas
Jakarta
Salihara
konsentrasinya
sehingga menciptakan
ikut aktif dalam
oleh lalu-lalang
keengganan dalam
kegiatan dan lebih
pengunjung yang
mendalami budaya atau
mengenal
seni
Indonesia.
.
sedang berbelanja. ikut beraktivitas lebih Selain itu, tidak
dalam lagi, terutama
Kegiatan
dimana
terdapat juga
pada generasi muda.
masyarakat
dapat
fasilitas-fasilitas
berpartisipasi
pendukung seperti
secara
back office atau
akan
gudang, sehingga
membantu
kegiatan kurang
menciptakan
tertunjang dengan
kecintaan
baik dan di
pengertian
ruangan terbuka
terhadap seni jika
yang menyatu
dibandingkan
dengan area lain
hanya
dapat menambah
menyaksikan
masalah
mengobservasi
keamanan bagi
saja.
murid dan pengajar.
langsung lebih
dan
dan