BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kepribadian Kepribadian atau personality oleh Kreitner dan Kinicki (2010:133)
didefinisikan sebagai kombinasi karakteristik fisik dan mental yang stabil yang memberikan identitas individualnya. Karakteristik atau ciri atau sifat ini termasuk bagaimana orang melihat, berpikir, bertindak dan merasakan, yang merupakan produk interaksi genetik dan pengaruh lingkungan. Pendapat lain mengemukakan bahwa kepribadian adalah pola yang relatif bertahan lama tentang pemikiran, emosi, dan perilaku yang menunjukkan karakteristik orang, sejalan dengan proses psikologis di belakang karakteristik tersebut (McShane dan Von Glinow, 2010:38). Sementara itu, Robbins dan Judge (2011:169) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikologis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian uniknya pada lingkungannya. Dikatakan pula bahwa kepribadian adalah jumlah dari semua cara di mana individu bereaksi pada dan berinteraksi dengan orang lainnya. Sedangkan menurut Colquitt, LePine dan Wesson ( 2011:294) kepribadian menunjukkan struktur dan kecenderungan dalam diri orang yang menjelaskan pola karakteristik mereka dalam pemikiran, emosi, dan perilaku. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa kepribadian adalah sebuah hal dinamis dalam diri manusia yang disesuaikan dengan keadaan sekitarnya.
2.1.1 Determinan Keperibadian Robbins dan Judge (2011:169) berpendapat bahwa kepribadian adalah merupakan hasil dari Heredity dan Environtment, dan penelitian mendukung bahwa Heredity lebih penting daripada environtment. Sedangkan Robbins(2003:95) melihat bahwa situation memperngaruhi heredity dan environtment pada kepribadian. Sementara itu, McShane dan Von Glinow ( 2010:38 ) menambahkan bawa life experience atau pengalaman hidup, terutama pada awal kehidupan juga membentuk
7
8 sifat kepribadian seseorang. Pengalaman hidup seseorang tumbuh sejalan dengan situasi yang sedang terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa determinan atau faktor yang memengaruhi kepribadian terdiri dari unsur – unsur sebagai berikut: 1. Heredity Heredity atau keturunan merupakan faktor yang ditentukan oleh konsepsi. Ketinggian fisik, kemenarikan wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi, dan ritme biologis umumnya dipertimbangkan untuk sebagian atau seluruhnya dipengaruhi oleh orang tua, dengan biologis, fisiologis dan melekat dengan susunan psikologi. 2. Environment Faktor lingkungan memainkan peranan penting dalam membentuk kepribadian. Faktor yang menggunakan tekanan pada pembentukan kepribadian adalah budaya di mana kita tumbuh, pada pembentukan kondisi awal, norma di antara keluarga, teman, dan kelompok sosial, dan pengaruh lain menurut pengalaman kita. 3. Situation Situasi mempengaruhi heredity dan environment pada kepribadian. Kepribadian individu, meskipun biasanya stabil dan konsisten, dapat berubah dalam situasi tertentu. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berbeda memerlukan aspek yang berbeda dari kepribadian. Kita tidak dapat melihat pola kepribadian dalam isolasi. Tetapi kita juga tidak tahu bahwa situasi tertentu lebih relevan daripada lainnya dalam memengaruhi kepribadian. Di samping generalisasi tersebut, sebenarnya masih perlu diperhatikan kenyataan adanya perbedaan individual yang sangat penting. 4. Life experience Pengalaman hidup yang dilalui seseorang sejak kecil, menjadi dewasa dan sampai mencapai umur lanjut akan memengaruhi kepribadian seseorang. Seorang anak yang mendapatkan pengalaman buruk semasa kecil akan memengaruhi kepribadiannya setelah dewasa.
2.1.2 Kepribadian Proaktif Kreitner & Kinicki(2014:132) mengambil hubungan ini sebagai langkah tambahan
dengan
memformulasikan
konsep
kepribadian
proaktif.
Mereka
menjelaskan dan meggolongkan kepribadian proaktif ( proaktif personality ) dalam
9 pengertian “seseorang yang relatif tidak terkekang oleh situasi dan yang memberikan pengaruh terhadap perubahan lingkungan.
2.1.3 Locus of Control Menurut Robbins dan Judge (2012:138), locus of control merupakan tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Locus of control merupakan suatu indikator evaluasi inti diri karena individu yang berpikir bahwa mereka kurang memiliki kendali atas hidup mereka cenderung kurang memiliki kepercayaan diri. Sebagai contoh, jika berpikir bahwa keberhasilan di sekolah ditentukan oleh guru atau faktor keberuntungan semata, Anda mungkin tidak akan percaya mampu memperoleh nilai A untuk semua mata pelajaran. Anda mungkin memiliki lokus kendali external, dan kemungkinan besar hal inilah yang mencerminkan evaluasi inti diri yang negatif.
2.1.4 Dimensi Locus of Control Menurut Robbins dan Judge (2012:138), locus of control dapat dibagi menjadi dua meliputi: 1. Internal ( internals) keyakinan bahwa seseorang mengendalikan peristiwa dan konsekuensi yang memengaruhi hidup seseorang. Misalnya, suatu “internal” cenderung mengacu pada hasil-hasil positif seperti lulus ujian berdasarkan kemampuan. Oleh karena itu, suatu “internal” cenderung menyalahkan peristiwa negatif, seperti gagal dalam ujian karena defisiensi personal-bukan giat belajar. 2. Eksternal (externals) Seseorang yang memiliki locus of control eksternal cenderung menyerahkan hasil-hasil yang penting dalam hidup mereka pada sebab – sebab yang berkaitan dengan lingkungan, seperti keberuntung atau nasib. Dalam pengkajian studi yang terkait dengan hal tersebut, Grant menemukan bahwa kepribadian proaktif berkaitan secara positif dengan keberhasilan individu, tim, dan organisasi.
2.2
Kepuasan kerja Menurut Kreitner dan Kinichi (2014:169) kepuasan kerja mencerminkan
tingkatan dimana seseorang menyukai pekerjaannya. Diartikan secara formal,
10 kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah sebuah konsep kesatuan. Namun, seseorang bisa merasa cukup puas dengan salah satu aspek pekerjaannya dan merasa kurang puas dengan satu atau beberapa aspek lainnya. Menurut Colquitt, LePine, Wesson, (2011:105) kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2011:114) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentng pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisational, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya. McShane dan Von Glinow (2010:108) memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan. Merupakan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan yang dirasakan. Pendapat lain mengumukakan bahwa kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan seseorang ( kreitner dan Kinicki, 2010:170 ). Definisi in menyatakan secara tidak langsung bahwa kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal. Melainkan, orang dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu aspek atau lebih. Dari berbagai pandangan tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kepuasan kerja adalah merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai
penilaian
positif
terhadapa
pekerjaannya
dan
lingkungan
tempat
pekerjaannya.
2.2.1 Meningkatkan Kepuasan kerja Ada beberapa cara untuk membuat pekerjaan menjadi ringan atau tidak terlalu terbebani sehingga menimbulkan kepuasan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja juga. Menurut Grennberg dan Baron dalam Wibowo (2010:51), terdapat
11 beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yaitu: 1. Make jobs fun Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetapi ada cara untuk menyuntikan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap pekerjaan. Teknik – teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu ke meja yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil
gambar
lucu
orang
lain
ketika
sedang
bekerja
lalu
memasukkannya ke papan bulletin. 2. Pay people fairly Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberikan imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat. 3. Match people to jobs that fit their interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut. 4. Avoid boring, repetitive jobs Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas – tugas mereka.
2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Menurut Colquitt, LePine, Wesson dalam Wibowo (2014:132) menyatakan terdapat beberapa kategori kepuasan kerja 1. Pay Satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah sebanyak yang mereka berhak mendapatkan, diperoleh dengan aman, dan cukup untuk pengeluaran normal dan kemewahan.
2. Promotion Satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasar pada kemampuan.
12 3. Supervision Satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan dan komunikator yang baik, dan bukannya bersifat malas, mengganggu, dan menjaga jarak. 4. Coworker Satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan, dan menarik. 5. Satisfaction with the Work itself Mencerminkan perasaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya, termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang – ulang dan tidak nyaman. 6. Altruism Altruism merupakan sifat suka membantu orang lain dan menjadi penyebab moral. 7. Status Status menyangkut prestise, mempunyai kekuasaan atas orang lain, atau merasa memiliki popularitas. 8. Environtment Lingkungan menunjukkan perasaan nyaman dan aman.
2.3
Komitmen Organisasi Menurut Robert Kreitner & Angelo Kinicki(2014:165) komitmen adalah
sebuah kesetujuan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, orang lain, kelompok, atau organisasi. Secara formal para peneliti PO mengartikan komitmen sebagai “sebuah kekuatan yang mengikat seseorang dengan cara relevansi tindakan pada satu atau beberapa target . Definisi ini menjelaskan bahwa komitmen berhubungan dengan perilaku dan bahwa komitmen bisa ditujukan pada beberapa target atau entitas. Misalnya seseorang bisa berkomitmen pada pekerjaan, keluarga, kekasih, keyakinan, teman, karier, perusahaan, atau berbagai asosiasi profesional Allen dan Meyer dalam Darmawan (2013:172) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki affective commitment yang tinggi tetap tinggal karena mereka menginginkannya. Mereka yang memiliki normative atau moral commitment
13 tetap tinggal karena mereka merasa seharusnya melakukan demikian, dan mereka yang memiliki continuance commitment yang tinggi tetap tinggal karena mereka merasa memerlukannya. 2.3.1 Meningkatkan Komitmen Organisasi Karena komitmen organisasi sangat penting dan harus terus dipertahankan maka terdapat beberapa cara dalam membantu untuk meningkatkan komitmen organisasi. Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasi sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan Luthans ( 2011:148): 1. Berkomitmen pada nilai utama manusia Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat mempertahankan komunikasi. 2. Memperjelas dan mengomunikasikan misi Memperjelas misi dan ideologi; kharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi. 3. Menjamin keadilan organisasi Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4. Menciptakan rasa komunitas Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama; saling mendukung; dan kerja tim; berkumpul bersama. 5. Mendukung perkembangan karyawan Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahap pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan.
2.3.2
Dimensi Komitmen Organisasi Allen dan Meyer dalam Darmawan (2013:172) membagi model komitmen
dalam 3 komponen: 1.
Komitmen afektif
14 berarti pelekatan emosi pegawai pada, identifikasi pegawai dengan dan keterlibatan pegawai dalam perusahaan. Pegawai yang memiliki komitmen afektif yang kuat dapat terlihat dari menghabiskan sisa karir, antusias membicarakan permasalahan yang dihadapi perusahaan, Ikatan emosional 2. Komitmen berkelanjutan adalah kesadaran akan kerugian krena meninggalkan perusahaan. Pegawai yang hubungan dasarnya dengan perusahaan didasarkan pada komitmen berkelanjutan dapat terlihat dari Rasa berat meninggalkan organisasi,Tidak
berniat
meninggalkan
organisasi,
Keterkaitan
permasalahan dengan perusahaan 3. Komitmen normatif mencerminkan rasa tanggung jawab untuk terus bekerja. Pegawai yang memiliki tingkat komitmen normatif yang tinggi dapat terlihat dari Pengorbanan, Arti mendalam
2.4
Keterkaitan Antar Variabel Menurut Robbins dan Judge (2011:138) dijelaskan bahwa locus of control
merupakan elemen dari evaluasi inti diri. Individu dengan evaluasi inti diri positif melihat lebih banyak tantangan dalam pekerjaan mereka, membuat mereka semakin nyaman. Individu dengan evaluasi inti diri positif juga cederung mendapatkan pekerjaan yng lebih rumit dan menantang. Tett dan Meyer (1993) dalam Didit Darmawan (2013:64) mengungkapkan adanya hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dengan kepuasan. Para manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan mendapatkan tingkat komitmen lebih tinggi. Menurut Wibowo (2014:142) kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif dan kuat terhadap Organizational Commitment. Orang yang mendapatkan tingkat kepuasan kerja lebih tinggi cenderung merasa tingkat Affective Commitment dan Nomative Commitment lebih tinggi. Sedangkan pengaruhnya pada Continuance Commitment adalah lebih lemah. Affective commitment adalah komitmen yang timbul karena kedekatan emosional terhadap organisasi, mengindentifikasi diri dan keterlibatan aktif dalam organisasi. Continuance commitment didasarkan pada persepsi pekerja atas kerugian yang akan diperoleh apabila meninggalkan organisasi.
15 Sedangkan Normative commmitment berkaitan dengan perasaan pekerja terhadap keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi.
2.5
Kerangka Pemikiran
H4
Locus of Control (X)
Kepuasan kerja (Y) •
• •
Internal external
H1
• • • H3 •
• • •
Pay Satisfaction H2 Promotion Satisfaction Supervisor Satisfaction H3 Coworker Satisfaction Satisfaction With the Work itself Altruism Status Environtment
Komitmen Organisasi (Z) H2 • • •
Komitmen afektif Komitmen berkelanjutan Komitmen normatif
H3
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Pengolahan Data 2014
2.6
Rancangan Uji Hipotesis Rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Untuk tujuan 1: Ho: Locus of control tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional H1: Locus of control memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional
16 Untuk tujuan 2: Ho: Kepuasan kerja tidak memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional H1: Kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional Untuk tujuan 3: Ho: Locus of control tidak memiliki pengaruh terhadap komitmen organiasai pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional H1: Locus of control memiliki pengaruh terhadap komitmen organiasai pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional Untuk tujuan 4: Ho: Locus of control secara tidak langsung mempengaruhi komitmen organisasi pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional melalui Kepuasan Kerja H1: Locus of control secara langsung mempengaruhi komitmen organisasi pegawai divisi operasional pada PT Intilima Wisata Internasional melalui melalui Kepuasan Kerja