BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan Kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin pesat pada dewasa ini terutama dalam bidang teknologi telah mengakibatkan menurunnya presentase penggunaan tenaga kerja manusia dalam bidang industri. Dikatakan oleh Louis A. Allen tentang pentingnya unsur manusia dalam menjalankan roda industri : ” Betapapun sempurnanya rencana-rencana, organisasi, dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapainya”. Dari uraian Allen dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor manusia ternyata cukup beperan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan perusahaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilainilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada masingmasing individu. Semain banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
15
keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya. Menurut Wexley & Yukl, (1997), yang disebut kepuasan kerja ialah ” the way an employee feels about his or her job”. Adapula yang memberi batasan sebagai ”positive emotional state” (Athanasiou, 1973). Pada dasarnya, hubungan antara perusahaan dengan karyawan adalah hubungan yang saling menguntungkan. Di satu sisi perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang besar, di sisi lain karyawan menginginkan harapan dan kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi perusahaan. Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya baik bagi individu, industri dan masyarakat. Bagi indivisu, kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkataan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri, kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikkan sikap dan tingkah laku karyawannya. Dan bagi masyarakat, tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam suatu perusahaan karena dapat mempengaruhi produktivitas karyawan. Adapun yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa karyawan dan perusahaan dengan tingkat nilai balas jasa yang diharapkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000).
16
Menurut Dr. Amy Wezensniewski, psikolog organisasi dan bisnis dari New York University menganalisis, sikap dasar seseorang berpengaruh terhadap kepuasan diri dan kepuasan bekerja. Dapat pula dikatakan bahwa kepuasan kerja bergantung pada sistem nilai yang belaku dalam diri karyawan yang bersangkutan. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai keinginan individu, maka makin tinggi pula kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan dapat terlihat dari sikap kerja karyawan terhadap tugas-tugas yang diberikan. Apabila karyawan merasa tidak puas terhadap pekerjaannya, maka perusahaan akan dirugikan. 2.1.2. Teori-Teori Kepuasan Kerja Di bawah ini dikemukakan teori-teori tentang kepuasan kerja, yaitu teori keseimbangan (equity theory), teori nilai (value theory), teori perbedaan (discrepancy theory), teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory), teori pandangan kelompok (social reference group theory), teori pengharapan (expectancy theory) dan teori dua faktor Herzberg (Prabu, 2000). 1. Two – Factor Theory Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teroi Abraham Maslow sebagi titik acuannya. Menurut herzberg, kepuasan kerja dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang
17
kontinu. Teori ini merumuskan ada 2 faktor yang dapat meneyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas, yaitu motivator factor atau satisfies dan hygene factor atau dissatisfies. Motivator adalah faktor-faktor atau situasisituasi yang diperlukan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang manarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memeperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies atai hygene factor adalah faktor-faktor aygn menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika faktor-faktor ini tidak terpenuhi, maka karyawan tidak akan puas. Namunn jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa walaupun belum terpuaskan. 2. Value Theory Kepuasan karyawan bergantung pada hasil yang didapatkan mereka dari perusahaan dengan hasil yang karyawan inginkan. Semakin banyaknya kesesuaian yang diinginkan dengan hasil yang didapatkan maka karyawan akan merasa semakin puas. 3. Equity Theory Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi,
18
khususnya situasi kerja. Menurut teori ini, komponen utama dalam teorti keadialan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi akryawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari hasil pekerjaannya seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini setiap karyawan akan membandingkan ratio input dirinya dengan ratio input orang lain. Bila perbandingan itu dirasa cukup adil maka karyawan itu akan merasa puas, apbila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan maka karyawan tersebut bisa merasa puas bisa juga tidak. 4. Discrepency Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh proter. Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka sesorang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discreapancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
19
5. Need Fulfillment Theory Kepuasan kerja tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Makin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan karyawan tidak dapat terpenuhi, karyawan tersebut akan merasa tidak puas. 6. Social Reference Group Theory Kepuasan kerja bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja tetapi pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya dan lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan Menurut Robbins (1996) ada beberapa hal yang dapat memengaruhi kepuasan kerja karyawan. Pertama adalah pekerjaan yang secara mental menantang (mentally challenging work), artinya apakah pekerjaan yang dilakukan karyawan saat ini ada tantangannya atau tidak sama sekali. Pekerjaan yang dirasa tidak menantang akan menimbulkan rasa bosan dalam diri karyawan, sebaliknya pekerjaan yang tantangannya terlalu berat justru akan menimbulkan rasa frustrasi dan perasaan gagal.
20
Oleh karena itu, pekerjaan yang diberikan kepada karyawan hendaknya memiliki tantangan yang proporsional. Kedua masalah reward yang sesuai (equitable rewards), yang dimaksud reward misalnya gaji, komisi, bonus, dan juga kebijakan promosi. Umumnya karyawan menginginkan gaji dan sistem promosi yang adil dan fair. Yang dimaksud adil dan fair misalnya ada kesesuaian antara gaji dengan tuntutan pekerjaan, skill atau keterampilan, latar belakang pendidikan, dan sebagainya. Demikian juga masalah promosi, jangan sampai terjadi karyawan yang tidak outstanding malah mendapat promosi. Jika karyawan menilai sistem gaji dan promosi sudah adil dan fair, maka kemungkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan dengan pekerjaannya. Umumnya permasalah ketidakpuasan banyak dipicu oleh sistem gaji yang dipandang tidak memenuhi rasa keadilan (inequity) (Wexley & Yukl, 1984). Ketiga, adalah kondisi kerja yang mendukung (supportive working condition), yang termasuk ke dalam kondisi kerja misalnya temperatur, cahaya atau penerangan, meja,
kursi,
tingkat
kebisingan,
dan
lain-lain.
Banyak
penelitian
yang
mengungkapkan bahwa karyawan lebih menyukai kondisi pekerjaan yang tidak berbahaya atau merepotkan. Misalnya penerangan yang terlalu gelap, suhu udara yang panas, tempat duduk yang kurang nyaman. Umumnya karyawan akan senang bekerja dengan fasilitas yang bersih, nyaman, dan dengan alat-alat yang memadai. Hal-hal demikian akan memberi kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kepuasan karyawan. Keempat, rekan
21
kerja yang mendukung (supportive colleagues), tidak semua orang yang bekerja hanya untuk mencari uang, tetapi ada juga orang bekerja dengan tujuan memenuhi kebutuhan interaksi sosial (need of affiliation). Tidak heran, kalau mempunyai rekan kerja yang ramah dan kooperatif dapat meningkatkan kepuasan kerja. Bahkan, ada karyawan yang gajinya kecil namun tetap bertahan pada pekerjaannya karena ia sangat senang dengan rekan-rekan kerjanya. Hal demikian berlaku juga dengan atasan. Karyawan yang memiliki atasan yang penuh perhatian dan sportif dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Wexley & Yukl, 1984).
2.1.4. Pentingnya Kepuasan Kerja Karyawan Harold E. Burt mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja, yakni : 1. Faktor hubungan antar karyawan -
hubungan antara manager dengan karyawan
-
faktor fisis dan kondisi kerja
-
hubungan sosial di antaranya karyawan
-
sugesti dari teman sekerja
-
emosi dan situasi kerja
2. Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan : -
sikap orang terhadap pekerjaannya
22
-
umur orang sewaktu bekerja
-
jenis kelamin (pernah dilakukan penelitian oleh Lawler, 1973, dikutip Wexley & Yukl, 1979)
3. Faktor-faktor luar (ekstern), yang berhubungan dengan : -
keadaan keluarga karyawan
-
rekreasi
-
pendidikan (training, up grading dan sebagainya)
Kepuasan kerja menjadi hal penting karena dapat memengaruhi produktivitas karyawan (Edward Lawler, dalam Steers & Porter, 1983) sebab karyawan yang memiliki kepuasan yang tinggi akan memandang pekerjaannya sebagai hal yang menyenangkan, berbeda dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah, ia akan melihat pekerjaannya sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga karyawan tersebut bekerja dalam keadaan terpaksa. Karyawan yang bekerja dalam keadaan terpaksa akan memiliki hasil kerja (performance) yang buruk dibanding dengan karyawan yang bekerja dengan semangat yang tinggi. Apabila perusahaan memiliki karyawan yang mayoritas kepuasannya rendah, dapat dibayangkan tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan, dan ini akan merugikan perusahaan. Itulah sebabnya perusahaan perlu memperhatikan derajat kepuasan karyawannya dengan cara mengkaji ulang aspekaspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
23
Dampak dari ketidakpuasan kerja karyawan menurut Johns (1999) adalah: 1. Absenteeism Ketika seorang karyawan mulai merasakan adanya kebosanan dalam pekerjaannya dan tidak ada lagi semangat dalam menjalankan tugas-tugasnya maka
karyawan
tersebut
akan
cenderung
malas
untuk
melakukan
pekerjaannya. 2. Turn over Sebuah perusahaan yang tidak bisa memberikan kepuasan bagi karyawannya maka akan memiliki tingkat turn over yang tinggi.
2.1.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Kerja Untuk menjaga produktivitas karyawan ada dua faktor yang perlu diperhatikan. Pertama, faktor personal attributes. Faktor ini seyogianya telah terkontrol pada saat perusahaan melakukan rekrutmen. Ketika melakukan rekrutmen idealnya perusahaan telah menetapkan minimal requirements yang harus dipenuhi oleh calon karyawan sehingga ke depannya perusahaan hanya tinggal melakukan training & development. Masalah-masalah seperti skill, knowledge, ability, motivation, dan lain-lain termasuk bagian dari personal attributes. Menurut Maier (1965) dalam buku Psychology in Industry, produktivitas (performance) karyawan merupakan perkalian antara ability dan motivasi ( performance = ability x motivation ) sehingga dapat
24
dikatakan karyawan yang personal attributes-nya jelek akan memiliki performance yang jelek pula. Itulah mengapa proses rekrutmen menjadi hal penting yang perlu dilaksanakan secara fair dan objektif. Faktor kedua, aspek-aspek yang dapat memunculkan rasa puas atau tidak puas karyawan terhadap pekerjaannya atau yang sering disebut dengan kepuasan kerja (job satisfaction). Yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah bagaimana perasaan karyawan terhadap pekerjaannya (Wexley & Yukl, dalam Organizational Behavior and Personnel Psychology, 1984). Perasaan ini bisa bersifat favorable namun bisa juga unfavorable, tergantung bagaimana karyawan menilai aspek-aspek kepuasan kerja itu sendiri. 2.1.6. Indikator Kepuasan Kerja Karyawan Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan, dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasa digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah: 1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan. 2. Supervisi 3. Organisasi dan manajemen 4. Kesempatan untuk maju 5. Gaji dan keuntungan finansial lainnya
25
6. Rekan kerja 7. Kondisi pekerjaan
Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah: 1. Bekerja pada tempat yang tepat 2. Pembayaran yang sesuai 3. Organisasi dan manajeman 4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat 5. orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat Penelitian dari Spector (Yuwono, 2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai cluster perasaan evaluatif tentang pekerjaan dan ia dapat mengidentifikasikan indikator kepuasan kerja dari 8 faktor, yaitu: 1. Upah : jumlahnya dan rasa keadilannya 2. Promosi : peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi 3. Supervisi : keadialan dan kompetensi penugasan managerial oleh manager 4. Benefit : asuransi, liburan dan bentuk fasilitas lainnya 5. Contingent reward : rasa hormat, diakui, dan diberikan apresiasi 6. Operating procedurs : kebijakkan, prosedur, dan aturan 7. Coworkers : rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten 8. Nature of work : tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak
26
2.1.7. Produktivitas Kerja Produktivitas berasal dari kata produce yang artinya menghasilkan. Oleh karena itu produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau tingkat hasil yang diperoleh oleh seseorang. Orang yang memiliki produktivitas tinggi adalah orang yang dapat mencapai banyak hasil dalam hidupnya. Semakin tinggi tingkat produktivitasnya. Menurut Husein (1998) produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan bahwa mutu kehidupan ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Jika ditinjau perspektif manager, produktivitas merupakan segala sesuatu yang tergabung dalam suatu organisasi yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Seorang karyawan yang memiliki skill yang bagus berada pada posisi yang tepat atau sesuai dengan kemampuannya. Di samping itu, perspektif psikologis mengatakan bahwa fokus utama produktivitas ada pada dimana individual dapat menguasai perilakunya (behavior). Diasumsikan bahwa perubahan perilaku individu dapat mengubah produktivitas. Secara umum, produktivitas adalah ratio antara output terhadap input, ratio ini menggambarkan keefisienan yang dimana sumber daya ini dirubah menjadi output (William, 1998). Hal ini bisa digambarkan dengan rumus: output _____ Produktivitas = Input
27
Input bisa mencakup bahan baku, tenaga kerja, peralatan, tanah, gaji, luas area penjualan, dll. Sedangkan output dapat dinyatakan dengan banyaknya barang yang telah dijual, jumlah pendapatan dari tahun ke tahun, tingkat kepuasan konsumen, dan lain-lain. Disamping itu, output juga dibagi menjadi 2 yaitu output sebagai quantity dan output sebagai quality. Output sebagai quantity adalah output yang diukur berdasarkan jumlah fisik yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Sedangkan output sebagai quality meliputi quality of conformence, feature, dan perfomance. Sebelum input menjadi output, terjadi suatu proses transformasi yang di mana dalam proses ini sangat menentukan sekali bagaimana hasil dari output. Input yang bagus belum tentu menghasilkan output yang bagus, begitu juga dengan input yang buruk menghasilkan output yang buruk, semua ini sangat tergantung pada proses yang diberikan. Hubungan antara input, output, dan proses dapat digambarkan sebagai berikut: Input Æ Proses Æ Output Input Dalam manajemen, ada 3 tipe sumber daya yang didapatkan. Pertama, modal dimana hal ini menyangkut uang, materi, dan peralatan. Kedua adalah sumber daya manusia, dan yang ketiga adalah informasi. Proses Adalah
suatu
tangung
jawab
pihak
manajemen
untuk
merencanakan,
mengorganisasi, dan mengontrol input sehingga bisa menghasilkan output yang
28
maksimal. Dalam hal ini diperlukan partisipasi seluruh sumber daya yang ada agar proses dapat berjalan dengan lancar. Output Output adalah sesuatu yang ingin dicapai. Hal ini termasuk mengatur spesifik standar dan suatu objek yang dapat diukur, realistis dana da batasan waktu. Ada beberapa langkah untuk meningkatkan produktivitas yang harus dilakukan perusahaan: 1. Progam peningkatan ini harus sesuai dengan kebudayaan kerja dan kebutuhan perusahaan. 2. Karyawan harus memiliki perasaan bahwa progam ini memberikan tantangan. 3. Manajemen harus dapat mendemonstrasikan secara terus-menerus untuk menyediakan leadership dan dukungan yang terus menerus. 4. mengubah sistem pelatihan dan pemberian penghargaan. Karyawan harus memiliki kesempatan untuk dapat menyesuaikan program yang ada dengan kebutuhan mereka. 5. Pemimpin serikat harus terlibat dan bertindak secara sportif.
Faktor-faktor utama yang menyebabkan produktivitas perusahaan menurun: 1. Tingkat turn over yang tinggi 2. Karyawan yang tidak disiplin
29
Untuk mencapai produktivitas yang maksimum, organisasi harus menjamin dipilihnya orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat serta kondisi yang memungkinkan mereka bekerja optimal. Adapun ciri karyawan yang produktif menurut Umar (1998) adalah: 1. Cerdas dan dapat belajar dengan relatif cepat 2. Disiplin 3. Kompeten secara profesional 4. Kreatif dan inovatif 5. Memahami pekerjaan 6. Belajar dengan cerdik, menggunakan logika, efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan 7. Selalu mencari perbaikan atau improvement 8. Dianggap bernilai oleh atasannya
2.2. Hubungan Antar Konsep Kepuasan kerja memiliki hubungan dengan produktivitas karyawan, dimana jikia kepuasan kerja meningkat maka produktivitas karyawan akan meningkat juga. Dan sebaliknya apabila kepuasan kerja menurun, maka produktivitas karyawan pun akan menurun.
30
2.3. Kerangka Berpikir Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara pengurangan waktu over time dengan kepuasan dan produktivitas kerja karyawan Sales Division di PT. TAM?
Pengurangan Over Time
Kepuasan kerja : 1. Upah 2. Promosi 3. Supervisi 4. Rekan sekerja 5. Nature of works 6. Komunikasi
Produktivitas Kerja : 1. Tingkat kehadiran 2. turn over
Hipotesis Ada hubungan antara pengurangan waktu over time dengan kepuasan dan produktivitas karyawan Sales Division di PT. TAM Gambar 2.2. kerangka Berpikir
31
2.4. Kuesioner
Kuisioner merupakan alat untuk mengumpulkan data yang didalamnya tercantum pertanyaan-pertanyaan secara terperinci dan lengkap dengan alternatif jawabannya sesuai dengan jenis kuisioner yang dipergunakan dalam pengumpulan data. Tahapan untuk Membuat Suatu Kuisioner yang baik adalah sebagai berikut : 1. Menetapkan Tujuan Menetapkan tujuan dilakukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survey. 2. Memilih jenis pertanyaan yang baik dan cocok Pada kuisioner ini terdapat tiga jenis pertanyaan yang dapat digunakan dalam menyusun kuisioner yaitu : -
Pertanyaan
terbuka
merupakan
pertanyaan
yang
tidak
membawa responden ke jawaban yang sudah ditentukan dan tinggal dipilih alternatif jawaban -
Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang sudah membawa responden ke jawaban yang sudah ditentukan terlebih dahulu, contoh setuju atau tidak setuju.
-
Kombinasi antara pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup merupakan
perpaduan
dari
pertanyaan terbuka dan tertutup.
penggunaan
kedua
macam
32
3. Mengikuti aturan dalam membuat pertanyaan yang baik Terdapat sembilan aturan dalam membuat pertanyaan yang baik yaitu: a. Gunakan kata-kata yang sederhana Kata-kata yang sederhana dapat diketahui semua responden. Hindari istilah yang tidak lazim digunakan sehingga mudah dimengerti oleh seluruh responden b. Pertanyaan jelas dan khusus Contoh : Berapa karyawan yang ada di perusahaan ini? c. Pertanyaan berlaku bagi semua responden Contoh : apa pekerjaan saudara sekarang? (seharusnya ditanyakan terlebih dahulu ”Apakah saudara sudah bekerja?” kalau jawabannya ya, maka dapat ditanyakan apa pekerjaannya). d. Berkaitan dengan masalah dan sasaran penelitian Pertanyaan harus berkaitan dengan masalah-masalah penelitian dan sasaran penelitian. e. Tidak ambigu Pertanyaan harus jelas, tidak menimbulkan tafsir majemuk. Contoh : Bagaimana kondisi Anda hari ini? (kondisi keuangan, kesehatan, dsb). f. Tidak membawa
33
Pertanyaan tidak boleh menggiring responden untuk memberikan alternatif jawaban tertentu. Contoh : Bagaimana kondisi Anda hari ini? (kondisi dapat diungkapkan dengan berbagai macam misalnya kondisi keuangan, kesehatan dan dsb). g. Tidak memuat informasi yang tidak dimiliki oleh responden h. Tidak memuat hal-hal yang bersifat pribadi dan peka i. Tidak bersifat klise Pertanyaan tidak boleh klise, sehingga jawabannya juga cenderung klise(stereotif). Contoh : Apakah saudara senang dengan penghasilan tinggi?
Jenis pertanyaan yang digunakan dalam penyusunan kuisioner terdapat beberapa jenis yaitu : 1. Pertanyaan tertutup Kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lain. 2. Pertanyaan terbuka Kemungkinan jawabannya tidak ditentukan lebih dahulu dan responden bebas untuk memberikan jawaban 3. Kombinasi terbuka dan tertutup
34
Jawabannya sudah ditentukan tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka. 4. Pertanyaan semi terbuka Pada pertanyaan jenis ini jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban.
Teknik Skala Teknik skala terdapat 4 macam yaitu : 1. Skala nominal Skala yang paling sederhana, angka yang diberikan kepada suatu kategori tidak menggambarkan kedudukan kategori tersebut terhadap kategori lainnya tetapi hanya sekedar kode atau label. 2. Skala ordinal Skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya dengan interval yang tidak harus sama. 3. Skala interval Skala ini mengharuskan objek berdasarkan suatu atribut yang memberikan informasi tentang interval antara satu objek dengan objek lainnya yang sama. 4. Skala rasio Skala ini mencakup ketiga skala yang disebutkan di atas ditambah dengan sifat lain yaitu bahwa ukuran ini mempunyai nilai 0. Oleh karena adanya
35
titik 0 inilah maka ukuran rasio dapat dibuat perkalian maupun pembagian. Teknik membuat skala ada bermacam-macam sesuai dengan penemuan karena kebutuhannya, salah satunya adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik yang kemudian disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala Likert maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item, instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.