BAB 2 LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan selanjutnya. Teori tersebut meliputi arti dan peranan metode peramalan, metode deret berkala, tahapan metode yang dipakai, uji statistik yang digunakan serta ketepatan ramalan yang digunakan.
2.1 Arti dan Peranan Metode Peramalan Metode peramalan merupakan cara untuk memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan dasar data yang relevan pada masa lalu. Dengan kata lain metode peramalan ini digunakan dalam peramalan yang bersifat objektif. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh: 1. Pengetahuan dan teknik tentang informasi yang lalu yang dibutuhkan 2. Teknik dan metode peramalannya Oleh karena keberhasilan tersebut, dapat dikatakan baik tidaknya suatu ramalan yang disusun ditentukan oleh metode yang digunakan juga baik tidaknya informasi kuantitatif yang digunakan. Selama informasi yang digunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan yang disusun akan sulit dipercaya ketepatan ramalannya. Metode peramalan merupakan cara memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang secara sistematis, sehingga metode peramalan sangat berguna untuk dapat memperkirakan secara sistematis atas dasar data yang relevan pada masa yang lalu, dengan demikian metode peramalan diharapkan dapat memberikan objektivitas yang lebih besar.
2.2
Jenis-Jenis Metode Peramalan
Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan atas dua macam, yaitu: 1. Peramalan Kualitatif
Universitas Sumatera Utara
Peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat bergantung pada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman dari orang yang menyusunnya. 2. Peramalan Kuantitatif Peramalan kuantitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat bergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Dengan metode yang berbeda akan diperoleh hasil peramalan yang berbeda. Baik tidaknya metode yang dipergunakan ditentukan oleh perbedaan atau penyimpangan antara hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Semakin kecil penyimpangan antara hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi berarti metode yang dipergunakan semakin baik. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut (Assauri, Sofyan,1984) : 1. Adanya informasi tentang keadaan masa lalu 2. Informasi tersebut dapat dihitung dalam bentuk data 3. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
Adapun jenis metode peramalan kuantitatif adalah sebagai berikut: 1. Metode peramalan yang didasarkan dari penggunaan analisa metode pola antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu (time series) 2. Metode peramalan yang didasarkan dari penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhi yang disebut dengan metode korelasi atau sebab akibat (causal methods).(Assauri,Sofyan,1991) Dalam penelitian ini digunakan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu atau analisa deret waktu atau deret berkala. Sehingga diperoleh peramalan yang tepat untuk digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Metode Deret Berkala
Menurut Santoso (2009:13-14) dalam bukunya memberikan defenisi dari data deret berkala (time series) adalah data yang ditampilkan berdasarkan waktu, seperti data bulanan, data harian, data mingguan atau jenis waktu yang lain. Ciri data deret berkala adalah adanya rentang waktu tertentu, bukannya data pada satu waktu tertentu. Tujuan dari metode deret berkala adalah untuk menggolongkan data, memahami sistem serta melakukan peramalan berdasarkan sifatnya untuk masa depan. Persamaan dan kondisi awal dalam peramalan runtun waktu mungkin diketahui kedua-duanya atau mungkin saja hanya salah satunya. Sehingga dibutuhkan suatu aturan yang digunakan untuk menentukan perkembangan dan keakuratan sistem. Untuk memilih suatu metode yang tepat yang digunakan dalam mengolah data deret berkala adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data deret berkala dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut (Assauri, Sofyan,1991): 1. Pola Data Horizontal Pola data ini terjadi bila fluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan 2. Pola Data Musiman Pola yang menunjukkan perubahan yang berulang-ulang secara periodik dalam deret waktu. Pola ini terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman, misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan atau hari-hari pada minggu tertentu. 3. Pola Data Siklis Pola data yang menunjukkan gerakan naik turun dalam jangka panjang dari suatu kurva trend. Terjadi bila datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. 4. Pola Data Trend Pola yang menunjukkan kenaikan atau penurunan jangka panjang dalam data.
2.4 Analisa Deret Berkala Analisa deret berkala merupakan metode yang mempelajari deret berkala, baik dari segi teori yang menaunginya maupun untuk membuat peramalan. Peramalan deret waktu adalah penggunaan model untuk memprediksi nilai di waktu mendatang berdasarkan peristiwa yang telah terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Makridakis (1999) menyatakan bahwa untuk menganalisa data deret berkala digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Plot Data
Memplot data secara grafis adalah hal yang paling baik untuk menganalisis data deret berkala. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada gejala trend (penyimpangan nilai tengah) atau pengaruh musiman pada suatu data.
2.
Koefisien Autokorelasi
Koefisien autokorelasi adalah korelasi antara deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 periode atau lebih. Misalnya diketahui persamaan (2.1) adalah model AR atau ARIMA (2,0,0) yang menggambarkan Yt sebagai suatu kombinasi linier dengan dua nilai sebelumnya.
Koefisien korelasi sederhana antara Yt dengan Yt-1 dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Karena rumus tersebut secara statistik akan menyulitkan, maka dibuat asumsi untuk menyederhanakannya. Data Yt diasumsikan stasioner (baik nilai tengah maupun variansinya) sehingga kedua nilai Yt dan Yt-1 dapat diasumsikan bernilai sama (dan kita dapat membuat subskrip dengan menggunakan ) dan dua deviasi standar dapat diukur satu kali saja yaitu dengan menggunakan seluruh data Yt yang diketahui. Dengan menggunakan asumsi-asumsi penyederhanaan ini, maka persamaan (2.2) menjadi sebagai berikut:
Pada persamaan (2.3) diketahui bahwa pembilang kekurangan satu nilai suku dibanding penyebut, akan tetapi karena adanya asumsi stasioneritas maka persamaannya dapat berlaku umum dan dapat digunakan untuk seluruh time-lag dari satu periode untuk suatu deret berkala. Hal ini sebagai akibat adanya asumsi
Universitas Sumatera Utara
stasioneritas. Autokorelasi untuk time-lag 1, 2, 3,..., k dapat dicari dan dinotasikan rk sebagai berikut:
Untuk menentukan apakah secara statistik suatu koefisien autokorelasi nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak, maka perlu dihitung galat standar dari rk dengan rumus sebagai berikut:
Koefisien autokorelasi dari data random mempunyai distribusi sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar kesalahan standar
. Dari nilai
dan sebuah nilai interval kepercayaan dapat diperoleh sebuah
rentang nilai. Suatu koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda secara signifikan apabila nilainya berada pada rentang nilai tersebut dan sebaliknya. 3.
Koefisien Autokorelasi Parsial
Dalam analisis regresi, jika variabel tidak bebas Y diregresikan kepada variabelvariabel bebas X1 dan X2 maka akan muncul pertanyaan bahwa sejauh mana variabel X mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X2 dipisahkan. Ini berarti meregresikan Y kepada X2 dan menghitung galat sisa (residual error) kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada Xt. Di dalam analisis deret berkala juga berlaku konsep yang sama. Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara Xt dan Xt-k apabila pengaruh dari time-lag 1,2,3,...,k-1 dianggap terpisah. Koefisien autokorelasi parsial berorde m didefenisikan sebagai koefisien autoregresif terakhir dari model AR(m). Berikut ini persamaan-persamaan yang masing-masing digunakan untuk menetapkan AR(1), AR(2),..., AR(m-1) dan proses AR(m). (2.6) (2.7)
(2.8) (2.9)
Universitas Sumatera Utara
Dari Oleh
persamaan-persamaan diatas dapat dicari nilai-nilai taksiran . Perhitungan yang diperlukan akan memakan banyak waktu.
karena
itu,
lebih memuaskan untuk memperoleh taksiran berdasarkan pada koefisien autokorelasi. Penaksiran ini dapat
dilakukan dengan mengalikan ruas kiri dan kanan persamaan (2.6) dengan Xt-1 menjadi sebagai berikut: (2.10)
2.5 Pengujian Data Sebelum melakukan analisa terhadap data, langkah awal yang harus dilakukan adalah pengujian terhadap anggota sampel. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat diterima sebagai sampel. Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah anggota sampel adalah:
(2.11)
Keterangan: N’ = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran sampel percobaan Yt = Data yang akan diamati Apabila N’< N, maka sampel percobaan dapat diterima sebagai sampel.
2.6 Metode Pemulusan (smoothing) Metode pemulusan (Pangestu, S.1996) merupakan metode peramalan dengan mengadakan penghalusan terhadap masa lalu, yaitu dengan pengambilan rata-rata dari nilai beberapa tahun kedepan.
2.6.1 Klasifikasi dalam Metode Pemulusan Secara umum metode smoothing diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: 1.
Metode rata-rata
Metode rata-rata dibagi atas empat bagian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
e. Nilai tengah kesalahan f. Rata-rata bergerak tunggal (Single Moving Average) g. Rata-rata bergerak ganda (Double Moving Average) h. Kombinasi rata-rata bergerak lainnya Tujuan dari metode rata-rata adalah untuk memanfaatkan data masa lalu dalam mengembangkan suatu sistem peramalan pada periode mendatang. 2.
Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial
Metode pemulusan eksponensial merupakan pengembangan dari metode average, yaitu peramalan dilakukan dengan mengulangi perhitungan secara terus menerus dengan menggunakan data yang baru. Sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua atau dengan kata lain nilai observasi yang baru diberikan bobot yang relatif besar dibandingkan dengan nilai observasi yang lebih tua.
Metode Smoothing Eksponensial terdiri atas: a. Smoothing Eksponensial Tunggal b.
Smoothing Eksponensial Ganda 1.
Metode Linier satu parameter dari Brown
2.
Metode dua parameter dari Holt
c.
Smoothing Eksponensial Triple
2.6.2 Tahapan Metode Pemulusan Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam peramalan dengan menggunakan metode pemulusan (Makridakis, 1999): 1. Memilih suatu kelompok data untuk dianalisa 2. Memilih suatu metode pemulusan, dalam hal ini dipilih metode pemulusan eksponensial 3. Gunakan metode pemulusan untuk meramalkan data yang akan dianalisa 4. Melakukan uji statistik
Universitas Sumatera Utara
5. Keputusan penilaian ramalan
2.6.3 Metode Pemulusan yang Digunakan Untuk mendapatkan suatu hasil yang baik harus diketahui cara peramalan yang tepat. Data deret berkala yang digunakan setelah diplot dalam grafis tidak menunjukkan pola data trend linier dan dapat juga dilihat dari plot autokorelasi dan nilai-nilai korelasinya. Maka metode peramalan analisa time series yang digunakan untuk meramalkan data deret berkala yang digunakan adalah Metode Smoothing Eksponensial Tunggal Satu Parameter. Bentuk umum dari Metode Smoothing Eksponensial Tunggal Satu Parameter adalah: (2.12) Keterangan: Ft+1 = ramalan satu periode kedepan Yt = data aktual pada periode t Ft = ramalan pada periode t α = parameter pemulusan ( 0 < α < 1 )
2.6.4 Ketepatan Ramalan Ketepatan ramalan adalah suatu hal yang mendasar dalam peramalan, yaitu bagaimana mengukur kesesuaian suatu metode peramalan tertentu untuk suatu kumpulan data yang diberikan. Dalam pemodelan deret berkala (time series) dari data masa lalu yang diramalkan situasi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Untuk menguji kebenaran ramalan ini digunakan ketepatan ramalan. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menguji ketepatan ramalan antara lain : a.
b.
ME (Mean Error) / Nilai Tengah Kesalahan
MAE (Mean Absolute Error) / Nilai Tengah Kesalahan Absolut
Universitas Sumatera Utara
c.
MSE (Mean Square Error) / Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat
d.
MPE (Mean Percentage Error) / Nilai Tengah Kesalahan Persentase
e.
MAPE (Mean Absolute Percentage Error) / Nilai Tengah Kesalahan Persentase Error:
Keterangan : = Xt – Ft Xt
= data aktual periode t =
Ft N
(100) ; kesalahan persentase periode t
= nilai ramalan periode t = banyaknya periode
Metode peramalan yang dipilih adalah metode peramalan yang memberikan Mean Square Error (MSE) yang terkecil.
2.7 Metode ARIMA (Box-Jenkins) Metode ARIMA (Box-Jenkins) adalah metode peramalan yang tidak menggunakan teori atau pengaruh antar variabel seperti pada model regresi. Sehingga metode ini tidak memerlukan penjelasan mengenai mana variabel bebas atau terikat. Metode ini juga tidak perlu melihat pola data seperti pada time series decomposition, artinya data yang akan diprediksi tidak perlu dibagi menjadi komponen trend, musiman, siklis atau irregular (acak). Metode ini secara murni melakukan prediksi hanya berdasarkan datadata historis yang ada (Santoso, 2009:152). ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad,1995). Variabel yang digunakan adalah nilai-nilai terdahulu bersama nilai kesalahannya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena
Universitas Sumatera Utara
series stasioner tidak punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated moving average. Makridakis (1999) menjelaskan bahwa model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan metode yang telah dikembangkan oleh George dan Gwilym Jenkins yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan pengendalian. Metode ini paling berbeda dari metode peramalan lain karena tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Apabila metode ini digunakan untuk data deret berkala yang bersifat dependen (terikat) atau berhubungan satu sama lain secara statistik maka metode ini akan bekerja dengan baik. Metode ARIMA dinotasikan sebagai ARIMA (p,d,q) dengan, p = orde atau derajat autoregressive (AR) d = orde atau derajat differencing (pembedaan) dan q = orde atau derajat moving average (MA) dan untuk model ARIMA musiman dinotasikan sebagai berikut: ARIMA (p, d, q) (P, D, Q)s dengan, (P, D, Q) merupakan bagian yang musiman dari model P = orde atau derajat autoregressive (AR) D = orde atau derajat differencing (pembedaan) dan Q = orde atau derajat moving average (MA)
2.7.1
Klasifikasi Model dalam Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu model autoregressive (AR), moving average (MA), dan model campuran ARIMA (autoregressive moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama (Hendranata 2003). 1. Autoregressive Model (AR) Bentuk umum model autoregressive ordo p (AR(p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut: (2.13) Keterangan:
Universitas Sumatera Utara
= suatu konstanta = parameter autoregressive ke-p = nilai kesalahan pada saat t 2. Moving Average Model (MA) Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q) dinyatakan sebagai berikut: (2.14) Keterangan: = suatu konstanta sampai
adalah parameter-parameter moving average
= nilai kesalahan pada saat t-k 3. Model Campuran a. Proses ARMA Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni, misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut: (2.15) atau (2.16) AR(1)
MA(1)
b. Proses ARIMA Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut: (2.17) pembedaan pertama
AR(1)
MA(1)
c. Model ARIMA dan Faktor Musiman Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dari
Universitas Sumatera Utara
nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor musiman, seseorang harus melihat pada autokorelasi yang tinggi. Secara aljabar adalah sederhana tetapi dapat berkepanjangan. Oleh sebab itu, untuk tujuan ilustrasi diambil model umum ARIMA (1,1,1)(1,1,1)4 sebagai berikut. (2.18)
2.7.2 Tahapan Metode ARIMA Metode ARIMA diharapkan dapat menyelesaikan suatu data time series apakah dengan proses AR murni/ ARIMA (p,0,0) atau MA murni/ ARIMA (0,0,q) atau proses ARMA/ ARIMA (p,0,q) atau proses ARIMA (p,d,q). Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah : 1. Identifikasi model 2. Penaksiran parameter 3. Pemeriksaan diagnostic 4. Peramalan Berikut flowchart tahapan metode ARIMA (Box-Jenkins):
Menentukan tingkat stasionaritas data Identifikasi model ARIMA Estimasi parameter dari model yang dipilih Uji diagnostik (apakah model sudah tepat?) Tidak Ya Gunakan model untuk peramalan Gambar 2.1 Flowchart tahapan dalam model ARIMA (Box-Jenkins)
2.7.3 Model Umum dan Uji Stasioner
Universitas Sumatera Utara
Suatu data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rata-ratanya tidak berubah. Langkah pertama yang dilakukan dengan menghitung nilai-nilai autokorelasi dari deret data asli. Apabila nilai tersebut turun dengan cepat ke atau mendekati nol sesudah nilai kedua atau ketiga menandakan bahwa data stasioner di dalam bentuk aslinya. Sebaliknya, apabila nilai autokorelasinya tidak turun ke nol dan tetap positif menandakan data tidak stasioner. Apabila data yang menggunakan model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing), yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili data yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena data stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Apabila tetap tidak stasioner dilakukan pembedaan pertama lagi. Untuk kebanyakan tujuan praktis, suatu maksimum dari dua pembedaan akan mengubah data menjadi deret stasioner.
2.7.4
Identifikasi Model
Langkah selanjutnya setelah data deret waktu stasioner adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang cocok (tentatif), yaitu menetapkan berapa p, d, dan q. Jika pada pengujian stasioneritas dilakukan tanpa proses pembedaan (differencing) d maka diberi nilai 0, dan jika melalui pembedaan pertama maka bernilai 1 dan seterusnya. Pada identifikasi model data times series yang stationer digunakan: 1. ACF atau Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan pada waktuwaktu sebelumnya. 2.
PACF atau Partial Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan-pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya.
Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Pola Autokolerasi dan Autokorelasi Parsial Autocorrelation
Partial autocorrelation
Menuju nol setelah lag q
Menurun secara bertahap/ Bergelombang Menuju nol setelah lag q
Menurun secara bertahap/bergelombang Menurun secara bertahap/ bergelombang sampai lag q masih berbeda dari nol)
Menurun secara bertahap/ bergelombang (sampai lag p masih berbeda dari nol)
ARIMA tentative ARIMA (0,d,q) ARIMA (p,d,0) ARIMA (p,d,q)
Pada umumnya, peneliti harus mengindentifikasi autokorelasi yang secara eksponensial menjadi nol. Jika autokorelasi secara eksponensial melemah menjadi nol berarti terjadi proses AR. Jika autokorelasi parsial melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Jika keduanya melemah berarti terjadi proses ARIMA (Arsyad, 1995).
2.7.5 Penaksiran Parameter Model Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya parameterparameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Terdapat dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameterparameter terbaik dalam mencocokkan deret berkala yang sedang dimodelkan (Makridakis,1999) yaitu sebagai berikut : 1.
Dengan cara mencoba-coba menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residuals).
2. Perbaikan secara iteratif memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Sebagai contoh untuk keperluan estimasi maka model ARIMA (2,1,0) diubah menjadi: (2.19)
Universitas Sumatera Utara
Nilai estimasi parameter
,
diperoleh dengan
menyelesaikan perhitungan berikut:
(2,20)
2.7.6
Uji Diagnostik
Uji diagnostik yaitu memeriksa atau menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih p, d, dan q yang benar. Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model: 1. Jika model dispesifikasi dengan benar, maka kesalahannya harus random atau merupakan suatu proses antar error tidak berhubungan, sehingga fungsi autokolerasi dari kesalahan tidak berbeda dengan nol secara statistik. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga dan diperiksa. Jika pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa kesalahannya random, spesifikasi model yang lain bisa juga diduga dan diperiksa untuk dibandingkan dengan spesifikasi benar yang pertama. 2. Dengan menggunakan modified Box-Pierce (Ljung-Box) Q statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah: (2.21) dengan, Q = hasil perhitungan statistik Box-Pierce n = banyaknya data asli rk = nilai koefisien autokorelasi time lag k m = jumlah maksimum time lag yang diinginkan Jika model cukup tepat, maka statistik Q akan berdistribusi χ2. Jika nilai Q lebih besar dari nilai tabel Chi-Square dengan derajat kebebasan m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel Chi-Square, model
Universitas Sumatera Utara
belum dianggap memadai. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada selanjutnya dengan model yang baru. 3. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan spesifikasi dengan model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimony). 4.
Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa (galat) yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan model yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata.
2.7.7 Peramalan dengan Model ARIMA Apabila model memadai maka model tersebut dapat digunakan untuk melakukan peramalan. Sebaliknya, apabila model belum memadai maka harus ditetapkan model yang lain yang lebih tepat.
Universitas Sumatera Utara