BAB 2 LANDASAN TEORI
II.1
Rerangka Teori dan Literatur
II.1.1 Pengertian Pajak Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH sebagaimana dikutip oleh Waluyo(2011 : 3) dalam Perpajakan Indonesia, adalah sebagai berikut : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dan ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum“. Sementara itu Dr. Soeparman Soemahamidjaja (2011 :3) memberikan definisi sebagai berikut : “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari definisi tersebut tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”.Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan pajak. Menurut pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa dua pihak yang saling berhadapan yaitu masyarakat (disatu pihak) dengan pemerintah atau negara (dipihak lain), bahwa melalui sarana pajak, maka sebagian harta kekayaan masyarakat akan mengalir kepada negara berdasarkan sistem dan mekanisme 8
yang telah ditetapkan, walaupun masyarakat tidak memperoleh balas jasa secara langsung dari negara atas pembayaran tersebut. Sedangkan berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
II.1.2 Fungsi Pajak Menurut Diaz Priantara, Ak, SE., M.Si., CPA., CFE., BKP (2012 : 4) dalam buku Perpajakan Indonesia, dilihat dari fungsinya, ada dua fungsi pajak yaitu: 1.
Fungsi Pendanaan (Budgetair) Fungsi budgetair disebut juga fungsi utama pajak atau fungsi fiskal yaitu pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana ke kas Negara secara optimal berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang mempunyai historis pertama kali timbul. Fungsi budgetair adalah fungsi yang letaknya disektor publik dan pajak merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas Negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara, sedangkan fungsi mengatur pajak digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Upaya memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke dalam kas Negara dilakukan melalui kebijakan-kebijakan 9
intensifikasi dan ekstensifikasi.Kebijakan Ekstensifikasi berkaitan dengan penambahan WP terdaftar sedangkan intensifikasi pajak berkaitan dengan upaya menggali potensi pajak yang belum atau kurang maksimal pengenaan pajaknya. 2.
Fungsi Mengatur (Regulerend) Fungsi regulair disebut juga fungsi tambahan yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Disebut sebagai fungsi tambahan karena hanya sebagai fungsi pelengkap dari fungsi utama pajak sebagai sumber pemasukan dan penerimaan dana bagi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tertentu maka pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan untuk mencapai tujuan tersebut meskipun bukan menjadi fungsi utama, fungsi regular pada ekonomi makro merupakan hal penting sebagai instrument kebijakan fiscal dari Pemerintah yang menjadi mitra kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia).
II.1.3 Pengelompokkan Pajak Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, AK (2009 : 5) dalam bukunya “Perpajakan” mengelompokkan pajak kedalam tiga tinjauan yaitu: 1. Menurut golongannya, pajak terdiri atas: a. Pajak Langsung Yaitu pajak yang pengenaannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan. 10
b. Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pengenaannya dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut sifatnya, pajak terdiri atas: a. Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut lembaga pemungutnya, pajak terdiri atas: a. Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b. Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: 11
1. Pajak daerah tingkat I (Propinsi) Contoh: Pajak Kendaraan bermotor, Bea balik nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 2. Pajak daerah tingkat II (Kotamadya/Kabupaten) Contoh: Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, Pajak Pemanfaatan Air bawah Tanah dan Air.
II.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Richard dan Wirawan B. Ilyas (2001),sistem pemungutan pajak dapat dibagi atas 4 (empat) macam, yaitu: 1. Official assessment system, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak terutang) oleh seseorang dengan sistem ini masyarakat (Wajib Pajak) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya hutang pajak seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak. 2. Semi Self Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang. Dalam sistem ini setiap awal tahun pajak Wajib Pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan yang merupakan angsuran bagi Wajib Pajak yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak fiskus menentukan
12
besarnya hutang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan oleh Wajib Pajak. 3. Self Assessment System, adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk mengitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya hutang pajak. Dalam sistem ini Wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak terutang seseorang, kecuali Wajib Pajak melanggar ketentuan yang berlaku. 4. With Holding System, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang, pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus dan Wajib Pajak tidak aktif, fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
II.1.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Dalam undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia, diatur dengan tegas hak-hak dan kewajiban wajib pajak, untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hak-hak wajib pajak adalah: 1. Mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus. 2. Melakukan pembetulan sendiri SPT. 3. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. 13
4. Hak untuk memperoleh restitusi atau kompensasi. 5. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 6. Mengajukan keberatan dan banding. 7. Mengajukan perpanjangan penyampaian pemasukan surat permohonan keberatan pajak. 8. Meminta dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan pajak untuk keperluan pengajuan keberatan. 9. Menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum diterbitkan surat keputusan keberatan. 10. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima telah lewat, dan Direktorat Jendral Pajak telah memberikan suatu keputusan tertulis, maka keberatan diajukan dianggap diterima. 11. Mendapat bunga dari Negara karena terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. 12. Memilih menggunakan Norma penghitungan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya berjumlah kurang dari Rp. 4.800.000.000,13. Melakukan kompensasi kerugian dengan tahun-tahun yang lalu selama 5 (lima) tahun berturut-turut. 14. Memperoleh pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi WP orang pribadi atau perseorangan. 15. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
14
16. Memberikan surat kuasa khusus kepada orang lain untuk menandatangani SPT. 17. Mengkreditkan PPh yang telah dibayar termasuk pajak yang telah dipotong atau dibayar di luar negeri. 18. Mengajukan permohonan pembetulan atas SKP yang salah tulis, salah hitung, atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan. 19. Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga denda dan kenaikan, dalam hal sanksi tersebut dikenakan kekhilafan WP atau bukan karena kesalahannya. 20. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar. 21. Mendapat jaminan kerahasiaan atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh WP kepada pejabat pajak. 22. Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia wajib pajak. 23. Mengkreditkan pajak masukan.
Kewajiban wajib pajak adalah: 1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. 2. Mengambil sendiri formulir SPT di KPP tempat dimana WP terdaftar. 3. Menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu. 4. Mengisi dengan lengkap, jelas, dan benar serta menandatangani SPT dan menyampaikan kembali SPT tersebut ke KPP setempat dimana WP terdaftar. 5. SPT yang di isi dengan ditandatangani oleh orang lain, bukan WP harus dilampiri surat kuasa khusus. 15
6. Menyelenggarakan pembukuan. 7. Bagi
WP
yang
memilih
menggunakan
Norma
Perhitungan
wajib
menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran dan penerimaan bruto. 8. Melaporkan usahanya. 9. Membuat faktur pajak. 10. Membuat Nota Retur. 11. Mencatat jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam pembukuan perusahaan. 12. Membayar atau menyetor pajak yang terutang. 13. Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM.
II.1.6 Subjek Pajak Penghasilan Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008,yang menjadi subjek pajak adalah: a. 1. Orang pribadi; 2. Warisan yang belum tebagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. Badan; c. Bentuk Usaha Tetap yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
16
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.Subjek pajak dalam negeri adalah: 1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada diIndonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (duabelas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia danmempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; 2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu daribadan pemerintah yang memenuhi kriteria: a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atauAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; 3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Sedangkan subjek pajak luar negeri adalah: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada diIndonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usahaetap di Indonesia; 17
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada diIndonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak darimenjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidakbertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yangtidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. Tempat kedudukan manajemen; b. Cabang perusahaan; c. Kantor perwakilan; d. Gedung kantor; e. Pabrik; f. Bengkel; g. Gudang; h. Ruang untuk promosi dan penjualan; i. Pertambangan dan penggalian sumber alam; j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan; 18
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
II.1.7 Objek dan Bukan Objek Pajak Penghasilan Berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajakyang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; 19
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan 5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
20
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. Surplus Bank Indonesia.
21
Berdasarkan pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah: a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurussatu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. Warisan; c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, 22
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15; e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
23
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. Dihapus; k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
24
II.1.8 Biaya yang Dapat dikurangkan dan Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan Berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang PPh nomor 36 tahun 2008, berikut adalah biaya-biaya yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. Biaya pembelian bahan; 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. Bunga, sewa, dan royalti; 4. Biaya perjalanan; 5. Biaya pengolahan limbah; 6. Premi asuransi; 7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. Biaya administrasi; dan 9. Pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
25
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. Kerugian selisih kurs mata uang asing; f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. Sumbangan
dalam
rangka
penanggulangan
bencana
nasional
yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 26
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan berdasarkan pasal 9 ayat (1) Undang-Undang PPh nomor 36 tahun 2008, berikut adalah biaya-biaya yang tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto: a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 27
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan 28
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal ini biaya-biaya yang dapat dikurangkan dan tidak dapat dikurangkan
didalam
laporan
keuangan
Fiskal
maka
disebut
sebagai
Rekonsilisasi. Rekonsiliasi adalah proses untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi komersial. Dengan demikian, rekonsiliasi dilakukan untuk mengubah laporan laba rugi komersial menjadi laporan keuangan laba rugi fiskal sehingga dapat dihitung besarnya PPh yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan yang menyelenggarakan pembukuan. Dimana laporan laba rugi komersial adalah laporan yang disusun berdasarkan standar akuntansi. Sedangkan laporan laba rugi fiskal adalah laporan yang disusun berdasarkan peraturan pajak.
29
II.1.9 Penyusutan Terdapat 2 metode dalam menghitung besarnya penyusutan, yaitu metode garis lurus (straight line method) dan saldo menurun (double declining method).
Tabel 2.1
Tarif Penyusutan Harta Berwujud
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan Garis Lurus
I.
Saldo menurun
Bukan bangunan Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12.5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6.25%
12.5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Permanen
20 tahun
5%
Tidak permanen
10 tahun
10%
II. Bangunan
Sumber data: Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008.
Berdasarkan Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan, berikut adalah pengelompokan jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan, yaitu:
30
1. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan kelompok 1 Tabel 2.2 No. 1.
Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok 1 Jenis Usaha
Jenis Harta
Semua jenis usaha
a.
Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan;
b.
Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator,
mesin
fotokopi,
mesin
akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan sejenisnya; c.
Perlengkapan tape/cassette,
lainnya video
seperti
recorder,
amplifier, televisi
dan
sejenisnya; d.
Sepeda motor, sepeda dan becak;
e.
Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan;
f.
Dies, jigs, dan mould;
g.
Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, faksimile, telepon seluler dan sejenisnya.
2.
Pertanian,
perkebunan,
kehutanan, perikanan 3.
Industri
makanan
Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
dan
minuman
Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
4.
5.
Transportasi dan
Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai
Pergudangan
angkutan umum.
Industri semi konduktor
Falsh memory tester, writer machine, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker.
6.
7.
Jasa Persewaan Peralatan
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys,
Tambat Air Dalam
Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris.
Jasa telekomunikasi selular
Base Station Controller
31
2. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan kelompok 2 Tabel 2.3 Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok 2 No. 1.
Jenis Usaha
Jenis Harta
Semua jenis usaha
a.
Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya;
2.
Pertanian,
perkebunan,
b.
Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya;
c.
Container dan sejenisnya.
a.
Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor
kehutanan, perikanan
dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya; b.
Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau
memproduksi
bahan
atau
barang
pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. 3.
Industri
makanan
dan
a.
minuman
Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan;
b.
Mesin misalnya
yang mesin
mengolah minyak
produk
kelapa,
nabati,
margarin,
penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapikca; c.
Mesin
yang
menghasilkan/memproduksi
minuman dan bahan-bahan minuman segala jenis; d.
Mesin
yang
menghasilkan/memproduksi
bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis. 4.
Industri mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit, pompa air).
5.
Perkayuan, kehutanan
a.
Mesin dan peralatan penebangan kayu;
b.
Mesin yang mengolah atau menghasilkan
32
atau memproduksi bahan atau barang kehutanan. 6.
Konstruksi
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.
7.
Transportasi dan
a.
Pergudangan
Truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat,
truk
peron,
truck
ngangkang,
dan
sejenisnya; b.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
c.
Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
d.
Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
8.
Telekomunikasi
e.
Kapal balon.
a.
Perangkat pesawat telepon;
b.
Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.
9.
Industri semi konduktor
Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine,
33
wire bonder, wire pull tester.
10.
Jasa Persewaan Peralatan
Spoolling Machines, Metocean Data Collector
Tambat Air Dalam 11.
Jasa Telekomunikasi Seluler
Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location Register. Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent Network Service Control Point, intelligent Network Service Managemen Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antena
3. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan kelompok 3 Tabel 2.4 No. 1.
Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok 3 Jenis Usaha
Jenis Harta
Pertambangan selain minyak
Mesin-mesin
yang
dipakai
dalam
bidang
dan gas
pertambangan, termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.
2.
Permintalan, pertenunan dan
a.
pencelupan
Mesin
yang
mengolah/menghasilkan
produk-
produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, seratserat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule); b.
Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing, packaging dan sejenisnya.
3.
Perkayuan
a.
Mesin
yang
mengolah/menghasilkan
produk-
produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya;
4.
Industri kimia
b.
Mesin dan peralatan penggergajian kayu.
a.
Mesin peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industri kimia dan industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya
34
bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinonida wangiwangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi; b.
Mesin
yang
mengolah/menghasilkan
produk
industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah). 5.
Industri mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).
6.
Transportasi dan
a.
Pergudangan
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkapan ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT;
b.
Kapal
dibuat
khusus
untuk
mengela
atau
mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT; c.
Dok terapung;
d.
Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat di atas 250 DWT;
e.
Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.
35
7.
Telekomunikasi
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.
4. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan kelompok 4 Tabel 2.5
No.
Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok 4
Jenis Usaha
Jenis Harta
1.
Konstruksi
Mesin berat untuk konstruksi
2.
Transportasi dan
a.
Lokomotif uap dan tender atas rel.
b.
Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan
Pergudangan
batere atau dengan tenaga listrik dari sumber luar. c.
Lokomotif atas rel lainnya.
d.
Kereta,
gerbong
termasuk
penumpang
kontainer
khusus
dan
barang,
dibuat
dan
diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat pengangkutan. e.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat
untuk
pengangkutan
barang-barang
tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang
dan
sejenisnya)
termasuk
kapal
pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT. f.
Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
g.
Dok-dok terapung.
Sumber data: Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009.
36
II.1.10 Surat Pemberitahuan(SPT) a. Pengertian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) Menurut pasal 1 angka 11Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan nomor 28 tahun 2007, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban. b. Fungsi SPT Adapun fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) dapat dilihat dari subjek pajaknya
yaitu
wajib
pajak
pribadi,
pengusaha
kena
pajak
atau
pemotong/pemungut pajak, antara lain: 1. Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi wajib pajak penghasilan a. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang. b. Melaporkan
pembayaran
atau
pelunasan
pajak
yang
telah
dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. c. Melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain satu masa pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 37
2. Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pengusaha kena pajak a. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang. b. Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. c. Melaporkan
pembayaran
atau
pelunasan
pajak
yang
telah
dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3. Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pemotong atau pemungut pajak Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) ini adalah sebagai sarana melapor dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau disetor. c. Jenis-Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam sauatu masa pajak atau pada suatu saat. 2. Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. 38
d. Batas Waktu Penyampaian SPT Tabel batas waktu pelaporan SPT dan penyetoran pajak(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundanaan Pembayaran Pajak). 1. SPT Masa Tabel 2.6 SPT Masa No.
Jenis Pajak
Penyampaian Pajak
Batas Waktu
1
PPh Pasal 21
Pemotongan PPh pasal 21
Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir
2
PPh Pasal 22
Bea Cukai
Masa Pajak Berakhir
Impor 3
PPh Pasal 22
Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan 4
PPh Pasal 22 oleh Ditjen
Paling lambat 14 hari setelah
Paling lambat 14 hari setelah Masa Pajak Berakhir
Pemungut Pajak (DJBC)
Bea Cukai (DJBC)
Secara Mingguan Paling lambat 7 hari setelah batas waktu pajak berakhir
5
PPh Pasal 22
Pihak yang melakukan
Paling lambat 20 hari setelah
penyerahan
Masa Pajak Berakhir
39
6
PPh Pasal 22 Badan Tertentu
7
PPh Pasal 23
Pihak yang melakukan
Paling lambat 20 hari setelah
penyerahan
Masa Pajak Berakhir
Pemotongan PPh Pasal 23
Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir
8
PPh Pasal 25
Wajib pajak yang mempunyai NPWP
Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir
9
PPh Pasal 26
Pemotongan PPh Pasal 26
Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir
10
PPN dan PPnBM
Pengusaha kena Pajak
Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir
11
PPN dan PPnBM DJBC
Bea Cukai
Paling lambat 7 hari setelah Masa Pajak Berakhir
12
PPN dan PPnBM
Pemungut Pajak Selain
Paling lambat 20 hari setelah
Bendaharawan
Masa Pajak Berakhir
2. SPT Tahunan Tabel 2.7 SPT Tahunan No. Jenis Pajak
Penyampaian Pajak
Batas Waktu
1
SPT tahunan PPh orang
Wajib pajak yang
Selambatnya 3 bulan
pribadi (1770)
mempunyai NPWP
setelah tahun pajak berakhir
2
SPT tahunan PPh orang
Wajib pajak yang
Selambatnya 3 bulan
Pribadi (1770 s) yang tidak
mempunyai NPWP
setelah tahun pajak
melakukan kegiatan usaha
berakhir
pekerjaan bebas 3
SPT Tahunan PPh Badan
Pembukuan mata uang
Selambatnya 3 bulan
(1771)
rupiah.
setelah tahun pajak berakhir
4
SPT Tahunan PPh Badan
Pembukuannya pakai dollar.
(1771/$)
40
5
SPT tahunan PPh Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21
(1721)
Selambatnya 3 bulan setelah tahun pajak berakhir
Sumber dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007. e. Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT Sekalipun batas waktu penyampaian SPT telah ditetapkan, tetapi Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan dengan mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai: 1. Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan 2. Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu tahun pajak 3. Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut perhitungan sementara tersebut Apabila permohonan wajib pajak tersebut disetujui untuk paling lama 6 bulan dan ternyata perhitungan sementara pajak selama 1 tahun yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, atas kekurangan pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari batas waktu selambat-lambatnya kewajiban menyampaikan SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran.
f. Sanksi Terlambat dan Tidak Menyampaiakan SPT
41
1. Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT Masa sebesar Rp. 50.000,- dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp. 100.000,2. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena ke alpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. 3. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
II.1.11 Perlakuan Pajak atas Wajib Pajak Orang Pribadi 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Berikut adalah perlakuan pajaknya: a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. b. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto selama 1 (satu) tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000. 42
c. Berdasarkan
Kep
536/PJ./2000,
besarnya
Norma
Penghitungan
Penghasilan Neto untuk restoran (rumah makan dan minum) yang berada di 10 ibu kota propinsi termasuk Jakarta adalah sebesar 25%.
2. Wajib pajak Orang Pribadi yang bekerja pada pemberi kerja (karyawan) Berikut adalah perlakuannya: a. Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, Iuran pensiun dan penghasilan tidak kena pajak. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pertama kali dalam pasal 7 undang-undang Nomor 7 tahun 1983. Dan telah beberapa kali berubah sampai yang terakhir diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 berlaku mulai 1 Januari 2006:
Tabel 2.8
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Rp 15.840.000
Untuk diri wajib pajak orang pribadi
Rp 15.840.000
Tambahan
untuk
seorang
istri
yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp 1.320.000
Tambahan untuk wajib pajak kawin
Rp 1.320.000
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
43
sepenuhnya maksimal 3 orang
Sumber dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005.
b. Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi PTKP yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. c. Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 1 huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah. Tarif pajak pasal 17 yang dikenakan adalah sebagai berikut: Tabel 2.9
Penghasilan Kena Pajak
Lapisan PKP
Tarif Pajak
Rp 0 – Rp 50 juta
5%
Rp 50 juta – Rp 250 juta
15%
Rp 250 juta – Rp 500 juta
25%
>Rp 500 juta
30%
Sumber dari pasal 17 ayat 1 huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008.
II.1.12 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabaran, jasa, dan kegiatan 44
yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yang menjadi objek pajak menurut PPh pasal 21 ayat 1 yaitu: 1.
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dilakukan oleh: a. Pemberi kerja yang membayar gaji membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
2.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008. 45
3.
Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangin dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
4.
Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
5.
Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tariff pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
5a. Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20%(dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. 6.
Dihapus.
7.
Dihapus.
8.
Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
46
Penghitungan untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi pegawai tetap Gaji pokok sebulan
Rp xxx
Tunjangan sebulan
Rp xxx
Premi asuransi kecelakaan kerja sebulan
Rp xxx
Premi asuransi kematian sebulan
Rp xxx
Penghasilan bruto sebulan
Rp xxx
Pengurangan: 1.
Biaya Jabatan
Rp xxx
2.
Iuran Pensiun
Rp xxx
Total Pengurangan
Rp xxx
Penghasilan neto sebulan
Rp xxx
Penghasilan neto setahun
Rp xxx
Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) setahun
Rp xxx
Penghasilan kena pajak (PKP)
Rp xxx
Penghasilan kena pajak (dibulatkan)
Rp xxx
PPh Pasal 21 setahun 5% x
Rp xxx
15% x
Rp xxx
25% x
Rp xxx
30% x
Rp xxx
PPh Pasal 21 terutang setahun
Rp xxx
PPh Pasal 21 terutang sebulan
Rp xxx 47
II.1.13 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah: 1. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2. Bungan termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 3. Royalti; 4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; 5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan;dan
48
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Tarif Pemotongan Besarnya PPh pasal 23 yang dipotong adalah: 1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: a. Dividen; b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; c. Royalti; dan d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21; 2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, atas: a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan;dan b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Jasa lain terdiri dari: 1) Jasa penilai (appraisal); 2) Jasa aktuaris; 3) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; 4) Jasa perancang (design);
49
5) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); 6) Jasa penunjang di bidang penambangan migas; 7) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; 8) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara; 9) Jasa penebangan hutan; 10) Jasa pengolahan limbah; 11) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services); 12) Jasa perantara dan/atau keagenan; 13) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI, dan KPEI; 14) Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; 15) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; 16) Jasa mixing film; 17) Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; 18) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 19) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau 50
bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 20) Jasa maklon; 21) Jasa penyelidikan dan keamanan; 22) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; 23) Jasa pengepakan; 24) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian infomasi; 25) Jasa pembasmian hama; 26) Jasa kebersihan atau cleaning service; 27) Jasa catering atau tata boga.
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen). Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dibukitikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak.
II.2
Franchise Franchise adalah suatu format bisnis yang dituangkan dalam suatu perpanjian antara franchisor sebagai pemilik dari hak intelektual, brand, logo, merek dagang dan sistem operasi sedangkan franchisee sebagai penerima
51
konsep, sistem, penemuan proses, methodatau cara, hak kekayaan intelektual, logo, merek (dagang). Menurut Queen (1990:36), biaya-biaya yang dibayarkan kepada pemilik franchise yang menjadi tanggungan franchisee adalah: a. Biaya franchise (Franchise Fee), yaitu kewajiban membayar biaya franchise yang terjadi pada awal masa franchise. b. Pengeluaran langsung (Direct Expenses), yaitu pengeluaran langsung untuk biaya hidup dan pemondokan pemilik franchise selama tahap awal. c. Royalti, yaitu pembayaran berlanjut kepada pemilik sebagai imbalan atas pelayanannya. Pembayaran dapat dilakukan setiap minggu, bulan, atau triwulan dan biasanya ditetapkan sebagai presentasi penjualan kotor. d. Biaya pemasaran dan periklanan (Marketing and Advertising Fees), biaya ini dapat didasarkan kepada volume penjualan atau ditentukan oleh biaya aktual dari suatu program tertentu atau suatu kombinasi dari kedua metode tersebut. Biaya pemasaran dan periklanan ini dilakukan per tahun atau per enam bulan. e. Sewa, beberapa pemilik franschise memiliki lokasi yang merupakan lokasi yang strategis dan atau peralatan dan menyewakan kepada pemegang franchise. f. Biaya penyerahan atau pengalihan (Assigment Fees) apabila pemegang franchise menjual bisnisnya, mungkin pemilik franchise memerlukan suatu pembayaran untuk mempersiapkan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang franchise yang baru dan biaya lain yang berhubungan dengan pengalihan tersebut. 52
II.2.1 Perlakuan Pajak atas Franchise Dalam tujuan Pajak penghasilan, franchisor yang merupakan Wajib pajak Dalam Negeri dapat dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh franchisee sebesar 15% dari jumlah bruto pembayaran franchise (royalti) yang dibayarkan. Sedangkan franchisor yang merupakan Wajib Pajak Luar Negeri dapat dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto pembayaran royalti, kecuali antara Indonesia dengan negara franchisor mempunyai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka atas pembayaran royalti tersebut dapat dipotong PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah sebagaimana yang diatur dalam P3B tersebut. Pihak franchisee harus menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut. Penghasilan yang diterima atau diperoleh franchisee dari usaha waralaba atau usaha lainnya dan biaya-biaya untuk mendapatkan penghasilan tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan. Untuk tujuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, royalti termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean/wilayah Republik Indonesia (jika franchisor berada di dalam daerah pabean) atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dariluar daerah pabean di dalam daerah pabean (jika franchisor berada di luar daerah pabean), oleh karena itu royalti dapat dikenakan PPN sebesar 10% dari jumlah pembayaran. Bagi pengusaha yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, PPn 10% yang dibayarkan oleh franchisee dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran yang terutang atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh franchisee. Apabila franchisee bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, 53
maka PPN yang dibayarkan tidak dapat dikreditkan, akan tetapi dapat menjadi biaya usaha.
II.2.2 Keuntungan Franchise Keuntungan franchise bagi franchisor: a. Jaringan yang memberikan kemudahan karena keseragaman, daya pembelian, kekuatan advertising, dan prasarana yang mencukupi. b. Pengembang bisnis yang tidak terlalu mahal karena beban investasi ditanggung oleh kedua belah pihak, franchisor dan franchisee. c. Pengembangan yang tentunya memakan waktu lebih singkat. d. Kerjasama antar wirausahawan independen seperti franchisor dan franchisee sangatlah efektif karena franchisee yang terseleksi adalah mereka yang ingin bekerja keras, ingin menginvestasi waktu lebih dan mengelola bisnisnya lebih serius daripada pegawai biasa. Keuntungan franschise bagi franchisee: a. Jaringan franchise menawarkan manfaat/keunnggulan dalam keseragaman, daya pembelian, kekuatan advertising, dan sarana lainnya. b. Franchisee adalah pemilik perusahaannya sendiri yang otonom tetapi dia tidak merasa sendiri dalam mengelola bisnisnya. c. Franchisee mencontoh kesuksesan pendahulunya dengan bantuan start up yang lebih cepat dan lebih murah. d. Dengan ber-franchise maka akan mengurangi resiko kegagalan , dengan alasan yang sama. 54
e. ROI lebih tinggi. f. Franchisee dibekali keahlian khusus berkat transfer pengetahuan dan asistensi. g. Franchisee mempelajari bisnis baru II.3
Royalti Berdasarkan pasal 4 ayat 1 penjelasan huruf h Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara
atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara
berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas: 1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah , paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya. 2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah; 3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial; 4. Pemberian
bantuan
tambahan
atau
pelengkap
sehubungan
dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
55
a. Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; b. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; c. Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi; 5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan 6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. Pengetian lain royalti adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan: 1. Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak penngarang, paten, merek dagang, formula atau rahasia perusahaan; 2. Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetehuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya; 3. Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya di bidang industri, atau bidang usaha 56
lainnya. Ciri dari informasi yang dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemilik tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.
57