BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Landasan Teori 2.1.1
Evolusi CSR
Pada saat industri berkembang telah terjadi revolusi
industri,
kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja,
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat
melalui
produknya,
dan
pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak sekedar menuntut perusahaan untuk menyedikan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan juga umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi perusahaan (Yusuf Wibisono, 2007).
2.1.1.1 Definisi CSR Yang menarik, sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal. The World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) misalnya, lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan
7
8
lebih dari 120 multinasional company yang berasal lebih dari 30 negara itu, dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai
“Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local comunity and society at large”. Dalam bahasa bebas kurang lebih maksudnya adalah, komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan
ekonomi,
bersamaan
dengan
peningkatan
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Yusuf Wibisono, 2007). Selain itu, tanggung jawab sosial atau
corporate social responsibility (CSR) perusahaan dapat didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana dalam
proses
pengambilan
keuntungan
tersebut
seringkali
perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial lainnya.
Corporate social responsibility mempunyai berbagai bentuk
9
tergantung pada kebijakan perusahaan. Sen dan Bhattacharya (2001) mengidentifikasi ada enam hal pokok yang termasuk dalam CSR ini yaitu: - Community support, antara lain dukungan pada program-program pendidikan, kesehatan, kesenian dan sebagainya. -
Diversity,
merupakan
kebijakan
perusahaan
untuk
tidak
membedakan konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik (cacat), atau ke dalam ras-ras tertentu. - Employee support berupa perlindungan kepada tenaga kerja, insentif dan penghargaan serta jaminan keselamatan kerja. - Environment menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan dan lain-lain. - Non-U.S operations. Perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak yang sama bagi masyarakat dunia untuk mendapat kesempatan bekerja antara lain dengan membuka pabrik di luar negeri (abroad operations). - Product. Perusahaan berkewajiban untuk membuat produk-produk yang aman bagi kesehatan, tidak menipu, melakukan riset dan pengembangan produk secara kontinyu dan menggunakan kemasan yang bisa didaur ulang (recycled). Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaanperusahaan di Indonesia (Said dan Abidin, 2007) dalah sebagai
10
berikut: 1. keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan
sosial
atau
menyerahkan
sembangan
ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau publik affair
manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau kelompoknya. Model ini merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin, atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media masa,
baik
dalam
mengelola
dana
maupun
dalam
melaksanakan kegiatan sosialnya. 4. Mendukung
atau
perusahaan
turut
bergabung mendirikan,
dalam
suatu
menjadi
konsorium,
anggota
atau
mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pihak konsorium yang dipercaya oleh
11
perusahaan-perusahaan
yang
mendukung
akan secara
proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.
2.1.1.2
Cakupan Program CSR Menurut (Yusuf Wibisono, 2007) Mengingat bahwa tidak ada
program baku yang well implemented di setiap perusahaan maka berikut disajikan beberapa contoh lingkup program CSR yang disarikan dari beberapa perusahaan terkemuka : 1.
2.
Bidang Sosial antara lain : a.
Pendidikan / Pelatihan
b.
Kesehatan
c.
Kesejahteraan sosial
d.
Kepemudaan / Kewanitaan
e.
Keagamaan
f.
Kebudayaan
g.
Penguatan kelembagaan
h.
Dan lain-lain
Bidang Ekonomi antara lain : a.
Kewirausahaan
b.
Pembinaan UKM
12
3.
c.
Agribisnis
d.
Pembukaan lapangan kerja
e.
Sarana dan prasarana ekonomi
f.
Usaha produktif lainnya
Bidang Lingkungan antara lain : a.
Penggunaan energi secara efisien
b.
Proses produksi yang ramah lingkungan
c.
Pengendalian polusi
d.
Penghijauan
e.
Pengelolaan air
f.
Pelestarian alam
g.
Pengembangan ekowisata
h.
Penyehatan lingkungan
i.
Perumahan dan pemukiman
Untuk perusahaan BUMN contoh bentuk dan jenis kegiatan Bina Lingkungan dapat dideskripsikan sebagai berikut : 1.
Bencana alam a. Bantuan korban bencana banjir b. Bantuan korban bencana kekeringan c. Bantuan korban kebakaran
13
d. Bantuan korban angin topan / angin ribut / angin puyuh dll 2. Pendidikan a. Progam beasiswa / anak asuh b. Bantuan sarana pendidikan c. Bantuan perpustakaan sekolah d. Bantuan pelatihan keterampilan Karang Taruna dll 3. Peningkatan Kesehatan a. Pengobatan umum b. Khitanan massal c. Program kegiatan olahraga dan kesehatan d. Bantuan sarana olahraga 4. Pengembangan prasarana dan sarana umum a. Perbaikan/ pembangunan sarana jalan b. Perbaikan/pembangunan saluran sanitasi/saluran air hujan c. Perbaikan/pembangunan balai desa/tempat pertemuan d. Perbaikan/pembangunan sarana usaha (workshop) e. Program penghijauan 5. Sarana ibadah a. Perbaikan/pembangunan tempat ibadah (masjid,mushala, dll) b. Bantuan peringatan hari besar dan kegiatan keagamaan
14
c. Kegiatan pengajian umum, sema’an dan Al Quran, haul, majelis dzikir, istigotsah, dll.
2.1.1.3 Produk dan Konsumen Program CSR ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau kelengkapan ini pada kemasan, dan lainnya. Perusahaan seharusnya memberikan kualitas produk dan jasa yang baik pada masyarakat. Perusahaan tidak semata-mata mencari laba tetapi ada tanggung jawab etis perusahaan kepada masyarakat atas produk dan jasa yang diberikan. Masyarakat menuntut perusahaan jujur dalam iklan atas produk atau jasa yang ditawarkan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Perusahaan dihadapkan dengan beberapa pilihan untuk memberikan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Ada beberapa perusahaan yang menyisihkan sebagian pendapatan dari penjualan produknya untuk program CSR. Beberapa perusahaan lain memilih memberikan produknya secara gratis kepada masyarakat. Apabila perusahaan memilih untuk menyisihkan sebagian dari hasil penjualananya untuk program CSR dari aspek PPN maka setiap kenaikan harga dari produk yang dijual kerena program CSR terhutang PPN sebesar kenaikan harga produk tersebut (Ronny Irawan, 2009).
15
2.1.1
Promosi Perusahaan harus berhati-hati dalam memadukan alat-alat promosi
utama tersebut - periklanan, penjualan pribadi, promosi penjualan, hubungan masyarakat. Perusahaan harus berhati-hati dalam memadukan alat-alat
promosi
agar
dapat
menghasikan
bauran
promosi
yang
terkoordinasi (Kotler dan Armstrong, 2001).
2.1.1.1
Sifat dari setiap Alat Promosi Setiap alat promosi-periklanan, penjualan pribadi, promosi
penjualan, hubungan masyarakat – mempunyai karakteristik dan biaya yang unik. Pemasar harus memahami karakteristik ini sebelum memilih alat yang akan dipergunakan (Kotler dan Armstrong, 2001). 1. Periklanan Iklan dapat menjangkau begitu banyak pembeli yang tersebar diberbagai tempat dengan biaya tayang yang rendah. Iklan membuat penjala dapat mengulang pesan berkali-kali. Iklan juga membuat pembeli dapat menerima dan membanding-bandingkan pesan yang disampaikan para pesaing. Karena periklanan bersifat terbuka, konsumen cenderung memandang produk yang diiklankan sebagai standar dan sah. Pembeli tahu bahwa membeli produk yang diiklankan akan dimaklumi dan diterima semua pihak. Iklan berukuran besar menyatakan hal-hal yang positif mengenai besar penjual, popularitas, dan keberhasilannya.
16
2. Penjualan Personal Penjualan personal adalah alat yang paling efektif pada sejumlah tahap tertentu dalam proses pembelian, khususnya dalam membentuk
preferensi,
keyakinan,
dan
tindakan
pembeli.
Dibandingkan dengan periklanan, penjualan personal memiliki beberapa keunikan. Alat ini melibatkan interaksi pribadi antara dua orang
atau
lebih,
sehingga
setiap
orang
dapat
mengamati
kebutuhan dan karakteristik. Pihak lain dan melakukan penyesuaian diri
dengan
cepat.
Penjualan
personal
juga
memungkinkan
terjadinya segala bentuk hubungan, mulai dari hubungan penjualan semata sampai hubungan persahabatan antar pribadi.
3. Promosi Penjualan Promosi penjualan meliputi berbagai jenis peralatan – kupon, perlombaan, potongan harga, hadiah, dan lain-lain – semuanya mempunyai keunikan masing-masing. Semuanya menarik perhatian konsumen dan menyediakan informasi yang dapat menghasilkan pembelian. Semuanya dapat mempercepat pembelian dengan menyediakan dorongan atau kontribusi dengan dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen dan promosi penjualan mengundang dan membayar respon yang cepat.
17
4. Hubungan Masyarakat Hubungan
masyarakat
memiliki
beberapa
sifat
unik.
Perangkat ini biasanya sangat dipercaya – cerita, fitur, dan berbagai peristiwa tampak lebih nyata dan lebih terpercaya dimata pembaca daripada apa yang mereka lihat lewat iklan. Hubungan masyarakat juga dapat menjangkau calon-calon yang biasanya menjauhi wiraniaga dan iklan – pesan sampai pada pembeli sebagai “berita” dan iklan, hubungan masyarakat pun dapat mendramatisasi suatu perusahaan atau produk.
5. Pemasaran Langsung Walaupun
banyak
bentuk
pemasaran
langsung
–
pengepasan langsung (direct mail), telemarketing, pemasaran elektronik, pemasaran online, dan lain-lain – semuanya berbagi 4 karakteristik yang unik. Pemasaran langsung bersifat nonpublik (tertutup):
pesan
biasanya
disampaikan
ke
orang
tertentu.
Pemasaran langsung juga bersifat segera dan khusus : pesan dapat dibuat dengan cepat, dan dapat disesuaikan agar mengundang ketertarikan konsumen tertentu. Akhirnya,
pemasar
langsung
bersifat interaktif: dapat terjadi dialog antara pemasaran dan konsumen, dan pesan dapat dibah tergantung pada respon konsumen. Jadi, pemasaran langsung sangat cocok untuk upaya pemasaran bertarget tinggi dan membangun hubungan satu-satu dengan pelanggan.
18
2.1.1.2
Promosi Sebagai Sumber Kekuatan Merek Inti pengenalan produk dimata konsumen adalah melalui
promosi. 5 (lima) alat promosi yang dikemukakan oleh Kotler yaitu: periklanan, promosi penjualan, public relations, and publicity, penjualan personal serta pemasaran langsung masih merupakan senjata utama, namun untuk consumer product biasanya iklan tetap merupakan pilihan pertama sebgai cara penciptaan awareness (Irawan, 2000). Keberhasilan dan efektifitas periklanan ditelevisi ditentukan oleh beberapa hal diantaranya dampak iklan dalam pembentukan respon emosional
audience yang timbul dan mempengaruhi
consumer’s reasoning process yang mengarah pada sikap dan perilaku. Affective strategies dapat berupa resonance advertising maupun
emotional
advertising.
Resonance
advertising
menghubungkan produk dengan pengalaman konsumen untuk membangun ikatan
yang
lebih
kuat
antara
produk
dengan
konsumen. Emotional advertising menimbulkan emosi yang sangat kuat yang akan mengarahkan pada product/brand recall serta preferensi pilihannya.
19
2.1.2
Sikap Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2004, p222) mengatakan bahwa
sikap adalah prediposisi yang dipelajari dalam merespon secara konsisten sesuatu objek, dalam bentuk suka/tidak suka. Menurut Simamora dan Kanuk (2004, p152) Tidak ada definisi yang baku. Sikap adalah ekspresi perasaan yang mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak, suka atau tidak terhadap suatu objek. Objek yang dimaksud bisa berupa merek, layanan, pengecer, perilaku tertentu, dan lain – lain. Sedangkan sikap menurut Paul dan Olson (Simamora 2004, p153) adalah evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi merupakan tanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan yang relative rendah. Evaluasi dapat diciptakan oleh afektif dan kognatif yang merupakan bagian dari komponen sikap. Tiga komponennya tersebut adalah: a. Kognitif Kognitif terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek. b. Afektif Merupakan perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek. Misalkan konsumen mengatakan, “saya menyukai merek A”. Itu merupakan hasil emosi atau evaluasi afektif dari suatu merek. c. Konatif Komponen ini adalah respons dari seseorang terhadap objek atau aktivitas seperti: keputusan untuk membeli tidaknya suatu produk.
20
Ketiga komponen tersebut berada dalam suatu hubungan yang konsisten sebelum suka atau tidak suka (komponen afektif) terhadap suatu objek, tentu seseorang harus tahu dan yakin lebih dahalu (komponen kognitif). Seseorang membeli suatu produk (komponen konatif), tentu karena suka (komponen afektif), kecuali karena dalam keadaan terpaksa. Menurut Ferrinadewi (2008 p97) model sikap terdiri dari tiga komponen yaitu,
Cognitive
Afektif
Konatif
(pikiran)
(perasaan)
(perilaku)
Keyakinan
Perasaan dan
Tindakan berdasarkan
konsumen akan
evaluasi
keyakinan dan
suatu objek
perasaan Gambar 2.1 Komponen sikap Sumber : Ferrinadewi (2008 p97)
Menurut Siswanto Sutojo (2009, p64) Yang dimaksud dengan sikap adalah penilaian atau perasaan seseorang terhadap objek atau pendapat tertentu. Sikap seseorang akan menentukan apakah mereka menyukai suatu objek tertentu termasuk barang atau jasa. Menurut J. Setiadi (2003, p214) Sikap disebut juga sebagai konsep paling penting khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer.
21
Sikap juga merupakan salah satu konsep yang laing penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen. Seperti dijelaskan dalam gambar:
Pengaruh Internal: - Kebutuhan dan Motivasi - Kepribadian - Psikografik - Persepsi - Pembelajaran - Sikap
Kosumen: - Kebutuhan (pilihan atribut produk) - Sikap - Persepsi - Gaya hidup
Pengaruh eksternal: - Keluarga - Kelas budaya - Budaya dan sub budaya - Kelompok acuan - Komunikasi pemasaran
Mencari dan mengevaluasi
Menetukan alternatif-alternatif
Menentukan pilihan dan memutuskan pembeli
Membeli Puas/ tidak puas
Desonansi pasca bali
Perilaku pasca beli Gambar 2.2 Konsep Pemahaman Konsumen Sumber: Restiyanti Prasetijo dan John.J.O.I Ihalauw (2004, p14)
22
Salah satu jurusan dari perusahaan adalah untuk meningkatkan keuntungan, keuntungan dapat diperoleh jika hasil penjualan yang diterima perusahaan melebihi BEP perusahaan dalam jangka waktu tertentu. (Lamb, Hair, Mc Daniel, 2001, p268) Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa. Uang yang harus dibayar untuk mendapatkan produk.
2.1.2.1
Kognitif Mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan
yang
dilibatkan
dalam
tanggapan
seseorang
terhadap
lingkungannya. Misalnya, termasuk didalamnya adalah pengetahuan yang didapat orang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Termasuk juga didalmnya proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian pada dan pemahaman terhadap aspek-aspek
lingkungan,
mengingat
kejadian
dimasa
lalu,
pembentukan evaluasi dan pembuatan keputusan pembelian (J.Paul Peter dan Jerry C. Olson,1999, p19). Sedangkan (Supranto dan Limakrisna, 2007 p212) berpendapat kognitif adalah pengetahuan (cognitive) dan presepsi yang diperoleh melalui kombinasi dari pengalaman langsung dan obyek sikap (attitude object) dan informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber. Komponen ini sering kali dikenal sebagai keyakinan atau kepercayaan (beliefs) sehingga konsumen yakin bahwa suatu objek sikap memiliki atributatribut tertentu dan bahwa perilaku tertentu akan menjurus keakibat atau hasil tertentu. Dalam komponen kognitive terdiri dari keyakinan
23
dan pengetahuan konsumen tentang produk ini berbeda antara satu konsumen dengan konsumen yang lain.
Lingkungan
Proses Interpretasi
Perhatian pemahaman
Pengetahuan, arti dan kepercayaan
Ingatan
Pengetahuan, arti dan kepercayaan
Proses Integrasi
Sikap dan keinginan prngambilan keputusan
Perilaku
Gambar 2.3 Model sikap Kognitif Sumber : Supranto dan Limakrisna (2007 p212)
Gambar diatas menunjukan bahwa pengetahuan, arti dan kepercayaan dapat dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan) dan digunakan dalam
24
proses integrasi. Selama proses integrasi, konsumen mengkombinasikan beberapa pengetahuan, arti dan kepercayaan tentang produk atau merek untuk membentuk evaluasi menyeluruh. Kepercayaan tersebut dapat dibentuk melalui proses interpretasi atau diaktifkan dari ingatan.
2.1.2.2
Tanggapan Afektif Orang dapat mengalami empat jenis tanggapan afektif :
emosi, perasaan tertentu, suasana hati, dan evaluasi (Paul Peter, Jerry C. Olson, 1999 p38). Emosi dan perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu merupakan komponen afektif dari sikap tertentu. Emosi dan perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti konsumen sangat evaluatif sifatnya; yaitu mencakup penilaian seseorang
terhadap
objek
secara
langsung
dan
menyeluruh
(apakah produk itu disukai atau tidak, atau apakah produk itu baik atau buruk. Misalnya, Juwita suka terhadap vitamin C (Simamora, 2004 p155).
25
Tabel 2.1 Jenis Tanggapan Afektif Sumber : J. Paul Peter, Jerry C. Olson (1999, P.38)
Jenis
Tingkat
Intensitas
Contoh
Tanggapan
Gerakan
atau
Afeksi
Afektif
Fisiologis
Kekuatan
Positif
Perasaan
Negatif
Emosi
Aktivasi dan gerakan
Perasaan tertentu
Kuat
dan
- gembira, cinta - Takut, bersalah, marah
tinggi - Kehangatan, penghargaan, kepuasan
Suasana hati -Kesedihan, muak - Siaga, santai, tenang - Sendu, bosan, lesu - suka, bagus, menyenagkan
26
Evaluasi
Aktivasi
Lemah
dan
- Tidak suka, jelek, tidak menyenangkan
gerakan rendah
2.1.2.3
Konatif Konatif, komponen terakhir dari komponen sikap ini
berhubungan dengan kemungkinan atau kecendrungan bahwa individu akan melakukan tindakan khusus atau berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap tertentu. Dalam riset pemasaran dan
konsumen,
komponen
konatif
sering
dianggap
sebagai
pernyataan maksud konsumen untuk membeli. Misalnya, Juwita akan membeli vitamin C (Simamora, 2004, p155). Konatif ialah kecendrungan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dan perilaku dengan cara tertentu terhadap suatu objek sikap. Menurut Shiffman dan Kanuk (2007 p227), komponen terakhir dari 3 model sikap tiga komponen berhubungan dengan kemungkinan atau kecendrungan bahwa individu akan melakukan tindakan khusus, komponen konatif mungkin mencakup perilaku sesungguhnya itu sendiri. Komponen konatif dalam riset konsumen (intention to buy). Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya.
27
2.1.3
Brand Image Brand supaya dikenal harus memiliki identitas. Identitas merupakan
pendahuluan dari image. Identitas merek adalah seperangkat asosiasi yang unik yang ingin diciptakan dan dipelihara pemasar. Tujuannya adalah menciptakan gambaran atau brand image.
Brand image adalah ringkasan dari presepsi konsumen (Susanto dan Wijanarko, 2004 p67). Juga dikatakan dalam artikel “merek adalah sakral” oleh Hermawan Kartajaya bahwa jumlah berbagai presepsi yang timbul itulah yang akan membentuk The Total Image of The Brand. Rangkaian asosiasi-asosiasi yang membentuk citra merek harus dipertahankan oleh perusahaan, karena rangkaian asosiasi-asosiasi ini merupakan kekuatan bagi suatu perusahaan. Sedangkan menurut (Kotler dan keller, 2006 p286) “brand image is the preception and beliefs held by
consumers, as reflected in association held in consumer memory”. Brand image merupakan bagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat dicapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus/presepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Berikut ini merupakan gambaran alur penciptaan merek.
28
Brand Equity
Tingkat tertinggi atau fase terakhir dari suatu merek pada diri pelanggan (sudah memiliki nilai jual tinggi)
Brand Loyalty
Merupakan suatu pengukuran derajat dimana konsumen mengakui suatu merek, yang dihasilkan dari kepuasan yang berkelanjutan dan adanya peningkatan dalan pembelian kembali suatu produk dengan sedikit pemikiran namun dengan keterlibatan yang tinggi
Brand Preference
Merupakan tahap untuk menjadikan suatu merek digunakan dibandingkan dengan merek lainnya.
Brand Image / association
Merupakan sesuatu yang ada dan melekat dimata konsumen terhadap “unique set of association” dimana didasarkan atas identitas merek tersebut. Hal ini didasarkan juga atas respresentasi yang ditunjukan merek terhadapa janji merek itu sendiri.
Brand Personanality
Kepribadian yang nampak dari suatu merek atas dasara keinginan pada diri konsumen personality yang dimiliki suatu brand harus berbeda dari produk pada umumnya.
Brand awerness/Brand knowledge
Kesadaran seseorang/ objek terhadap adanya merek tertentu dari sebuah kategori produk. Konsep ini adalah bagaimana mengenalkan produk (baru) melalui promosi atau marketing communication secara kesinambungan
Gambar 2.4 Alur Penciptaan Merek
29
2.1.3.1 Membangun Merek yang Kuat Adanya kesadaran awal konsumen terhadap konsumen terhadap keberadaan merek (brand cognitif) akan berlanjut menuju brand personality pada prespektif sikap terhadap merek yang dipicu oleh beberapa indikator seperti pengalaman konsumsi, perilaku dari mulut kemulut dan adanya sikap positif terhadap iklan (Assael, 1998). Dalam hal ini, periklanan memegang peranan penting dalam proses membangun brand image karena konsumen yang mempunyai sikap positif terhadap iklan dapat menimbulkan: 1. peningkatan perhatian terhadap iklan tersebut 2. kecenderungan sikap positif terhadap merek produk yang diklankan tersebut dan lebih jauh lagi mengarah pada niat beli konsumsi (Rossiter and Percy, 1997). Ketika sebuah merek berjanji bahwa merek memiliki asosiasi yang bagus, relevansi dan diferensiasi, maka merek tersebut harus mendukungnya. Sangatlah penting untuk menyediakan penyampaian superior daripada keuntungan yang diharapkan yang berhubungan dengan merek tersebut. Merek dapat memiliki enam level pengertian yaitu: atribut, manfaat, nilai budaya, kepribadian, dan pemakai (Kotler, 2003).
2.1.4.2 Karakteristik Merek Sebagai Atencendent Kepercayaan pada Merek 2.1.4.2.1 Reputasi Merek Reputasi merek merupakan presepsi konsumen tentang pengetahuan mereka terhadap merek dan tanggapan atau pendapat individu lain terhadap merek. Membangun reputasi suatu merek
30
dapat dikembangkan meleui periklanan dan public relation tapi core
concept adalah kualitas produk dan kinerja merek. Jika merek dapat memenuhi kebutuhan yang diharapkan konsumen, maka reputasi yang bagus suatu merek akan memperkuat tingkat kepercayaan konsumen dan selanjutnya konsumen akan mengandalkan pada merek tersebut. Terbentuknya reputasi merek ditentukan oleh opini dari konsumen terhadap merek, yaitu apakah sebuah merek baik dan dapat dipercaya dalam perspektif kualitas yang dijanjikan secara konsisten (Erdem Swait, Louviere, 2002).
2.1.4.2.2 Kemampuan Memprediksi Merek Kemampuan
memprediksi
merek
(brand
predictability)
merupakan presepsi konsumen terhadap konsistensi merek dengan mengamati dan mengantisipasi dengan kuat kinerja suatu merek setiap kali menggunakan merek dan hubungannya dengan harapan konsumen pada merek tersebut (Lau dan Lee, 1999).
2.1.4.2.3 Kompetensi Merek Kompetensi
merek
(brand
competence)
merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu merek untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh konsumen (Lau dan Lee, 1999). Skin dan Roth (1993) seperti dikutip oleh Lau dan LEE (1999) menyatakan bahwa kemampuan merek melalui dua cara yaitu penggunaan
langsung
communication.
merek
tersebut
dan
world-of-mouth
31
2.2
Kerangka Pemikiran
Program CSR: (X1) 1. SDM dan Pendidikan 2. Lingkungan Hidup 3. Praktik bisnis yang jujur 4. membantu masyarakat lingkungan 5. Program-program penanganan pelanggan atau produk 6. Program-program komunikasi dan pelaporan
Brand Image
Sikap Konsumen: (Y) 1.Kognitif 2. Afektif 3. Konatif
Promosi: (X2) 1.Periklanan 2. Penjualan Personal 3.Promosi Penjualan 4. Hubungan Masyarakat 5. Pemasaran Langsung
Gambar 2.5 Kerangka pemikiran
(Z) 1. Brand equity 2. Brand awarness 3. Brand quality 4. Brand loyalty 5. Brand personality 6. Brand competence
32
2.3
Hipotesis Menurut Supranto (2001,p124) hipotesis pada dasarnya merupakan suatu
proporsi atau tanggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan atau keputusan/ pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data primer dan sekunder. Hipotesis selalu dimasukan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan antar dua variabel atau lebih, yaitu: variabel terpengaruh dan variabel berpengaruh. Untuk menguji hasil hipotesis digunakan data yang dikumpulkan dari sampel sehingga merupakan data perkiraan. Oleh karena itu, keputusan yang dibuat dalam menolak atau menerima hipotesis mengandung ketidakpastian. Ada dua jenis kesalahan yang dapat terjadi dalam pengujian hipotesis, kesalahan itu bisa terjadi karena menolak hipotesis nol padahal hipotesis itu benar (disebut kesalahan jenis I) atau menerima hipotesis nol padahal hipotesis itu salah (disebut kesalahan jenis II). Misalnya apabila hipotesis itu benar diberi simbol Ho dan kalau hipotesis alternatif benar Ha. •
Bagaimanakah pengaruh atau kontribusi Program CSR dan Promosi terhadap Sikap Konsumen?.
1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2 dan Y. Ho : Variabel Program CSR dan Promosi tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen.
33
Ha : Variabel Program CSR dan Promosi berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen. 2. Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Y. Ho : Variabel Program CSR tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen. Ha : Variabel Program CSR berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen. 3. Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Y. Ho : Variabel Promosi tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen. Ha : Variabel Promosi berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen.
•
Bagaimanakah pengaruh dan kontribusi Program CSR dan Promosi yang diterapkan mempengaruhi Sikap Konsumen dan dampaknya terhadap Brand Image produk TELKOM secara simultan dan parsial?.
1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z. Ho : Variabel Program CSR dan Promosi, dan Sikap Konsumen tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel
Brand Image Produk. Ha : Variabel Program CSR dan Promosi, dan Sikap Konsumen berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel
Brand Image Produk.
34
2. Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Z. Ho : Variabel Program CSR tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Brand Image Produk. Ha : Variabel Program CSR berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Brand Image Produk. 3. Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Z. Ho : Variabel Promosi tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Brand Image Produk. Ha : Variabel Promosi berkontribusi secara signifikan terhadap variabel
Brand Image Produk. 4. Hipotesis pengujian secara individual antara Y dan Z. Ho : Variabel Sikap Konsumen tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Brand Image Produk. Ha : Variabel Sikap Konsumen berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Brand Image Produk.