BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Teori Chichioya Fuzai Pertumbuhan merupakan salah satu tahap penting bagi manusia. Pentingnya kehadiran dan sosok kedua orangtua yang utuh bagi anak sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak. Orangtua mempunyai peran penting dalam kehidupan maupun perkembangan sosial, kecerdasan dan mental anak. Masing-masing orangtua memainkan peran sama pentingnya dalam membina keluarga yang harmonis. Kerap kali anak kehilangan salah satu sosok orangtua semasa pertumbuhannya dikarenakan beberapa faktor seperti perceraian, pekerjaan atau ditinggal mati. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa adanya faktor lain seperti ketidakpedulian sikap orangtua terhadap kehidupan ataupun perkembangan anaknya. Jepang dewasa ini memiliki banyak kasus rumah tangga yang mengakibatkan anak hanya dididik oleh single parent atau orangtua tunggal. Diantaranya kasus anak yang dibesarkan oleh single mother atau ibu tunggal jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan ayah tunggal. Menurut Penelitian Nasional Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan mengenai ibu rumah tangga tunggal pada tahun 2011, jumlah ibu rumah tangga tunggal di Jepang meningkat sebanyak 25% semenjak 1998. Hal tersebut memicu terjadinya masalah sosial pada kehidupan rumah tangga di Jepang yang dapat disebut dengan chichioya fuzai atau ketidakhadiran ayah. Anak yang diurus oleh ibu tunggal dapat dikatakan menderita fenomena ketidakhadiran ayah. Seperti pernyataan Watanabe (2004:60) yang dikutip dalam Rita (2008) mengenai chichioya fuzai yang menyebutkan;
離婚や別居、シングルマザーの家庭などは父親不在の状況と いう子供である。 Terjemahan: Anak-anak yang orangtuanya mengalami perceraian, perpisahan, dan lain-lain yang mengakibatkan ia dididik oleh single mother dapat 7
8
disebut juga sebagai anak yang mengalami keadaan chichioya fuzai. Perkembangan Jepang yang pesat set elah Perang Dunia II menggambarkan dengan jelas betapa giat dan kerasnya cara bekerja orang Jepang pada dunia. Orang Jepang sangat dikenal dengan ketekunan mereka dalam bekerja, tidak gampang menyerah dan menjunjung tinggi pekerjaan mereka. Tak heran bila banyak pria yang memilih untuk lanjut bekerja meskipun jam kerja kantor sudah lama usai. Meskipun kebiasaan orang Jepang yang bekerja tidak kenal lelah dan waktu banyak menarik perhatian dunia setelah Perang Dunia II, tetapi kebiasaan tersebut sudah lama ada bahkan sebelum jaman Meiji (1868 – 1912). Ajaran Shinto, Buddha dan juga Konfusianisme banyak mempengaruh sifat dan watak orang Jepang, salah satunya adalah bekerja keras. Konfusianisme yang menekankan akan loyalitas terhadap atasan dan pekerjaan banyak mempengaruhi sifat orang Jepang hingga saat ini. Karena itu pula banyak pekerja yang berlomba-lomba untuk membuktikan sikap loyal mereka terhadap atasan dan perusahaan, yang kemudian mengakibatkan seringnya pekerja lebih memilih dan mementingkan pekerjaan. Ada pula rasa malu terhadap kolega bila dianggap kurang kompetitif dalam bekerja. Sudah sejak pertengahan tahun 1970, pengkritik sosial, jurnalis dan psikolog menyuarakan rasa khawatir mereka berulang-ulang mengenai situasi keluarga yang sudah sangat sering terjadi, yang dikenal dengan sebutan chichioya fuzai, akan memberikan dampak yang buruk bagi anak-anak. Chichioya fuzai adalah sebuah fenomena yang sering ditemukan pada keluarga Jepang dikarenakan hilangnya figur seorang ayah di rumah. Chichioya (父親) yang berarti ayah dan fuzai yang mempunyai arti ketidakhadiran (不在) sehingga bila digabungkan memberikan arti ketidakhadiran ayah. Meskipun sudah banyaknya waktu yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor, masih ada beberapa pekerja yang lebih memilih untuk membawa sisa pekerjaan ke rumah untuk diselesaikan dibanding dengan meluangkan waktu di
9
rumah dengan keluarga. Sifat seperti ini yang memicu hilangnya sosok ayah dalam keluarga dikarenakan terlalu sibuk bekerja. Selain karena faktor banyaknya waktu luang bersama keluarga yang hilang diakibatkan oleh panjangnya jam kerja yang dihabiskan di kantor, ada pula istilah tanshin funin (単身赴任) yaitu karyawan akan dipindahkan untuk bekerja ke cabang lain untuk beberapa saat. Meskipun harus berpisah dengan keluarga dalam jangka waktu yang diberikan, karyawan lebih memilih untuk menerima tawaran tersebut dikarenakan tanshin funin memberikan kesempatan bagi karyawan yang dipilih untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi di kantor berikutnya. Minimnya interaksi antara ayah dan anak dalam keluarga memicu hilangnya sosok ayah dalam kehidupan anak. Ketika seorang ayah tidak dapat memenuhi perannya dalam keluarga, tanggung jawab dan sosok ayah menjadi beban yang harus diperankan oleh ibu. Dalam keluarga Jepang, sering kali ditemukan sosok ibu yang memainkan dua peran sekaligus dikarenakan hilangnya sosok ayah dalam keluarga. Menurut Hasegawa (dalam Rita, 2008), 母親に比較すれば、父親は親としての影が薄い。これも現代 では批判の的 になっている。教育でも父親不在だというので ある。 Terjemahan: Dibandingkan dengan ibu, bayangan yang dimiliki ayah sebagai orangtua sangatlah tipis. Hal ini merupakan kondisi yang sulit pada jaman sekarang ini. Dalam dunia pendidikan hal ini desebut dengan absennya seorang ayah. Meskipun secara fisik ayah hadir setiap harinya, akan tetapi peran dan tanggung jawab tetap dimainkan oleh ibu. Pria Jepang merasa tanggung jawab anak dan segala pekerjaan rumah sepenuhnya berada pada tanggung jawab para wanita. Akibatnya banyak anak yang tumbuh dewasa dengan minimnya keterlibatan ayah dalam hidup mereka.
10
2.2 Teori Hubungan Ayah dan Anak Keluarga merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan anak. Memiliki orangtua yang aktif dan bertanggung jawab dalam memerankan peran masing-masing mampu mendorong anak untuk mengembangkan sisi positif diri mereka sehingga dapat menjadi dewasa yang sukses dan berguna. Kehadiran dan keterlibatan seorang ayah dalam keluarga mempunyai pengaruh yang sama pentingnya seperti pengaruh seorang ibu bagi perkembangan seorang anak. Menurut Biller (dalam Harris, 2010), anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan ayah yang aktif berpartisipasi dalam kehidupan sang anak, memiliki perkembangan emosional dan sosial yang positif. Orangtua memiliki peran masing-masing yang sama pentingnya dalam membina keluarga yang harmonis dan menciptakan lingkungan yang dapat mendukung perkembangan anak secara positif. Kehadiran sosok orangtua dalam kehidupan sehari-hari anak bukan hanya secara fisik tetapi juga dengan adanya usaha dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak secara dua arah agar memberikan hasil yang efektif. Hilangnya sosok salah satu orangtua dapat memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan mental anak. Sedangkan keterlibatan positif kedua orangtua dalam perkembangan anak justru dapat membantu anak menemukan bakat mereka dan mendorong anak untuk menjadi invididu yang positif. Peran dan keterlibatan ayah dalam perkembangan dan kehidupan seorang anak sama pentingnya dengan peran dan keterlibatan ibu. Tanggung jawab seorang ayah dalam keluarga bukan hanya sekedar mencari nafkah tetapi juga mendukung dan terlibat langsung dengan pertumbuhan anak. Meskipun sering peran dan tanggung jawab ayah dalam kehidupan sehari-hari digantikan oleh ibu dikarenakan kurangnya waktu yang disediakan untuk anak atau minimnya interaksi dan komunikasi dengan anak. Sang ayah harus sepenuhnya sadar bahwa agar mencapai hasil yang terbaik dalam perkembangan anak, orangtua wajib memainkan perannya masing-masing.
11
Biller (dalam Harris, 2010) menyatakan bahwa sosok dan peran ayah dalam keluarga sangat penting bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan minimnya keterlibatan sang ayah pada masa pertumbuhan anak, cenderung susah untuk bersosialisasi dan merasa kesulitan dalam mencari jati diri ketika beranjak dewasa. Hal ini dikarenakan kurangnya rasa percaya diri dan lebih memilih untuk menutup diri. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Biller (dalam Harris, 2010) yang menyatakan kehadiran ayah dalam kehidupan anak sangat berpengaruh pada rasa percaya diri sang anak. Sikap positif dan dorongan sang ayah untuk anak dalam mengembangkan kemampuan anak dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik dibanding bila hanya mendapatkan dorongan dari ibu semata. Bagi Biller (dalam Harris, 2010) kedekatan (anak) dengan sang ayah sangat penting dalam membina arti harga diri dan rasa percaya diri anak. Kehadiran sosok ayah dalam kehidupan anak dapat membangun rasa percaya diri anak. Sering kali anak menggambarkan sosok ayah mereka sebagai individu yang kuat dan mandiri sehingga memberikan rasa percaya diri kepada anak itu sendiri. Meskipun dalam hal pendidikan ibu mempunyai tanggung jawab dan pengaruh yang besar dalam perkembangan anak di sekolah, ayah juga mempunyai peran sama pentingnya. Peran ibu yang bertanggung jawab dalam mengingatkan dan mendorong anak untuk terus melakukan yang terbaik, peran ayah cenderung memantau dan menuntun anak agar menemukan titik terang mengenai kemampuan intelek mereka sendiri. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ibu juga dapat membantu dan menuntun anak untuk menemukan bakat mereka dan mengembangkannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pew Research pada tahun 2010, sebanyak 69% responden setuju bahwa kehadiran ayah di rumah sangat penting agar anak dapat tumbuh dengan bahagia. Sedangkan Flouri dan Buchanan (dalam Ball dan Daly, 2012:71) mengungkapkan bahwa ketidakhadiran sosok ayah sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Mereka lebih mungkin untuk menderita
12
depresi, memiliki perilaku anti-sosial dan masalah perilaku lainnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Biller (dalam Ball dan Daly, 2012:71) yang menyatakan bahwa kurangnya keterlibatan ayah atau ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak dapat membuat anak untuk mengalami masalah psikologis. Dengan kata lain, perkembangan psikologis anak dapat terganggu sehingga mengalami gangguan psikologis. Apabila tidak ditanggapi dengan benar, anak yang tumbuh dewasa dengan kurangnya perhatian dari sang ayah atau bahkan tidak pernah mendapatkan sosok ayah sampai ia beranjak dewasa, cenderung mencari sosok pengganti ayah dalam kehidupan mereka pada pria lain. Anak lelaki atau perempuan, akan selalu mencari sosok ayah pada pria lain yang dapat memberikan perhatian dan kasih sayang. Alhasil banyaknya permasalahan sosial yang dapat ditemukan yang didasari oleh alasan tersebut. Apabila dibandingkan dengan sosok ibu, sosok ayah mengalami kesulitan dalam mengungkapkan dan menyampaikan perasaan mereka pada anak. Alhasil, komunikasi dan interaksi antara ayah dan anak menjadi susah karena sang ayah yang merasa kesulitan dalam mengungkapkan rasa sayang dan rasa pedulinya terhadap anak. Meski sudah sangat jelas bahwa untuk membangun keluarga yang harmonis dan menciptakan suasana yang nyaman dan positif bagi pertumbuhan anak, orangtua wajib bertanggung jawab dan memerankan perannya masing-masing, akan tetapi para pria lebih sering melemparkan peran dan tanggung jawab mereka di rumah kepada sosok ibu dengan alasan sibuk bekerja dan seluruh tanggung jawab yang ada di rumah dipegang penuh oleh ibu. Situasi seperti ini sudah sangat sering terjadi pada keluarga Jepang. Dikarenakan hal tersebut, meskipun sang anak berharap adanya keterlibatan positif sang ayah pada kehidupan mereka, perlahan-lahan sosok ayah dalam kehidupan anak digantikan oleh sosok ibu. Sehingga adanya hubungan emosional yang kuat antara ibu dan anak dalam keluarga dan rapuhnya hubungan antara anak dan ayah.
13
2.3 Teori Kriminalitas Anak Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak ataupun remaja berawal pada kebiasaan-kebiasaan kecil yang mereka percayai tidak akan begitu merugikan orang lain. Kejahatan seperti mencuri permen di toko, buah di pasar dan lain sebagainya. Kejahatan yang berawal dari curiga dan sekedar main-main, berubah menjadi kebiasaan yang tidak dapat mereka hentikan tanpa mereka sadari. Dan dengan seiringnya waktu kejahatan yang mereka lakukan meningkat karena semakin besar pula rasa curiga mereka. Tindak kekerasan yang terjadi pada anak sewaktu mereka kecil atau ketika beranjak dewasa dapat memicu anak tersebut untuk melakukan kejahatan di kemudian hari. Salah satu faktor utama yang mendorong anak untuk melakukan tindak kriminal atau kejahatan berasal dari lingkungan terdekat mereka yaitu keluarga. Riset mengenai cikal bakal munculnya tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak-anak sudah dilakukan berabad-abad lamanya. Menurut Harris et al., (dalam Ball dan Daly, 2012) tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak dapat dicegah dengan hadirnya seorang ayah dalam keluarga dan adanya keterlibatan yang positif oleh sang ayah dalam kehidupan anak sehari-hari. Perlakuan yang didapat oleh pelaku dari kecil hingga dewasa dari keluarga terutama orangtua, kondisi ekonomi keluarga dan keutuhan orangtua pelaku, apakah kedua orangtua masih hidup, sudah bercerai atau apakah pelaku ditinggal mati oleh orangtua. Selain itu faktor apakah pelaku tinggal bersama orangtua kandung, tiri atau orangtua angkat juga dapat mempengaruhi kelakuan dan tindakan anak di kemudian hari. Mempunyai sosok orangtua yang utuh dan dapat memberikan dorongan positif bagi anak dapat mencegah terjadinya tindakan kriminal oleh anak. Menurut Kosterman et al., (2004) kegiatan prososial dengan sang ayah dapat mencegah anak perempuan untuk berperilaku anti-sosial. Apabila dalam keluarga ayah terlibat dalam kehidupan anak sehari-hari maka anak akan memberikan dampak yang baik pada
14
perkembangan psikososialnya. Menurut Krohn dan Bogan (dalam Connor dan White, 2012), anak perempuan yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak memiliki sosok ayah mengalami kesulitan dalam membentuk dan mempertahankan hubungan romantis pada saat pertumbuhan mereka. Kehadiran ayah dalam kehidupan anak mempunyai peran yang sangat penting. Peran ayah dalam kehidupan anak juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial sang anak. Menurut Franz et al., (dalam Ball dan Daly, 2012) anak dengan ayah yang terlibat, memiliki jaringan sosial yang mendukung yang terdiri dari persahabatan jangka panjang. Sedangkan menurut Sedlak dan Broadhurst (dalam Allen dan Daly, 2007), anak dari keluarga yang tidak memiliki sosok ayah dalam hidupnya, memiliki risiko besar untuk disiksa secara fisik, tersakiti karena pengabaian fisik, atau menderita karena pengabaian emosional. 2.3.1 Sifat Psikopat Kelakuan menyimpang seseorang sudah dapat diketahui sedini mungkin. Menurut Hare (dalam Dolan, 2004), psikopati adalah wujud gangguan kepribadian yang terbentuk oleh gabungan antar pribadi, afektif dan perilaku karakteristik. Cooke & Michie (dalam Dolan, 2004) mengusulkan struktur tiga-faktor untuk mengukur psikopati, antara lain: 1. Sombong, sikap antarpribadi yang menipu, tidak jujur, memanipulasi, bersifat muluk dan fasih berbicara. 2. Susah untuk merasakan pengalaman emosional, tidak adanya penyesalan dan rasa empati, emosi yang dangkal dan tidak merasa bertanggung jawab atas perlakuannya. 3. Merupakan
manifestasi
perilaku
impulsif,
ketidak
bertanggungjawaban dan mencari perhatian. Ketidakhadiran seorang ayah dalam kehidupan anak akan berdampak buruk pada perkembangan psikologis sang anak (Biller dalam Ball dan Daly, 2012:71).
15
Sedangkan menurut Kelley dan Fals-Stewart (2004), perilaku anti-sosial ayah mempunyai dampak bagi psikopatologi anak, yaitu mental dan tingkah laku anak.
16