7
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau persediaan bahan-bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Dari pengertian di atas, maka didapat jenis-jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan bagian produk, persediaan bahan-bahan pembantu, persediaan barang-barang setengah jadi, dan persediaan barang-barang jadi (Rangkuti, 1996). Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktivitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendah rendahnya. Inventory atau persediaan adalah suatu tenik untuk manajemen material yang berkaitan dengan persediaan. Secara teknis, inventory adalah suatu teknik yang berkaitan dengan penetapan terhadap besarnya persediaan bahan yang harus diadakan untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta menetapkan jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan. Penetapan jadwal dan jumlah pemesanan yang harus dipesan merupakan pernyataan dasar yang harus terjawab dalam pengendallian persediaan (Ristono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
8
2.2 Teori Pengendalian Persediaan Persediaan merupakan sumber daya yang disimpan dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sekarang maupun kebutuhan yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Pada dasarnya persediaan akan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang, selanjutnya menyampaikan kepada langganan atau konsumen. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi, antara lain berguna untuk:
1. Menghilangkan resiko barang yang rusak 2. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan 3. Mencapai penggunaan mesin yang optimal 4. Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri, 2008). Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian persediaan terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu (Nasution, A. H. dan Prasetyawan, Y, 2008) : a. Permasalahan kwantitatif merupakan hal-hal yang berkaitan dalam penentuan jumlah barang yang akan dibuat, waktu pembuatan maupun jumlah persediaan pengamannya (buffer stock). Permasalahan ini dikenal dengan penentuan kebijakan persediaan (inventory policy).
b. Pemasalahan kwalitatif merupakan semua hal yang berhubungan dengan “sistem operasi persediaan” termasuk pengorganisasian, mekanisme dan prosedur, administrasi dan sistem operasi persediaan.
Universitas Sumatera Utara
9
Maka dari itu, pengendalian persediaan merupakan segala tindakan yang dilakukan untuk mengusahakan tersedianya persediaan dalam jumlah tertentu. Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan mengakibatkan kerugian, karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan. Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan, kenaikan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan persediaan akan meningkat. Kekurangan persediaan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan,maka akan menimbulkan kekecewaan dan akhirnya akan merugikan perusahaan itu sendiri.
Salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah persediaan. Manajemen yang tidak baik terhadap persediaan bisa berakibat serius terhadap organisasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah meminimumkan biaya total persediaan.
2.3 Jenis-Jenis Persediaan Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa cara. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas (Handoko, 2000): 1. Persediaan bahan mentah (Raw materials), yaitu persediaan barang-barang yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau diperoleh dari supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
2. Persediaan komponen, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
Universitas Sumatera Utara
10
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (Supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. Yang termasuk bahan pembantu ini adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.
4. Persediaan barang setengah jadi (Work in Process) yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan.
Selain perbedaan menurut
jenisnya,
persediaan dapat
dibedakan
berdasarkan fungsinya, yaitu (Assauri, 2008): 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena adanya pembelian atau pembuatan bahan bahan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan yang dilakukan dalam jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah kecil.
2. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen.
3. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan maupun permintaan yang meningkat.
Universitas Sumatera Utara
11
Selain itu, anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi.
2.4 Klasifikasi Biaya Persediaan Biaya
persediaan
adalah
biaya-biaya
yang
ditimbulkan akibat
adanya
persediaan.Menurut Handoko (2000), komponen biaya-biaya persediaan tersebut terdiri dari:
Biaya Pemesanan/ Ordering Costs
Biaya Penyimpanan/ Carrying Costs
Biaya Pengadaan/ Set-up Costs
Biaya Shortage Costs
Biaya Persediaan Total Gambar 2.1 Biaya-Biaya Persediaan
2.4.1 Biaya Pemesanan ( Ordering Costs) Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan. Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi: 1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi 2. Upah 3. Biaya telepon 4. Pengeluaran surat-menyurat 5. Biaya pengepakan dan penimbangan 6. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan 7. Biaya pengiriman ke gudang ; dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
12
2.4.2 Biaya Penyimpanan (Holding Costs atau Carrying Costs) Holding Costs terdiri dari semua ongkos yang berhubungan dengan biaya penyimpanan barang dalam stok. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah : 1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas, atau pendingin) 2. Bunga modal yang tertanam 3. Biaya keusangan 4. Biaya Asuransi persediaan 5. Biaya pajak persediaan 6. Ongkos bongkar-muat 7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan 8. Biaya penanganan persediaan, dan sebagaainya.
Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12% sampai 40% dari biaya atau harga pokok. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stok.
2.4.3 Biaya Pengadaan Produksi (Set-up Costs) Bila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan, perusahaan menghadapi biaya pengadaan (set-up costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari :
1. Biaya mesin-mesin menganggur 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung 3. Biaya scheduling 4. Biaya ekspedisi, dan sebagainya.
Pada umumnya, jumlah set-up costs menurun atau naik sesuai dengan jumlah putaran produksi. Hal ini berarti bahwa, dalam banyak hal, berlaku anggapan yang mengatakan bahwa akan lebih murah jika barang diproduksi lebih
Universitas Sumatera Utara
13
banyak pada setiap putaran, karena ini akan memperkecil jumlah putaran produksi. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan kasus baru yakni bertambahnya biaya penyimpanan.
2.4.4 Biaya Kekurangan atau Kehabisan Bahan (Shortage Costs) Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan penjualan 2. Kehilangan langganan 3. Biaya ekspedisi 4. Terganggunya proses produksi 5. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya.
Hubungan antara tingkat persediaan dan jumlah biaya dapat diilustrasikian pada gambar berikut:
Biaya
Total Costs
Holding Costs
Set-up Costs
0 Optimum
Tingkat Persediaan
Gambar 2.2 Biaya Total Minimum
Universitas Sumatera Utara
14
2.5 Economic Production Quantity (EPQ) Economic Production Quantity (EPQ) adalah pengembangan model persediaan dimana pengadaan bahan baku berupa komponen tertentu diproduksi secara massal dan dipakai sendiri sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh perusahaan. Menurut Yamit (2002), Economic Production Quantity (EPQ) atau tingkat produksi optimal adalah sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan dengan meminimumkan total biaya persediaan yang terdiri atas biaya set-up produksi dan biaya penyimpanan. Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi dan besarnya permintaan pasar. Perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal. Permasalahan itu dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ). Model EPQ merupakan persediaan bertahap, karena jika item diproduksi sendiri, umumnya produk yang diproduksi akan ditambahkan untuk mengisi persediaan secara berangsur-angsur dan bukannya terjadi secara tiba-tiba karena mesin produksi yang dimiliki terbatas dan berproses secara berangsur
pula
dengan tidak secara serentak. Maka suatu pabrik akan berputar secara terusmenerus dan pada saat yang sama harus memenuhi permintaan hingga terdapat suatu arus kontinu dari persediaan barang di dalam stok.
Model EPQ menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Produksi berjalan secara kontinu dengan laju produksi P satuan per satuan waktu. 2. Selama produksi dilakukan (t p), tingkat pemenuhan persediaan adalah
sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan (P-D). 3. Ketika produksi berhenti pada satu waktu, maka persediaan akan
berkurang dengan kecepatan D per satuan waktu. 4. Tingkat persediaan adalah sama untuk tiap putaran produksi. 5. Waktu tenggang (lead time) adalah konstan.
Universitas Sumatera Utara
15
6. Permintaan deterministik dengan laju permintaan diketahui. 7. Tidak terjadi stock-out.
Model matematis persamaan EPQ dapat dikembangkan melalui gambar berikut:
Persediaan Q
P D B 0 L
tp
Waktu
t Gambar 2.3 Grafik Economic Production Quantity
Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa sepanjang produksi terjadi, tingkat persediaan akan terus meningkat dengan kecepatan P-D, tetapi pada saat t p sampai dengan berikutnya, maka proses produksi sudah berhenti sedangkan permintaan dengan laju tetap sebesar D menjadikan grafik berubah menurun sampai posisi level persediaan mencapai titik nol kembali. Tingkat persediaan akan ada di suatu titik maksimum di mana produksi berhenti. Tingkat persediaan maksimum tersebut adalah ( P-D)tp. Persediaan rata-rata akan sama dengan:
tp
P D 2
(1)
Universitas Sumatera Utara
16
Untuk memenuhi persediaan sebesar Q diperlukan waktu selama t p dengan tingkat pertambahan persediaan sebesar P maka: (2) Jika persediaan telah mencapai tingkat B, maka harus diadakan set-up (persiapan) produksi yang lamanya tergantung lead time (L). Jadi, L dalam model ini menyatakan waktu tunggu yang diperlukan untuk set-up (persiapan) produksi. Subsitusikan persamaan (2) ke dalam persamaan (1), maka persediaan rata-rata akan menjadi:
(3)
Sehingga diperoleh Carrying costs rata-rata=
(4)
Karena jumlah putaran produksi = , maka: Set-up costs rata-rata =
(5)
Dari persamaan (4) dan (5), maka Total Inventory Costs(TIC) adalah: (6) Dengan mendiferensialkan persamaan TIC terhadap Q, maka:
Sehingga diperoleh tingkat produksi optimal dalam satu putaran produksi yaitu: (7)
Universitas Sumatera Utara
17
Interval waktu optimal pada setiap putaran produksi yaitu:
(8)
Menentukan total biaya minimum, Q0 disubstitusikan ke persamaan (6), sehingga menjadi :
(9)
Dimana: = Tingkat produksi optimal tiap putaran produksi = Laju produksi per satuan waktu = Laju penyaluran produksi per satuan waktu = Set Up Cost atau biaya pengadaan untuktiap putaran produksi = Carrying costs atau biaya penyimpanan per unit per satuan waktu = Total Inventory Costs atau total biaya persediaan
2.7 Uji Kenormalan Lilliefors Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan untuk menentukan pola distribusi. Pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan melakukan uji kenormalan Lilliefors. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesa yaitu: 1. Hipotesa
untuk hipotesa yang berdistribusi normal
2. Hipotesa
untuk hipotesa yang tidak berdistribusi normal
Untuk pengujian hipotesa maka prosedur yang harus dilakukan antara lain: a. Nilai data
,
...,
, dijadikan angka baku
,
, ...,
dengan menggunakan rumus :
Universitas Sumatera Utara
18
dengan
= rata-rata sampel = simpangan baku sampel = 1, 2, 3, ...,
Menghitung rata-rata sampel digunakan rumus:
; Menghitung simpangan baku digunakan rumus:
b. Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku, hitung peluang :
.
c. Menghitung proporsi oleh S(
. Jika proporsi ini dinyatakan
, maka
d. Hitung selisih
. –
dan tentukan harga mutlaknya.
e. Cari nilai yang terbesar dari selisih .
jadikan
atau
f. Kriteria pengambilan keputusan adalah: Jika
dengan nyata
adalah nilai kritis uji kenormalan lilliefors dengan taraf dan banyaknya data .
Universitas Sumatera Utara