BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kualitas Tinggi dan rendahnya kualitas suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
yang berhubungan langsung dengan kepuasan dan
kepercayaan
pelanggan konsumen. Kualitas merupakan hal utama yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk. Singkatnya kualitas merupakan faktor kunci dalam menentukan pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup suatu perusahaan, khususnya pada era sekarang ini. (Ariani, 2004, p3) Definisi kualitas sangatlah bervariasi, menurut pakar dibidang kualitas, kualitas didefinisikan sebagai mana dikutip oleh Ariani, 2004, p3 adalah sebagai berikut : ♦
Menurut Vincent Gasperz Kualitas adalah sebagai konsistensi peningkatan dan penurunan variasi karakteristik produk, agar dapat memenuhi spesifikasi dan kebutuhan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan intenal maupun eksternal.
♦
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya.
♦
Menurut Deming Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang.
13
♦
Menurut Feigenbaum Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa meliputi
marketing, engineering, manufacture dan maintenance, dimana produk atau jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Jadi, dari beberapa pengertian kualitas di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah menciptakan produk atau jasa yang sesuai dengan keinginan pelanggan agar apa yang diharapkan pelanggan terpenuhi. Pelanggan yang dimaksud disini bukan pelanggan atau konsumen yang hanya datang sekali untuk mencoba dan tidak pernah lagi, melainkan mereka yang datang berulang-ulang untuk membeli dan membeli. Meskipun demikian, konsumen yang baru pertama kali datang juga harus dilayani dengan baik, karena kepuasan pertama inilah yang akan membuat pelanggan datang dan datang lagi. Hal yang penting untuk dipikirkan dalam upaya pencapaian kesempurnaan produk maupun jasa pelayanan adalah masalah-masalah yang ada dalam segenap aktivitas penciptaan produk maupun jasa pelayanan yang melebihi dari apa yang menjadi harapan konsumen. Harapan konsumen dapat diartikan sebagai bagian dari indikator pengubah kinerja kualitas selain sebagai bagian dari indikator segmentasi pasar. Ketika produk atau pelayanan telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen, maka dapat diartikan bahwa sebuah produk atau jasa pelayaan tersebut telah mencapai nilai–nilai kualitas yang baik atau tinggi. Pandangan ini merupakan pendekatan “ focus on consumer” dengan mengaitkan masalah–masalah kualitas yang bergantung pada derajat persepsi maupun ekspetasi konsumen. Secara matematis, pandangan ini dapat dikuantitatifkan sebagai berikut (Hidayat, 2007, p2):
14
Q= P E Keterangan :
Q= kualitas P = performance ( kinerja ) E = expectations (harapan–harapan)
Apa yang dimaksud dengan kinerja dalam perspektif konsumen adalah ”apakah sebuah produk dapat memberikan manfaat atau berdaya guna bagi pengguna atau konsumen”. The American Society for Quality (ASQ) menggambarkan kualitas sebagai ”suatu kondisi hubungan antara dua belah pihak (produsen-konsumen) yang memiliki karakteristik masing-masing”. Secara garis besar dalam pandangan tekhnis, konsep kualitas menurut ASQ terbagi menjadi dua prinsip, yaitu : 1. Karakteristik produk maupun jasa pelayanan dilihat dari seberapa besar kemampuan produk maupun jasa pelayanan itu memberikan nilai pada kebutuhan produk maupun jasa pelayanan itu memberikan nilai pada kebutuhan, harapan dan kepuasan konsumen. 2. Suatu produk atau jasa pelayanan yang bebas dari nilai-nilai defisiensi. Menurut David A.Garvin (1988), kualitas dibagi menjadi 9 (sembilan) dimensi. Yang terfokus pada pendekatan strategi dan nilai-nilai kompetitif, yaitu: Tabel 2.1 Dimensi
Performance
9 Dimensi Kualitas Pengertian
Karakteristik utama produk, misalnya gambar jernih pada layar televisi.
Response
Hubungan produsen-konsumen, termasuk peranan dealer.
Reliability
Konsistensi kinerja.
15
Dimensi
Tabel 2.1 9 Dimensi Kualitas (lanjutan) Pengertian
Features
Karakteristik tambahan, fasilitas atau fitur tambahan, misalnya remote control.
Conformance
Spesifikasi industri dan standar industri
Durability
Masa daya guna atau ketahanan produk, mencakup masa garansi dan perbaikan.
Service
Pertangggungjawaban atas permasalahan-permasalahan produk dan berbagai keluhan konsumen terhadap produk.
Aesthetics
Berbagai karakteristik yang berhubungan dengan psikologis produsen, penyalur dan konsumen.
Reputation
Kinerja yang telah tercapai dan berbagai kesuksesan yang diraih,
seperti
pencapaian
target
penjualan,
oplah,
kepuasan konsumen dan lain- lain. Sumber : Hidayat, 2007, p4 Berdasarkan pada dimensi kualitas tersebut, ASQ memberikan komentar sebagai berikut: •
Kualitas bukan merupakan sebuah program, tetapi sebuah pendekatan bisnis.
•
Kualitas adalah aktivitas penghimpunan berbagai kekuatan atau kemampuan dari konsep-konsep strategis dalam mendukung suatu pekerjaan.
•
Derajat kualitas dapat digambarkan dari tingkat kepuasan konsumen.
•
Kualitas meliputi kemajuan atau peningkatan yang berkelanjutan, kreativitas, inovasi, dan terobosan-terobosan dalam menghadapi berbagai permasalahan bisnis.
•
Kualitas adalah sekumpulan perangkat kerja dan teknik-teknik strategis yang bersifat aplikatif yang berperan aktif dalam keseluruhan aspek bisnis.
16
•
Pendekatan kualitas dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kinerja dan keunggulan korporasi, khususnya dalam aktivitas pengelolaan berbagai peluang dan kesempatan bisnis.
•
Strategi kualitas dapat meningkatkan nilai-nilai kepuasan konsumen, mereduksi atau memperpendek waktu dalam proses pelayanan dan menekan biaya proses produksi, serta dapat mengeliminasi berbagai kesalahan atau memungkinkan terjadinya aktivitas kerja ulang.
•
Konsep-konsep kualitas tidak hanya bermanfaat untuk kepentingan bisnis, tetapi juga dapat digunakan ke dalam operasional organisasi kerja non profit, seperti pendidikan, pelayanan sosial atau kesehatan, dan lain sebagainya. Lebih jauh dalam memahami kualitas, sangatlah perlu untuk melihat masalah-
masalah yang berkaitan dengan daur hidup (life cycle) sebuah produk atau jasa. Daur hidup produk, khususnya produk jasa pelayanan dapat sangat panjang dan komplikatif. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa masalah-masalah kualitas akan sangat bergantung pada tingkat atau tahapan dari daur hidup produk itu sendiri. (Hidayat, 2007, p4-5) Kualitas juga mencakup biaya, pendapatan dan profit. Biaya yang rendah, pendapatan yang tinggi dan profit yang konstan. Dengan peningkatan kualitas maka perusahaan dapat menekan biaya, dengan profit konstan, sehingga pendapatan meningkat. Kualitas atau mutu terpadu adalah suatu pendekatan untuk melaksanakan bisnis yang mencoba memaksimumkan persaingan dalam organisasi melalui perbaikan terus-menerus terhadap kualitas produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan. Pendekatan Total quality memiliki beberapa karakteristik yaitu: fokus pada pelanggan,
17
terobsesi
dengan
keputusan,
mutu,
komitmen
menggunakan
jangka
pendekatan
ilmiah
pendidikan
dan
panjang,
dalam
mengambil
pelatihan,
continous
improvement, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. (Ariani, 1999, p24). 2.1.1 Manajemen Kualitas sebagai Tolak Ukur Kinerja Bisnis Keberhasilan organisasi untuk menjadikan manajemen kualitas sebagai unggulan daya saing harus mempunyai empat kriteria persyaratan. Pertama, manajemen kualitas harus didasari oleh kesadaran akan kualitas dan dalam semua kegiatan harus selalu berorientasi pada kualitas, baik kualitas proses maupun kualitas produk. Kedua, manajemen kualitas harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dengan memberlakukan, mengikutsertakan, dan memberi inspirasi kepada karyawan. Ketiga , manajemen
kualitas
harus
didasarkan
pada
pendekatan
desentralisasi
yang
memberikan wewenang di semua tingkat, terutama di garis depan sehingga antusiasme keterlibatan karyawan untuk mencapai tujuan bersama menjadi kenyataan.
Keempat, manajemen kualitas harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip dan kebijaksanaan dapat mencapai setiap tingkat dalam organisasi. (Yamit, 2004, p4) Melihat pengertian kualitas dari berbagai sudut dapat membantu kita organisasi untuk memahami peran kualitas di berbagai bagian sebuah organisasi: a.) Kualitas Dari Sudut Pandang Desain Mengartikan kualitas sebagai fungsi dari variabel yang spesifik dan terukur. Jadi, dalam pengertian ini jumlah atribut produk yang lebih tinggi setara dengan kualitas yang lebih baik. Sebagai konsekuensinya, kualitas seringkali dihubungkan dengan harga: semakin mahal harga sebuah produk, semakin
18
baik kualitasnya, meskipun sebagian besar konsumen tahu bahwa ini tidak selalu benar. b.) Kualitas Dari Sudut Pandang Pelanggan Pelanggan sering kali menilai terhadap kualitas dalam hubungannya dengan harga, hal ini disebut dengan nilai (value). Dari sudut pandang ini, produk berkualitas adalah produk yang sama bergunanya dengan produk kompetitor dan dijual pada harga yang lebih rendah, atau yang menawarkan kegunaan atau kepuasan yang lebih tinggi pada harga yang sebanding. c.) Kualitas Dari Perspektif Operasi Diartikan melihat kualitas melalui sudut produksi dan didefinisikan sebagai hasil yang diinginkan dari proses operasi, atau dengan kata lain kepatuhan terhadap spesifikasi (conformance to specifications). Kepatuhan terhadap spesifikasi merupakan kunci definisi kualitas, karena definisi ini menyediakan sebuah cara untuk mengukur kualitas. d.) Kualitas sebagai Tuntutan Pelanggan Kualitas berarti memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan pelanggan internal atau eksternal dapat menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Mengidentifikasikan siapa saja pelanggan tiap pihak serta memahami harapan mereka sangat penting daalm mencapai kepuasan pelanggan. (Evands dan Lindsay, 2007, p14)
19
2.1.2 Konsep Kualitas pada Industri Manufaktur Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan mutu pada proses produksi. Bahkan, yang terbaik apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan pada proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (work in process), sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki. Dengan demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak lagi ada pemborosan yang harus dibayar mahal karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan ulang (Ariani, 1999, p7) .
David A. Garvin telah menguraikan dimensi mutu untuk industri manufaktur, yaitu: Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan.
Reability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah.
Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk.
20
Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
Aeshetic, yaitu keindahan atau daya tarik produk tersebut. Perception, fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri. 2.2 Total Quality Management (TQM) Kit Sadgrove, 1995 mendefinisikan Total Quality Management dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya, yaitu: Total (keseluruhan); Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa); Management (tindakan, seni, cara mengatasi, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya definisi TQM adalah ”sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfication ) dengan kegiatan yang diupayakan sekali benar (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous
improvement) dan memotivasi karyawan”. (Yamit, 2004, p181). Secara umum, TQM dapat diartikan sebagai metode peningkatan kualitas aplikasi dari berbagai metode kuantitatif dan kualitatif dan kegiatan sumber daya manusia, untuk memperbaiki proses (kegiatan) dalam organisasi, dengan tujuan memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen. Jadi diawali dengan kesadaran untuk berkompetisi dengan tujuan memenangkan konsumen, perusahaan melakukan perbaikan-perbaikan secara total dan berkelanjutan terhadap semua kegiatan yang ada, sehingga produk dan jasa yang diberikan dapat memuaskan konsumen dengan biaya seminimal mungkin.
21
Beberapa prinsip utama yang menjadi syarat kesuksesan penerapan TQM adalah: •
Leadership Penerapan TQM dimulai dari keputusan strategis pimpinan perusahaan; oleh karena itu, TQM akan berhasil jika para manajer atau CEO mempunyai kepemimpinan
yang
visioner,
mampu
berkomunikasi
serta
mempunyai
perencanaan strategis yang bagus. •
Customer Satisfication TQM dilandasi pandangan bahwa memenuhi atau bahkan melebihi apa yang diinginkan konsumen adalah kunci utama memenangkan persaingan. Karena itu, upaya mencari tahu apa kebutuhan dan keinginan konsumen harus senantiasa dilakukan, lewat survei kepuasan, menangani keluhan dan sebagainya.
•
Employee Involvement TQM tidak akan berjalan dengan baik tanpa partisipasi semua pekerja, karena keterlibatan para karyawan harus terus ditingkatkan. Dengan upaya peningkatan motivasi
kerja,
survei
kepuasan
pekerja,
pemberdayaan
karyawan
(empowerment) dan sebagainya. •
Supplier Partnership Pada perusahaan yang tergantung pada para pemasok (supplier), keberhasilan TQM juga mensyaratkan adanya jalinan kerjasama yang baik dengan para pemasok. (Santoso, 2007, p4).
22
2.2.1 Manfaat dan Kegagalan Implementasi Program TQM Banyak manfaat yang diperoleh dari penerapan TQM khususnya bagi pelanggan, perusahaan maupun bagi staff dan karyawan. Manfaat tersebut didasarkan pada sistem kerja dari progam TQM yang berlandaskan pada perbaikan berkesinambungan. Hal ini akan mengurangi berbagai bentuk pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Manfaat TQM bagi pelanggan adalah: (a) Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan; (b) Kepedulian terhadap pelanggan
lebih baik atau pelanggan lebih
diperhatikan; (c) Kepuasan pelanggan terjamin. Manfaat TQM bagi perusahaan adalah: (a) Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan; (b) Staf lebih termotivasi; (c) Produktivitas meningkat; (d) Biaya turun; (e) Produk cacat berkurang; (f) Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat; (g) Membuat perusahaan lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan. (Yamit, 2004, p186) Dari berbagai macam manfaat implementasi TQM tersebut, tidak berarti bahwa setiap implementasi program TQM perusahaan pasti akan memperoleh manfaat seperti
23
itu. Banyak perusahaan yang gagal memperoleh manfaat dalam implementasi program TQM, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini, yaitu (Yamit, 2004, p188): 1. Manajemen puncak tidak melihat suatu alasan untuk berubah. 2. Manajemen puncak tidak memperhatikan dan mengikutsertakan karyawan. 3. Manajemen puncak tidak bertanggung jawab terhadap program TQM dan penerapannya didelegasikan pada pihak lain. 4. Manajemen dan karyawan tidak sepakat pada apa yang terjadi. 5. Proses tidak dianalisis, sistem lemah dan prosedur tidak ditulis di atas kertas. 6. TQM membebani karyawan dan karyawan tidak menyetujui secara diamdiam, karena tidak memahami peranan. 7. Perusahaan kehilangan minat pada program TQM akibat kurangnya komitmen. 8. Masalah lain yang lebih mendesak diprioritaskan. 9. Tujuan yang tidak jelas dan tidak ada target atau pengukuran kinerja sehingga kemajuan tidak bisa terukur. 2.3 Sigma, Standar Deviasi dan Pengertian Variasi Dalam abjad Yunani, “Sigma” = σ merupakan kependekan dari standar deviasi pada statistik. Standar deviasi adalah cara statistikal untuk menggambarkan seberapa banyak variasi terjadi dalam sekumpulan data, sekelompok item, atau sebuah proses.
24
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output yang dihasilkan. Penyebab utama terjadinya masalah kualitas adalah adanya variasi. (Miranda dan Amin, 2006, p13) Beberapa penyebab variasi dapat kita kendalikan seperti metode, peralatan, manusia, dan material. Sedangkan penyebab variasi yang tidak dapat kita kendalikan adalah lingkungan. Menurut Gasperz (1998, p28-29), penyebab variasi ada dua macam, yaitu : o
Variasi penyebab umum (Common causes of variation) Yang dimaksud variasi penyebab umum adalah faktor–faktor di dalam sistem yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem. Satu cara untuk menurunkan variasi penyebab umum adalah dengan membuat peningkatan pada proses
manufacturing. Perluasan dari variasi penyebab umum dapat diukur secara statistik dan dibandingkan dengan spesifikasinya, jika dibutuhkan perbaikan maka perlu dilakukan tindakan dalam prosesnya. Penyebab umum ini mempunyai pola yang acak (random causes). o
Variasi penyebab khusus (Special causes of variation) Yang dimaksud variasi penyebab khusus adalah faktor–faktor di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Variasi penyebab khusus inilah yang dapat dikendalikan dan dapat diidentifikasi. Penyebab khusus ini mempunyai pola yang tidak acak (non random patterns).
Semua perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk menghapus variasi atau cacat, yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Six sigma menjadi alat yang tepat untuk merespon kebutuhan perusahaan dalam peningkatan kualitas dan menghilangkan atau meminimalisasi cacat atau defect yang ada.
25
2.4 Six Sigma 2.4.1 Kenapa Six Sigma Menurut Miranda dan Amin (2006, p45) kelemahan TQM dan keunggulan
six sigma adalah: 1. TQM : Kurangnya Integrasi Kualitas sering terpisah dari strategi dan kinerja usaha. Peringatan mengenai kualitas yang buruk diwakilkan oleh tim manajemen inti atau staf kualitas yang tidak memperhatikan hubungan atasan dan bawahan, dan celah (gap) lainnya adalah manajer lainnya bebas dari pengambilan keputusan dan semua wewenang ditangani tim yang tidak memiliki kendali resmi sama sekali. Paling yang ditekankan hanya bagian produksi dan manufakturing. Solusi Six sigma : hubungi dan satukan mulai dari bagian bawah sampai atas seluruh pihak manajemen. Proses manajemen, pengukuran dan perbaikan dijadikan sebagai tanggung jawab
sehari-hari
manajer
yang
bersangkutan.
Seperti
GE
yang
mendapatkan 40% bonus melalui Six Sigma menyatakan ” Six Sigma adalah bagian dari pekerjaan kita”. Di lain pihak yang masih memerlukan perhatian adalah penerapan Six Sigma secara administratif dan pada proses jasa. Keberhasilan ini dicapai oleh bagian GE’s Capital Services Financing. 2. TQM : Kelesuan Pihak Pemimpin Disaat usaha TQM sedang berkembang, para pemimpin bersemangat menjalankan proses, tetapi bila manajemen puncak telah merasa ragu atau semangat mereka melemah, maka kualitas akan berada dalam tahap
26
terombang-ambing lalu mulailah keluar dari perusahaan dan kualitas terus melemah. Solusi Six Sigma : ketertarikan dan kepercayaan pada Six sigma adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan lagi pada perusahaan Bombardier, Allied
Signal, dan GE. Six sigma sama artinya dengan penemuan hal-hal baru secara terus menerus pada usaha kita. Hal ini akan muncul bila manajemen puncak memutuskan ”perubahan” diperlukan untuk menuju keberhasilan. 3. TQM : Konsep yang Membingungkan Dimulai dari arti ”kualitas”, karena banyak arti yang tersirat pada kata ini. Pada banyak perusahaan sudah ada bagian yang menangani kualitas seperti ”QC (Quality Control)” dan ”QA (Quality Assurance )” yang cenderung lebih menstabilkan
daripada
perbaikan
proses.
Filosofi
kualitas
sendiri
kelihatannya cukup misterius bagi banyak orang. Ketidakjelasan ini lebih kelihatan ketika muncul sertifikasi ISO 9000 atau rekayasa ulang yang tidak menyatu dengan usaha keberadaan kualitas. Solusi Six Sigma : pesan sederhana yang diulang secara teratur. Memang sulit, tetapi dengan definisi six sigma sebagai suatu sistem usaha yang mencapai dan mendukung keberhasilan melalui proses yang berfokus pada pelanggan, manajemen dan perbaikan proses dengan penggunaan fakta dan data (jelas, tepat dan spesifik). Dengan terus-menerus mendefinisikan seperti diatas dan menghindari pendekatan tentang alat-alat yang dipakai atau filosofi yang diikuti, dijamin anda akan terhindar dari kebingungan.
27
4. TQM : Tujuan yang Tidak Jelas Selalu saja ditetapkan tujuan seperti ”memenuhi kebutuhan pelanggan” tetapi tidak diikuti perbaikan menuju tujuan tersebut atau alat-alat yang benar-benar mengarah ketujuan tersebut, sehingga TQM menjadi sistem ”open-loop” yang mungkin buat jangka waktu sekarang bisa memenuhi kebutuhan pelanggan tetapi belum tentu untuk masa mendatang. (yang awalnya ”succes stories” berubah menjadi ”horror stories”) Solusi Six sigma : tetapkan tujuan yang benar, bukan tujuan yang hanya omong kosong belaka. Tujuan harus jelas, dipercayai bisa terlaksana misalnya kampanye ”zero defects”. Walaupun pencapaiannya 99.9997%, 3,4 DPMO (defect per million opportunities) atau 6 sigma, orang-orang yang terlibat didalamnya benar-benar
merasakan pertumbuhan hasilnya, yang
bisa juga dilihat dari segi finansial. Dengan berfokus pada cara menangani perubahan pada kebutuhan pelanggan, perusahaan six sigma bisa membuat sistem dinamis untuk melakukan pengukuran kinerja berdasarkan kebutuhan yang paling mendesak dan penting. Sistem six sigma close-loop akan membantu pencapaian tujuan tersebut. 5. TQM: Cenderung Mempertahankan Sikap dan Teknis Lama Ahli TQM
membuat “Kebijakan
Kualitas”: Tiap individu
seharusnya
melakukan sesuatu berdasarkan cara yang sudah ditetapkan. Efeknya: 1.) Analisis permasalahan dengan pengunaan alat-alat yang tidak tepat atau sebenarnya tidak diperlukan 2.) Orang
yang ahli dibidangnya merasa aneh dan terpisah dari usaha
sebenarnya.
28
Solusi Six Sigma:
Sesuaikan alat-alat dan kekakuan pada keadaan
sebenarnya. Sepanjang perusahan percaya Six Sigma dapat mensukseskan perusahaan, lakukan diversikasi keterampilan, tidak hanya keahlian secara teknis. Ada banyak cara. Yang terpenting kita menggunakan alat-alat dan pendekatan yang dapat memperoleh hasil secara gampang dan sederhana. 6. TQM : Gagal Menghilangkan Hambatan Internal Banyak yang mengatakan Perbaikan Kualitas ”Total”, praktiknya Bagian Manufaktur hanya mengurus proyeknya, begitu juga departemen keuangan, HRD dan sebagainya. TQM menjadi lebih cross-functional tetapi pada banyak kasus targetnya hanya pada konflik kecil bukan persoalan kritis yang utama. Solusi Six sigma: Prioritas utama Six Sigma: Membantu menciptakan perusahaan yang efisien, lebih efektif, dan lebih lancar den sebagai alat untuk menghilangkan pekerjaan ulang dikarenakan tidak berhubungan dengan tujuan sama sekali atau miskomunikasi. Six Sigma juga berhasil menghilangkan hambatan internal yang ditetapkan dalam jangka waktu panjang. Jadi kedisplinan manajemen proses adalah pusat sistem Six Sigma yang merupakan cara mengukur atau memperbaiki proses. 7. TQM: Pelatihan yang Tidak Efektif Tidak ada pelatihan yang tidak efektif, baik pada Six Sigma maupun TQM. Yang diperhatikan pada pelatihan mencakup: -
waktu (kapan tepatnya seseorang diberikan keterampilan baru ?)
-
sumber daya (berapa lama dan biaya yang diperlukan ?)
-
sampai sejauh mana (Sejauh mana rincian yang perlu diberikan ?)
29
Tidak jelas sejauh mana ketidakefektifan pelatihan TQM, tetapi TQM cenderung terfokus pada pengajaran alat-alat daripada memberikan konteks yang jelas bagaimana memperbaiki pekerjaan. Hasilnya banyak orang tahu alat-alat apa saja pada TQM, tetapi tidak tahu kapan dan bagaimana menerapkannya secara tepat. Solusi Six Sigma: Black Belts, Green Belts, Master Black Belts. Perusahaan
Six Sigma menetapkan standar belajar dan menginvestasikan waktu dan uang untuk menolong karyawannya memenuhi standar kualifikasi. Black
Belts GE memakan waktu 3 minggu untuk pelatihan, berikut ujian dan terus belajar melalui konferensi dan forum lain. Green Belts diberi minimal 2 minggu untuk pelatihan. 8. TQM : Fokus pada kualitas produk Kualitas berhubungan erat dengan proses produksi dan manufakturing bukan pada pelayanan, logistik, pemasaran atau departemen lainnya. Misalkan
perusahaan
percetakan
menghilangkan penyimpangan
yang
terus-menerus
berusaha
milimeter pada kertas yang dipotong
sementara proses penanganan pesanan berantakan. Walaupun kualitas produk baik, tetapi produk tidak akan sampai di tempat pelanggan tepat waktu. Solusi Six Sigma : Six Sigma tidak hanya diterapkan dalam bidang jasa dan proses transaksional tetapi juga dibagian manufakturing, jadi lebih berpotensi ke ”Perbaikan Total” daripada ”Kualitas Total” . Dibandingkan dengan metode pengendalian kualitas sebelumnya, Six sigma memiliki keunggulan pada fungsi-fungsi proses. Six sigma tidak sekedar berorientasi
30
pada kualitas produk atau jasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional bisnis dengan penekanan dalam fungsi-fungsi proses. 2.4.2 Sejarah Six Sigma
Six sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith pada tahun 1980-an, awalnya diimplementasikan di perusahaan Motorola; kemudian juga digunakan oleh Jack Welsch pada General Electric, mulai tahun 1995, dan mulai popular digunakan di seluruh dunia. Pada tahun 1980 an dan awal 1990 an, Motorola merupakan salah satu dari banyak korporat AS dan Eropa dimana produk yang mereka luncurkan (bersama– sama dengan makanan dan snack lain) dimakan oleh para pesaing Jepang. Para pemimpin atas Motorola mengakui bahwa kualitas produknya mengerikan. Mereka berada (mengutip seorang veteran Six Sigma Motorola), “ Dalam area luka “. Seperti banyak perusahaan pada saat itu, Motorola tidak mempunyai sebuah program kualitas, Motorola mempunyai beberapa program. Tetapi pada tahun 1987, keluar sebuah pendekatan dari sektor komunikasi Motorola. Pada saat itu dikepalai oleh George Fisher, yang kemudian menjadi top eksekutif di Kodak. Konsep perbaikan inovatif itu disebut “Six Sigma”
Six Sigma memberikan kepada Motorola sekarang ini pendapatan yang jauh lebih banyak dengan sebuah cara yang sederhana dan konsisten untuk melacak dan membandingkan kinerja dengan persyaratan pelanggan (ukuran Six Sigma) dan sebuah target ambisius dari kualitas yang sempurna secara praktik (tujuan Six
Sigma) Perubahan Motorola dalam jangka panjang sama luar biasanya dengan hasil yang dicapai GE hanya dalam beberapa tahun. Hanya dua tahun setelah
31
meluncurkan Six Sigma , Motorola mendapatkan penghargaan Macoln Baldrige
National Quality Award. Karyawan total perusahaan naik dari 71.000 pada tahun 1980, menjadi lebih dari 130.000 saat ini. Namun demikian, dalam dekade antara permulaan Six Sigma pada tahun 1987 dan 1997, prestasi–prestasi yang dicapai Motorola adalah : -
Pertumbuhan lima kali lipat dalam penjualan, dengan laba meningkat hampir 20% per tahun.
-
Penghematan kumulatif berdasarkan usaha–usaha Six Sigma ditetapkan pada $ 14 miliar.
-
Pendapatan harga saham Motorola ditutup pada rate tahunan 21.3 %.
Itu semua terjadi dalam bisnis yang masa depannya membahayakan pada awal tahun 1980 an. Hasil yang dicapai Motorola pada tingkat korporat, adalah produk dari ratusan usaha perbaikan individual yang mempengaruhi rancangan produk, pemanufakturan, dan jasa disemua unit bisnisnya. Alan Larson, salah satu konsultan
Six sigma internal awal di Motorola, yang kemudian membantu menyebarkan konsep Six sigma di GE dan allied signal, menyebutkan proyek–proyek yang dipengaruhi oleh puluhan proses administrasi dan transaksional. Pada dukungan pelanggan dan pengiriman produk, misalnya perbaikan-perbaikan dalam hal mengukur dan fokus pada pemahaman yang lebih baik terhadap kebutuhan pelanggan bersama–sama dengan struktur manajemen proses yang baru membuat langkah besar pada perbaikan jasa dan pengiriman tepat waktu menjadi hal yang memungkinkan. Sekalipun demikian, lebih dari sekedar sekumpulan peraturan, Motorola telah menerapkan Six Sigma sebagai sebuah cara untuk mentransformasikan bisnis, sebuah cara yang didorong oleh komunikasi, pelatihan, kepemimpinan, team work,
32
pengukuran, dan fokus pada pelanggan. Sebagaimana dicatat oleh Larson : “Six
Sigma benar–benar merupakan sebuah budaya cara berperilaku ” (Santoso, 2007, p84) 2.4.3 Pengertian Six Sigma • Dalam pemahaman statistik, kualitas Six Sigma secara umum dapat diartikan, untuk setiap 1.000.000 unit kesempatan (opportunity), tingkat kerusakan tidak lebih dari 3,4 unit. Kesempatan disini berarti setiap kemungkinan untuk menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. (Santoso, 2007, p84) • Six sigma bisa dipahami sebagai sebuah alat untuk meningkatkan kualitas,
benchmarking dan metode peningkatan keuntungan yang terpadu. Six Sigma mendasarkan dirinya pada pemahaman bahwa mencapai zero-defect dalam pembuatan sebuah produk atau proses bukanlah tidak mungkin. Dengan Six Sigma, angka defect 3,4 kejadian per 1.000.000 kesempatan bisa
dicapai
jika
produk
dan
proses
didisain
dengan
baik
(www.wikipedia.org) • Six Sigma merupakan suatu sistem manajemen kualitas yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan dengan memenuhi keinginan konsumen lebih dari yang diharapkan. Secara harafiah, Six Sigma merupakan alat untuk mengukur penyimpangan yang terjadi dari proses yang dilakukan. Rentang nilai sigma yang digunakan 1 hingga 6. makin tinggi nilai sigma yang diperoleh maka makin sempurna proses yang dilakukan (Pande dan Hollp 2003, p3) • Pengertian Six Sigma yang lain adalah tujuan yang mendekati kesempurnaan dalam mencapai kepuasan pelanggan, keuntungan dan persaingan yang
33
jauh lebih baik dengan melakukan perbaikan secara terus menerus (Miranda dan Amin, 2006, p1). Keuntungan dari penerapan Six Sigma ini berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya, biasanya ada perbaikan pada hal-hal berikut ini: 1. Pengurangan biaya 2. Perbaikan produktivitas 3. Pertumbuhan pangsa pasar 4. Pengurangan waktu siklus 5. Retensi pelanggan 6. Pengurangan cacat 7. Perubahan budaya kerja 8. Pengembangan produk/jasa Jadi dapat disimpulkan bahwa Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (defect per million
Opportunity–DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang atau jasa). Six Sigma merupakan sebuah terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas berupa suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik menuju tingkat kegagalan 0 (zero defect). 2.4.4 Strategi Manajemen dan Perbaikan Six Sigma Bahan bakar sistem Six Sigma adalah pengetahuan akan kebutuhan pelanggan dan pengukuran yang efektif. Mesin yang digerakkan terdiri atas tiga elemen dasar, yaitu semuanya berfokus pada proses organisasi.
34
Process Improvemet
Process Design / Redesign
Process Management
Gambar 2.1 Tiga strategi penetapan Six sigma Sumber: (Miranda dan Amin, 2006, p19)
I. Perbaikan Proses (Process Improvement): menemukan solusi untuk mencapai target. Meliputi strategi untuk mengembangkan solusi untuk menghilangkan akar penyebab
masalah
Improvement”
pada
kinerja
usaha. Disebut juga
(Perbaikan Berkesinambungan), ”Kaizen”
”Continous (Perbaikan
Berkesinambungan ala Jepang). II.
Desain ulang proses: Membangun bisnis yang lebih baik. Tujuan dari Desain ulang proses bukan untuk menyesuaikan suatu proses tetapi cenderung menempatkan suatu proses yang baru. Juga sering disebut dengan ”Desain Six Sigma” – yaitu prinsip-prinsip Six sigma digunakan untuk membuat produk atau jasa baru yang berhubungan erat dengan kebutuhan pelanggan dan divalidasikan dengan data serta pengujian.
III. Manajemen Proses (Process Management): Infrastruktur Kepimpinan Six
Sigma. Kunci ketiga ini sifatnya paling revolusioner karena melibatkan perubahan dari kesalahan dan arah fungsi hingga pemahaman dan pemudahan
35
proses, yang merupakan aliran kerja yang melibatkan nilai pelanggan dan pemegang saham. Pada Manajemen Proses ini, kebijakan dan metode Six sigma menjadi bagian yang menyatu dalam menjalankan usaha yaitu: a. Proses dicatat dan di atur “end to end” dan tanggung jawab dibuat sedemikian rupa untuk menjamin adanya manajemen proses lintas fungsional (cross–functional ) yang kritis. b. Kebutuhan pelanggan diartikan secara jelas dan dimutakhiran secara teratur. c. Pengukuran keluaran, aktivitas proses dan masukan yang menyeluruh dan berarti. d. Manajer dan bawahannya (termasuk orang yang bersangkutan dengan proses tersebut) menggunakan pengukuran dan pemahaman proses untuk menilai kinerja pada ”saat yang tepat” dan mengambil tindakan untuk mengetahui permasalahan dan kesempatan apa yang muncul. e. Perbaikan proses dan desain ulang proses yang dilaksanakan bersamaan dengan alat-alat perbaikan Six Sigma digunakan terus-menerus untuk meningkatkan kinerja, daya saing dan profitabilitas perusahaan. 2.4.5 Dasar Statistik Six Sigma Menurut (Evans dan Lindsay, 2007, p44-45) Konsep tingkatan kualitas dari perspektif ”Six Sigma” berakar dari konsep spesifikasi desain di bidang manufaktur, serta kemampuan suatu proses untuk mencapai spesifikasi tersebut. Tingkatan kualitas Six Sigma adalah tingkat yang setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberikan kesempatan agar rata-rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi
36
standar dari target. Adalah penting untuk memberikan kesempatan pada kurva distribusi untuk bergeser, karena tidak ada proses yang bisa dipertahankan pada tahap sempurna. Kebanyakan perencanaan pengendalian proses statistik (statistical
process control) dibuat bedasarkan sampel dengan ukuran tertentu yang hanya memungkinkan pegeseran sebanyak 2 deviasi standar.
GAMBAR 2.2 Desain toleransi six sigma Sumber: Evands dan Lindsay, p44, 2007
Dalam gambar diatas, wilayah di bawah ekor kurva yang bergeser di luar wilayah sigma enam (baik di atas maupun dibawah batas toleransi) hanya berukuran 3,4 atau 0,0000034 per satu juta. Artinya, jika rata-rata suatu proses dapat dikontrol agar begeser paling banyak 1,5 deviasi standar dari target, maka kita dapat mengharapkan cacat hanya terjadi sejumlah 3,4 per satu juta kejadian. Jika ratarata tersebut dapat dijaga tepat sesuai dengan target (area distribusi yang diarsir di gambar di atas), maka kemungkinan terjadinya cacat diluar wilayah sigma enam ke dua arah ekor hanyalah satu per satu miliar kejadian. Jika pergeseran terjadi dua arah, maka kemungkinan cacat pada tingkatan sigma. Enam paling banyak hanyalah
37
6,8 per satu juta kejadian; dan jika pergeseran terjadi pada target distribusi, maka jumlah cacat hanyalah 6,8 per satu juta kejadian; dan jika pergeseran terjadi pada target distribusi, maka jumlah cacat hanyalah dua per satu miliar. Dengan cara yang sama maka kita juga dapat membuat definisi kualitas 3
sigma, kualitas 5 sigma dan seterusnya. Cara termudah untuk memperlajari konsep ini adalah dengan membayangkan jarak dari target ke batas atas atau bawah spesifikasi, yang di ukur oleh deviasi standar variasi yang terlibat, pada tingkatan sigma. Suatu tingkatan kualitas k-sigma harus memenuhi persamaan: K*deviasi standar proses = batas toleransi/2
2.4.6 Kelebihan Six Sigma Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan pengertian Six Sigma dari sudut pandang statistik. Tools untuk statistik dan metode pemecahan masalah yang ada dalam Six Sigma tidak terlalu berbeda dengan strategi peningkatan kualitas lainnya. Namun, Six Sigma menekankan aplikasi dari tool ini secara methodical
dan
sistematis yang akan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini bersifat generik sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa. Penerapan Six Sigma jelas memiliki fokus pada peningkatan mutu, baik pada barang maupun jasa ke pelanggan. Yang berarti melakukan lebih baik, sumber data yang lebih efisien. Melakukan dengan lebih cepat dan dengan mutu yang lebih tinggi dari perspektif permintaan pelanggan. Berdasarkan permintaan pelanggan karena merekalah yang memutuskan akan menggunakan barang atau jasa yang dihasilkan atau tidak.
38
Semakin baik upaya untuk secara terus menerus memenuhi harapan pelanggan atau bahkan melampui harapan pelanggan itulah yang menjadi titik utama penerapan mutu dalam Six Sigma. Penerapan konsep Six Sigma dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama ke dalam berarti peningkatan efisiensi dan efektivitas seluruh proses yang saling terkait dan kedua keluar yang berarti peningkatan layanan yang melebihi harapan pelanggan. Jika terjadi proses peningkatan mutu, yang disertai dengan peningkatan kinerja, baik dalam bentuk kecepatan (speedy), ketepatan (accuracy), tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfication level), efisiensi kerja (efficiency), maka secara langsung akan berpengaruh terhadap penghasilan bersih (Net Income) perusahaan. Dengan dilakukannya peningkatan mutu dalam perusahaan Six Sigma, maka perusahaan akan memperoleh dampak positif yaitu berupa penghematan dalam pengeluaran. Ada 6 komponen konsep Six Sigma (Pande dan Hollp, 2003, p20): 1. Benar-benar
mengutamakan
pelanggan:
pelanggan
bukan
hanya
pembeli tapi bisa juga rekan kerja, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. 2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini atau pendapat tanpa dasar. 3. Kolaborasi tanpa batas: kerjasama antar tim departemen. 4. Selalu mengejar kesempurnaan. 5. Fokus pada proses manajemen dan perbaikan. 6. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam melakukan perbaikan.
39
Keuntungan Six sigma: (Miranda dan Amin, 2006, p16) 1. Six sigma mengukur permintaan dalam arti yang sebenarnya dari apa yng dibutuhkan pelanggan. Hal ini menguntungkan kedua belah pihak dalam memikirkan apa saja yang benar-benar penting. 2. Menyediakan pengukuran yang sifatnya konsisten. Dengan berfokus pada cacat atau kemungkinan terjadinya cacat, pengukuran Six sigma dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan proses-proses yang berbeda di dalam organisasi atau antar organisasi. Contoh sederhana:
- Kesalahan mencetak dokumen - Pengiriman terlambat - Kuantitas tidak tepat - Kekurangan komponen - Sistem kacau - Ketidaksesuaian biaya
3. Menyatukan tujuan yang penuh ambisi. Dengan memusatkan perhatian seluruh organisasi pada tujuan kinerja 99,9997% dapat membuat perbaikan yang cukup signifikan. 2.4.7 Prinsip Kualitas dan Six Sigma Manajemen Kualitas modern didasari oleh tiga prinsip dasar: 1. Fokus pada pelanggan. 2. Partisipasi dan kerjasama semua individu di dalam perusahaan 3. Fokus pada proses yang di dukung oleh perbaikan dan pembelanjaran secara terus-menerus.
40
Prinsip-prinsip ini merupakan landasan Six Sigma, dan walaupun terdengar sederhana, amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dengan fokus yang sungguh-sungguh pada kualitas, maka sebuah organisasi akan secara aktif berusaha untuk terus-menerus memahami kebutuhan serta tuntutan pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas dan mengintegrasikannya ke dalam prosesproses kerja dengan cara menimba ilmu serta pengalaman dari para karyawannya, dan terus memperbaiki semua sisi organisasi. Memahami dan menerapkan prinsipprinsip ini merupakan kunci dari Six Sigma 1. Fokus pada Pelanggan Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi mengenai nilai dan kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi selama pembelian, kepemilikan, dan jasa pelayanan pelanggan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan ini perusahaan harus lebih mematuhi spesifikasi produk, mengurangi kecacatan dan kesalahan, atau melayani keluhan pelanggan. Upaya yang dilakukan juga harus termasuk mendesain produk baru yang membuat pelanggan puas serta respons yang cepat terhadap permintaan pasar dan pelanggan. 2. Partisipasi dan Kerjasama Para karyawan diizinkan untuk berpartisipasi, baik secara individu maupun dalam tim dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan pelanggan mereka akan memberi kontribusi terhadap kinerja bisnis dan kualitas. Six Sigma bergantung pada partisipasi dan kerjasama karyawan pada setiap tingkatan dari garis depan hingga manajemen tingkat atas untuk
memahami
masalah-masalah
41
bisnis,
menemukan
sumber
permasalahan tersebut, menghasilkan solusi untuk perbaikan, dan mengimplementasikannya. 3. Fokus Proses dan Perbaikan Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa hasil. Perbaikan proses merupakan aktivitas paling utama dalam Six Sigma. Perbaikan baik dalam arti perubahan secara perlahanlahan, dalam bentuk kecil dan bertahap, serta yang bersifat terobosan, maupun perbaikan yang besar dan cepat. Perbaikan ini dapat bisa berupa meningkatkan nilai untuk pelanggan melalui produk dan jasa yang baru dan lebih baik, mengurangi (kesalahan, cacat, serta biayabiaya yang terkait), meningkatkan produktivitas dan efektivitas semua jenis sumber daya dan memperbaiki respons dan masa siklus kinerja proses seperti menanggapi keluhan pelanggan. (Evans dan Lindsay, 2007, p15-19) 2.5 Metodologi Six sigma (DMAIC) Ada delapan tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma yaitu Identifikasi (Recognize ), Definisi (Define), Pengukuran (Measure), Analisis (Analyze), Perbaikan (Improve), Kontrol (Control ), Standard (Standardize) dan Integrasi (Integrate) (Miranda dan Amin, 2006, p32). Namun seringkali dalam proyek Six Sigma tahap definisi dimasukkan dalam inti strategi Six Sigma sehingga tahapannya menjadi definisi-pengukurananalisis-perbaikan-kontrol. Dalam bahasa inggris disebut Define – Measure – analyze –
improve - Control (DMAIC). Tahapan ini merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas Six Sigma.
42
DEFINE
CONTROL
MEASURE
IMPROVE
ANALYZE Gambar 2.3 Siklus DMAIC
Sumber: (Miranda dan Amin, 2006, p33)
Dari gambar fase DMAIC diatas, maka dapat diartikan dan dengan rincian sebagai berikut: •
Define Langkah pertama dalam DMAIC adalah perumusan (define), yang mencakup pemilihan
masalah yang harus diatasi, menemukan
kesempatan untuk
melakukan perbaikan, serta pemahaman proses-proses yang terlibat dan kebutuhan pelanggan melalui persperktif tingkat tinggi. Pada tahap ini tim pelaksana
mengidentifikasikan
permasalahan,
spesifikasi
pelanggan,
dan
menentukan tujuan (pengurangan cacat atau biaya dan target waktu). (Evans dan Lindsay, 2007,p62) •
Measure Langkah kedua adalah pengukuran (measure), yang berfokus pada pemahaman kinerja proses yang dipilih untuk diperbaiki pada saat ini, serta pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk dianalisis. Tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur, mengidentifikasi karakteristik kualitas, misalnya
43
dengan mengumpulkan data, membuat diagram Pareto dan sebagainya. (Evans dan Lindsay, 2007,p112) •
Analyze Analisis (analyze) adalah mengidentifikasi pemeriksaan terhadap proses, fakta dan data untuk mendapatkan pemahaman mengenai mengapa suatu defect terjadi dan dimana terdapat kesempatan untuk melakukan perbaikan. (Evans dan Lindsay, 2007,p160)
•
Improve Tahap peningkatan (improve) adalah tindakan untuk mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem berdasarkan hasil analisa terlebih dahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya. Jika hasilnya bagus maka akan dibuat prosedur bakunya. (Evans dan Lindsay, 2007,p200)
•
Control. Pengendalian (control) merupakan aktivitas untuk memastikan agar perbaikan proyek selalu terjaga melaui pemantauan tolak ukur kinerja utama. Fase pengendalian
berfokus pada bagaimana menjaga perbaikan agar terus
berlangsung dan meyakinkan proses perbaikan yang telah terjadi tidak lekang oleh waktu. (Evans dan Lindsay, 2007, p236). 2.5.1 Keuntungan Potensial DMAIC Disisi lain, terdapat alasan organisasional dan alasan yang masuk akal mengapa perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi sebuah model perbaikan baru bagian dari usaha Six Sigma, jika perusahaan tidak memiliki proses pemecahan masalah. Maka DMAIC menawarkan keuntungan ketimbang metode
44
lainnya, perbedaan atau keuntungan paling besar dari DMAIC adalah tujuh hal berikut ini: 1. Mengukur Masalah. Pada DMAIC, tidak hanya mengasumsikan bahwa perusahaan mengerti masalahnya, tetapi juga harus membuktikannya dengan fakta-fakta. 2. Memfokuskan pada pelanggan. Pelanggan eksternal selalu penting, bahkan jika perusahaan berusaha menghemat biaya dalam sebuah proses. 3. Menguji atau membuktikan akar masalah. Dulu, jika sebuah tim mengaku satu akar masalah, maka itu sudah cukup. Tapi sekarang, dalam era six
sigma, perusahaan perlu membuktikan akar masalah dengan data dan fakta. 4. Mematahkan kebiasaan-kebiasaan lama. Solusi yang datang dari proyek DMAIC tidah boleh hanya mengubah sedikit proses-proses lama yang kaku.
5. Mengelola resiko. Menguji dan menyempurnakan – menghapus ”virus” – merupakan bagian penting dari disiplin dan pengertian Six Sigma.
6. Mengukur hasil. Tindak lanjut untuk semua solusi adalah membuktikan pengaruh riilnya: lebih mengandalkan fakta-fakta.
7. Mempertahankan perubahan. Bahkan ”best practice ” baru yang terbaik sekalipun dapat mati segera jika tidak dipelihara dan didukung. Membuat perusahaan terus berlanjut merupakan kunci final bagi pendekatan pemecahan masalah yang lebih memberikan pencerahan. (Pande dan Hollp, 2003, p44-45).
45
2.6 Tools Six Sigma Alat-alat yang digunakan dalam program peningkatan kualitas Six sigma pada dasarnya merupakan gabungan dari berbagai alat-alat yang sudah dikenal sejak lama terutama Statistical Process Control (SPC). Beberapa alat yang digunakan dalam Six sigma akan dijelaskan sebagai berikut: 2.6.1 Diagram Alir Proses (Flow Chart) Diagram alir mengidentifikasikan urutan aktivitas atau aliran bahan baku dan informasi di dalam suatu proses. Setelah diagram alir dibuat, diagram ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan sumber-sumber kesalahan atau cacat, variasi yang tidak diinginkan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan. Diagram alir proses
merupakan representasi visual dari semua langkah-
langkah utama sebuah proses. Simbol terminal: Mengidentifikasikan awal atau akhir dari sebuah proses Simbol aktivitas: Mendefinisikan aktivitas sebuah proses Simbol Decision Point: Biasanya keputusan ya atau tidak Simbol Flow Line: Anak panah mengindikasikan arah aliran Gambar 2.4 contoh simbol Diagram Alir Sumber: Yamit, 2004, p46
Diagram alir dapat membantu proses untuk lebih baik, mengidentifikasikan area kritis atau bermasalah dan mengidentifikasi perbaikan yang dapat dilakukan.
46
Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam membuat diagram alir yaitu suatu proses yang besar mulailah dengan membuat aliran kegiatan-kegiatan utama. Kemudian, buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan utama. (Evans dan Lindsay, 2007, p178) 2.6.2 Critical To Quality (CTQ) CTQ adalah salah satu dari aspek dasar dari metodologi six sigma dalam mengindentifikasi hal-hal yang bersifat penting untuk terwujudnya suatu kualitas. Jika CTQ tidak terpenuhi maka perusahaan harus membangun sistem pengukuran dan pengendalian yang lebih baik (Evans dan Lindsay, 2007,p16). CTQ dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, seperti yang disarankan oleh professor dari jepang noriaki kano ( Evans dan Lindsay, 2007,p96-97): 1. Penyebab ketidakpuasan: suatu yang diharapkan di dalam suatu produk atau jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas dan fitur-fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh, yang tidak diminta secara langsung oleh pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam produk tersebut. Jika fitur-fitur tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas. 2. Penyebab kepuasan : suatu yang diinginkan oleh pelanggan. Meskipun kebutuhan ini biasanya tidak diminta oleh pelanggan, memenuhi kebutuhan ini akan menciptakan kepuasan pelanggan. 3. Pembuat senang : fitur baru atau inovatif yang tidak diharapkan pelanggan. Ini membuat persepsi kualitas yang lebih tinggi. Pemahaman akan CTQ pelanggan akan membantu kita untuk menyeleksi proyek-proyek six sigma yang terpenting. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman akan suara pelanggan (voice of the customer), yaitu kebutuhan
47
pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri. Beberapa pendekatan penting untuk mengumpulkan informasi pelanggan antara lain : -
kartu komentar
-
focus grup
-
kontak langsung dengan pelanggan
-
intelijen lapangan
-
analisis keluhan pelanggan
-
pengawasan melalui internet
2.6.3 Perhitungan DPMO (defect Per Million Opportunity) Penghitungan DPMO (defect Per Million Opportunity) dilakukan untuk menghitung penyebaran defect (cacat) per satu juta kesempatan yang ada. Penerapan DPMO memungkinkan kita untuk mendefinisikan kualitas secara lebih luas dan menyediakan alat pengukuran kemungkinan kegagalan yang lebih lengkap yang mempengaruhi kepuasan pelanggan (Evans dan Lindsay, 2007, p43)
Defect Per Million Opportunities (DPMO):
DPMO = Jumlah cacat yang ditemukan Kemungkinan kesalahan
48
x 1.000.000
Tabel 2.2 Tabel Konversi DPMO tingkat Sigma Yield DPMO (probabilitas tanpa
Sigma ( σ )
(defect per million opportunities)
cacat) 30.9 %
690.000
1
69.2 %
308.000
2
93.3 %
66.800
3
99.4 %
6.210
4
99.98 %
324
5
99.9997 %
3.4
6
Sumber: (Hendradi, 2006, p4)
Pengukuran tingkat sigma juga dapat dilakukan dengan menggunakan program Process Sigma Calculator. Data yang diperlukan adalah jumlah cacat, jumlah unit yang inspeksi dan jumlah jenis cacat yang terjadi. Dengan mengklik
calculate maka kan didapat DPMO dan Proses sigma .
Gambar 2.5 Process Sigma Calculator Sumber: www.spcwixard.com
49
2.6.4 Cost of Poor Quality – COPQ ( Klasifikasi biaya kualitas) Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk cacat (COPQ) adalah biaya yang terjadi atau mungkin terjadi karena produk cacat atau kualitas yang jelek. Biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi berhubungan dengan desain, pengidentifiksasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan. (Ariani, 1999, p16) Biaya tersebut meliputi:
1. Biaya kegagalan internal (internal failure cost) terjadi ketika produk dengan kualitas yang tidak memuaskan ditemukan sebelum pengiriman kepada pelanggan, meliputi: •
Biaya yang dikeluarkan karena produk harus dibuang(scrap cost), yaitu biaya yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi produk yang dihasilkan ternyata produk cacat, sehingga harus dibuang.
•
Biaya pengerjaan ulang (rework cost) yaitu biaya untuk memperbaiki produk yang cacat.
•
Biaya kegagalan proses (process failure costs) biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi produk yang dihasilkan adalah produk cacat.
•
Biaya yang harus dikeluarkan karena proses produksi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (process downtime cost)
•
Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan terpaksa harus menjual produk di bawah harga patokannya karena produk yang dihasilkannya cacat (price-dowgrading costs).
2. Biaya kegagalan Eksternal (eksternal failure cost) yaitu biaya yang harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat dan produk ini telah diterima oleh konsumen, meliputi:
50
•
Biaya untuk memberikan pelayanan terhadap keluhan pelanggan
(customer complain cost) •
Biaya yang harus dikeluarkan karena produk telah disampaikan kepada konsumen dikembalikan karena produk tersebut cacat (product return
cost) •
Biaya untuk menangani tuntutan konsumen terhadap adanya jaminan mutu produk (warranty claim cost)
•
Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak dipercaya oleh konsumen sehingga tidak mau lagi membeli produk ke perusahaan tersebut (lost sales costs). Para ahli memperkirakan bahwa 60 dari 90 persen total biaya yang
berkaitan dengan masalah kualitas berasal dari kegagalan internal dan eksternal dan menjadi tanggung jawab dari manajemen, meskipun tidak dapat dengan mudah dikendalikan manajemen. Sifat biaya kualitas pada manufaktur biaya kualitas utamanya berorientasi produk.
Six Sigma dapat memberikan dampak yang signifikan pada biaya kualitas karena fokusnya keuntungan financial. Bahkan, suatu studi menunjukan bahwa tiga tolak ukur utama yang digunakan untuk mengukur kesuksesan Six Sigma adalah pengurangan biaya produktivitas dan peningkatan pendapatan. Banyak proyek Six Sigma berfokus pada pengurangan biaya yang dihasilkan oleh kualitas rendah yang disebabkan tingkat kinerja dengan tingkat sigma yang rendah, serta perbaikan desain yang akan meningkatkan kepuasan pelanggan, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan. (Evans dan Lindsay, 2007, p85).
51
2.6.5 Diagram Sebab-Akibat (Fishbone) Diagram sebab-akibat yang sering juga disebut dengan diagram Tulang Ikan (Fishbone) atau diagram Ishikawa bertujuan untuk memperlihatkan faktorfaktor yang berpengaruh pada kualitas hasil atau dengan kata lain diagram ini dipergunakan
untuk
menunjukan
faktor-faktor
penyebab
(akibat)
yang
disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram tersebut merupakan alat untuk mengukur dan menunjukan semua hal yang berhubungan dengan masalah-masalah tersebut. Diagram sebab-akibat ini menunjukan 5 faktor yang disebut sebagai sebab dari suatu akibat. Kelima faktor tersebut adalah man (manusia, tenaga kerja),
method (metode kerja), material (bahan), machine (mesin), dan environtment (lingkungan). Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapat dari saran atau ”brainstorming”. ( Miranda dan Amin, 2006, p73) Langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat: 1. Tentukan masalah yang akan diamati atau diperbaiki dan buat flowchart 2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah. (definisikan masalah yang akan diselesaikan) 3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. 4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan menganalisa data yang ada. 5. Buat diagram sebab-akibat yang menunjukan hubungan semua data dalam satu kategori.
52
Sebab
Sebab Kontibutor penyebab
Masalah
Sebab Gambar 2.6: Struktur umum Diagram s ebab akibat / Fish Bone Sumber (Evans dan Lindsay, 2007, p188)
2.6.6 Analisis Pareto Analisisi pareto adalah proses yang membuat peringkat pada hal-hal mana yang harus diprioritaskan. Dengan kata lain ”Pisahkan sedikit yang penting dari banyak hal yang tidak begitu penting”. Hukum dari Pareto sendiri adalah 20% dari sesuatu akan bertanggung jawab terhadap 80 % dari hasilnya.(Hendradi, 2006, p42). Manfaat diagram pareto adalah cocok digunakan pada tingkatan yang bervariasi dalam program perbaikan mutu untuk menentukan langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya. Analisis pareto dapat dengan mudah diaplikasikan ke dalam data biaya kualitas. Dengan cara yang sama, biaya kualitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi tren atau wilayah yang dibutuhkan perhatian yang terbesar. (Miranda dan Amin, 2006, p70) Distribusi pareto adalah salah satu jenis distribusi dimana sifat-sifat yang diobservasi diurutkan dari yang frekuensinya terbesar hingga terkecil. Pareto diagram adalah histogram data yang mengurutkan data dari yang frekuensinya terbesar hingga terkecil. Analisis pareto sering kali digunakan untuk menganalis data yang dikumpulkan dilembar pemeriksaan. Penggambaran secara visual seperti ini dengan jelas akan
53
menunjukan
ukuran
relatif
suatu
kecacatan
dan
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi kesempatan-kesempatan untuk melakukan perbaikan. Masalahmasalah yang paling signifikan atau memilki biaya yang paling tinggi akan segera tampak menonjol. Diagram pareto dapat juga menunjukan dampak program-program perbaikan seiring waktu. (Evans dan Lindsay, 2007, p87-89) Langkah-langkah membuat analisis pareto: 1. Tentukan kelompok (kategori Pareto) untuk diisi grafik. Bila data tidak tersedia, bisa diperoleh dari checksheet atau logsheet. 2. Pilih interval waktu analisis. Harus lebih lama untuk memberikan kinerja yang baik. 3. Tentukan kejadian keseluruhan (biaya, jumlah cacat, dan sebagainya) untuk tiap kategori. 4. Hitung prosentase tiap kategori dengan membagi total tiap kategori dengan total keseluruhan kategori lalu kali 100%. 5. Beri peringkat kategori dari kejadian yang paling sering hingga yang paling jarang (besar sampai kecil). 6. Hitung ”Persentase Komulatif” dengan menambah persentase kategori dengan kategori selanjutnya. 7. Buat grafik dengan axis vertikal dari kiri 0 – total keseluruhan. Beri nama yang tepat untuk axis tersebut. Axis sebelah kanan diberi skala 0-100%. 8. Beri nama axis horizontal dengan nama kategori. Yang paling kiri seharusnya yang paling besar nilainya, terus yang lebih kecil dan seterusnya. 9. Gambar dalam bentuk batang untuk mewakili jumlah tiap kategori.
54
10. Gambar suatu garis yang menunjukan kolom persentase komulatif
tabel
analisis Pareto. Persentase komulatif ditentukan oleh dengan axis vertikal kanan. Pengunaan Program Minitab: 1. Masukkan data-data yang akan dibuat Diagram Paretonya 2. Pilih Stat 3. Pilih Quality Tools 4. Pilih Pareto Chart 5. Pilih Chart Defect Table 6. Masukkan Labels in dan Frequencies in 7. Klik OK
Gambar 2.7 Contoh Diagram Pareto Sumber: Software Minitab
2.6.7 Failure Modes And Effects Analysis (FMEA) FMEA
merupakan seperangkat pedoman, proses dan
format untuk
mengidentifikasikan dan memprioritaskan masalah penting (kegagalan). Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi semua cara di mana kegagalan dapat
55
terjadi, untuk mengestimasi dampak dan keseriusan dampak dari kegagalan tersebut, serta untuk merekomendasikan tindakan perbaikan yang bersifat korektif (Miranda dan Amin, 2006, p121). Adapun keuntungan dari menerapkan FMEA meliputi : -
Peningkatan kegunaan dan kekuatan produk
-
Mengurangi biaya-biaya jaminan
-
Mengurangi masalah manufaktur hari ke hari
-
Peningkatan keselamatan produk dan penerapan proses
-
Mengurangi Masalah-masalah proses bisnis
Dengan menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-langkah dalam membuat FMEA adalah: 1. Identifikasikan masalah-masalah yang mungkin timbul. 2. Mendaftarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalahmasalah sepele. 3. Menilai
masalah
untuk
keparahan
(severity),
probabilitas
kejadian
(occurance), dan detektabilitas (detection). 4. Menghitung “Risk priority Number”, atau RPN yang rumusnya adalah dengan mengalikan ketiga variable dala poin 3 diatas dan menetukan rencana solusi prioritas yang harus dilakukan. (Pande dan hollp, 2002, p326)
56
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi suatu Failure Mode and
Effect Analysis: •
Modus kegagalan potensial, bagaimana elemen dari komponen, produk, proses atau sistem tidak berhasil memenuhi masing-masing aspek dari spesifikasi yang diinginkan.
•
Efek kegagalan potensial, apa yang akan menjadi akibat dari kegagalan elemen atas komponen, produk, proses atau sistem.
•
Penyebab potensial, apa yang akan membuat komponen, produk, proses atau sistem gagal dalam jalan memenuhi apa yang diharapkan melalui model kegagalan potensial.
•
Pengendalian saat ini, apa yang akan dilakukan saat ini untuk mengurangi kesempatan atas terjadinya kegagalan.
•
Occurance (O), kemungkinan terjadinya kegagalan.
•
Saverity (S), dampak dari kemungkinan bahwa yang terjadi bagi pemakainya maupun lingkungan.
•
Detectability (D), kemungkinan bahwa kesalahan tidak dapat dideteksi sebelum kegagalan terjadi.
57
Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating Occurance, Severity dan
Detectabilty dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1. Rating Occurance (O) adalah penentuan kemungkinan sebuah mode kegagalan dapat terjadi. Rating ini terdiri dari 10 poin dengan 1 menjadi rating yang paling rendah dan 10 menjadi rating tertinggi. Tabel 2.3 Definisi FMEA untuk Rating Occurance Occurance (O) Keterangan
Rating
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan
1
mode kegagalan Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan Kemungkinan terjadinya kegagalan
2,3 4,5,6
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
7,8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
9,10
Sumber (Pande, cavanagh dan neuman, 2002, p236)
2. Rating Severity (S), merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pelanggan akan merasakan akibat kegagalan yang terjadi. Pemberian rating dapat berdasarkan pada pengalaman dimasa lampau atau berdasarkan pada pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh tim Six Sigma.
58
Tabel 2.4 definisi FMEA untuk Rating Detectability
Detectability (D)
Keterangan Metode
pencegahan
atau
deteksi
sangat
Rating efektif.
Tidak
ada
1
kesempatan bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi. Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan
2,3 4,5,6
atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi. Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih sangat tinggi. Metode
7,8
pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang kembali Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode
9,10
pencegahan atau deteksi kurang efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali. Sumber (Pande, cavanagh dan neuman, 2002, p236)
3. Rating Detectability (D) adalah suatu perkiraan tentang bagaimana efektivitas dari metode pencegahan atau deteksi menghilangkan mode kegagalan. Penentuannya berdasarkan pengalaman dan pertimbangan dari Six sigma.
59
Tabel 2.5 definisi FMEA untuk Rating Severity
Severity (S)
Keterangan
Rating
Negible Severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan
1
bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya
2,3
bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler.
Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderate). Pengguna akhir akan merasakan
4,5,6
penurunan kinerja atau penampilan, namun masih dalam berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi down time hanya dalam waktu yang singkat.
High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat
7,8
buruk yang tidak dapat diterima, berada di luar batas toleransi.
Potencial Safety Problem (masalah keselamatan/keamanan potensial). Akibat yang
9,10
ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Sumber (Pande, cavanagh dan neuman, 2002, p236)
4. RPN RPN (Risk Priority Number) adalah gabungan dari rangking Severity (S), Occurance (O), dan Detectability (D) dengan rumus:
RPN = (S) x (O) x (D)
60
Nilai ini harus digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan pada proses tersebut, misal untuk diagram Pareto. RPN ini akan bernilai antara 1 sampai 1000. angka ini seharusnya digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan penanganan serius. 2.6.8 Control Chart (Peta Kendali)
Control chart adalah grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out of control.
Control limit yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapat membantu kita untuk menggambar performansi yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukan proses itu konsisten. Dengan mengetahui kondisi proses, maka kita dapat mengetahui sumber variasi proses, apakah merupakan penyebab umum (common cause) atau penyebab khusus (special cause). Apabila merupakan special cause, kita dapat mengadakan perubahan tanpa mengubah proses secara keseluruhan, tetapi bila merupakan comon cause maka kita dapat mengadakan perubahan. Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaanya dipahami secara benar. (Ariani, 1999, p20). Peta kendali dapat digunakan untuk tiga tujuan: 1. Untuk
membantu
mengidentifikasi
sebab
menciptakan status pengendalian statistik.
61
khusus
variasi
dan
2. Untuk mengawasi proses dan menandakan kapan proses tersebut keluar dari batasan pengendalian. 3. Untuk menentukan kapabilitas proses. Berikut ini adalah rangkuman tahap-tahap yang dibutuhkan untuk menyusun dan menggunakan peta kendali: 1. Persiapan a. Memilih variabel atau atribut yang akan diukur b. Menentukan dasar, ukuran dan frekuensi pengambilan sampel c. Membuat diagram pengendalian 2. Pengumpulan Data a. Mencatat data b. Menghitung nilai statistik yang relevan c. Memplot nilai-nilai statistikpada diagram 3. Menentukan batasan pengendalian percobaan a. Menggambarkan garis tengah (rata-rata proses) b. Menghitung batasan pengendalian atas dan bawah 4. Analisis dan interpretasi a. Meneliti kemungkinan adanya kurang pengendalian dari diagram b. Mengeliminasi titik-titik yang berada di luar pengendalian c. Menghitung ulang batasan pengendalian jika dibutuhkan 5. Menentukan kapabilitas proses menggunakan data diagram pengendalian Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki : 1.
Garis tengah (central line), yang biasa dinotasikan sebagai CL
2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontol
62
ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas
(upper control limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebagai LCL 3. Tebaran nilai-nilai karakateristik yang menggambarkan keadaan proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecendrungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap berada dalam pengendalian statistikal. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu berada di luar batas kontrol, maka proses yang berlangsung dianggap berada dalam keadaan di
luar
kontrol,
sehingga
perlu
diambil
tindakan
korektif
untuk
memperbaiki prores yang ada. Jenis-jenis Peta Kendali
a. Variabel Control Chart Merupakan
data
kuantitatif
yang
diukur
untuk
keperluan
analisis,
memerlukan pengukuran dengan skala kontinyu dan merupakan pengukuran yang paling sensitif. Sebagai contoh pengukuran berat, suhu, tekanan, dan lain-lain. Diagram kontrol atribut memiliki tipe data diskrit dan datanya diperoleh sebagai hasil perhitungan, seperti menghitung jumlah cacat atau proporsi cacat produk. b. Atribute Control Chart Merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Data atribut hanya mengasumsikan dua nilai-baik atau buruk, lulus atau gagal, dan seterusnya. Atribut biasanya tidak dapat diukur, tapi dapat diamati dan dihitung serta berguna dalam berbagai situasi praktis. Sebagai
63
contoh: Jumlah kerusakan setiap pekerjaan, jumlah janji yang batal, persentase tugas yang tidak tepat waktu, dan lain-lain (Yamit,2004, p66) Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi atas peta kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Beberapa peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali X dan R, serta peta kendali X dan MR. Sedangkan peta kendali p, peta kendali np, peta kendali c, dan peta kendali u. Peta Kendali U Peta kendali U (U chart) digunakan apabila data yang diamati adalah atribut dan perhitungannya berdasarkan jumlah cacat. Cacat atau lebih tepatnya ketidaksesuaian
produk
dari
spesifikasi
dihitung
jumlahnya.
Pengertian
ketidaksesuaian disini adalah jumlah ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi, oleh karena itu ada beberapa atau banyak kejadian. Penggunaan Peta kendali U jika sampel yang diambil bervariasi atau memang seluruh produk yang dihasilkan akan diuji. Cacat produk yang diuji dengan peta kendali U misalnya memeriksa jumlah ketidaksesuaian (kerusakan, lubang, noda) pada produksi kain. (Hendradi, 2006, p174) Adapun langkah-langkah pembuatan Peta Kendali U (proporsi unit yang cacat) adalah sebagai berikut: 1. Tentukan ukuran contoh subgrup yang cukup besar (n>30). 2. Kumpulan banyak subgroup (k), yaitu 20-25 subgrup. 3. Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu :
U = Jumlah produk cacat Jumlah total produksi
64
4. Hitung rata-rata dari U, yaitu U̵̵-bar atau dapat dihitung melalui rumus ū=
total cacat total inspeksi
5. Hitung Garis batas atas UCL (Upper control limit) = ū + 3
U /n
6. Hitung Garis batas bawah UCL (upper control limit) = ū - 3
U /n
2.7 Analisis Porter Analisis Porter dikenal juga sebagai analisis kompetitif yang berarti pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategis dalam suatu perusahaan. Persaingan perusahaan pada saat ini sangatlah tajam, pesaing baru dapat masuk ke industri dengan relatif mudah, serta pemasok dan pelanggan dapat meningkatkan kekuatan tawar-menawar mereka. Menurut porter, hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan: 1. Persaingan antar perusahaan sejenis 2. Kemungkinan masuknya pesaing baru 3. Potensi pengembangan produk subsitusi 4. Kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok 5. Kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen 1. Persaingan di Antara Perusahaan Sejenis Persaingan antarperusahaan sejenis biasanya merupakan kekuatan terbesar dalam lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya jika mereka memberrikan keunggulan kompetitif dibanding strategi yang
65
dijalankan perusahaan pesaing. Itensitas persaingan di antara perusahaan sejenis yang bersaing cenderung meningkat karena jumlah pesaing yang semakin bertambah, karena pesaing semakin seragam dalam hak ukuran dan kemampuan, karena permintaan untuk produk industri menurun, dan karena pemotongan harga menjadi semakin umum. 2. Kemungkinan Masuknya Pesaing Baru Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri tertentu, intensitas persaingan antarperusahaan meningkat. Perusahaan baru kadang-kadang memasuki suatu bisnis dengan produk berkualitas lebih tinggi, harga lebih rendah, dan sumber daya pemasaran yang lebih besar. Dengan demikian, tugas penyusun strategi adalah untuk mengidentifikasikan perusahaan yang berpotensi masuk ke pasar, untuk memonitor strategi pesaing baru, serta untuk memanfaatkan peluang dan kekuatan yang ada saat ini. 3. Potensi Pengembangan Produk Subsitusi Dalam banyak industri, perusahaan bersaing dekat dengan produsen produk subsitusi dalam industri yang berbeda. Keberadaan produk subsitusi menciptakan batas harga tertinggi yang dapat dibebankan sebelum konsumen beralih ke produk lain menurun. Cara terbaik untuk mengukur kekuatan kompetitif produk subsitusi adalah dengan memantau pangsa pasar yang didapat oleh produk-produk tersebut, juga dengan memantau rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar. 4. Kekuatan Tawar-menawar Penjual/Pemasok Kekuatan tawar-menawar pemasok mempengaruhi intesitas persaingan dalam suatu industri, khususnya ketika ada sejumlah besar pemasok, ketika hanya sedikit barang subsitusi yang cukup bagus, atau ketika biaya untu mengganti bahan baku sangat mahal. Seringkali kepentinag yang dicari oleh pemasok dan produsen adalah saling memberikan harga yang masuk akal, memperbaiki kualitas, mengembangkan jasa baru,
66
pengiriman just in time, dan mengurangi biaya persediaan, dengan demikian memperbaiki profitabilitas jangka panjang untuk semua pihak. 5. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli/Konsumen Ketika konsmen terkonsentrasi dalam membeli dengan jumlah yang besar, kekuatan tawar-menawar mereka menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing mungkin menawarkan garansi yang lebih panjang atau jasa khusus untuk mendapatkan kesetiaan pelanggan ketika kekuatan tawarmenawar konsumen cukup besar. (David, 2006, p130-134)
Potensi pengembangan produk subsitusi
Kekuatan tawar-menawar penjual//pemasok
Persaingan antar perusahaan sejenis
Kemungkinan masuknya pesaing baru
Sumber: (David, 2006, P131)
Gambar 2.8 Model Lima Kekuatan Porter
67
Kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen
2.8 Kerangka Pemikiran
PT.ISTEM
DEFINE
Membuat diagram Alir (Flow
chart)
MEASURE
Menentukan CTQ
COPQ (cost of poor
Membuat Peta kendali
quality)
Menghitung Kapabilitas Sigma (DPMO)
ANALYZE
Membuat Diagram Pareto
Membuat Diagram Sebab Akibat
IMPROVE
Membuat FMEA
CONTROL
Memberikan Usulan Perbaikan
Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran
68
Keterangan : Pada kerangka pemikiran diatas merupakan sebuah konsep peningkatan kualitas dengan metode Six Sigma (DMAIC) Pada Tahap pertama Define alat yang dipergunakan adalah diagram alir proses. Ini merupakan
suatu representasi visual dari semua langkah-langkah
utama dalam sebuah
proses yang dapat membantu memahami proses lebih baik dan dapat mengidentifikasi perbaikan yang dapat dilakukan. Pada tahap kedua Measure terdapat 4 langkah yang harus dilakukan yaitu: i. Menentukan CTQ, fungsi dari menentukan CTQ ini adalah menentukan atributatribut apa saja yang penting untuk diperhatikan karena berdampak langsung terhadap kualitas yang menentukan kepuasan dari konsumen. ii. Menghitung kapabilitas Sigma proses ini sangat penting pada keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas six sigma yang ditunjukan melalui peningkatan dalam menghasilkan produk dengan tingkat cacat yang rendah. iii. Menghitung COPQ (cost of poor Quality), menghitung biaya akibat kualitas produksi yang buruk. Setiap cacat yang terjadi menjadi beban biaya yang harus ditanggung perusahaan. Dengan penghitungan ini PT.ISTEM dapat memiliki titik tolak awal dalam menentkan arah kebijakan dan keputusan perusahaan. iv. Menghitung peta kendali (contol chart), untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out of control. Control limit yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapat membantu kita untuk menggambar performansi yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukan proses itu konsisiten. Dengan mengetahui kondisi proses, maka kita dapat mengetahui sumber variasi proses, apakah merupakan penyebab umum (common cause) atau penyebab khusus (special cause).
69
Pada tahap Ketiga Analyze terdapat dua langkah yang harus diambil, yaitu : i.
Membuat digram pareto, untuk menentukan prioritas kesalahan yang harus kita konsentrasikan agar kesalahan tidak terjadi kembali. Diagram ini membantu menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab dari masalah yang ada sehingga kita dapat memfokuskan penyebab tersebut dalam bentuk yang signifikan.
ii.
Membuat diagram sebab akibat, berguna untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab utama dari masalah yang ada. Dengan diagram ini dapat membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah serta dapat dicari solusi dari masalah yang terjadi tersebut. Pada tahap keempat yaitu improve langkah yang dipergunakan adalah dengan
membuat FMEA ( Failure Mode Effect Analyze ).
Berguna untuk membantu menyoroti
akbibat-akibat dari kegagalan produk tersebut. Dengan menggunakan metode FMEA membantu
menganalisa,
mengidentifikasi
dan
mengurangi
keperluan
dini
dalam
pengembangan proses produksi. Pada tahap kontrol langkah yang diambil adalah dengan memberikan usulan perbaikan dan menangani faktor-faktor yang berhubungan dengan proses produksi guna mengurangi variasi yang ada dalam proses.
70