BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Pengertian mengenai Production Planning and Inventory control (PPIC) akan dikemukakan berdasarkan konsep sistem. Produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi barang jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan manajemen. Dalam Praktik, aktivitas dalam sistem produksi ini dapat dikelompokan ke dalam dua kategori yaitu “Perencanaan
Produksi” dan “Pengendalian Persediaan” dikutip dari
(Everett, 1998). Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lainlain. Proses produksi merupakan tindakan nyata dan dapat dilihat. Proses produksi ini terdiri atas beberapa subproses produksi misalnya proses pengolahan bahan baku menjadi komponen, proses perakitan komponen menjadi sub-assembly dan proses perakitan sub-assembly menjadi produk jadi, dikutip dari (Adegoke, 2012)
2.2
Perancanaan Produksi Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output manufaktur secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat manufacturing, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahun lebih, untuk setiap kelompok produk. Rencana produksi harus konsisten dengan rencana bisnis. (Brown, 1996)
2.3
Pengendalian Persediaan Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen, material atau produk jadi yang tersedia di tangan,
menunggu untuk digunakan atau dijual. (Groebner. (1992).Introduction to Management Science. USA : Macmillan.) Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut : 1.
Mekanisme pemenuhan atas persediaan.
Permintaan terhadap suatu
barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara suatu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggangn (lead time ) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dikendalikan. 3. Keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang. (Smith, 1989)
2.4
Perencanaan Kebutuhan Material dan Biaya Kebutuhan Material Dalam suatu industri, permintaan terhadap item-item produksi dapat dibedakan ke dalam dua tipe, permintaan yang tidak bergantung (independent demand) dan permintaan yang bergantung (dependent demand).
Suatu item dianggap memiliki independent demand bila
permintaan terhadap item tersebut tidak dipengaruhi oleh permintaan terhadap item yang lain, permintaan hanya dipengaruhi oleh faktor pasar. (Bassey, 2008). Permintaan pada produk jadi atau produk akhir umumnya bersifat independent.
Artinya permintaan terhadapnya hanya dipengaruhi oleh
kondisi pasar dan tidak dipengaruhi oleh permintaan terhadap barang lain yang diproduksi di perusahaan tersebut.
2.5
Definisi Sistem MRP Sistem MRP adalah suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item.(Gasperz, 2001). Sistem MRP dirancang untuk membuat pesananpesanan produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan 6
persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir.
Terdapat beberapa syarat pendahuluan yang ada dalam sistem MRP, yaitu: 1. Tersedianya MPS yang digunakan sebagai dasar dalam penentuan jumlah pesanan dan waktu pemesanan. 2. Adanya identifikasi khusus bagi setiap item pesedian (no. ID). 3. Tersedianya struktur produk (BOM). 4. Tersedianya catatan tentang inventory untuk semua item yang menyatakan keadaan persediaan sekarang dan yang akan datang.
Sedangkan asumsi yang diperlukan sebagai prakondisi berlakunya sistem MRP adalah sebagai berikut: 1. Adanya data file yang terintegrasi dengan melibatkan data status persediaan dan data tentang struktur produk. 2. Waktu tenggang/ lead time untuk semua item diketahui, paling tidak dapat diperkirakan. 3. Setiap item persediaan selalu ada dalam pengendalian.
2.6
Input dan Output dari Sistem MRP Ada tiga input yang dibutuhkan dalam sistem MRP 1. Jadwal Induk Produksi 2. Catatan Keadaan Persediaan 3. Struktur Produk Output dalam Sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi yang dibuat atas dasar Lead time.
Lead time dari suatu
item yang dibeli adalah rentang waktu sejak pesanan dilakukan sampai barang diterima. Lead time item yang dibuat adalah rentang waktu sejak perintah pembuatan sampai dengan item selesai diproses. Rencana pemesanan memiliki dua tujuan yang hendak dicapai. Kedua tujuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menentukan kebutuhan bahan baku pada tingkat lebih bawah. 2. Memproyeksikan kebutuhan kapasitas. 7
2.7
Proses Perhitungan MRP Tahapan-tahapan dalam proses perhitungan MRP adalah sebagai berikut: A. Netting Merupakan proses perhitungan net requirement yang besarnya mengikuti persamaan berikut ini. NRt = GRt + Allt – SRt – PAt-1
Dimana: NRt = Kebutuhan bersih pada periode t GRt = Kebutuhan kotor pada periode t Allt = Allokasi dari persediaan SRt = Jadwal penerimaan PAt-1 = Jumlah yang ada pada akhir periode t-1
B. Lotting Lotting merupakan proses untuk menentukan besarnya pesanan setiap item yang optimal berdasarkan kebutuhan bersih (net requirements) yang dihasilkan dari proses netting. Dalam proses Lotting terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot, yang disebut sebagai teknik lot sizing.
C. Offsetting (penyesuaian lead time) Offsetting merupakan proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih, dengan memperhatikan lead time kesiapan material. Langkah offsetting mengikuti persamaan berikut ini. PORLt = PORtl Dimana: PORLt = Planned Order Release pada periode t PORtl = Planned Order Receipt pada periode t + lead time
8
D. Explosion/Exploding Explosion/Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item level yang lebih bawah yang didasarkan atas planned order release. Data BOM sangat memegang peranan, karena atas dasar BOM inilah proses explosion akan berjalan. (McNugroho, 2011).
2.8
Ukuran Lot Berdasarkan tingkatannya teknik penentuan lot dapat dikategorikan sebagai berikut: •
Teknik ukuran Lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
•
Teknik ukuran Lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
•
Teknik ukuran Lot untuk banyak tingkat dngan kapasitas tak terbatas.
•
Teknik ukuran Lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas. Teknik penerapan ukuran Lot untuk satu tingkat dengan asumsi
kapasitas tak terbatas dapat diklasifikasikan lagi kedalam empat cara yaitu Fixed Order Quantity (FOQ), Lot for Lot (LFL) dan Economic Order Quantity (EOQ). (Silver, 1998). Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut, •
Variasi dari kebutuhan, bagi dari segi jumlah maupun periodenya.
•
Rentang waktu perendanaan.
•
Ukuran periodenya ( mingguan, bulanan, dan sebagainya)
•
Perbandingan biaya pesan dan biaya simpan
2.8.1 Fixed Order Quantity (FOQ) Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan ukuran lot ini.
Besarnya jumlah mencerminkan pertimbangan faktor-fakto r luar, seperti peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung dengan teknikteknik penenentuan ukuran lot. Beberapa keterbatasan kapasitas atau proses 9
yang harus dipertimbangkan antara lain batas waktu rusak, pengepakan, penyimpanan, dan lain sebagainya.
Periode 1 2 3 4 5 6 Kebutuhan 50 60 80 40 40 20 Bersih 100 100 100 Jumlah Pesan 30 70 90 50 10 80 Sediaan Tabel 2.1 Penetapan Ukuran Lot dengan FOQ
7
8
40 100 70
60
Biaya Simpan
: 410 x Rp. 3,000.-
= Rp. 1,230,000.-
Biaya Pesan
: 4 x Rp. 21,500.-
= Rp.
Biaya Total
10
86,000.-
= Rp. 1,316,000.-
2.8.2 Lot for Lot Teknik penerapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. (Baroto, 2002). Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada.
Teknik ini selalu melakukan
perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada
kebutuhan
bersih.
Penggunaan
teknik
ini
bertujuan
untuk
meminimumkan ongkos simpan.
2 3 4 5 Periode 1 Kebutuhan 20 50 60 80 40 Bersih 50 60 80 40 20 Jumlah Pesan 0 0 0 0 0 Sediaan Tabel 2.2 Penetapan Ukuran Lot dengan L4L
Biaya Simpan
: 0 x Rp. 3,000.-
= Rp. 0.-
Biaya Pesan
: 8 x Rp. 21,500.-
= Rp. 168,000.-
Biaya Total
6
7
8
40 40 0
40 40 0
60 60 0
= Rp. 168,000.-
10
2.8.3 Economic Order Quantity (EOQ) Dalam teknik EOQ besarnya ukuran lot adalah tetap. Penentuan lot berdasar pada biaya pesan dan biaya simpan, (Pattnaik, 2011) dengan formula sebagai berikut :
EOQ = Dimana
2AD H : A = Order Cost D = Demand H = Holding Cost
Metode EOQ ini biasa dipakai untuk horizon perencanaan selama satu tahun sebedar 12 bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan biaya pesan dan biaya simpan sangat besar.
Periode Kebutuhan Bersih Jumlah Pesan Sediaan Tabel 2.3
1
2
20 75 55
50
3
4
5
6
7
8
60 80 40 40 75 75 75 5 20 15 50 10 Penetapan Ukuran Lot dengan EOQ
40 75 45
60 75 60
Biaya Simpan
: 260 x Rp. 3,000.-
= Rp. 780,000.-
Biaya Pesan
: 6 x Rp. 21,500.-
= Rp. 129,000.-
Biaya Total
= Rp. 909,000.-
11
2.9
Tabel Perhitungan MRP
BOM UOM
On Hand
:
Lead Time
:
Order Policy
:
Safety Stock
:
LotSize
:
Period
28
29 30
31
1
2
3
4
5
6
7
Gross Requirement Schedule Receipt Projected On Hand Net Requirement Planned Order Receipt Planned Order Release Tabel 2.4
Contoh Tabel Perhitungan MRP
MRP merupakan cara perencanaan material dengan membuat beberapa hal •
Gross requirement (Kebutuhan material sesuai MPS pada periode tertentu)
•
Schedule receipts (Material yang sudah diorder dan tinggal ditunggu kedatangannya)
•
Project on hand (Material yang sudah ada digudang atau merupakan penambahan material digudang)
•
Net requirement (Perbedaan antara gross requirement dengan schedule receipts dan project on hand)
•
Planned order receipts (Rencana kedatangan material sesuai dengan ukuran lot size (sudah diorder dan tinggal menunggu kedatangannya dengan menyesuaikan LT, POR, dan merupakan keturunan PORI)
•
Planned order release (Kedepan suatu order harus dilakukan dan berapa jumlahnya)
(Sani, 2010)
12
8
9