BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Bonsai Menurut Richie (1982), bonsai merupakan salah satu keunikan Jepang. Bonsai berasal dari kata bon (盆)
yang berarti pot atau baki dan sai (栽) , yang berarti kata
benda dari tumbuh, merupakan tanaman yang ditanam dalam pot. Biasanya tanaman yang ditanam adalah sejenis pohon cemara. Tetapi akhir-akhir ini mulai banyak variasi tanaman yang bisa dibuat menjadi bonsai seperti tanaman bunga mawar, kaktus dan sebagainya. Bagi orang Jepang, membuat pohon dalam bentuk kecil bukanlah mengurangi namun meningkatkan apresiasi terhadap alam. Selain itu, orang Jepang juga menganggap mereka sebagai bagian dari alam dan semestinya berbagi dalam kehidupan. Sanada (2004), mengemukakan bahwa di Jepang, bonsai umumnya digambarkan sebagai pohon kerdil yang ditanam oleh beberapa orang tua atau orang yang sudah pensiun, yang akan menghabiskan waktu bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun dan mengembangkan bonsai menjadi sesuatu yang bernilai kekal. Tetapi akhir-akhir ini, hobi ini telah berubah dengan lebih banyak orang muda menanam bonsai kecil yang mudah dipelihara, pohon miniatur yang bernilai dan tetap indah untuk menghias kamar tidur atau ruang duduk. Selain itu juga menambah kesenangan mereka dalam hidup sehari-hari . Beberapa jenis baru lebih mudah dipelihara, membuatnya lebih populer, tetapi bagaimanapun tetap dibutuhkan keahlian dan pengetahuan tertentu untuk tahu bagaimana cara merawat dan mengembangkan setiap pohon menjadi karya seni yang alami.
8
地球に根付かず土の入った容器に植えられた盆栽は地球から独立してい る。そして自然の一部でありながらも、独立した存在で、それ自体で完 結したものである。これはまさに「盆栽の中の天と地」と表現される。 盆栽の木は常に盆の中心からずらして植えられる。これは悲対称という 重要な視覚的効果を持つだけでなく、盆の中心は転と地が出合う象徴的 な場所として捉えられているからである。そして何者もこの場所を占有 することはできない。もうひとつ美的原則は、視覚的バランスのために、 また普遍的原則(生が与えるエネルギ一あるいは神)と芸術家(盆栽の 作者)と盆栽自体の関係を表現するために三角形の型が必要となる。 Terjemahan : Dalam pandangan estetika dan filosofinya, bonsai dengan wadah dan tanahnya, secara fisik menjadi independen, karena akarnya tidak berada di tanah luas lagi. Sebagai satu kesatuan yang lahir secara terpisah, walaupun masih merupakan bagian dari shizen sendiri. Bonsai merupakan makna dari ungkapan “ Surga dan bumi dalam satu wadah”. Pohon bonsai seharusnya ditanam di tengah-tengah wadah, tidak hanya karena alasan simetri visual, tetapi posisi tengahnya merupakan simbol di mana surga dan bumi bertemu, dan tidak ada yang bisa menggantikan tempat ini. Prinsip aestetika lainnya adalah bentuk segitiga yang perlu sebagai keseimbangan visual dan juga ungkapan di mana prinsip universal ( kehidupan-pemberian energi atau Tuhan), sang pembudidaya, dan bonsai tersebut.
Menurut Fujii (1998), seni bonsai pada dasarnya, mencerminkan apresiasi dan pemahaman tentang kehidupan dan kematian seperti yang terdapat dalam ajaran agama Buddha. Seperti ajaran Buddha, seni bonsai akan memperluas wawasan kita dalam banyak cara yang tidak terhitung dan mengubah perilaku terhadap alam kehidupan di mana kita hidup. Sang pembudidaya tidak hanya menciptakan duplikat alam tetapi lebih kepada mengekspresikan nilai estetika personal atau sensibilitas dengan bekerja dan membuat miniatur alam.
Pohon dengan batang seperti simpul yang rumit
menggambarkan usia yang tua. Pemandangan hutan bisa dikreasikan dengan beberapa pohon di dalam pot. Sepasang pohon bisa merepresentasikan satu pasangan; tiga pohon berarti orang tua dan anak, dan seterusnya.
9
Olsen (2004), seorang pakar bonsai mengemukakan bahwa: “Symmetry – This means the repetition of the same shape, with the basic option for Bonsai being triangular. This particular shape is very important in oriental philosophy, being Heaven, Man, and Earth. When looking at the Bonsai, the triangular shape can be seen in its overall silhouette and branches regardless of the viewpoint.” Terjemahan: “Simetri-berarti pengulangan bentuk yang sama, dengan pilihan dasar untuk bonsai adalah bentuk segitiga. Bentuk ini sangat penting dalam filosofi oriental (surga, manusia dan bumi). Ketika melihat bonsai, bentuk segitiga ini dapat terlihat dari keseluruhan siluet tanpa terlalu memperhatikan pemantauan cabang.”
Gambar 2.1 Siluet Bentuk Simetri Visual Bonsai Front overall silhouette
Top view, branch
Branch profile
http://www.pabonsai.org/onsaifacts.html.
Matsusaki (1968), mengemukakan bahwa: ”The bonsai tells something of human life. Growing as it does in a limited state, the bonsai retains a powerfull will to exist. No man’s life runs smoothly; we are all faced with hardships, yet, unlike most men, the bonsai, without ”cussing”or giving up, continues to endure. They always seem to be so patient with us.” (Terjemahan) ”Bonsai menyampaikan sesuatu tentang kehidupan manusia. Seakan tumbuh di suatu tempat yang terbatas. Bonsai bertahan untuk selalu kuat. Tidak ada kehidupan manusia yang berjalan mulus; kita dihadapkan dengan kesusahan. Tidak seperti pada manusia, bonsai tanpa rasa menyerah terus bertahan. Bonsai menggambarkan sifat yang sabar.”
10
Pada awalnya, bonsai sudah ada di Cina sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Dengan nama aslinya pun-sai , merupakan sejenis tanaman mini yang berdaun jarang dan berbentuk mirip binatang, naga atau burung dan sebagainya. Dengan kreasi yang semakin baik, semakin tinggi pula nilai jualnya. Kemudian bonsai diperkenalkan ke Jepang pertama kali pada periode Kamakura (1185-1333), meskipun masih diperdebatkan waktu yang pasti kapan datang ke Jepang. Setelah datang ke Jepang, bonsai kemudian dikreasikan dengan cara yang lebih khas lagi mulai saat itu. (http://www.bonsaisite.com/history1.html) Mengenai kekhasan bonsai di Jepang, yang membedakan dengan bonsai di negara lainnya seperti Cina dan Korea, Lee (1982:88) mengemukakan bahwa meskipun Cina dan
Korea
juga
mengenal
bonsai,
tetapi
cara
pembudidayaan
dan
tujuan
membudidayakannya sedikit berbeda. Tak terkecuali di negara Barat, meskipun bonsai juga sudah dikenal di sana, tetap saja bonsai Jepang memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh negara lain yang juga mengenal bonsai. Di negara selain Jepang juga tidak ada
para pembudidaya bonsai profesional yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi
bonsai yang mengklaim beranggotakan jutaan orang. Apresiasi masyarakat Jepang terhadap seni bonsai dapat terlihat dari adanya asosiasi-asosiasi pemerhati bonsai di seluruh Jepang.
Di antaranya Nippon Bonsai
Association, Nippon Suiseki Association dan AJSBA (All Japan Shohin Bonsai Association). Selain itu juga terdapat banyak distrik bonsai di seluruh Jepang. Di antaranya yang paling terkenal adalah di Omiya dan Kinashi (pulau Shikoku). Ada juga wujud apresiasi lain melalui banyaknya pameran bonsai setiap bulan atau tahunan (http://www.geocities.com/tokyo/palace/7574/japan.html).
11
Menurut Koide, et.al (1989), bonsai pada dasarnya adalah seni dalam memilih tanaman yang berpotensial menjadi bonsai yang bagus, kemudian merawatnya dengan sempurna, konstan dan perawatan penuh kasih sayang sehingga dapat berpadu dengan pot dan didapatkan ekspresi keindahan shizen. Selanjutnya juga memerlukan sinar matahari yang cukup, air, pupuk, dan tanah yang cocok yang perlu untuk pertumbuhan yang sehat dan baik. Pada saat bersamaan pemotongan yang berhati-hati, pemangkasan, pemindahan pot, pemasangan kawat dan teknik-teknik lainnya. Semua ini diperlukan untuk membentuk pohon menjadi sesuai yang diharapkan. Di bawah ini adalah lima klasifikasi bonsai yang akan saya analisis pada bab 3. chokkan
Batang pohon tegak lurus merun-cing ke atas
moyoubi
Batang pohon dengan lekukan yang baik. bagian atas biasa nya mem belok melalui depan
Air tejun/semi air terjun
batang pohon seperti panah dan miring ke samping atau kebawah pot
Group/ Hutan
Bentuk Bebas
Biasanya bentuk ini merepresen tasikan berdasarkan bentuk miniatur karakter landscape kesukaan, batang pohon lurus, miring atau berbelok. Simple dan elegan.
Selain kelima bentuk di atas, masih ada tipe bonsai lainnya. Tipe-tipe lainnya termasuk tipe miring, sapu, tiupan angin, batang multiple (kembar, triple atau rumpun), dan penanaman batu (di atas, di dalam atau disekitar batu). Namun kelima tipe bonsai (chokkan, moyougi, kengai atau hankengai, yose ue, bunjingi) adalah klasifikasi paling umum. Ada juga klasifikasi bonsai dilihat dari ukurannya yang berukuran kecil (shohin), yang disebut bonsai mame. Ukuran tinggi bonsai pada umumnya adalah mulai dari 30
12
cm sampai 1 meter. Sedangkan ukuran bonsai mame pada khususnya berkisar di bawah 10 inchi atau di bawah 30 cm. (http://www.bonsaisite.com/techniq1.html) Orang yang menyenangi bonsai mengapresiasikan keindahan alam dan pohon dalam pot.
Sementara itu, mereka belajar dari alam dan belajar mengenai filosofi
kehidupan. Bahkan orang yang tidak memahami bonsai bisa berapresiasi dan berubah karena keindahannya. Kekuatan bonsai ada pada gambaran sepenuhnya keindahan alam. Ada tiga hal yang diperhatikan dalam tanaman bonsai, yaitu: 1.
Akar:
Ketika melihat sebuah pohon yang tua, akar memberntuk fondasi dan
memberikan kekuatan. Hal ini sungguh berkesan dan memberikan inspirasi. Akar yang kuat pada pohon melindungi pohon tersebut dari banjir dan badai. Kekuatan akar pada pohon ini terlihat juga seharusnya pada tanaman bonsai. 2.
Batang dan cara pembentukan; melalui batang yang kuat dan pemantauan batang
yang berkembang, dapat diperhatikan pertambahan kareakter dan kepribadian bonsai tersebut. 3.
Cabang; menghadap ke langit dan seimbang. Memerlukan sinar matahari dari arah
yang baik, agar menghasilkan daun, bunga dan batang yang sempurna. Melalui seni bonsai kita mempelajari makna kehidupan. Bonsai adalah pemberian dari Tuhan bagi manusia. Bentuk alam ini adalah paling dekat dengan manusia dan menggambarkan potret kehidupan manusia. Bonsai adalah alam tanpa akhir. Dengan kata lain, dengan bonsai
kita
belajar
bagaimana
menjalani
(http://www.fukubonsai.com/5a2.html)
13
hidup
melalui
alam
2.2. Konsep Buddha Gambar 2.2 Buddha Sidharta Gautama
http://en.wikipedia.org/wiki/buddhism. Sang Buddha lahir di India pada 463 SM dan wafat pada usia ke delapan puluh tahun. Lebih tepatnya Buddha sudah ada sejak 2.400 tahun yang lalu. Sang Buddha adalah seorang pangeran dari suku Sakya di daerah Nepal yang berbatasan dengan India. Ia adalah putra satu-satunya di dalam keluarga. Ayahnya bernama Raja Suddhodana dan ibunya Ratu Maya. Setelah diberikan nama Siddharta dan nama keluarga ayahnya yaitu Gautama, ia dipanggil Siddharta Gautama. Kerajaan suku Sakya terletak di Kapilavastu, yang dikenal orang Jepang sebagai Istana Kapila. Negara Sakya merupakan sebuah kerajaan kecil, di mana pemerintahannya menganut sistem republik. Para pemimpin suku berkumpul di sebuah aula untuk berdiskusi mengenai kebijakan politik. Sistem yang dianut kerajaan ini tentunya berbeda dengan sistem yang dianut oleh mayoritas kerajaan pada masa itu yang lebih menganut sistem kekuasaan monarki. Pada usia ke29 , Siddharta Gautama memutuskan untuk mencari pencerahan dengan meninggalkan kerajaan untuk belajar mengenai kehidupan. (Takada, 1996)
14
仏教は、6世紀に中国と朝鮮を経で日本へ伝わりました。仏教は日本の 政府、社会、文化、美術に大きな影を与えてきました。日本神の寺でさ まざまな種類の仏が信仰の対象になっています。葬式は仏教の僧我執行 う、といった具合です。 (Terjemahan) Agama Buddha datang ke Jepang dari Cina melalui Korea pada abad ke 6. A gama Buddha di Jepang dimanifestasikan dalam berbagai bidang kehidupan di antaranya; politik, masyarakat, kebudayaan, dan sebagainya. Di kuil-kuil Buddha, orang-orang memanjatkan doa. Sampai saat ini, ajaran agama Buddha masih dipegang terutama dalam kegiatan pemakaman. Takada (1996), mengemukakan bahwa ajaran Buddha adalah sebuah jalan mencari pengembangan spiritual yang membimbing menuju kepada kebenaran alam kehidupan. Ajaran Buddha misalnya meditasi yang berarti mengubah cara seseorang dalam mengembangkan kualitas kewaspadaan, kebaikan dan kebijaksanaan. Buddha Sidharta juga menemukan banyak hal mengenai kehidupan yang Ia jalani di luar kerajaan. Pada saat Buddha Sidharta keluar dari kerajaannya untuk memulai perjalanan spiritualnya, Ia melihat di arah utara kerajaannya, ada beberapa pendeta yang sedang mengamalkan kebaikan. Apa yang Ia lihat ini berbeda dengan apa yang Ia temukan di arah selatan, barat, dan timur yang menggambarkan penderitaan yagn dialami manusia. Buddha Sidharta menyimpulkan bahwa arah utara memang terbaik untuk menunjukkan kebaikan. Dalam meditasi yang ia jalani di bawah pohon bodhi, Ia sempat diserang oleh banyak kekuatan jahat. Namun Ia menyadari, dengan menghindari nafsu dan pikiran jahat, Ia akan selamat dan akan terhindar dari bahaya. Dari meditasi itulah Buddha Sidharta menemukan kebenaran tentang kehidupan dunia
Takada (1996), mengemukakan Buddha terbangun dari meditasinya dan menemukan empat pokok ajaran yang akan Ia sebar luaskan dalam ajarannya, yaitu:
15
a.
Shitai ( 四諦 ) atau Empat Kebenaran Arya, yaitu:
1.
Kebenaran Tentang Penderitaan: Kebenaran bahwa dunia ini adalah dunia
dengan penderitaan. 2.
Kebenaran Tentang
Penyebab :
Kebenaran bahwa semua penderitaan
memiliki asal penyebab. 3.
Kebenaran Tentang Pemusnahan :
Kebenaran bahwa ketika penyebab
dipadamkan, begitu pula dengan penderitaan. 4.
b.
Kebenaran Tentang Jalan : Kebenaran tentang cara benar mencapai tujuan.
Hasshoudou (八正道 ) atau Jalan Utama Berunsur Delapan, yaitu:
1.
Shouken ( 正見 ) : Pengertian yang benar
2.
Shousui ( 正思惟 ) : Pikiran yang benar
3.
Shougo ( 正語 ) : Perkataan yang benar
4.
Shougou ( 正業) : Perbuatan yang benar
5.
Shoumyou ( 正命 ) : Mata Pencaharian yang benar
6.
Shoushoujin ( 正精進 ) : Usaha keras yang benar
7.
Shounen ( 正念) : Perhatian yang benar
8.
Shoujou ( 正定 ) : Konsentrasi yang benar .
Pada Jalan Utama berunsur delapan bagian enam yang pertama, adanya pemahaman bahwa “Jangan memiliki pandangan yang jahat”, “ Jangan membangkitkan pikiran ke hal jahat”, “ Jangan menggunakan bahasa yang jahat”, bisa menjadi cara untuk
16
mengurangi perbuatan-perbuatan jahat. Sedangkan perbedaan yang kontras pada bagian tujuh dan delapan adalah cara positif dalam mendisiplinkan pikiran.
Dengan
mempraktekkan setiap hari, seseorang akan mampu mengontrol nafsu dan cinta yang menyebabkan penderitaan.
Stambaugh (1990), mengemukakan bahwa selain itu ada juga ajaran mengenai karma yang dibuat oleh manusia selama hidupnya. perbuatan dalam hidupnya.
Manusia melakukan banyak
Perbuatan itu mengakibatkan adanya penyebab dan
selanjutnya memberikan efek. Dari ajaran Buddha disimpulkan bahwa jika seseorang melakukan perbuatan yang baik, akan mendapatkan efek yang baik. Begitu pun jika melakukan perbuatan jahat, maka akan memberikan efek yang buruk. Karena itulah, ajaran Buddha mengajarkan kebaikan dan menghindari hal jahat. Hidup dan mati terpotong dari sebelum dan berikutnya. Hidup dan mati saling saling memiliki sebelum dan berikutnya. Hidup mengemansipasi Hidup. Kematian mengemansipasi kematian. Dari pemahaman tersebut ajaran Buddha mengajarkan kehidupan dan kematian tidak pernah putus.
Manusia hidup di dunia dan selanjutnya akan meninggal.
Namun
manusia akan terlahir lagi membawa amal dan kebajikan semasa kehidupan terdahulu. Jika manusia tidak membenarkan perilaku dalam kehidupan berikutnya, manusia akan terus hidup dalam ketidak sempurnaan personalitasnya。Ajaran Buddha memandang hidup sebagai sebuah proses manusia untuk menjadi lebih baik pada kehidupankehidupan berikutnya.
Kiyota (1987), mengemukakan bahwa di Jepang pada zaman dahulu, ajaran agama Buddha belum begitu diterima luas oleh masyarakat.
17
Pada saat itu, masyarakat
memandang orang mati memiliki unsur buruk.
Namun para pendeta Buddha
mengumpulkan orang-orang mati tersebut. Setelah itu, para pendeta mendoakan di kuil dengan upacara agama Buddha. Sejak saat itu, ajaran agama Budha mulai diterima luas dan dipegang oleh masyarakat.
2.3. Konsep Kehidupan dan Kematian Dalam Agama Budha. Dalam ajaran Buddha dikenal adanya konsep kehidupan dan kematian melalui proses reinkarnasi.
Ajaran Buddha mengajarkan manusia hidup di dunia untuk
mengumpulkan kebajikan yang akan dibawa, pada saat kematian datang dan manusia tersebut menjalani proses penghakiman. Di bawah ini adalah penjabaran mengenai konsep kehidupan dan kematian dalam ajaran Buddha. Dogen dalam Stambaugh (1990), menggambarkan kehidupan dan kematian ibarat bersin. Bersin adalah suatu tindakan reflek dan tidak terduga. Ini menjadi simbol koeksistensi yang serba cepat dari kehidupan dan kematian.
Kehidupan bukanlah
sebuah awal dari sebuah proses; kematian bukanlah akhir sebuah proses. Kehidupan dan kematian adalah tanpa sebelum dan berikutnya. Ajaran Buddha memandang hidup sebagai sebuah proses manusia untuk menjadi lebih baik pada kehidupan-kehidupan selanjutnya. Rumi dalam Rinpoche (2005), mengungkapkan: ”Sekali lagi aku masih harus mati sebagai manusia, dan lahir di alam para dewa. Bahkan setelah menjelma sebagai dewa, aku masih harus mati lagi; karena, kecuali nirvana, tidak ada sesuatu yang kekal abadi. Setelah kelahiranku sebagai dewa, aku masih akan menjelma lagi dalam bentuk yang tak kupahami.”
18
2.3.1. Konsep Kehidupan Sejak manusia dilahirkan dan menjalani masa hidup dan akhirnya memasuki kematian, sejumlah dekade dalamhidup kita seakan telah hilang dalam sekejap. Kebanyakan dari kita, hidup dalam ketidaktahuan. Darimana kita berasal? Kemanakah kematian membawa kita? Tidak ada yang bisa menjawab ini. Karena itu, kita hanya bisa mengatakan hal ini sangat membingungkan. Perkawinan seolah-olah menjadi seperti sebuah kecelakaan. Karir yang tidak selalu lancar, dan perencanaan yang sering diubah dari awal. Karena itu mengikuti ajaran Buddha untuk menambah kejelasan melalui pemahaman kehidupan manusia yang kacau. Tanpa memahami hal ini, manusia akan seperti sebuah kapal yang sedang berlayar dalam kondisi yang tidak stabil di laut yang luas. Bila kita memandang dunia dalam perspektif positif , semuanya terlihat begitu indah.
Bunga-bunga bermekaran, nyanyian burung, semua tumbuhan dan rumput.
Tetapi jika memandang dari perspektif negative, kita melihat ikan besar memakan ikan kecil,
serangga
besar
memakan
serangga
kecil
dan
sebagainya
(http://web.singnet.com.sg/-cswoon/purpose.html) Dalam kehidupan, manusia hidup seperti air terjun yang mengalir tanpa tahu akan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Hal ini sesuai dengan pendapat Buddha Sidharta tentang sebuah kayu yang terapung di sebuah hilir. Kayu itu terbawa arus air dan Ia menjelaskan kepada murid-muridnya bahwa seperti itulah kehidupan manusia. Manusia tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada hidupnya di masa yang akan datang (http://www.ksridhammananda.com). Stambaugh (1990), mengemukakan bahwa selain itu ada juga ajaran mengenai karma yang dibuat oleh manusia selama hidupnya. Manusia melakukan banyak perbuatan dalam hidupnya. Perbuatan itu mengakibatkan adanya penyebab dan 19
selanjutnya memberikan efek. Dari ajaran budha disimpulkan bahwa jika seseorang melakukan perbuatan yang baik, maka akan mendapatkan efek yang baik. Begitu pun jika melakukan perbuatan yang jahat, maka akan memberikan efek yang yang buruk. Karena itulah, ajaran budha mengajarkan kebaikan dan menghindari hal jahat. Fujii (1998), mengatakan bahwa penyatuan mengenai kebijakan dan rasa kasih Amida Budha, kita diajarkan untuk menundukkan kepala saat berbagi kesedihan atas kehilangan sahabat atau guru. Menunduk juga menggambarkan saat manusia menyadari kebahagiaan yang datang pada mereka. Selain itu, agama Buddha juga mengajarkan agar kita harus menghormati orang lain dengan menundukkan kepala ketika menyapa orang lain. Mahasthavira (2006), seorang Bhiksu Buddha juga menambahkan bahwa dengan merenung dan menundukkan kepala merupakan wujud representasi dalam mengingat ajaran agama Buddha. Dalam kehidupan, manusia melewati banyak kelahiran kembali. Karena hidup dan mati tidak akan terenti pada seorang manusia. Manusia akan dilahirkan kembali setelah melalui proses 49 hari masa penghakiman. Setelah melalui proses tersebut, manusia akan dilahirkan kembali dalam salah satu enam kehidupan. Identitas manusia akan berubah pada setiap kelahiran kembali. Semua hal ini tergantung dari perbuatan yang telah diperbuat pada kehidupan sebelumnya. (Takada,1996) Kehidupan manusia hanya bersifat sementara, seperti yang dikemukakan oleh Takada (1996) yaitu: 釈迦この世は苦しみの世界だと認識しました。すべては無常であり、私 たちはいつかは年老い、病気に係り、死ななければなりません。そのこ とは私たちは憂い、悲しみ、苦痛だ感じるからです。そこでぶっきょう
20
では、うまれ、老い、病身、死ぬことを、生きとし生けるものを根本的 な苦しみと捕らえ、「四苦」と呼びます。整理売ると次のようになりま す。 1. 2. 3. 4.
生 老 病 死
(Terjemahan) Buddha mengisyaratkan bahwa kehidupan bersifat sementara dan adanya penderitaan. Semuanya hanya bersifat sementara;suatu saat kita akan menjadi tua, jatuh sakit dan akan mati. Kita merasa tertekan, sehingga menyebabkan duka cita dan penderitaan yang dalam. Ajaran Buddha menemukan kebenaran bahwa kelahiran,masa tua, menjadi tua dan kematian sebagai penderitaan yang fundamentil dari semua makhluk hidup. Inilah yang disebut dengan ”Empat Penderitaan.” Empat hal tersebut diantaranya: 1. 2. 3. 4.
Kelahiran Usia Tua Sakit Kematian.
Dhamananda
(2002), seorang guru agama Buddha
mengemukakan bahwa
manusia hidup bagai mendaki gunung himalaya. Manusia berusaha mencapai puncak tertinggi.
Begitu pun dalam hidup yang sebenarnya, manusia berusaha mencapai
perbaikan dan melalui banyak tahap dalam hidupnya. Setelah melalui tahap-tahap yang merupakan proses kehidupan dan kematian itulah, manusia akan mencapai nirwana jika telah benar-benar mencapai pencerahan. Keinginan manusia tidak pernah ada habisnya. Ibarat seekor kuda yang sedang berlari cepat. Kedua kaki yang di depan pastilah yang akan terlebih dahulu menginjak tanah, tidak semua hal dapat dicapai dalam waktu bersamaan. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa kehidupan ini ibarat lebah mengumpulkan madu di dalam sarangnya.
21
Namun pada saat lebah itu menua hingga akhirnya mati, semua yang ia kerjakan akhirnya hanya sia-sia. (http://web.singnet.com.sg/-cswoon/purpose.html) Kesimpulan dari teori kehidupan juga diungkapkan oleh Komatsu (1989), seorang Bhikuni mengatakan bahwa “Aku melihat kehidupan sebagai alur penderitaan dan tekanan yang selalu ada selama manusia hidup.”
2.3.2. Konsep Kematian Berikut adalah konsep mengenai kematian menurut Takada (1996): Masyarakat penganut agama Buddha di India bahkan di Jepang hingga saat ini masih mempercayai bahwa semua makhluk hidup yang mati akan dilahirkan kembali. Kehidupan dan kematian itu akan terus terulang. Semua makhluk hidup yang dilahirkan kembali akan menuju ke alam kehidupan tertentu tergantung pada semua perbuatan mereka di masa kehidupan sebelumnya. Untuk menghindari penderitaan ini, ada dua jalan untuk menghindarinya yaitu: hidup dengan menghindari perbuatan jahat dan memperbaiki hidup agar dapat memasuki nirwana. Jalan kedua yaitu dengan mempraktekkan ajaran agama Buddha dan mencapai pencerahan sehingga akhirnya menjadi Buddha. Karena itu, ketika manusia meninggal, mereka akan mengambil salah satu jalan ini. Menurut kisah waktu Buddha Sidharta meninggal, daun-daun bunga sala grove (sejenis rumpun jeruk) berubah warna menjadi putih. Sejak saat itu, di setiap altar Buddha selalu diletakkan bunga berwarna putih (Takada, 1996) Ajaran Buddha menerima pemikiran ini dan meyakini bahwa kita akan dilahirkan kembali ke dalam enam alam kehidupan. Enam alam kehidupan itu adalah: 1) Alam Kehidupan surga 22
2) Alam Kehidupan manusia 3) Alam Kehidupan binatang 4) Alam Kehidupan asura 5) Alam Kehidupan roh kelaparan 6) Alam Kehidupan neraka. Pada saat meninggal, manusia akan mengalami kehidupan di salah satu enam alam kehidupan di atas. Manusia akan dilahirkan kembali namun tidak dalam waktu yang relatif cepat setelah kematian. Manusia akan menghadapi 49 hari proses penghakiman. Setiap hari ketujuh, manusia akan menghadapi proses tersebut. Penghakiman pertama dilakukan pada hari ketujuh pertama dan akan berlangsung sampai akhirnya hari ke-49. Pada hari terakhir yaitu hari ke-49, manusia akan mendapatkan keputusan di alam manakah ia akan dilahirkan kembali. Dalam agama Buddha, terdapat kegiatan ritual proses pasca kematian. Mulai dari hari ketujuh hingga tahun ketiga kematian. Kematian adalah awal dari perjalanan hidup selanjutnya. Kematian bukanlah akhir dari segala kemunculan. Sebagai contoh, saat tidur di malam hari, akan bangun pada keesokan paginya. Dari sini kita bisa mengetahui, jika kita tidak berusaha membuat perbaikan atau usaha lebih keras lagi, kita tidak akan tahu makna hidup di usia lebih lanjut. (http://web.singnet.com.sg/cswoon/purpose.html) Rinpoche (2005), mengungkapkan bahwa kehidupan dan kematian tidaklah kekal. Kehidupan digambarkan dengan contoh seseorang yang sakit di rumah sakit, kemudian sembuh dan diperbolehkan pulang. Namun, dalam perjalanan pulang, tiba-tiba terjadi kecelakaan dan meninggal seketika itu juga. batasannya.
Kehidupan ini indah, namun ada
Mengenai kematian atau ketidakkekalan tidaklah berarti membuat kita
23
harus takut. Inti keseluruhannya adalah milikilah welas asih terhadap diri sendiri. Dan berjalanlah dengan baik.
2.4. Konsep Tiga Potensial (Surga, manusia dan bumi)
Dalam agama Buddha, dikenal dengan alam lepas dari penderitaan yang disebut nirwana. Untuk mencapai nirwana, manusia harus benar-benar lepas dari karma buruk dan mencapai pencerahan. Nirwana merupakan akhir dari segala kelahiran dan kematian. Karena setelah memasuki nirwana tidak ada lagi kelahiran kembali, dan penderitaan. Tetapi untuk mencapai nirwana tidaklah mudah. Manusia bisa mencapai surga, alam kebahagiaan yang bersifat sementara.
Sadakata (1997), seorang pakar agama Buddha mengemukakan bahwa setelah menjalani kehidupan di dunia, manusia akan mengalami kematian. Jika manusia dapat mengumpulkan amal kebajikan dan lepas dari karma selama hidup di dunia, manusia akan memasuki alam surga.
Alam surga merupakan alam tertinggi dari keenam
tingkatan alam kehidupan. Semua yang kita harapkan ada di sana. Di surga yang ada hanyalah kebahagiaan. Tetapi masalahnya, semua ini tidaklah abadi, seperti yang ada dalam ajaran Buddha. Satu hari di alam surga sama dengan 400 tahun di alam manusia. Manusia akan tinggal di surga untuk waktu yang sangat lama di sana, yaitu selama 4000 tahun. Namun, karma akan tetap dihitung selama di surga. Lamanya manusia dapat hidup di surga tergantung dari jumlah karma yang telah ia lakukan selama di kehidupan sebelumnya. Di surga, manusia tidak dapat mempraktekkan kemurahan hati, tidak dapat juga berjuang untuk menambah kebijaksanaan. Setelah dilahirkan kembali, manusia akan menjalani kehidupan di alam lain yang berbeda. 24
Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang diberkahi sebagai makhluk dengan tingkat intelejensi tertinggi. Karena keistimewaan itulah, manusia kadang disejajarkan dengan surga dan bumi. Manusia berdiri di antara surga dan bumi. Konsep ini yang terdapat dalam ajaran agama Buddha. Jika surga sebagai unsur pokok metafisikal atau spiritual bagi manusia, maka bumi sebagai representasi elemen pemenuhan kebutuhan fisik atau badaniah bagi manusia. Menurut ajaran Buddha, setiap manusia satu sama lain memiliki hubungan yang dalam. Seseorang atau binatang atau figur apapun yang ada di dunia kemungkinan merupakan saudara, orang tua, musuh, teman dan sebagainya. Namun, yang berlalu sudah berbeda dengan kondisi sekarang. Karena kita tidak akan bisa mengingatnya.
Dengan menerapkan cinta kasih kepada sesama, berarti kita
mewujudkan dunia yang damai.
Sebaliknya jika manusia saling membenci dan
menyerang, dunia yang damai dan harmonis tidak akan terwujud. Manusia hidup di dunia untuk belajar menjalankan proses menjadi manusia yang lebih dari kehidupan sebelumnya. Untuk itulah dalam ajaran agama Buddha, manusia diharapkan untuk mengamalkan kebajikan dan menghindari karma yang buruk.
Jika manusia dapat
melakukan itu, manusia dapat memasuki alam surga yang penuh kebahagiaan namun bersifat sementara. (http://web.singnet.com.sg/-cswoon/purpose.html.
25