BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kredit
2.1.1
Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani "Credere" yang berarti kepercayaan,
(Truth atau Faith). Oleh karena itu dasar dari kredit adalah adanya kepercayaan. Seseorang atau badan usaha yang memberikan kredit (kreditur) memberikan kepercayaan bahwa penerima kredit (debitur) dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan itu berupa barang, uang atau jasa. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah sebagai berikut: "Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga." (Kasmir, 2011:85).
2.1.2
Unsur Kredit Adapun unsur-unsur kredit (Kasmir, 2011:87) tersebut adalah: a. Kepercayaan Kepercayaan yaitu suatu keyakinan bagi kreditur bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, jasa ataupun barang) akan benar-benar diterimanya kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. b. Kesepakatan Disamping unsur percaya didalam kredit, juga mengandung unsur kesepakatan antara kreditur dengan debitur. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menadatangani hak dan kewajibanya masing-masing. c. Jangka Waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
7
8 Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. d. Risiko Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan kredit suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya. e. Balas Jasa Balas jasa bagi bank merupakan keutungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bagi bank.
2.1.3
Tujuan Kredit Pemberian kredit mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan utama
pemberian kredit menurut (Kasmir, 2011:88) adalah sebagai berikut: a. Mencari Keuntungan Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan pada nasabah. b. Membantu usaha nasabah Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang membutuhkan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana itu maka pihak debitur dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. c. Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang diberikan oleh pihak bank, maka semakin meningkat jumlah kegiatan ekonomi yang akan terjadi. Mengingat
semakin
banyak
pembangunan diberbagai sektor.
kredit
berarti
adanya
peningkatan
9 2.1.4
Jenis Kredit Pembagian jenis ini ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu. Kredit dapat
dibedakan menjadi lima macam (Kasmir, 2011:90) yaitu: 1. Dilihat dari segi kegunaan kredit a. Kredit investasi Kredit investasi yaitu kredit jangka panjang yang biasanya untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek baru untuk keperluan rehabilitasi. Contohnya untuk membangun pabrik atau membeli mesinmesin. b. Kredit modal kerja Kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contohnya kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji atau biayabiaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi. 2. Dilihat dari segi tujuan kredit a. Kredit produktif Kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi. Sebagai contoh kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk pertanian. b. Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabot rumah tangga. c. Kredit perdagangan Kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangan seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor impor.
10 3. Dilihat dari segi jangka waktu a. Kredit jangka pendek Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan ayam. b. Kredit jangka menengah Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian jeruk. c. Kredit jangka panjang Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan. 4. Dilihat dari segi sektor usaha a. Kredit pertanian Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian. b. Kredit industri Kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar. c. Kredit pertambangan Kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang seperti tambang emas, minyak atau timah. d. Kredit pendidikan Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau berupa kredit untuk pembiayaan pendidikan. e. Kredit perumahan Kredit untuk membiayai pembangunan perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang.
11 5. Dilihat dari segi jaminan a. Kredit dengan jaminan Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan calon debitur. b. Kredit tanpa jaminan Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang. Kredit jenis ini diberikan dengan menilai dan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain. 2.1.5
Prinsip Pemberian Kredit Dalam memberikan kredit, bank atau lembaga perkreditan lainnya wajib
mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian dengan seksama baik itu terhadap watak, kemampuan, maupun prospek usaha debitur. Penilaian yang dilakukan bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan kredit. Berikut penjelasan mengenai prinsip 5C (Kasmir, 2011:95) : a. Character Analisis
watak
dari
peminjam
sangat
penting
untuk
diperhatikan. Hal ini karena kredit adalah kepercayaan yang diberikan kepada peminjam sehingga peminjam haruslah pihak yang benar-benar dapat dipercaya dan beritikad baik untuk mengembalikan pinjaman. Bagaimanapun baiknya suatu bidang usaha dan kondisi perusahaan, tanpa didukung watak yang baik, tidak akan dapat memberikan keamanan bagi bank dalam pembayaran atas segala kewajiban yang ada. Beberapa hal yang harus diteliti didalam analisis watak nasabah adalah riwayat hubungan dengan bank, antara lain: 1. 2.
Riwayat peminjam Reputasi dalam bisnis dan keuangan
3. 4.
Manajemen Legalitas usaha
12 b. Capacity Setelah aspek watak maka faktor berikutnya yang sangat penting dalam analisis kredit adalah faktor kemampuan. Jika tujuan analisis watak adalah untuk mengetahui kesungguhan nasabah melunasi hutangnya, maka tujuan analisis kemampuan adalah untuk mengukur kemampuan membayar. Kemampuan tersebut dapat diuraikan ke dalam kemampuan manajerial dan kemampuan finansial. Kedua kemampuan ini tidak dapat berdiri sendiri. Karena kemampuan finansial merupakan hasil kerja kemampuan manajerial perusahaan. c. Capital Modal sendiri (ekuitas) merupakan hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aktiva dengan kewajiban yang ada. Pada dasarnya modal berasal dari investasi pemilik ditambah dengan hasil usaha perusahaan. Analisa modal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memikul beban pembiayaan yang dibutuhkan dan kemampuan dalam menanggung beban resiko yang mungkin dialami perusahaan. d. Collateral Unsur lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam analisis kredit adalah collateral (jaminan). Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. e. Condition of Economy Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk dimasa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya
benar-benar
memiliki
prospek
yang
baik,
sehingga
kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
2.2
Audit Internal Untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan akan tercapai,
pengendalian internal yang dilakukan secara terus-menerus memerlukan suatu pengawasan dari manajemen untuk menentukan apakah pelaksanaanya telah sesuai
13 dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, manajemen memerlukan bagian khusus untuk melakukan penilaian atas pengendalian internal dan aktivitas-aktivitas perusahaan. Bagian ini adalah audit internal yang pelaksanaanya dilakukan oleh orang yang bebas dari pengaruh depatemen atau bagian-bagian yang diperiksanya. Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan oraganisasi yang dilaksanakan. Tujuan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Audit internal merupakan bagian dari
oraganisasi
yang
integral
dan
melaksanakan
fungsinya
berdasarkan
kebijaksanaan yang telah diterapkan oleh manajemen. Kegiatan audit internal dilaksanakan dalam berbagai lingkungan yang berbeda-beda dan dalam organisasiorganisasi yang bertujuan dan memiliki ketentuan yang tidak sama, sehingga akan mempengaruhi pelaksanaan audit internal di masing-masing lingkungan.
2.2.1
Pengertian Audit Internal Untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai audit internal,
penulis mengutip pendapat yang berhubungan dengan audit internal ini. Sukrisno Agoes (2012:204) menyatakan bahwa audit internal adalah sebagai berikut: “Internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi, dan lain-lain." Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa audit internal merupakan pemeriksaan kembali kegiatan operasi perusahaan secara independen untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan guna memenuhi kebutuhan pimpinan.
2.2.2
Tujuan Audit Internal Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para anggota organisasi
agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, audit internal akan melaksanakan rekomendasi, petunjuk dan informasi sehubungan
14 dengan kegiatan yang sedang diperiksa. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar. Menurut Sukrisno Agoes (2012:208), "tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah membantu (top management, middle management, dan lower management) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisis, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya." Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus melakukan kegiatankegiatan berikut: a.
Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b.
Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
c.
Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggung jawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
d.
Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
e.
Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
f.
Menyarankan
perbaikan-perbaikan
operasional
dalam
rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
2.2.3
Pelaksanaan Audit Internal Menurut Hiro Tugiman (2006:53), tahapan-tahapan dalam pelaksanaan
kegiatan audit internal adalah sebagai berikut: a) Perencanaan audit Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang paling awal dalam pelaksanaan kegiatan audit intenal, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit/prioritas audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan halhal lainnya yang berkaitan dengan proses audit, yaitu:
15 1. Menurut
Hiro
merencanakan
Tugiman setiap
(2006:53), pemeriksaan.
audit
intern
haruslah
Perencanaan
haruslah
didokumentasikan dan harus meliputi penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan. 2. Peroleh informasi dasar (background information) tentang kegiatankegiatan yang akan diperiksa. 3. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit. 4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. 5. Melaksanakan survei untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risiko-risiko dan pengawasan-pengawasan. 6. Penulisan program audit. 7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan. 8. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit. b) Pengujian dan pengevaluasian informasi Pada tahap ini audit intern haruslah mengumpulkan, menganalisa, menginterprestasi dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Menurut Hiro Tugiman (2006:59), proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut: 1. Dikumpulkannya berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pemeriksaan dan lingkup kerja. 2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasirekomendasi. 3. Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk teknik-teknik pengujian. 4. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi. 5. Dibuat kertas kerja pemeriksaan. c) Penyampaian hasil pemeriksaan Laporan audit internal ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat pengendalian audit intern, untuk menentukan ditaati tidaknya prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen. Audit intern harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat penyimpangan
16 yang terjadi di dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran untuk perbaikannya. Menurut Hiro Tugiman (2006:68) audit intern harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakannya yaitu: 1. Laporan tertulis yang ditanda tangani oleh ketua audit intern. 2. Pemeriksa intern harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi. 3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat terstruktur dan tepat waktu. 4. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan. 5. Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi. 6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau
rekomendasi
dapat
pula
dicantumkan
dalam
laporan
pemeriksaan. 7. Pimpinan audit intern menyetujui laporan audit. d) Tindak lanjut hasil pemeriksaan Audit intern terus melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Audit intern harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif terhadap berbagai temuan yang dilaporkan.
2.3
Kebijakan Perkreditan Bank
2.3.1
Prinsip Kehati-hatian dalam Undang-Undang Perbankan Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau
prinsip yang menyatakan bahwa bank menjalankan fungsi atau kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan pada bank. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 sebagai perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) dalam prinsip kehati-hatian perkreditan, berkaitan dengan:
17 1.
Kebijakan pokok perkreditan. a. Prosedur kredit yang sehat. b. Kredit yang mendapat perhatian khusus. c. Perlakuan kredit yang plafondering. d. Prosedur penyelesaian kredit bermasalah, pengahapus bukuan, dan pelaporan kredit macet. e. Tata cara penyelesaian barang agunan kredit
2. Kebijakan bank dalam pemberian kredit pada pihak terkait. a. Batasan jumlah maksimum kredit yang diberikan. b. Tata cara penyediaan kredit. c. Persyaratan kredit. d. Kebijakan pemenuhan ketentuan perkreditan 3. Pemecahan kredit yang perlu dihindari bank. 4. Tata cara penilaian kualitas kredit, hasil penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan ketentuan BI.
2.3.2
Prosedur Pemberian Kredit Prosedur pemberian kredit adalah tahap-tahap yang harus dilalui sejak
permohonan kredit diajukan oleh calon debitur sampai disetujui oleh bank. Tujuan prosedur pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit diterima atau ditolak. Sedangkan menurut Wenny Djuarni (2007:39), Prosedur Pemberian Kredit meliputi beberapa tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Permohonan kredit Permohonan kredit yang diajukan oleh calon nasabah kepada bank, umumnya dilakukan dengan menyampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut : -
Surat permohonan resmi
-
Akte pendirian perusahaan yang merupakan lembaga yang secara resmi memohonkan kredit.
-
Penjelasan atau uraian singkat tentang rencana proyek atau bisnis yang akan dilaksanakan oleh calon nasabah.
-
Untuk proyek yang cukup besar dan membutuhkan jumlah kredit yang besar, dilengkapi dengan surat laporan kelayakan proyek
18 yang disusun oleh suatu lembaga konsultan yang ditunjuk oleh calon nasabah. -
Laporan keuangan perusahaan.
-
Informasi-informasi lain yang biasanya selalu diminta oleh bank.
b. Analisis Kredit Setelah permohonan kredit diterima oleh bank (biasanya yang menerima adalah account officer atau kepala bagian kredit), maka calon nasabah diminta untuk memberi keterangan-keterangan tambahan yang dapat menjelaskan isi dari berbagai dokumen yang disampaikannya kepada bank. c. Persetujuan Kredit Analisis kredit yang dibuat oleh account officer atau wira kredit diperiksa dahulu oleh atasannya, kepala bagian kredit, sebelum disampaikan ke direksi bank. Nama dari laporan analisis kredit bermacam-macam, tergantung pada sistem dan prosedur yang dimiliki bank, antara lain : -
Laporan analisis kredit
-
Laporan analisis permohonan kredit
-
Laporan rekomendasi kredit
-
Appraisal study
-
Laporan study kelayakan proyek
d. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit dipersiapkan oleh seorang notaris publik yang ditunjuk bank atau dipilih oleh calon nasabah (atas dasar kesepakatan bersama antara bank dan calon nasabah). Bank mengirimkan ahli hukumnya untuk mendampingi wira kredit dalam membahas berbagai ketentuan yang harus dimuat dalam perjanjian kredit. e. Pencairan Kredit Pencairan kredit yang diminta debitur kredit hanya dapat dilakukan bank setelah debitur yang bersangkutan memenuhi berbagai syarat seperti dituangkan dalam perjanjian kredit yang telah dibuat. Pencairan kredit oleh bank dilakukan dengan berbagai cara, ada yang langsung dikirimkan ke rekening nasabah dan ada pula yang dialamatkan ke rekening-rekening
19 perusahaan yang menjadi rekanan nasabah, misalnya kontraktor bangunan, supplier mesin dan peralatan, dan lain-lain. f. Pengawasan Kredit Pengawasan (monitoring) kredit yang dilakukan oleh bank setelah kredit dicairkan merupakan salah satu kunci utama dari keberhasilan pemberian kredit, selain ketajaman dan ketelitian yang dilakukan sewaktu menganalisis kredit. Terjadinya kegagalan kredit terutama disebabkan oleh kelalaian bank dalam melakukan pengawasan kredit. g. Pelunasan Kredit Dalam kondisi yang ideal, nasabah akan dapat selalu memenuhi kewajibannya terhadap bank sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian kredit. Nasabah dapat membayar angsuran pokok pinjaman beserta bunganya sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, sehingga kredit atau pinjaman bank dinyatakan lunas. h. Penyelamatan Kredit Bermasalah Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut : -
Rescheduling merupakan penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitur.
-
Reconditioning merupakan perubahan sebagian atau seluruh persyaratan yang semula disepakati bersama pihak debitur.
-
Restructuring merupakan perubahan komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit.
-
Kombinasi 3-R merupakan kombinasi dari rescheduling dan reconditioning; rescheduling dan restructuring; restructuring dan reconditioning; rescheduling, restructuring dan reconditioning sekaligus.
-
Eksekusi. Jika semua usaha penyelamatan seperti diatas gagal, maka jalan terakhir adalah bank melakukan eksekusi melalui berbagai cara, antara lain dengan menyerahkan kewajiban kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) dan menyerahkan perkara ke pengadilan negeri (perkara perdata).
20 Analisis Rasio Keuangan Menurut Munawir (2010:30) kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Pihak yang berkepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Dengan membandingkan rasio keuangan pada beberapa tahun penilaian dapat dilihat bagaimana kemajuan ataupun kemunduran kinerja keuangan sesuai dengan kegunaan masing-masing rasio tersebut. Rasio-rasio tersebut diantaranya adalah: 1. Liquidity Ratio (Rasio Likuiditas) Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jenis-jenis rasio likuiditas antara lain: a. Current Ratio (Rasio Lancar) Merupakan
Rasio
yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki, Current Ratio dapat dihitung dengan rumus: Current Ratio = Aktiva Lancar / Hutang Lancar b. Quick Ratio (Rasio Cepat) Merupakan
rasio
yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid. Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus: Quick Ratio = Aktiva Lancar - Persediaan / Hutang Lancar c. Cash Ratio (Rasio Lambat) Merupakan
rasio
yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di bank. Cash Ratio dapat dihitung dengan rumus: Cash Ratio = Cash + Efek / Hutang Lancar
21 d. Working Capital (Modal Kerja) Rasio ini didefinisikan sebagai investasi jangka pendek bersih yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap ativitas perusahaan. Working Capital dapat dihitung dengan rumus: Working Capital = Aktiva Lancar - Hutang Lancar 2. Solvability Ratio (Rasio Solvabilitas) Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Jenis-jenis rasio solvabilitas antara lain: a. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas) Merupakan perbandingan antara hutang-hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibanya. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Total Debt to equity Ratio = Total Hutang / Ekuitas Pemegang Saham b. Total Debt to Total Asset Ratio (Rasio Hutang terhadap Total Aktiva) Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu: Total Debt to Total Asset Ratio = Total Hutang / Total Aktiva c. Long Term Debt to Equity Ratio Rasio ini membandingkan antara hutang jangka panjang dan modal pemilik. Rasio ini menunjukan berapa bagian modal pemilik yang menjadi jaminan utang jangka panjang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu: Long Term Debt to Equity Ratio = Hutang Jangka Panjang / Modal Sendiri d. Times Interest Earned Ratio Time interest earned merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga dan
22 merupakan rasio yang mencerminkan besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu: Times Interest Earned Ratio = EBIT / Bunga Hutang Jangka Panjang 3. Profitability Ratio (Profitabilitas Rasio) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Jenis-jenis rasio profitabilitas antara lain: a. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor) Merupakan perbandingan antara penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dengan tingkat penjualan. Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Gross Profit Margin = Laba kotor / Penjualan Bersih b. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak / Penjualan Bersih c. Earning Power of Total investment Merupakan
rasio
yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan dari modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Earning Power of Total investment = Laba Sebelum Pajak / Total aktiva d. Return on Equity (Pengembalian atas Ekuitas) Merupakan
rasio
yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Return on Equity = Laba Setelah Pajak / Ekuitas Pemegang Saham
23 e. Return on Investment ROI merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktivayang digunakan dalam perusahaan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Return on Investment = Laba Setelah Pajak / Jumlah Aktiva 4. Activity Ratio (Rasio Aktivitas) Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan (penjualan, persediaan, penagihan piutang, dan lainnya) atau rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Jenisjenis rasio aktivitas antara lain: a. Total Assets Turnover Kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Total Assets Turnover = Penjualan Netto / Jumlah Aktiva b. Receivable Turnover Kemampuan dana yang tertanam dalam piutang berputar pada suatu periode tertentu. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Receivable Turnover = Penjualan Kredit / Piutang Rata-rata c. Inventory Turnover (Perputaran Persediaan) Perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan (inventory), ini berputar dalam satu periode. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Inventory Turnover = Harga Pokok Penjualan / Inventory Ratarata d. Working Capital Turnover (Perputaran Modal Kerja) Working capital turnover merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama satu periode. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
24 Working Capital Turnover = Penjualan Bersih / (Aktiva Lancar Hutang Lancar) e. Fixed Assets Turnover Fixed assets turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Fixed Assets Turnover = Penjualan Bersih / Aktiva Tetap
2.3.3
Pengertian dan Tujuan Pengawasan (Monitoring) Kredit Pengawasan adalah fungsi yang ditujukan supaya keputusan yang telah dibuat
dalam bentuk rencana benar-benar dijalankan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditentukan. Pengertian pengawasan kredit menurut Djohan (2007:17) adalah salah satu fungsi manajamen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan atas pengelolaan kekayaan bank kearah perkreditan yang lebih baik dan efisien guna menghindarkan terjadinya penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkan. Berikut ini tujuan pengawasan kredit yang dirumuskan oleh Rivai Veithzal (2006:566) adalah agar: 1. Sistem/prosedur
sebagai
dasar
kredit
operation
dapat
dilaksanakan
semaksimal mungkin. 2. Penjagaan dan pengamanan kredit sebagai kekayaan bank harus dikelola dengan baik agar tidak timbul resiko yang diakibatkan oleh penyimpanganpenyimpangan (devisiasi) baik oleh nasabah maupun oleh intern bank. 3. Administrasi dan dokumentasi kredit harus terlaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan sehingga ketelitian, kelengkapan, keaslian dan akurasinya dapat menjadi informasi bagi setiap lini manajemen yang terlibat dalam perkreditan. 4. Efektifitas dan efisiansi meningkat dalam setiap tahap pemberian kredit sehingga perencanaan kredit dapat dilaksanakan dengan baik. 5. Pembinaan portofolio, baik secara individual maupun secara keseluruhan.
25 2.3.4
Teknik Pengawasan Kredit Dalam melaksanakan pengawasan kredit yang efektif dan efesien
membutuhkan teknik pengawasan yang baik dan handal. Teknik pengawasan kredit merupakan pendekatan yang digunakan bank dalam melakukan pengawasan. Rivai Veithzal (2006:643-647) mengemukakan ada beberapa teknik-teknik pengawasan kredit yang terdiri dari : 1. Monitoring perkreditan Pelaksanaan
pengawasan
ini
senantiasa
ditujukan
untuk
mengamankan kepentingan bank yang berarti menghindari risiko atau mengurangi kerugian yang dapat menimpa bank dikemudian hari, untuk itu bank berusaha mendapatkan informasi dan keterangan yang dibutuhkan tentang debitur diantaranya sebagai berikut. a. External information 1. Nasabah diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala yang meliputi laporan realisasi usaha, laporan keuangan beserta lampirannya. 2. Inspeksi on the spot ke lokasi usaha nasabah yang tujuannya untuk membandingkan data laporan yang disampaikan nasabah dengan kondisi yang sesungguhnya diproyek. b. Internal information 1. Teliti apakah laporan realisasi usaha yang disampaikan oleh nasabah sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dan harus mencerminkan mutasi rekeningnya. 2. Awasi pada tanggal pelunasan apakah dapat dipenui oleh nasabah. 3. Periksa kembali apakah nilai jaminan masih mengcover jumlah kredit. 4. Teliti apakah nasabah memenuhi kewajiban pelunasan angsuran dan pembayaran bunga dengan baik atau apakah nasabah tidak menungggak angsuran maupun bunga.
26 2. Pengawasan terhadap hal-hal yang masih menyimpang (Control By Exception) Berdasarkan atas prinsip control by exception, maka sasaaran utama dan intensitas di titik beratkan pada hal-hal yang masih lemah dalam bank itu sendiri dan hal-hal yang dapat membahayakan diluar bank. 3. Pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan (Verband Control) Dalam situasi dan kondisi tertentu, pihak bank membutuhkan informasi yang benar tentang debitur. Untuk mendapatkan informasi tersebut dengan cara menguji kebenarannya, maka dibutuhkan teknik pengawasan Verband Control. Teknik ini dilakukan oleh aparat perbankan dengan cara menyamar, misalnya bank merasa juga atas volume laporan penjualan nasabah yang dianggap terlalu besar, maka untuk mengetahui volume penjualan yang sebenarnya dari usaha nasabah, pihak akan menurunkan pengawas dengan cara menyamar atau cara lain ke perusahaan nasabah untuk menguji informasi tersebut. 4. Budgetary Control Anggaran merupakan rencana kerja yang dimanifestasikan dalam kesatuan nilai uang, dengan demikian anggaran ini mempunyai arti penting yang lebih penting lagi sebagai alat pengawasan. Melalui anggaran secara kuantitatif dapat dilihat kemungkinan-kemungkinan baik bagi bank maupun bagi nasabah yaitu dengan membandingkan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam anggaran dengan realisasinya. 5. Inspeksi On The Spot Atau pengawasan fisik adalah pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan langsung ditempat perusahaan nasabah, tujuannya untuk mengecek kebenaran seluruh keterangan ataupun data serta laporan yang disampaikan oleh nasabah dengan membandingkan jumlah dan kondisinya secara fisik.