BAB 2 LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang serta penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan permasalahan identifikasi jenis citra catur cina, serta metode Backpropagation. 2.1. Citra Citra adalah gambaran dari suatu objek yang dihasilkan dari pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan dari sebuah lensa atau cermin (Simonett, 1983). Citra didefenisikan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan luasan dari f untuk tiap pasang koordinat (x,y) disebut sebagai intensitas keabuan citra pada suatu titik tertentu. Jika x, y, dan nilai intensitas f bersifat terbatas, maka citra tersebut dapat disebut sebagai citra digital (Gonzales et al, 2002). Citra yang digunakan pada penilitian ini adalah biji catur cina. Citra biji catur cina merupakan sebuah gambaran citra foto yang didapatkan dari sensor kamera pada webcam di dalam penelitian ini. Suatu gambar memiliki ciri yang berbeda dengan gambar yang lain berdasarkan pada karakteristik yang mencolok pada gambar tersebut. Ciri didefinisikan sebagai sebuah tanda yang khusus, dimana tanda tersebut menbedakan suatu gambar dengan gambar lain. Citra dari biji catur cina dapat dibedakan berdasarkan pada ciri pada biji catur cina tersebut seperti pola dari tulisan, warna, tekstur dan sisi atas. 2.2. Image Processing Image processing adalah sebuah transformasi input data yang mentah untuk membantu kemampuan komputasional dan pencari ciri serta mengurangi noise(derau) (Putra, 2008). Image processing adalah sebuah teknik untuk menemukan orientasi dari sebuah citra, untuk menghilangkan noise kemudian meningkatkan kualitas dari sebuah
Universitas Sumatera Utara
9
citra sehingga memudahkan dalam proses pengklasifikasian dan penelitian lebih lanjut tentang sebuah citra.
2.2.1. Canny Edge Detection Edge detection adalah topik yang penting di dalam analisis citra (Soo-Ji, 2002). Tujuan dari edge detection secara umum adalah untuk mengurangi jumlah data di dalam sebuah citra dan juga menyediakan elemen struktural digunakan untuk pemrosesan citra yang lebih mendalam (Canny, 1986). Walaupun algoritma Canny menyertakan proses smoothing, tetapi algoritma Canny tidak menyampingkan penggunaan dari median filter. Dikarenakan, proses smoothing hanya mengaburkan citra dan proses smoothing hanya menyebabkan sedikit noise pada citra untuk dikaburkan. Akantetapi, median filter menyebabkan banyak noise yang dihilangkan (Nosrati et al, 2012). 2.2.1.1. Hough Circle Transform Hough Transform telah dikenal sebagai sebuah tool yang kuat untuk pendeteksian bentuk kurva-kurva yang bersifat parametirk di dalam citra (Duda & Hart, 1972; Hough, 1962).
Circle Hough Transform didesain untuk menemukan lingkaran-
lingkaran yang terbentuk oleh sebuah titik pusat (x0 , y0) dan sebuah radius r. Dalam menentukan sebuah lingkaran, sangat penting untuk mengakumulasi nilai – nilai parameter pada tiga ruang dimensi (x0 , y0, r) (Smereka & Duleba, 2008). 2.2.2. Image Enhancement Proses perbaikan citra terdiri dari sekumpulan teknik yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi visual dari citra atau untuk mengubah citra menjadi bentuk yang lebih baik disesuaikan untuk analisis oleh manusia atau mesin. Tujuan utama dari perbaikan citra adalah untuk memodifikasi atribut-atribut dari sebuah citra untuk proses yang diperlukan dan peneliti yang khusus. Selama proses perbaikan citra, satu atau lebih atribut pada citra dimodifikasikan. (Snehal & Shandilya, 2012). Perbaikan citra merupakan salah satu proses preprocessing image yang penting dan dapat mempengaruhi hasil dari proses klasifikasi.
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.2.1. Dilation Dilasi adalah operasi yang berkebalikan dari operasi erosi. Dilasi memperbesar foreground sedangkan erosi memperkecil foreground. Foreground direntangkan dari batas luar foreground tersebut. Jika terdapat lubang di dalam foreground pada citra, lubang tersebut akan menghilang. Sama seperti erosi, operasi dilasi menggunakan structural elements (Jawas & Suciati, 2013). Dilasi menggunakan persamaan 2.1 dibawah ini (Tambe et al, 2013). X ⊕ B = X + b = { x + b : x ∈ X &b ∈ B} Dimana
(2.1)
: X = citra grayscale asli B = structuring elements x = set dari citra asli b = set dari structing elements
2.2.2.2. Gaussian Blur Di dalam image processing, operasi yang paling umum adalah penggunaan dari kernel filter. Persamaan dari Gaussian yang menghasilkan jenis-jenis dari kernel-kernel tersebut dianggap memiliki nilai mean nol. Berikut adalah persamaan Gaussian satu dimensi 2.2 didefinisikan dibawah ini (Robinson et al, 2012). ( Dimana
: (
)
(2.2)
)
a = amplitude dari curve σ = variansi dari Gaussian
2.2.3. Min-Max Linear Contrast Stretch Sewaktu menggunakan minimum-maximum linear contrast strectch, nilai minimum dan maximum dari citra asli diubah menjadi sekumpulan nilai-nilai yang spesifik yang mewakili jangkauan dari tingkat kecerahan pada citra (Saleh et al, 2010). Berikut persamaan dari Min-Max Linear Contrast Stretch 2.3 dibawah ini (Saleh et al, 2010). (
)
( ( (
)
) )
(2.3)
Universitas Sumatera Utara
11
Dimana
: g(x,y) = citra Min-Max Linear Contrast Stretch dengan matriks x dan y f(x,y) = citra input dengan matriks x dan y min = nilai intensitas minumum pada citra input max = nilai intensitas maximum pada citra input
2.2.4. Colour Space Conversion Warna adalah cara dari HVS(Human Visual System) dalam menghitung sebuah bagian dari gelombang elektromagnetik, diantara nilai 300 sampai dengan 830 nm. Disebabkan oleh beberapa elemen dari HVS yang tidak dapat dilihat dari semua kemungkinan pengabungan spektrum oleh mata manusia, tetapi manusia lebih cenderung untuk membedakan keberagaman spektrum dengan warna. Colour space adalah sebuah notasi yang dimana dapat menspesifikan warna (Tkalci & Jurij, 2003). 2.2.4.1. RGB2Grayscale Semua pengubahan color-space menggunakan konvensi : citra-citra 8-bit berskala 0255, citra-citra 16-bit berskala 0-65536, dan angka pecahan adalah diantara 0.0 dan 1.0. Ketika citra keabuan diubah menjadi citra berwana, semua komponen yang menghasilkan citra dianggap menjadi sama; tetapi untuk transformasi yang berkebalikan (RGB atau BGR menjadi Grayscale), nilai keabuan dihitung dengan rumusan yang berbobot secara perseptual
(Bradski & Kaehler, 2008).Berikut
persamaan 2.4 untuk menghitung transformasi citra RGB atau BGR menjadi citra keabuan (Bradski & Kaehler, 2008). ( Dimana
)
(
)
(
)
(2.4)
: Y = nilai grayscale yang dihasilkan R = nilai red dari citra RGB atau BGR G = nilai green dari citra RGB atau BGR B = nilai blue dari citra RGB atau BGR
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.5. Resizing Sering dijumpai citra dengan berbagai ukuran yang perlu diubah sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Secara umum, diperlukan pemetaan dari sumber citra ke cirta resized tujuan menjadi semulus mungkin (Bradski & Kaehler, 2008). 2.2.6. Image Normalization Di dalam mendapatkan hasil pengenalan yang baik, normalisasi biasa digunakan untuk
mengskalakan
dan
memindahkan
karakter
ke
dalam
ukuran
yang
ternormalisasikan dan sesuai dengan aspek rasio. Algoritma normalisasi yang baik akan menggunakan grid untuk proses yang lebih jauh (Liu, Y., 2009). Berdasarkan hasil penelitian oleh X.Ding, karakter yang ternormalisasikan berdasarkan pada center mass lebih cepat untuk diproses daripada batas-batas citra yang mengakibatkan beberapa informasi dari citra hilang ketika kualitas input tidak sempurna (Ding, 2002). Dalam menghadapi ukuran font yang berbeda, normalisasi juga akan mengcocokkan ukuran font dan sesuai dengan aspek rasio pada karakter (Liu, Y., 2009). 2.2.7. Thresholding Threshold menjadi sangat sederhana tetapi merupakan sebuah tool yang efektif untuk memisahkan objek dari background. Keluaran dari operasi threshold adalah citra biner yang akan mengindikasikan objek foreground, yang merupakan, teks yang tercetak, simbol-simbol, tujuan pada peta dan bahan materi dari sebuah objek. Berikut persamaan 2.5 threshold dibawah ini (Romen et al, 2011). ( Dimana
)
{
(
)
(
)
(2.5)
: b(x,y) = citra yang terbinerisasikan I(x,y) = citra asli yang akan dilakukan threshold T(x,y) = nilai matriks threshold untuk citra.
2.2.8. Thinning Goresan pada tulisan tebal dan besar secara normal lebih tebal dari font yang lain, hal tersebut memberikan sebuah perbedaan yang sangat besar pada nilai fitur yang terkandung di dalam citra font tersebut. Oleh sebab itu, proses thinning sangat dibutuhkan untuk proses yang lebih lanjut pada citra (Liu, Y., 2009)
Universitas Sumatera Utara
13
2.3. Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur merupakan nilai fitur yang terkandung di dalam sebuah citra yang mewakili ciri khusus dari sebuah citra. Nilai yang didapatkan dari hasil pengekstraksian fitur dari sebuah citra kemudian akan di proses untuk diklasifikasi. Ekstaksi Fitur yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Direction Feature Extraction. 2.3.1. Direction Feature Direction Feature adalah pencarian nilai-nilai fitur berdasarkan label arah pada setiap pixel. Pada metode Direction Feature, setiap pixel foreground pada gambar memiliki arah tersendiri dimana arah yang digunakan memiliki empat arah dan masing-masing arah diberikan label nilai tersendiri (Liu & Blumenstein, 2008). Arah yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini (Agung et al, 2009). Tabel 2.1 Nilai Label dan Arah pada Direction Feature Arah Vertikal
Nilai 2
Bentuk |
Diagonal Kanan
3
/
Horizontal
4
_
Diagonal Kiri
5
\
Nilai arah pada setiap pixel dapat diperoleh melalui proses pengecekan secara raster dari arah kiri ke kanan. Pengecekan secara raster bertujuan untuk mencari pixel yang memiliki nilai 1 atau pixel yang berasal dari foreground. Selama pengecekan raster berlangsung, pixel yang memilii nilai1 atau berasal dari pixel foreground akan mengecek nilai neighbour dari pixel tersebut. Apabila P adalah pixel foreground yang tercek, pixel neighbour akan dicek adalah P1atau P5 terdapat pixel foreground maka diberikan label nilai 2, P2 atau P6 terdapat pixel foreground maka diberikan label nilai 3, P3 atau P7 terdapat pixel foreground maka diberikan label nilai 4, P4 atau P8 terdapat pixel foreground maka diberikan label nilai 5. Tabel 2.2 menunjukkan matriks neighbour pixel P dalam pelabelan nilai arah.
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.2 Matriks neighbour pixel P dalam pelabelan nilai arah P1 P8 P7
P2 P P6
P3 P4 P5
Selanjutnya, nilai-nilai fitur yang berdimensi sesuai dengan citra biner yang diubah akan mengalami proses transisi. Proses transisi melakukan pengecekan secara raster dari empat arah (kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah, bawah ke atas). Sebelum melakukan transisi, nilai transisi maksimum didefinisikan terlebih dahulu. Apabila nilai T adalah nilai transisi maksimum yang didefinisikan, nilai W dan H adalah nilai lebar dan tinggi dari citra yang diproses. Persamaan 2.6 ukuran dari Direction Feature dari kiri menuju kanan di bawah ini. LR = T . H
(2.6)
Persamaan 2.7 ukuran dari transisi pada Direction Feature dari kanan menuju kanan dibawah ini. RL = T . H
(2.7)
Persamaan 2.8 ukuran dari transisi pada Direction Feature dari atas menuju bawah dibawah ini. UD = T . W
(2.8)
Persamaan 2.9 ukuran dari transisi pada Direction Feature dari bawah menuju atas dibawah ini. DU = T . W Dimana
(2.9)
: LR = ukuran transisi kiri ke kanan RL = ukuran transisi kanan ke kiri UD = ukuran transisi atas ke bawah DU = ukuran transisi bawah ke atas T = nilai transisi W = lebar dari citra asli H = tinggi dari citra asli
Universitas Sumatera Utara
15
Proses berikutnya adalah menormalkan ukuran fitur dari transisi fitur pertama sekali pada Direction Feature. Proses menormalkan ukuran matriks transisi bertujuan untuk mengecilkan data input fitur supaya proses pengklasifikasian menghasilkan hasil yang lebih akurat dan proses yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Ukuran penormalan citra dilakukan secara berurutan dengan menjumlahkan baris pertama sampai dengan baris yang berindeks jumlah transisi setiap arah. Persamaan 2.10 menunjukkan ukuran normalisasi dari nilai transisi direction feature. (2.10) Dimana
: NS = ukuran fitur normalisasi setiap arah DT =ukuran transisi pada direction feature pada setiap arah (kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah, bawah ke atas) T = nilai transisi
Hasil akhir yang dihasilkan oleh fitur ekstraksi Direction Feature adalah nilai normalisasi dari keempat arah yang digabungkan. Nilai fitur akhir dari Direction Feature memiliki ukuran yang berukuran dengan jumlah dari normalisasi keempat arah. Persamaan 2.11 menunjukkan ukuran akhir dari nilai fitur yang dihasilkan. (2.11) Dimana
: DF = ukuran dari hasil akhir Direction Feature NS = ukuran fitur normalisasi setiap arah(kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke
bawah, bawah ke atas)
T = nilai transisi 2.4. Backpropagation Jaringan feed-forward dapat digunakan untuk bermacam masalah klasifikasi dan pengenalan. Di dalam algoritma Backpropagation, tidak penting untuk mengetahui model matematika dari permasalahan pengenalan dan klasifikasi untuk melatih dan kemudian memanggil informasi yang berasal dari jaringan (Khusbu & Mehta, 2013).
Universitas Sumatera Utara
16
Di dalam algoritma ini, apabila arsitektur dari jaringan yang dipilih tepat dan sekumpulan data training yang memadai disertakan, jaringan Backpropagation akan memberikan solusi yang tepat (Khusbu & Mehta, 2013). Langkah-langkah yang dilakukan oleh algoritma Backpropagation adalah sebagai berikut (Khusbu & Mehta, 2013): 1.
Data input disertakan di dalam elemen yang memproses lapisan pertama dari jaringan Backpropagation dan diperbanyak sepanjang jalur penghubung menuju lapisan pertama.
2.
Setiap elemen pemrosesan, h di dalam hidden layer menghitung jumlah dari bobot input dari setiap input, i, dari lapisan sebelumnya. Persamaan 2.12 menunjukkan jumlah bobot yang terdapat pada setiap elemen di lapisan input yang menuju lapisan hidden. (
Dimana
)
(2.12)
: Weighted sum h = jumlah bobot pada elemen dari lapisan input ke
hiddden weight h = bobot pada elemen dari lapisan input ke hidden input h = nilai input yang berada pada lapisan hidden. 3.
Keluaran dari pemrosesan pada lapisan hidden¸h, kemudian dikalkulasikan dengan fungsi aktivasi, f, dan kemudian diperbanyak ke lapisan selanjutnya. Fungsi aktivasi sigmoidal biasanya adalah f(x) = 1 / (1+ex). Persamaan 2.13 menunjukkan perhitungan fungsi aktivasi sigmoid keluaran elemen h dari lapisan hidden. (
Dimana
)
(2.13)
: Hidden output h = nilai dari fungsi aktivasi sigmoidal elemen h dari lapisan hidden weighted sum h = jumlah bobot di elemen h bias h = nilai bias pada elemen h
4.
Langkah pada nomor 2 dan nomor 3 mengalami perulangan pada lapisan hidden sampai lapisan output dijangkau.
Universitas Sumatera Utara
17
5.
Setiap elemen pemrosesan o, di dalam lapisan output mengkalkulasikan jumlah dari bobot input yang berada pada setiap elemen h, dari lapisan sebelumnya. Persamaan 2.14 menunjukkan jumlah bobot yang berasal dari lapisan hidden menuju lapisan output. (
Dimana
) , untuk semua elemen h
(2.14)
: Weighted sum o = jumlah bobot dari lapisan hidden menuju output weight oh = jumlah bobot pada elemen h pada hidden ke output layer input oh = nilai input yang berada pada lapisan output
6.
Nilai keluaran dari elemen pemrosessan lapisan output o, kemudian dikalkulasikan dengan fungsi aktivasi, f. Persamaan 2.15 menunjukkan perhitungan fungsi aktivasi elemen o di lapisan output. (
Dimana
)
(2.15)
: Output o = nilai dari fungsi aktivasi elemen o di lapisan output weighted sum o = jumlah bobot di elemen o bias o = nilai bias di elemen o
7.
Nilai output yang telah dihitung dibandingkan dengan output tujuan untuk menghitung nilai error untuk setiap elemen pemrosesan lapisan output. Turunan dari fungsi aktivasi f digunakan untuk mencari nilai rata-rata perubahan. Untuk contoh ini f’(x) = f(x) (1-f(x)). Persamaan 2.16 menunjukkan perhitungan kesalahan yang terjadi di lapisan output. Perulangan dan jaringan mempelajari ketika melakukan perulangan sampai menemukan nilai error yang paling kecil. (
Dimana
) (
)
(2.16)
: Error o = nilai error yang terdapat pada setap elemen o target o = nilai elemen pada node target elemen o output o = nilai output pada elemen o weightedsumo = jumlah beban pada elemen o biaso = nilai bias pada elemen o
8.
Error pada lapisan-lapisan hidden di dalam elemen pemrosesan dihitung dengan melajukan error kembali melalui jaringan. Sangat penting bahwa weightedh adalah bobot dari output unit,o yang berhubungan dengan unit hidden, h. Persamaan 2.17 menunjukkan (
Dimana
)
(
)
(2.17)
: Error h = nilai error yang terdapat pada setiap elemen h
Universitas Sumatera Utara
18
weightedsumh = jumlah bobot yang berada pada elemen h biash = nilai bias yang terdapat pada elemen h erroro = nilai error yang terdapat pada elemen o weightoh = nilai bobot yang berada pada elemen o 9.
Bobot-bobot di dalam lapisan output telah terupdate, β = learning rate diantara 1 dan 0, α = konstanta momentum. Penggunaan β*erroro mewakili peran dari delta. Input o adalah nilai input bergerak di jalur-jalur yang berasal dari lapisan hidden menuju lapisan output. Persamaan 2.18 menunjukkan proses update bobot yang dilakukan oleh Backpropagation pada lapisan output. (
)
( ) (
Dimana
( )
( (
) ))
(2.18)
: Weighto() = bobot pada elemen o t = indeks elemen pada bobot α = konstanta momentum β = learning rate antara 1 dan 0 erroro = nilai error pada elemen o input = nilai input dari lapisan hidden menuju output. input2 = nilai input dari lapisan hidden menuju output selanjutnya.
10. Bobot-bobot pada setiap lapisan hidden telah terupdate. β = konstanta learning rate antara 1 dan 0, α = konstanta momentum. Persamaan 2.19 menunjukkan proses update bobot yang dilakukan oleh Backpropagation pada lapisan hidden. (
)
( ) (
Dimana
( )
( (
))
) (2.19)
: Weighth() = bobot pada elemen o t = indeks elemen pada bobot α = konstanta momentum
Universitas Sumatera Utara
19
β = konstanta learning rate errorh = nilai error pada elemen h input = nilai input dari lapisan hidden menuju output. input2 = nilai input dari lapisan hidden menuju output selanjutnya. Dalam menjalankan algoritma Backpropagation, proses feedforward menjalankan langkah 1 sampai 6 dan proses backpropagation terjadi selama langkah 7 sampai 10 untuk mengecek error yang dihasilkan (Khusbu & Mehta, 2013). 2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengenalan huruf maupun tulisan dalam OCR (Optical Character Recognition) atau pengenalan karakter optik telah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Pada umumnya, pengenalan huruf diimplementasikan untuk scanning teks, automasi, robotik dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan oleh (Wen, 2014) menggunakan metode Feature Comparisons Technique untuk diimplementasikan dalam menghitung jarak dari tiap contour yang terdapat pada setiap biji catur cina dan menghitung jarak tengah dari citra biji catur cina. Pada penilitian ini, metode yang dilakukan adalah dengan membandingkan fitur-fitur yang terdapat pada citra catur. Hasil dari penelitian ini adalah 100% tingkat akurasi dengan persentase noise dibawah 20% dan sudut inklanasi 40 derajat. Penelitian yang dilakukan oleh (Jia et al, 2011) menggunakan metode Radial Harmonic Fourier Moments untuk diimplementasikan dalam mengenali karakterkarakter cina yang terdapat pada permukaan atas catur cina. Pada penelitian ini, metode yang digunakan menunjukkan hasil keakuratan pada data training 99.14% dan data testing 100%. Akantetapi, disebabkan oleh discrimination power pada metode yang digunakan menghasilkan tingkat keakuratan yang tidak selalu sama dari dimensi fitur yang berbeda-beda. Sampel data training yang digunakan adalah 10 derajat rotasi sehingga menghasilkan 36 sampel data untuk setiap biji catur. Penelitian yang dilakukan oleh (Khusbu & Mehta, 2013) menggunakan metode Backpropagation untuk diimplementasikan dalam mengenali karakter-
Universitas Sumatera Utara
20
karakter alphabet dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Pada peneltian ini, ukuran vektor input pada input layer adalah 26x26 dengan tujuan error sebesar 0,01. Jaringan saraf tiruan Backpropagation yang telah mengalami proses training selama 1000 epochs. Setelah proses training selesai, jaringan saraf tiruan dapat mengenali semua karakter secara benar pada penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh (Agung et al, 2009) menggunakan metode Modified Direction Feature Extraction dan Learning Vector Quantization untuk diimplementasikan dalam mengenali huruf bali. Pada penelitian ini, hasil analisis pada variasi ukuran normalisasi, jumlah transisi MDF dan pembagian gambar menjadi beberapa bagian menunjukkan tingkat akurasi 88.89% pada data training dan 81.49% pada data testing. Rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Tabel Peneltian Terdahulu No. 1
Peneliti (Tahun) Wen (2004)
Metode Feature Comparison Techniques
Keterangan
-
-
2
Jia et al (2011)
Radial Harmonic Fourier Moments
-
-
-
Pengenalan citra biji catur cina dengan menggunakan Feature Comparisons Technique Metode penelitian ini bersifat robust terhadap 40 derajat perubahan pada citra catur. Metode penelitian ini dapat menahan noise 20% dari pepper dan salt noise. Tingkat akurasi 100% dengan nilai noise dibawah 20%. Sample biji catur yang digunakan hanya terdapat 1 buah jenis set biji catur Pengenalan catur cina pada RHFM(Radial Harmonic Fourier Moments) bekerja pada translasi, rotasi, skala dan invariant intensity Tingkat keakuratan pada training data adalah 99.14% dan testing data adalah 100%. Jumlah rotasi pada setiap data training dan testing adalah setiap 10 derajat sehingga menghasilkan 36 sampel. Disebabkan discrimination power
Universitas Sumatera Utara
21
-
3
Khusbu & Mehta (2013)
Backpropagation
-
4
Agung et al (2009)
Modified Direction Feature Extraction dan Learning Vector Quantization -
-
pada setiap dimensi pada fiturfitur yang berbeda-beda menghasilkan hasil persentasi yang tidak sama Sampel biji catur yang dicantumkan hanya terdapat 2 buah jenis set biji catur Pengenalan huruf alfabet Fungsi: untuk mengenali huruf alfabet secara digital Selama noise diproses dengan noise medium di dalam data input, dan menggunakan algoritma Backpropagation,masih memberikan hasil yang benar Pengenalan huruf bali Fungsi : untuk mengenali huruf bali secara digital Pengujian dan analisa hasil kerja sistem meliputi: ukuran normalisasi citra, jumlah transisi pada MDF dan pembagian gambar menjadi beberapa bagian Hasil analisis berdasarkan variasi ukuran normalisasi, jumlah transisi MDF dan pembagian gambar menjadi beberapa bagian menunjukkan tingkat keakuratan 88.89 % pada data training dan 81.49% pada data testing sebagai tingkat keakuratan tertinggi
Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini berfokus pada tingkat keakuratan berdasarkan pola karakter dari metode yang digunakan. Berikut adalah metode beserta alasan penggunaan metode yang akan diterapkan pada penelitian ini. -
Menggunakan fitur ekstraksi arah pada pola, sehingga penelitian ini juga dapat mengklasifikasi tulisan karakter mandarin maupun karakter mandarin yang dicetak dengan berbagai jenis font pada ukuran biji catur yang sama.
-
Menerapkan beberapa operasi citra dan morfologi sehingga dapat menanggani kasus biji catur yang memiliki kualitas warna cat yang rendah pada cincin biji catur maupun biji catur.
Universitas Sumatera Utara
22
-
Menggunakan dataset training yang bersifat real world dan pengujian terhadap dataset font digital yang dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai set sampel catur yang memiliki jenis font yang berbeda.
-
Menerapkan salah satu metode jaringan saraf tiruan sebagai metode pengklasifikasian yang memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara