41
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Human Error & Criticality Analysis Human Error & Criticality Analysis (HECA) merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat keandalan operator. Metode HECA terdiri dari empat langkah utama yaitu analisis pekerjaan, pembuatan pohon kejadian Human Reliability Analysis (HRA), estimasi Human Error Probability (HEP), dan analisis lembar kerja HECA. Untuk menunjang penelitian yang dilakukan untuk tugas akhir, pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai kesalahan manusia (human error), analisis keandalan manusia (human reliability analysis), metode HECA, kepuasan kerja, dan hierarki kebutuhan Maslow. Selain itu, akan diuraikan pula teori-teori lainnya yang juga digunakan di dalam penelitian ini.
2.1.1 Kesalahan Manusia Menurut Sanders, kesalahan manusia adalah suatu perilaku atau keputusan manusia
yang
tidak
diinginkan
atau
41
yang
tidak
sesuai,
yang
dapat
42
mengurangi atau mempunyai potensi untuk mengurangi efektivitas, keselamatan, atau performansi sistem. Walaupun terdapat beberapa pendapat yang cenderung memandang kesalahan manusia disebabkan karena kelalaian operator semata-mata, namun sebenarnya ada pihak lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan, seperti perancang peralatan, manajer, pengawas, dan personil pemeliharaan. Oleh karena
itu,
dalam
membicarakan
mengenai
kesalahan
manusia,
perlu
dipertimbangkan keseluruhan sistem dan tidak memusatkan hanya kepada operator tersebut saja. Penyebab utama kesalahan manusia adalah manusia mempunyai variabilitas yang tidak dapat dihindarkan. Pada dasarnya seorang manusia adalah sebuah variabel, dalam arti tidak ada seorangpun yang dapat mengerjakan sesuatu sama persis untuk kedua kalinya. Adanya variabilitas dapat mengakibatkan fluktuasi acak yang berpotensi cukup besar untuk menghasilkan kesalahan. Namun hal ini dapat dikendalikan dengan meningkatkan keterampilan melalui pelatihan.
2.1.2 Karakteristik Human Error Walaupun terdapat beberapa persamaan antara manusia (dengan berbagai organ / bagian tubuh dan fungsinya) dengan mesin (dengan berbagai komponen dan fungsinya) dalam hal kecenderungan berbuat kegagalan, yang mendorong ke arah kesamaan metode analisis, namun proses kegagalan manusia mempunyai keistimewaan tertentu.
43
Perbedaan yang paling utama mungkin adalah kesalahan manusia berulang secara acak, sedangkan kegagalan mesin dan peralatan berulang secara tetap / pasti. Manusia dapat menangani kesalahannya sendiri dan berusaha agar kegagalan tersebut tidak sampai merusak keseluruhan sistem. Berbeda dengan manusia, mesin tidak dapat menangani kesalahannya sendiri dan kegagalan mesin selalu terkait dengan kegagalan yang pertama kali terjadi. Perbedaan kedua adalah manusia mampu meningkatkan performansinya secara terus-menerus melalui pembelajaran, lain halnya dengan mesin yang tidak mampu ”belajar” dengan sendirinya. Pembelajaran dan peningkatan performansi dapat dilakukan oleh manusia dalam berbagai situasi. Performansi manusia dan tekanan kerja adalah sebuah hubungan yang nonlinear. Ketika tekanan kerja menurun, tingkat performansi meningkat. Selain itu, performansi manusia dengan sendirinya terkait dengan data performansi masa lalu, terutama ketika manusia mempunyai target performansi yang rendah. Oleh karena itu, parameter dari variabel manusia harus diperoleh dalam kondisi yang mendekati kenyataan operasional, dengan mempertimbangkan fisik yang nyata, emosional, intelektual, dan karakteristik tingkah laku dari manusia yang mengoperasikan mesin tersebut. (sumber : Human Error, 1997)
44
2.1.3 Klasifikasi Human Error Klasifikasi human error yang dikemukakan oleh Swain dan Guttman (1983) adalah sebagai berikut: 1. Kesalahan “penghilangan” (errors of omission) Kesalahan yang terjadi akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu karena seseorang lupa untuk melakukan sebuah bagian dari pekerjaan. Sebagai contoh, seorang tukang listrik meninggal karena ia lupa memutuskan salah satu kabel sumber listrik ketika ia memasang kerangka baja pada suatu cabang stasiun listrik, atau seseorang lupa meletakkan kertas saringan dalam sebuah mesin pembuat kopi (coffee maker) ketika sedang membuat kopi.
2. Kesalahan ”ketidaktepatan” (errors of comission) Kesalahan ini terjadi ketika seseorang melakukan pekerjaan dengan tidak tepat. Sebagian besar orang melakukan jenis kesalahan ini. Sebagai contoh, seseorang memasukkan persneling maju ketika ia hendak memundurkan mobilnya.
3. Kesalahan akibat seseorang melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan atau yang tidak diperlukan (extraneous act) Kesalahan ini terjadi ketika seseorang melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan karena hal tersebut dapat mengalihkan perhatian manusia dan dapat menimbulkan potensi kerusakan. Sebagai contoh, seseorang yang mendengarkan
45
musik dan terus bernyanyi di dalam mobilnya sehingga ia melewatkan putaran balik yang seharusnya ia lewati.
4. Kesalahan urutan (sequential error) Kesalahan ini terjadi ketika seseorang tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan urutan yang semestinya. Sebagai contoh, kasus operator derek yang hendak mengangkat satu blok batu dengan berat 24 ton. Seharusnya ia mengangkat derek ke atas terlebih dahulu baru kemudian memutarnya 90°, namun ia malah memutarnya terlebih dahulu dan sebelum ia mengangkatnya ke atas, derek tersebut sudah terbalik.
5. Kesalahan pemilihan waktu (timing error) Kesalahan ini terjadi ketika seseorang gagal untuk melaksanakan suatu tindakan dalam waktu yang ditentukan, baik terlalu cepat atau terlalu lambat. Sebagai contoh, seseorang terlambat menginjak rem ketika mobil di depannya tiba-tiba berhenti.
2.1.4 Penyebab Kesalahan Manusia Kesalahan manusia seringkali diakibatkan karena adanya keterbatasan dalam perancangan sistem. Oleh karena itu, untuk membuat sebuah sistem manusia-mesin yang dapat diandalkan, faktor perancangan yang dapat menyebabkan munculnya
46
kesalahan manusia harus diteliti. Beberapa faktor perancangan yang dapat menyebabkan munculnya kesalahan manusia adalah sebagai berikut (sumber : Human Error, 1997) :
1. Kerumitan pekerjaan Pekerjaan
yang
rumit
membutuhkan
proses
penjiwaan
yang
berbeda.
Bagaimanapun, manusia secara umum mempunyai keterbatasan performansi dan proses penerimaan informasi yang sama. Keterbatasan kapasitas inilah yang menyebabkan manusia dapat membuat banyak kesalahan ketika diberikan tugas yang lebih rumit. Keterbatasan kapasitas dalam memori jangka pendek dan permasalahan
daya
ingat
dalam
memori
jangka
panjang
benar-benar
mempengaruhi keandalan performansi manusia. Urutan tugas yang rumit membutuhkan memori manusia lebih banyak. Prosedur tertulis dan checklist yang detail dapat digunakan untuk membantu operator dalam mengingat semua elemen pekerjaan sehingga mereka dapat melakukannya sesuai urutan yang tepat.
2. Situasi sering salah (error-likely) Menurut Swain dan Guttmann, situasi error-likely dikenal sebagai situasi kerja dimana rancang-bangun manusia (human engineering) sangat kurang tepat sehingga dapat menyebabkan kesalahan sering terjadi. Situasi ini menghadapkan operator pada keadaan yang tidak sesuai dengan kemampuan, keterbatasan, pengalaman, dan harapan mereka. Sebagai contoh, desain yang mengabaikan populasi mayoritas dapat menyebabkan kesalahan sering terjadi.
47
Pendekatan situasi kerja ini berasal dari filosofi perancangan human engineering dimana sistemlah yang harus disesuaikan dengan manusia, bukan sebaliknya. Pendekatan situasi kerja menekankan pada identifikasi kondisi-kondisi pemicu kesalahan serta penanganannya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kesalahan lebih sering terjadi karena sifat alaminya daripada karena kesalahan operator. Oleh karena itu, kecelakaan terjadi dikarenakan situasi kerja, bukan orang.
Situasi pekerjaan dan karakteristik peralatan yang dapat mempengaruhi operator untuk lebih sering melakukan kesalahan meliputi: Ruangan kerja yang tidak cukup luas dan masalah tata letak yang tidak tepat Kondisi lingkungan yang buruk Pelatihan, alat bantu pekerjaan, dan prosedur yang kurang jelas Pengawasan yang sangat kurang (minim).
3. Karakteristik tingkah laku Variabel individual yang dapat dihubungkan dengan tingginya tingkat kesalahan dalam mengerjakan berbagai tugas adalah karakteristik manusia secara keseluruhan. Salah satunya adalah atribut manusia, seperti keterampilan dan sikap kerja ketika mereka sedang bekerja. Karakteristik lain misalnya faktor tingkah laku, yang meliputi usia, perbedaan jenis kelamin, tingkat kecerdasan, kemampuan perseptual, kondisi badan, ketahanan tubuh, pendalaman tugas, pelatihan atau
48
pengalaman, tingkatan keterampilan, motivasi, status emosional, tingkat tekanan, dan faktor sosial. Faktor tingkah laku seperti adanya tekanan kerja dan kurangnya pengalaman dapat menyebabkan probabilitas terjadinya kesalahan meningkat sebanyak 10 kali.
2.1.5
Analisis Keandalan Manusia (Human Reliability Analysis) Menurut Meister (1984), reliabilitas manusia digunakan untuk merujuk
kepada sebuah metodologi, sebuah konsep teoritis, dan sebuah pengukuran. Sebagai sebuah metodologi, reliabilitas manusia adalah sebuah prosedur untuk menyusun suatu analisis kuantitatif untuk memprediksi kesalahan manusia. Sebagai sebuah konsep teoritis, reliabilitas manusia memberikan penjelasan bagaimana sebuah kesalahan terjadi. Sebagai sebuah pengukuran, reliabilitas manusia menunjukkan probabilitas kesuksesan manusia dalam menjalankan seluruh atau sebagian elemen pekerjaan. Analisis
keandalan
manusia
digunakan
untuk
menggabungkan
dan
menyajikan informasi dari berbagai faktor di atas dengan jalan pemikiran yang logis. Perusahaan menggunakan analisis keandalan manusia untuk menentukan apakah faktor-faktor tersebut berada dalam kontrol yang baik. Jika tahap pengontrolan dan tingkat keandalan manusia dapat ditingkatkan, maka analisis ini menunjukkan bagaimana caranya untuk mencapai kondisi kerja
yang terkontrol dengan baik.
Beberapa teknik perhitungan probabilitas kesalahan manusia (human error
49
probability) dalam melakukan pekerjaan dapat memberikan estimasi besarnya kemungkinan terjadinya sebuah kesalahan manusia. Salah satu alasan melakukan analisis keandalan manusia adalah bahwa kesalahan manusia merupakan penyebab utama dari kekacauan (bukan hanya kecelakaan kerja, namun juga kerusakan pabrik, penurunan kualitas produk, dan kerusakan lingkungan) dan membutuhkan pengontrolan. Sekedar menghilangkan laporan kerja juga dapat diindikasikan sebagai kesalahan manusia yang tidak dapat diterima dalam sebuah perusahaan. Dengan memperhatikan hal keselamatan kerja menunjukkan bahwa sebuah perusahaan telah bertanggung jawab mengurangi kesalahan manusia. Secara umum, adalah sebuah keuntungan bagi suatu perusahaan untuk mengerti mengenai penyebab sebuah kesalahan dan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Langkah-langkah dasar melakukan sebuah analisis keandalan manusia adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah 2. Penguraian pekerjaan yang ada 3. Identifikasi kesalahan dan konsekuensinya 4. Estimasi probabilitas kesalahan operator (human error probability) 5. Penarikan kesimpulan dan perancangan usulan perbaikan untuk mengurangi kesalahan.
50
Beberapa keuntungan dari analisis keandalan manusia adalah: 1. Menyediakan
sebuah
analisis
logis
yang
mencakup
faktor-faktor
yang
mempengaruhi performansi manusia. 2. Memberikan rekomendasi menuju ke arah kemajuan atau pengembangan. 3. Mendukung masalah keselamatan kerja: meningkatkan perhatian pada keamanan pekerjaan yang kritis. Selain keuntungan, terdapat pula beberapa kerugian dari analisis keandalan manusia, diantaranya sebagai berikut: 1. Menghabiskan banyak waktu dan biaya ketika memberikan tingkat resiko dari kesalahan manusia dalam melakukan pekerjaannya. 2. Membutuhkan masukan dari para ahli (perusahaan).
2.1.6
Metode Human Error & Criticality Analysis (HECA) Menurut Yu et.al., metode HECA dirancang untuk mengidentifikasi jenis
pekerjaan kritis dan jenis kesalahan yang dapat muncul, dan untuk menentukan hubungan antara keduanya, serta untuk menyediakan informasi mengenai keandalan sistem untuk dapat meningkatkan performansi sistem tersebut. Metode HECA terdiri dari empat langkah utama, yaitu: analisis pekerjaan, pembuatan pohon kejadian human reliability analysis (HRA), estimasi human error probability (HEP), dan analisis lembar kerja HECA. Proses analisis HECA dilakukan berdasarkan prosedur standar yang ada dari perusahaan, seperti standard assembly procedure (SAP) atau Standard Operation
51
Procedure (SOP). Dengan menggunakan pohon kejadian HRA, hasil laporan HECA seperti daftar pekerjaan kritis, daftar kesalahan kritis, informasi tingkat keandalan, dan pohon kejadian HRA dapat diselesaikan. Proses implementasi metode HECA dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam suatu pekerjaan berdasarkan pada SAP atau SOP yang ada. 2. Analisis pekerjaan melalui SAP atau SOP. Proses pemberian kode dan penguraian pekerjaan ditunjukkan dalam lembar kerja (worksheet) HECA kolom pertama. Untuk setiap pekerjaan yang ada, selanjutnya diidenfikasikan jenis kesalahan yang berhubungan dan efek dari kesalahan tersebut, yang ditunjukkan dalam kolom kedua dan ketiga. Contoh lembar kerja (worksheet) HECA dapat dilihat pada tabel 2.1. 3. Membuat rancangan pohon kejadian HRA. Rancangan pohon kejadian HRA menggambarkan jalur sukes dan gagal dari suatu pekerjaan. Pohon kejadian ini menjadi dasar untuk analisis kuantitatif lebih lanjut.
Tabel 2.1 Contoh Lembar Kerja (Worksheet) HECA
1
Human tasks
Human error modes
Error effects
λij
βij
Assembling the pin
1.1.1 Misuse epoxy resin which is
Reject in process
0.005
1.0
Reject in process
0.05
0.55
Reject in process
0.05
0.55
Reject in process
0.005
1.0
Reject in process
0.05
1.0
Malfunction
0.005
1.0
with ceramic set using the epoxy resin
γij
out of spec. 1.1.2 Did not paste the epoxy
0.01
resin correctly 1.1.3 Did not cure the epoxy resin correctly 1.1.4 Misuse the pin which is out
0.001
of spec. 2
Grinding the pin with grinding machine
2.1.1 Did not set up the grinding plate correctly 2.1.2 Over or under grind the pin
52
Tabel 2.2 Contoh Lembar Kerja (Worksheet) HECA (Lanjutan) Human tasks 3
Human error modes
Error effects
λij
βij
Welding the hot wire
3.1.1 Did not weld correctly
Reject in process
0.05
1.0
[Pt-Ir (80/20)]
3.1.2 Did not control the hot wire
Reject in process
0.05
1.0
3.1.3 Misuse the hot wire
Reject in process
0.00005
1.0
3.1.4 Detach them careless
Reject in process
0.005
1.0
…
…
…
γij
correctly
… …
…
…
…
(Sumber : Application of Human Error & Criticality Analysis for Improving the Initiator Assembly Process)
53
54
4. Estimasi HEP untuk setiap jenis kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i (λij), estimasi probabilitas kerusakan mesin atau peralatan yang berhubungan dengan kesalahan ke-j dalam melakukan tugas ke-i (γij), dan estimasi probabilitas efek kesalahan ke-j dari setiap pekerjaan ke-i (βij). a. Probabilitas kesalahan operator (λij) Dalam penelitian ini, nilai λij diperoleh melalui data historis yang dimiliki perusahaan mengenai kesalahan operator. Dari data tersebut, kemudian dilakukan perhitungan probabilitas Sampling dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Ps =
C U
dimana: Ps = probabilitas sampling C = banyaknya produk yang mengalami kesalahan U = banyaknya produk yang diteliti
Nilai Ps akan dikonversi ke dalam kategori tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan
MIL-STD-882C
dan
NUREG/CR-1278-F,
probabilitas kesalahan operator dibagi ke dalam 5 kategori. Pembagian kategori ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
55
Tabel 2.3 Nilai Probabilitas Kesalahan Operator (λij) Level
Kategori
Keterangan
Nilai Ps
Nilai λij
A
Frequent
Kemungkinan gagal tinggi
1.0 – 0.1
0.5
B
Probable
Kemungkinan gagal sedang
0.1 – 0.01
0.05
C
Occasional
Kemungkinan gagal kecil
0.01 – 0.001
0.005
D
Remote
Kemungkinan gagal jarang
0.001 – 0.0001
0.0005
E
Improbable
Kejadian sangat jarang
0.0001 – 0.0
0.00005
(Sumber : Application of Human Error & Criticality Analysis for Improving the Initiator Assembly Process)
b. Probabilitas kegagalan mesin atau peralatan (γij) Probabilitas kegagalan mesin atau peralatan diperoleh dengan menggunakan rumus. γij =
R O
dimana: γij = probabilitas kerusakan mesin R
= jumlah hari mesin rusak dalam periode waktu tertentu
O
= jumlah hari mesin beroperasi dalam periode waktu tertentu
c. Probabilitas efek kesalahan (βij) Berdasarkan standar militer MIL-STD-1629A, nilai βij dapat dibagi menjadi empat tingkat kualitatif dengan jarak nilai kuantitatif yang dihubungkan dengan setiap tingkatnya (Tabel 2.3). Nilai βij diperoleh dari penentuan kategori efek kesalahan oleh kelompok ahli dalam perusahaan.
56
Tabel 2.4 Nilai Probabilitas Efek Kesalahan (βij) Level
Kategori
Probabilitas
Nilai βij
B1
Actual loss
βij = 1.0
1.0
B2
Probable loss
0.1 < βij < 1.0
0.5
B3
Possible loss
0.0 < βij < 0.1
0.05
B4
No effect
βij = 0.0
0.0
(Sumber : Application of Human Error & Criticality Analysis for Improving the Initiator Assembly Process)
5. Menghitung HEP (Human Error Probability) setiap pekerjaan (λij) melalui pohon kejadian HRA, diantaranya dengan: a. Menghitung indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap kesalahan dan indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap uraian pekerjaan (CIi). • Indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap kesalahan (CIij) menggunakan rumus CIij = λij x βij apabila tidak menggunakan mesin atau CIij = λij x γij x βij apabila menggunakan mesin. dimana: CIij = indeks kritis kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i λij = probabilitas kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i γij = probabilitas kerusakaan mesin yang digunakan sewaktu kesalahan ke-j terjadi dalam pekerjaan ke-i βij = probabilitas efek kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i
57
• Indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap uraian pekerjaan (CIi) menggunakan rumus CIi = 1 - Πj
(1 - λij x βij ) apabila tidak
menggunakan mesin atau CIi = 1 - Πj (1 - λij x γij x βij ) apabila menggunakan mesin. dimana: CIi = indeks kritis pekerjaan ke-i Πj = hasil perkalian sebanyak j kesalahan
b. Menghitung keandalan operator untuk setiap uraian pekerjaan (Ri) dengan menggunakan rumus Ri = 1 - CIi dan keandalan operator keseluruhan (Rm) menggunakan rumus Rm = Πi (Ri). dimana: Ri = tingkat keandalan operator untuk uraian pekerjaan ke-i CIi = indeks kritis pekerjaan ke-i Rm = tingkat keandalan operator secara keseluruhan Πi = hasil perkalian sebanyak i pekerjaan dan menyelesaikan lembar kerja HECA.
6. Analisis keandalan operator melalui pohon kejadian HRA. 7. Menampilkan HECA dengan membuat lembar kerja (worksheet) HECA yang memuat jenis pekerjaan, jenis kesalahan, efek kesalahan, nilai probabilitas kesalahan operator (λ), nilai probabilitas kerusakan mesin (γ), nilai probabilitas efek kesalahan (β), tingkat kritis (CI), dan keandalan operator (R). 8. Meringkas semua pekerjaan kritis, kesalahan kritis, informasi keandalan operator, dan pohon kejadian HRA.
58
2.2
Teori Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja ini dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakukan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang menikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar ia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak. Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam sejumlah cara, diantaranya :
59
1. Keluar (Exit) Perilaku yang diarahkan ke arah meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti. 2. Suara (Voice) Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran mperbaikan, membahas problem-problem dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh. 3. Kesetiaan (Loyalty) Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat. 4. Pengabaian (Neglect) Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat. Teori kepuasan merupakan teori yang menjelaskan tentang apa motivasi itu dan faktor-faktor apa yang menyebabkan karyawan berperilaku. Teori ini berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebutuhan apa aja yang dipunyai seseorang dan yang perlu dipuaskan, serta apa saja yang mendiring seseorang untuk memperlihatkan perilaku tertentu. Penganut teori kepuasan ini cukup banyak, yang satu sama yang lain sebenarnya tidak memiliki kaitan. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, ternyata hasil penemuannya dapat dimasukkan dalam teori ini.
60
Oleh sebab itu teori ini sering juga disebut dengan teori kebutuhan. Beberapa contoh penganut teori ini antara lain (sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia) : a. F.W. Taylor dengan teori motivasi konvensional. b. Abraham H. Maslow dengan teori hierarki kebutuhan. c. Frederick Herzberg dengan teori model dua faktor. d. Clayton P. Alderfer dengan teori ERG. e. Douglas McGregor dengan teori X dan teori Y. f. David McClelland dengan teori motivasi prestasi. g. Claude S. George dengan teori keadilan. h. Victor H. Vroom dengan teori harapan. Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan teori hierarki kebutuhan Maslow sebagai acuan. Oleh sebab itu, pada sub bab berikutnya akan dijelaskan mengenai teori hierarki kebutuhan Maslow.
2.2.1
Teori hierarki kebutuhan Maslow Hersey dan Blanchard (1988) berpendapat bahwa perilaku seseorang pada
saat tertentu biasanya ditentukan oleh kekuatan tuntutan kebutuhannya. Untuk itu para pemimpin atau manajer perlu memahami tingkatan kebutuhan seorang pekerja atau bawahannya sebagai sesuatu hal yang sangat penting dalam kelangsungan hidupnya. Maslow (1943,1954) telah mengembangkan teori hierarki kebutuhan manusia berdasarkan suatu anggapan bahwa seseorang pada galibnya menginginkan barang-barang dan dimotivasi oleh keinginannya untuk memuaskan jenis kebutuhan tertentu. Dari asusmsi ini, Maslow kemudian
61
mengajukan suatu dalil bahwa kebanyakan individu didorong oleh intensitas pemenuhan berbagai kebutuhan berikut (Steers dan Porter, 1983) : • Kebutuhan pisiologik (physiological needs), sebagai paling dasar, seperti sandang, pangan, papan, dan sex. • Kebutuhan rasa aman (safety needs), sebagai kebutuhan perlinfungan terhadap keamanan lingkungan fisik dan jiwa, bebas dari rasa takut. • Kebutuhan sosial (belongingness needs), menyangkut kebutuhan akan rasa persahabatan atau diterima dalam suatu kelompok tertentu. • Kebutuhan penghargaan (esteem needs), sebagai kebutuhan akan rasa hormat, dihargai keberadaannya dalam kelompok. • Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), sebagai kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri atau berprestasi.
Teori hierarki kebutuhan (need hirarchy theory) yang dikemukakan Maslow dalam bukunya Motivation dan Personality pada dasarnya terdiri dari beberapa anggapan, yaitu (sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia, 1996): a. Manusia merupakan makhluk berkeinginan. Mereka dimotivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai kebutuhan. Kebutuhan yang tidak terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku. Kebutuhan yang sudah terpuaskan tidak lagi berfungsi sebagai motivasi. b. Kebutuhan seseorang tersusun secara berurutan dalam satu hierarki, mulai dari yang paling dasar sampai yang paling tinggi.
62
c. Kebutuhan seseorang bergerak dari tingkat lebih rendah ke tingkat berikutnya, setelah kebutuhan yang lebih rendah itu secara minimal terpuaskan. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan yang secara luas tidak terpenuhi cenderung menciptakan ketegangan dalam diri seseorang yang kemudian mendorongnya untuk berperilaku sebagai jalan keluar untuk mengurangi ketegangan dan usahanya menjaga keseimbangannya. Jika salah satu kebutuhan atau sejumlah kebutuhan terpenuhi, maka potensi atau kekuatan memotivasi dari kebutuhan tersebut cenderung berkurang atau hilang, hingga kebutuhan itu diaktifkan kembali. Sebagai contoh, jika kebutuhan fisiologik (makan) sudah terpenuhi, maka kebutuhan itu tidak lagi berpotensi untuk memotivasi perilaku, sampai orang yang bersangkutan lapar kembali atau pada saat tertentu orang tersebut dimotivasi oleh kebutuhan lain. Dengan perkataan lain, kebutuhankebutuhan tersebut mengalami perputaran. Secara khusus Maslow berpendapat bahwa kebutuhan seseorang mempunyai hierarki yang berurutan. Artinya jika kebutuhan yang lebih rendah sudah terpenuhi atau terpuaskan, maka ia cenderung bergerak ke hirarki yang lebih tinggi pada satu tingkatan tertentu dan berusaha memuaskannya untuk menaiki tingkat kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi. Atau, secara diagram proses hirarkik tersebut digambarkan oleh Hersey dan Blanchard (1988) sebagai berikut.
63 Fisiologik Keamanan Sosial Penghargaan Aktualisasi diri Gambar 2.1 Dominasi Kebutuhan Fisiologik dalam Hierarki Kebutuhan (Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and Blanchard, 1988:33-35)
Dari gambar 2.1 di atas dapat dipahami bahwa kebutuhan fisiologik merupakan kebutuhan dengan tingkatan yang paling tinggi. Kebutuhan ini merupakan tingkat paling dasar yang diperkenalkan oleh Maslow. Kebutuhan paling dasar ini berupa kebutuhan makan, minum, perumahan, pakaian, yang harus dipenuhi seseorang dalam upayanya untuk mempertahankan diri dari kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut mempunyai kekuatan yang tinggi untuk memotivasi perilaku seseorang hingga kebutuhan ini terpuaskan. Dan ini memberi makna bahwa kekuatan kebutuhan yang lain kurang mempengaruhi motivasi individu. Setelah kebutuhan dasar ini terpuasakan, maka tingkatan kebutuhan lain yang lebih tinggi menjadi penting artinya untuk memotivasi perliaku individu. Pada saat kebutuhan fisiologik terpenuhi, maka individu akan bergerak ke tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi yaitu rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan meliputi kebutuhan akan keamanan jiwa dan kebutuhan akan keamanan terhadap harta benda. Kebutuhan keamanan jiwa raga merupakan kebutuhan yang selalu menjadi dambaan setiap manusia termasuk para karyawan
64
yang bekerja dalam perusahaan. Apalagi para karyawan yang bekerja dalam bidang yang berbahaya, seperti tukang listrik, tukang las, pemadam kebakaran, pekerja bangunan yang tinggi dan sebagainya. Untuk itu perusahaan haruslah menyediakan alat pelindung atau alat pengaman bagi para karyawan yang bekerja pada bidang yang berbahaya. Sedangkan keamanan harta benda juga merupakan harapan setiap orang dimanapun mereka berada. Walaupun nilai hartanya tidak seberapa, tetapi ia tetap tidak senang apabila hartanya itu dicuri ataupun hilang. Upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan akan keamanan ini dapat melalui : a. Selalu memberikan informasi agar para karyawan dalam bekerja bersikap hatihati dan waspada. b. Menyediakan tempat kerja yang aman dari keruntuhan, kebakaran, dan sebagainya. c. Memberikan perlindungan asuransi jiwa, terutama bagi karyawan yang bekerja pada tempat rawan kecelakaan. d. Memberi jaminan kepastian kerja, bahwa selama mereka bekerja dengan baik maka tidak akan di PHK, dan adanya jaminan kepastian pembinaan karier.
Pada tahap ini rasa aman menjadi kebutuhan utama yang memotivasi atau mendominasi perilaku individu. (Gambar 2.2)
65
Keamanan Fisiologik
Sosial Penghargaan Aktualisasi diri
Gambar 2.2 Dominasi Kebutuhan Keamanan dalam Hierarki Kebutuhan (Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and Blanchard, 1988:33-35)
Setelah kebutuhan fisiologik dan rasa aman terpenuhi, maka tingkatan kebutuhan akan bergeser ke kebutuhan sosial (Gambar 2.3). Manusia sebagai mahluk sosial, tidak hanya membutuhkan rasa aman dan kebutuhan fisiologik, akan tetapi mereka ingin bergaul dan diterima oleh orang lain atau kelompok lain. Beberapa jenis kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan sosial, yaitu : a. Kebutuhan untuk disayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain (sense of belonging). b. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain (sense of importance). c. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan (sense of participation). d. Kebutuhan untuk berprestasi (sense of achievment). Pada tahap ini kebutuhan sosial mendominasi tingkatan kebutuhan dan merupakan penggerak utama perilaku seseorang. Ini berarti bahwa seseorang akan terdorong untuk mencari hubungan-hubungan diluar dirinya, sebagai relasi yang dapat memuaskan tuntutan kebutuhannya.
66
Sosial Keamanan Fisiologik
Penghargaan Aktualisasi diri
Gambar 2.3 Dominasi Kebutuhan Sosial dalam Hierarki Kebutuhan (Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and Blanchard, 1988:33-35)
Rangkaian kebutuhan berikutnya setelah kebutuhan sosial terpenuhi adalah kebutuhan penghargaan (Gambar 2.4). Pada tahap ini kebutuhan sosial meningkat menjadi kebutuhan untuk diberi penghargaan atau dihormati oleh orang lain. Dengan demikian kebutuhan akan harga diri menjadi dominan dalam perilaku individu. Artinya, seseorang berinteraksi dengan orang lain, pada tahap ini, didorong oleh keinginan untuk memperoleh penghargaan atau penghormatan dari relasinya, sebagai faktor utama yang memberi kepuasan dirinya. Persoalan yang sering muncul pada tahap ini adalah bahwasanya sumber penghargaan bisa muncul sebagai akibat dari perilaku negatif. Misalnya, seseorang dapat berperilaku mengacau atau merusak, bila ia menganggap perilaku itu dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhannya pada tahap ini.
67
Penghargaan Sosial
Aktualisasi diri
Keamanan Fisiologik
Gambar 2.4 Dominasi Kebutuhan Penghargaan dalam Hierarki Kebutuhan (Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and Blanchard, 1988:33-35)
Setelah penghargaan terpenuhi individu akan bergerak ke tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi yaitu aktualisasi diri (Gambar 2.5). Pada tahap ini individu
mulai
berusaha
mengoptimalkan
kemampuan
dirinya,
apapun
kemampuan tersebut. Biasanya mereka akan bertindak buakan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Maslow menyatakan, apa yang dapat dilakukan oleh seseorang, ia harus melakukannya. Seorang pemimpin misalnya, harus mampu memimpin bawahannya dengan berhasil; seorang wartawan harus mampu meliput suatu peristiwa dan membuat laporannya. Oleh karena itu aktualisasi diri menurut Hersey dan Blanchard (1988) adalah keinginan untuk mencapai sesuatu sesuai dengan batas kemampuannya. Pada tahap ini dapat dipahami bahwa perilaku seseorang didominasi oleh keinginan atau kebutuhan untuk berprestasi. Pemenuhan kebutuhan ini akan memberi kepuasan kepada individu yang bersangkutan.
68
Penghargaan
Aktualisasi diri
Sosial Keamanan Fisiologik Gambar 2.5 Dominasi Kebutuhan Aktualisasi Diri dalam Hierarki Kebutuhan (Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and Blanchard, 1988:33-35)
Dengan demikian, teori hierarki kebutuhan Maslow dapat disimpulkan, antara lain (Drs. Gouzali Saydam, Bc.TT, 1996) : a. Kelima kebutuhan tersebut perlu diketahui dan dipahami oleh setiap pimpinan, dan berusaha memuaskannya seoptimal mungkin. Keberhasilan melakukan ini, berarti yang bersangkutan telah berhasil menyelaraskan pencapaian tujuan perusahaandengan tujuan pribadi orang-orangnya yang ada dalam perusahaan. b. Suatu kebutuhan tidak harus terpenuhi secara maksimal sebelum kebutuhan berikutnya muncul untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian ternyata bahwa setiap orang mempunyai derajat kepuasan dan ketidakpuasan yang relatif dalam semua kebutuhan dasar pada saat yang sama.
2.3
Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
69
bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/ pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet. Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan kuesioner sebagai teknik pengumpulan data yaitu : prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik. 1. Prinsip penulisan kuesioner Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu : isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka-negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan. a. Isi dan tujuan pertanyaan Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan? Kalau berbentuk pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus memiliki skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti.
b. Bahasa yang digunakan Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka kuesioner jangan disusun dengan
70
bahasa Indonesia. Jadi bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial budaya dan “frame of reference” dari responden.
c. Tipe dan bentuk pertanyaan Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat terbuka atau tertutup, dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negatif. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Sebaliknya pertanyaan tertutup, adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternative jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia.
Pertanyaan tertutup akan memandu responden untu menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data terhadap seluruh kuesioner yang telah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam kuesioner perlu dibuat positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis.
d. Pertanyaan tidak mendua Setiap pertanyaan dalam kuesioner jangan mendua sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawaban.
71
e. Tidak menanyakan yang sudah lupa Setiap pertanyaan dalam instrumen kuesioner, sebaiknya juga tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat.
f. Pertanyaan tidak menggiring Pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja.
g. Panjang pertanyaan Pertanyaan dalam kuesioner juga sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variabel banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya.
h. Urutan pertanyaan Urutan pertanyaan dalam kuesioner, dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit, atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikologis mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit, atau spesifik, maka responden akan patah semangat untuk mengisi kuesioner yang telah mereka terima. Urutan
72
pertanyaan yang diacak perlu dibuat jika tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi.
2. Prinsip pengukuran Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrumen penelitian, yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu instrumen kuesioner tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Instrumen yang tidak valid dan reliabel bula digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliabel pula.
3. Penampilan fisik kuesioner Penampilan fisik kuesioner sebagai alat pengumpula data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi kuesioner. Kuesioner yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik dari responden, bila dibandingkan kuesioner yang dicetak dalam kertas yang bagusa dan berwarna. Tetapi kuesioner yang dicetak di kertas yang bagus dan berwarna akan menjadi lebih mahal.
73
2.3.1
Skala Likert Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial.dalam penelitian fenomena sosial ini dapat ditetapkan secara spesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain : 1. Sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju 2. Setuju, sering, kadang-kadang, hampir tidak pernah, tidak pernah 3. Sangat positif, positif, netral, negatif, sangat negatif 4. Baik sekali, cukup baik, kurang baik, sangat tidak baik Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor misalnya : 1. Sangat setuju/ selalu/ sangat positif diberi skor
5
2. Setuju/ sering/ positif diberi skor
4
3. Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor
3
4. Tidak setuju/ hampir tidak pernah / negatif diberi skor
2
5. Sangat tidak setuju/ tidak pernah / sangat negatif diberi skor
1
74
Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif, negatif, atau netral, sehingga responden dapat menjawab dengan serius dan konsisten. Dengan cara demikian makan kecenderungan responden untukmenjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist dapat dikurangi. Dengan model ini juga responden akan selalu membaca pertanyaan setiap item instrumen dan juga jawabannya. Pada bentuk checklist, sering jawaban tidak dibaca, karena letak jawaban suah menentu. Tetapi dengan bentuk checklist, maka akan didapat keuntungan dalam hal inis ingkat dalam pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan data, dan secara visual lebih menarik. Data yang diperoleh dari skala tersebut adalah berupa data interval.
2.4
Validitas dan Realibilitas Instrumen Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu walaupun
75
instrumen yang valid umumnya reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan. Instrumen yang baik harus valid dan reliabel. Instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang memiliki validitas internal atau rasional, bila criteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Instrumen memiliki validitas eksternal bila criteria di dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada.
2.4.1
Pengujian Validitas Instrumen Pengujian validitas instrumen terdiri dari :
a. Pengujian Validitas Konstruksi Untuk menguji validitas konstruk, maka dapat digunakan pendapat paea ahli (judgement experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun itu.
Setelah pengujian konstruk dari ahli selesai, maka diteruskan uji instrumen. Instrumen tersebut dicobakan pada sampel dari mana populasi diambil. Jumlah anggota sampel yang digunakan sekitar 30 orang. Setelah data ditabulasikan maka pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor, yaitu
76
dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu factor, dan mengkorelasikan antar skor factor dengan skor total.
b. Pengujian Validitas Isi Untuk item yang berbentuk test, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajarn yang telah diajarkan. Pada setiap instrumen terdapat butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk emnguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, maka setelah dikonsultasikan denagn ahli, maka selanjutnya diujicobakan, dan dianalisis dengan analisis item.
c. Pengujian Validitas Eksternal Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan) antara criteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang ada terjadi di lapangan.
2.4.2
Pengujian Reliabilitas Instrumen Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun
internal. Secara eskternak pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.
77
a. Test-retest Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliabel.
b. Ekuivalen Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbedam tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas dengan cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu sama, instrumen
berbeda.
Reliabilitas
instrumen
dihitungan
dengan
cara
mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan ekuivalen. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat dinyatakan reliabel.
c. Gabungan Pengujian reliabilitas ini dilakukan dnegan cara mencobakan dua instrumen yang ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan uda instruemn itu, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang.
78
d. Internal Consistency Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat diguanakn untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split Half), KT. 20, KR. 21 dan Anova Hoyt. Rumus Spearman Brown : ri =
2rb 1+ rb
dimana : ri = reliabilitas internal seluruh instrumen rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
2.5
Regresi Berganda Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah
tak bebas (Y) dengan satu lebih peubah bebas (X1, X2, X3, ..., Xp). Peubah tak bebas dapat berupa ukuran atau kriteria keberhasilan, sedangkan peubah bebas dapat berupa faktor-faktor penentu keberhasilan tersebut. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan : Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + ..... + bpXp
79
Perhitungan regresi berganda dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n
n
i =1
i =1
n
∑y
nb0 + b1 ∑ x1 + b2 ∑ x 2 = n
n
i =1
i =1
n
n
n
i =1
i =1
i =1
i =1
n
n
i =1
i =1
b 0 ∑ x 1 + b1 ∑ x 1 + b 2 ∑ x 1 x 2 = ∑ x 1 y 2
n
b 0 ∑ x 2 + b1 ∑ x 1 x 2 + b 2 ∑ x 2 = ∑ x 2 y
2.6
2
i =1
Korelasi Antara Dua Peubah Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan
hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah. Koefisien korelasi sering dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati 0 menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier. Tanda dari nilai r dapat dilihat dari diagram pencar pengamatan dari kedua peubah dalam kuadran dua. Bilai titik-titik pengamatan menggerombol mengikuti garis lurus dengan kemiringan positif, maka korelasi antar kedua peubah tersebut positif. Sebaliknya bila titik-titik pengamatan tersebut menggerombol mengikuti garis lurus dengan kemiringan negatif, maka korelasi antar kedua peubah tersebut bertanda negatif.
80
B Beberapa po ola hubungann antar peubah dapat diliihat pada gam mbar berikuut :
Gam mbar 2.6 Polla Hubungan n Antar Peubbah (sumber : Perancangann Percobaan deengan Aplikasii SAS dan Miniitab Jilid I)
Padaa gambar a dan gambarr b terlihat kedua k peubaah memilikii hubungan y yang sangat erat tetapi arah a hubunggannya berlaawanan. Sedangkan padaa gambar c d gambar d, menunjuukkan kedua peubah secaara linier tiddak berhubunngan tetapi dan k kedua peubaah memiliki hubungan tiidak linier. Koefisien K koorelasi antaraa peubah X d Y dapat dirumuskan dan n sebagai berrikut : n
r=
n
n
i =1
i =1
n∑ x i y i − ∑ x i ∑ y i i =1
2 ⎡ n 2 ⎛ n ⎞ ⎤⎡ n 2 ⎛ n ⎞ ⎤ ⎢n ∑ x i − ⎜ ∑ x i ⎟ ⎥ ⎢n ∑ y i − ⎜ ∑ y i ⎟ ⎥ ⎝ i =1 ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢ i =1 2
81
2.7
Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP adalah singkatan dari Analytical Hierarchy Process. AHP
merupakan salah satu tools yang paling terkenal di teori keputusan. Karena di bisa buat ngambil keputusan secara kuantitatif, walaupun masalah yang ingin diambil keputusannya bersifat kualitatif. Caranya adalah AHP meminta pengambil keputusan untuk membuat hierarki dari masalahnya. AHP meminta pembuat keputusan untuk membandingkan semua kriteria secara berpasangan, dan begitu juga dengan alternatifnya. Penilaian itulah yang membuat jenis masalah berubah dari kualitatif menjadi kuantitatif, karena dalam menilai/membandingkan kriteria, pembuat keputusan harus memberi bobot untuk masing-masing kriteria. Dari bobot-bobot itulah nanti AHP akan menghasilkan keputusan berupa alternatif dengan bobot terbesar. Dan itulah pilihan yang terbaik. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai
82
pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993). Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Lengkap Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan. b. Operasional Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi. c. Tidak berlebihan Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. d. Minimum Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.