25
Bab 2 Landasan Teori
2.1 Six Sigma Six Sigma adalah sebuah ukuran baru dari kualitas dan efisiensi, dan ukuran dari kesempurnaan. Ini berarti memberikan pelayanan kualitas dan produk terbaik dengan mengeliminasi semua hal internal internal yang tidak efisien. Six Sigma merupakan sebuah tujuan proses kualitas yang dihasilkan dari pengukuran probabilitas secara statistic dan teknik kapabilitas proses. Organisasi Six Sigma tidak hanya memproduksi produk sempurna tapi juga mempertahankan efisiensi produksi yang tinggi dan system administrasi yang bekerja efektif dengan keseluruhan proses dalam perusahaan, termasuk dukungan, pembelian, sumber daya manusia dan pelayanan pelanggan. Six Sigma merupakan sebuah merek dagang pemerintah dan merek pelayanan dari Motorola, Inc. Pada pertengahan 1980 – an, menyadari kualitas adalah kunci penting untuk sukses dalam bisnis, Motorola menciptakan metode pengukuran kualitas, dan kemudian menjadi sebuah benchmark didalam dunia industri, dan pada tahun 1988 menjadi salah satu perusahaan pertama yang menerima penghargaan Malcolm Balridge National Quality Award. Menerapkan Six Sigma secara manufaktur berarti lebih dari hanya mengirimkan produk tanpa cacat, melainkan menghilangkan hamper semua cacat, rework dan
26
scrap. Juga termasuk mengoperasikan proses didalam pengendalian statistic, mengendalikan variabel – variabel input ,dari pada hanya melakukan inspeksi cacat pada akhir proses. Dan juga berarti memaksimalkan penggunaan peralatan dan mengoptimumkan waktu siklus. Diantara proses non – manufaktur, seperti pelayanan pelnggan, pembelian. Six Sigma berarti mengurangi waktu siklus secara nyata, waktu respon kepada konsumen yang cepat, kecepatan dan ketepatan dalam pengendalain persediaan dan manajemen persediaan. Sigma merupakan pengukuran variasi secara statistic atau standar deviasi, dalam proses yang diberikan melalui karakteristik. Karakteristik ini melibatkan penaksiran kemampuan dari sebuah proses dibandingkan dengan kapabilitasnya. kemampuan proses adalah penyebaran statistic didalam batas atas dan batas bawah batas spesifikasi. Penyebaran actual ditentukan dari data yang dikumpulkan dan dihitung dengan mengalikan enam kali standar deviasi tersebut. Perhitungan ini mengukur variasi dari proses. Semakin tinggi kemampuan, semakin kecil pula variasi yang mengacu pada batas spesifikasi, kemudian didapatkan indeks kapabilitas proses, yang mengukur kemampuan proses untuk menciptakan produk dalam batas spesifikasinya. Jika angka indeks kapabilitas proses lebih besar dari 1,0 secara statistic, maka proses tersebut dapat dianggap mampu untuk memproduksi sebuah produk tanpa cacat dalam batas spesifikasi.
27
Dengan kata lain, Sigma adalah sebuah unit pangukuran statistika yang menceminkan kapabilitas proses. Sigma merupakan cara untuk menentukan bahkan untuk memprediksi kesalahan atau cacat didalam proses, baik dalam proses manufaktur atau pengiriman sebuah pelayanan. Dalam kurva probabilitas, standar deviasi dari tengah kurva atau hasil yang diinginkan sama dangan pengetahuan jumlah cacat, kesalahan. Dua standar deviasi Sigma sama dengan lebih dari 300.000 kesalahan dalam sejuta kesempatan, sementara enam standar deviasi atau standar Sigma berarti hanya 3.4 cacat persjuta kesempatan. (Patricia O’Rouke, Using Six Sigma in Safety Metrics)
Tabel 2.1 Six Sigma Process Capability vs. Errors per Million Opputunities Sigma Process Capability 6 5 4 3
Defect per Million Opportunties 3.4 233 6210 66807
2
308537
(Sumber : Patricia O’Rouke, Using Six Sigma in Safety Metrics, h.2)
Sigma merupakan pengukuran variasi secara statistic untuk proses yang diberikan. Dalam manufaktur, sebgai contoh, Sigma dapat digunakan untuk mengukur jumlah produk sub – standar. Didalam industri jasa, Sigma dapat mengukur keterlambatan dari pengiriman atau kepentingan pelanggan yang lain.
28
Teknik kualitas tradisional menentukan proses dinilai mampu jika proses mempunyai penyebaran yang alami, kurang lebih tiga sigma, kurang dari toleransi teknik, atau 99,73 persen hasil proses. Proses Six Sigma dari Motorola meminta operasi proses mendekati kebutuhan teknik sekurang – kurangnya sekitar enam Sigma dari nilai tengah proses ( atau 99,99966 persen ). Six Sigma merupakan sebuah filosofi bisnis untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, sebuah alat untuk untuk menghapuskan variasi proses dan kesalahan, dan ukuran dari perusahaan kelas dunia berdasarkan perbandingan proses – proses. Sebuah filosofi Six Sigma membangkitkan kepuasan pelanggan secara menyeluruh dan mengulanginya; dengan cara mengurangi biaya untuk melakukan bisnis karena proses yang telah dilakukan secara benar pada awalnya. Six Sigma merupakan level dari performansi yang mengambil pengurangan cacat secara nyata dalam produk dan jasa, sebuah pengukuran secara statistic dari kemampuan proses seperti halnya benchmark untuk perbandingan. Six Sigma merupakan seperangkat alat statistic untuk membantu perusahaan mengukur, menganalisa, meningkatkan dan mengontrol proses. Akhirnya, Six Sigma merupakan sebuah komitmen kepada seluruh pelanggan dan konsumen dari produk dan jasa yang terus dikerjakan oleh perusahaan dalam meningkatkan produk mereka dan mengurangi cacat atau kesalahannya. Variasi adalah penyebab dari cacat dan proses yang tidak terkendali. Cacat yang sampai ke pelanggan merupakan masalah yang serius yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan, sejumlah kerugian pelanggan dan kelumpuhan dalam organisasi.
29
Ketika perusahaan mencapai tingkat perbaikan enam Sigma, maka akan membatasi cacat hingga 3,4 dalam sejuta kesempatan, performansi bebas cacat yang nyata. Perusahaan – Perusahaan global yang terdepan telah mencapai enam Sigma, hampir kebanyakan perusahaan, bagaimanapun telah menjalankan pada tingkat sekitar empat sigma atau mendekati 6000 cacat dalam sejuta. (Patricia O’Rouke, Using Six Sigma in Safety Metrics) Mengapa harus Six Sigma? Kalau kita atau proses kita atau prusahaan kita sudah mencapai level 6 Sigma. Berarti didalam proses kita atau perusahaan kita mempunyai peluang untuk defect atau melakukan kesalahan sebanyak 3,4 kali dari sejuta kemungkinan ( opportunity ). Bagaimana hubungan nilai Sigma denagn nilai Capability Proses ( Cp ). Tabel 2.2 Hubungan Sigma dengan nilai Capability Proses Sigma 6 5 4 3 2
DPMO 3,4 2333 6210 66807 308538
Cp 2 1,67 1,33 1 0,67
( Six Sigma Hand Book, 2000, h.7 )
30
2.2 Definisi Six Sigma Beberapa definisi mengenai Six Sigma adalah sebagai berikut :
Six Sigma adalah sebuah pengukuran, dimana menghitung defect –defect yang terjadi dalam sebuah proses dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk angka atau grafik yang akan mendorong kita melakukan improvement.
Six Sigma adalah sebuah bentuk Benchmark, karena secara umum, proses yang akan kita improve, akan dibandingkan dengan yang “best inclass”.
Six Sigma adalah sebuah alat atau tools yang digunakan untuk memperbaiki proses melalui customer focus, perbaikan yang terus menerus dan keterlibatan orang – orang baik di dalam maupun diluar organisasi. ( Six Sigma Hand Book, 2000, h.4 )
2.2.1 Persepsi yang keliru mengenai Six Sigma Ada beberapa persepsi yang keliru mengenai Six Sigma, antara lain :
Six Sigma bukan sebuah ramuan ajaib . Six Sigma buka sebuah program perbaikan yang cepat. Proses tidak akan improve secara ajaib dalam satu malam. Sebuah pendekatan yang sistematis digunakan untuk memperbaiki proses secara terus – menerus, dari waktu ke waktu.
Six Sigma bukan perbaikan untuk proses manufacturing saja. Memang pada awalnya Six Sigma didesain untuk memperbaiki proses di manufacturing, tapi
31
saat ini Six Sigma sudah terbukti dapat diterapkan disemua proses dalam organisasi.
Six Sigma tidak membutuhkan 1 juta data untuk menghitung Sigma. Perhitungan Sigma memang membandingkan defect yang terjadi dengan satu juta unit / opportunity. Tetapi perhitungan itu sendiri dapat dilakukan dengan minimal 50 data.
Six Sigma bukan sebuah standar yang harus dipenuhi. Standar cenderung merangsang respon yang reaktif. Tidak akan ada tindakan yang dilakukan sampai performansi proses turun hingga dibawah standar minimum.
Six Sigma bukan bukan sebuah gossip. Six Sigma adalah sebuah visi untuk memperbaiki cara kita melakukan bisnis dalam jangka panjang, bukan seperti sebuah gossip hari ini dan besokkan hilang.
Six Sigma bukan sesuatu yang sulit. Orang tidak perlu ahli dibidang statistic untuk mengerti dan menerapkan konsep Six Sigma, karena fokusnya adalah bagaimana mengurangi defect, sebuah subyek yang sudah familiar bagi semua orang.
Six Sigma bukan sesuatu yang baru. Seperti sudah dibicarakan sebelumnya, bahwa konsep Six Sigma sudah ada sejak lebih dari satu decade yang lalu.
Six Sigma bukan sebuah program zero defect. Six Sigma berjuang untuk mengurangi defect sebanyak mungkin, tapi dalam beberapa kasus tidak ada cukup resource atau untuk menghilangkan semua defect. ( Six Sigma Hand Book, 2000, h.5 )
32
2.2.2 Keunggulan Six Sigma Six Sigma selain sebagai program kualitas juga sebagai tool untuk pemecahan masalah. Six Sigma menekankan aplikasi tool ini secara methodical dan sistematis yangakan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini bersifat generic sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa. Selain memiliki metodologi penerapan yang jelas, Six Sigma juga merupakan memiliki nilai metric yang akan dijadikan basis untuk melihat perbaikan yang terjadi di perusahaan. Nilai metric ini misalnya defect per million opportunities ( DPMO ), Sigma level, Cp / Cpk dan yang langsung berdampak pada bottom line adalah cost of poor quality ( COPQ ) (Harry dan Schroeder, 2000, h.17 ) Six Sigma adalah metode yang berfokus pada proses dan pencegahan cacat ( defect ) pencegahan cacat dilakukan dengan cara mengurangi variasi yang ada didalam setiap proses dengan cara menggunakan teknik – teknik statistic yang sudah dikenal secara umum.
2.3 Ukuran – Ukuran Kemampuan Proses ( Process Capability Measures ) Gambar 2.1 menunjukkan suatu distribusi normal dari sebuah produk beserta batas bawah dan batas atas. Semua produ yang berada dalam batas spesifikasi diklasifikasikan sebagai “Acceptable” sedangkan produk yang berada yang berada diluar spesifikasi disebut sebagai “Defect”. Ukuran untuk menentukan apakah
33
prosesnya dikategorikan baik atau tidak adalah Defect Per Million ( DPM ) atau Defect Per Million Opportunities ( DPMO ), Cp dan Cpk.
Gambar 2.1 Distribusi Normal dengan USL dan LSL ( Sumber Teuku Yuri Zagloel, Industrial Engineering Department, h.4 )
Ukuran yang pertama yaitu DPM merupakan merupakan wilyah yang berada di luar batas spsifikasi. Contohnya, bila 3,5 % dari area berada diluar batas spesifikasi, maka berarti akan terjadi 35000 DPM. Nilai DPMO didapat dengan membagi DPM dengan jumlah karakter yang Critical To Quality ( CTQ ). Jumlah karakter CTQ adalah sama dengan jumlah cacat ( Defect ) yang mungkin terjadi untuk satu produk. Definisi Six Sigma secara Statistik menurut Schmidt et al ( 1999 ) adalah Cp = 2, Cpk = 1,5 dan DPMO = 3,4. ( Sumber Teuku Yuri Zagloel, Industrial Engineering Department, h.5 )
34
2.4 Metodologi Six Sigma Strategi penerapan Six Sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menngunakan pengumpulan data dan analisis statistic untuk menentukan sumber –sumber variasi dan cara – cara untuk menghilangkannya. (Harry dan Schroeder, 2000, h.23 ) Ada delapan tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini yaitu Identifikasi ( Recognize ), Definisi ( Define ), Pengukuran ( Measure ), Analisis ( Analyze ), Perbaikan ( Improve ), Kontrol ( Control ), Standard ( Standardize ) dan Integrasi ( Integrate ) (Harry dan Schroeder, 2000, h.112 ). Yang menjadi inti dari strategi ini adalah tahap Pengukuran – Analisis – Perbaikan
- Kontrol. Namun
seringkali dalam proyek – proyek Six Sigma tahap Definisi dimasukkan dalam inti strategi Six Sigma sehingga tahapannya menjadi Definisi – Pengukuran – Analisis – Perbaikan – Kontrol atau dalam bahasa inggris disebut Define – Measure – Analyze – Improve - Control ( DMAIC ). Tahapan ini merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas dengan Six Sigma. Siklus DMAIC dapat digambarkan pada Gambar 2.2
35
DEFINE
CONTROL
MEASURE
IMPROVE
ANALYZE
Gambar 2.2 Siklus DMAIC ( Sumber Teuku Yuri Zagloel, Industrial Engineering Department, h.5 ) Penjelasan singkat dari masing – masing tahap adalah :
Tahap definisi ( define ) meliputi pendefinisian dan pemetaan proses serta menentukan input dan output dari proses.
Tahap
pengukuran ( measure ) mencakup penentuan
karakteristik yang penting bagi kulitas
- penentuan
critical to quality ( CTQ )
Characteristics dan perhitungan biaya akibat kualitas yang buruk.
Tahap analisis ( analyze ) mencakup analisis kemampuan proses ( process capability analysis ) untuk menilai apakah prosesnya mampu atau tidak memenuhi target spesifikasi yang telah ditentukan menentukan metrik yang dapat dijadikan tolak ukur bagi perusahaan.
36
Tahap perbaikan ( improve ) meliputi penentuan faktor-faktor utama penyebab variasi dan pencarian akar penyebab masalah/variasi.
Tahap control ( control ) untuk memastikan bahwa faktor-faktor penyebab variasi terkendali dan tidak terjadi kembali. Strtegi penerapan Six Sigma ( The Sigma Breakthrough Strategy ) dapat dibagi dalam tiga level yaitu Business level, operation level dan process level.
Business Level Aplikasi dari The Breakthrough Strategy pada level bisnis berpusat pada peningkatan secara signifikan terhadap system informasi dan ekonomi yang digunakan sebagai kendali dalam bisnis. Sistem yang mengukur timbal balik konsumen dan kualitas supplier adalah contoh dari system business level yang mempengaruhi fokus bisnis. Tanpa system timbal balik konsumen ( Customer feedback ) dan kualitas supplier, adalah tidak mungkin mencapai pelaksanaan terobosan secara efektif. Untuk melaksanakan terobosan pada level bisnis memerlukan sebuah aplikasi yang konsisten dan terfokus atas “the breakthrough strategy” pada level system bisnis untuk 3 sampai 5 tahun. Peran para eksekutif dalam penerapan “The Breakthrough Strategy” adalah sebagai berikut :
Mengenali tahap sebenarnya dari bisnis
Menetapkan rencana apa yang harus diambil untuk mewujudkan peningkatan pada tiap tahap
Mengukur system bisnis yang mendukung rencana - rencana yang diambil
Analisa perbedaan yang ada dalam system
37
Meningkatan elemen - elemen dalam sistem untuk mancapai tujuan yang diinginkan
Mengendalikan karakteristik level system yang kritis terhadap nilai
Standarisasi sistem yang terbukti paling baik dikelasnya
Mengintegrasikan sistem yang terbaik dalam kelasnya ke dalam kerangka rencana strategi
Operation Level Banyak dari kita telah mendengar manajer operasi mengatakan bahwa mereka memiliki personal dengan apa yang dihadapi. Kita mungkin mengerti apa yang dimaksud oleh manajer tersebut secara umum, penggunaan kata “persoalan” menutupi sesuatu yang lebih dalam dan lebih sulit. Kita percaya bahwa suatu persoalan operasional (seperti masalah kualitas) adalah penyerderhanaan dari kumpulan masalah yang lebih sulit. Jika perusahaan menyadari bahwa suatu persoalan merupakan rangkaian dari beberapa masalah yang terkait, mereka dapat mulai memecahkannya menjadi komponen - komponen yang lebih sederhana. Hanya dengan melakukan ini, sebuah perusahaan dapat mulai mendefinisikan masalah, rencana yang akan dilakukan dan mengambil tindakan positif. Peran para menejer dalam penerapan “The Breakthrough Strategy” ini adalah :
Mengenali masalah atau persoalan operasional yang dihubungkan dengan sistem bisnis
Menetapkan rencana proyek Six Sigma untuk memecahkan persoalan operasional
38
Mengukur kinerja dari proyek Six Sigma
Analisa kinerja proyek dalam hubungannya dengan rencana operasional
Meningkatkan sistem manajemen proyek Six Sigma
Mengendalikan input ke sistem manajemen proyek tersebut
Standarisasi praktek sistem manajemen yang terbaik di kelasnya
Mengintegrasikan standarisasi dari praktek Six Sigma ke dalam kebijakan dan prosedur.
Process Level Black Belts memberi perhatian kepada proses, berusaha untuk mengenali proses proses yang tidak baik yang mengakibatkan masalah jaminan, masalah fungsional, biaya tenaga kerja yang tinggi, kualitas supplier yang buruk dan kesalahan dalam bentuk, fungsi dan penyesuian serta cacat. Seperti dalam business dan operation level, Black Belts menemukan metode apa yang tepat untuk masalah yang dihadapi, kemudian melakukan standarisasi terhadap metode - metode tersebut untuk mencegah masalah - masalah yang diatasi tidak terjadi lagi. Peran Black Belts dalam menerapkan “The Breakthrough Strategy” adalah sebagai berikut :
Mengenali masalah - masalah fungsional yang terkait dengan persoalan operasional
Menetapkan proses yang berperan dalam mengatasi masalah fungsional
Mengukur kapabilitas dari masing - masing proses yang mempengaruhi operasional
Analisa data yang ada untuk menilai pola yang umum dan tren yang ada
39
Meningkatkan kunci karakteristik produk dengan menggunakan kunci proses
Mengendalikan
variable
-
variabel
proses
yang
tidak
semestinya
mempengaruhi
Standarisasi metode proses yang memberikan hasil yang terbaik dalam kelasnya
Mengintegrasikan standar metode dan proses dalam siklus perancangan (Harry dan Schroeder, 2000, h.115 )
2.5 Tools Six Sigma Tools yang digunakan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma pada dasarnya merupakan gabungan dari berbagai tools yang sudah dikenal sejak lama terutama Statistical Process Controll ( SPC ). Beberapa tools yang digunakan dalam Six Sigma dijelaskan berikut :
2.5.1
Diagram Alir Proses
Diagram alir proses merupakan suatu proses merupakan suatu representasi visual dari semua langkah - langkah utama dalam sebuah proses.
40
Gambar 2.3 Contoh singkat dalam diagram air Diagram
alir
dapat
membantu
untuk
memahami
proses
lebih
baik,
mengidentifikasikan area kritis atau bermasalah dan mengidentifikasikan perbaikan yang dapat dilakukan. Salah satu hal yang perlu diingat dalam membuat diagram alir yaitu untuk suatu proses yang besar mulailah dengan membuat aliran kegiatankegiatan utama. Kemudian, buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan utama tersebut.
2.5.2
Diagram Input-Process-Output ( IPO )
Diagram IPO merupakan suatu representasi visual dari sebuah proses atau kegiatan. Diagram ini memuat semua daftar karakteristik input dan output. Menurut Schmidt diagram ini sangat bermanfaat dalam mendefinisikan suatu proses dan mengenali hubungan antara variabel input dan respon.
Gambar 2.4
Contoh diagram IPO
Dalam membuat suatu IPO, pertama - tama pilioh suatu proses. Lalu, tentukan outputnya. Output ini biasanya disebut sebagai karakteristik kualitas suatu proses. Biasanya output tersebut didefinisikan dari suatu pandang konsumen. Pertanyaan -
41
pertanyaan seperti “Karakteristik apa yang dapat membuat proses ini berharga bagi konsumen?” atau “Hasil apa yang akan menentukan bahwa proses ini baik atau buruk dari sisi konsumen?” dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan output yang diharapkan. Setelah memasukkan faktor – faktor yang diinginkan dari proses (output) baru dapat ditentukan faktor input-nya. Biasanya jumlah faktor input lebih banyak dari output.
2.5.3
Peta Kendali ( Control Chart )
Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-cause variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-cause variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaanya dipahami secara benar. Pada dasarnya peta - peta kontrol dipergunakan untuk :
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal? Dengan demikian peta - peta kontrol dighunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical, di mana semua nilai rata - rata dan range
42
dari sub - sub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas -batas pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi proses.
Memantau proses terus - menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statisikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas - batas dari variasi penyebab umum.
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas - batas dari variasi proses dapat ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki : 1. Garis tengah (central line), yang biasa dinotasikan sebagai CL 2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontol ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (upper control limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenak sebagai batas kontrol bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebagai LCL. 3. Tebaran nilai - nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan proses. Jika semua nilai - nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas -batas kontrol tanpa memperlihatkan kecendrungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara statistical, atau dikatakan berada dalam
43
pengendalian statistical. Namun, jika nilai - nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada diluar batas-batas kontrol atau memperlihatkan kecendrungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan diluar kontrol (tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengendalian statistical sehingga perlu diambil tindakan korektif atau memperbaiki proses yang ada.
2.5.3.1 Variasi Penyebab Khusus dan Umum Dalam pelaksanaan proses produksi untuk manghasilkan sejenis output kita seringkali sulit menghindari terjadinya variasi pada proses. Gaspersz (1998) mendefinisikan variasi sebagai ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan /jasa yang dihasilkan). Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu variasi penyebab khusus
dan variasi penyebab umum. Gaspersz (1998)
menjelaskan lebih lanjut tentang kedua jenis variasi tersebut sebagai berikut : 1. Variasi Penyebab khusus (Special Cause of Variation) adalah kejadian kejadian diluar system yang mempengaruhi variasi dalam system. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja,dll. Penyebab khusus ini mengambil pola - pola non acak sehingga dapat diidentifikasikan / ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian
44
proses statiskal menggunakan peta - peta kendali (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik - titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas – batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits). 2. Variasi Penyebab Umum (Common Causes Of Variation) adalah faktor – aktor di dalam system atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil – hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab system (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada system, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen–elemen dalam system itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemen yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statiskal dengan menggunakan peta – peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik – titik pengamatan yang berada dalam batas – batas pengendalian yang didefinisikan.
Dale, B.G (1994) menjelaskan beberapa hal yang termasuk dalam penyebab khusus dan penyebab umum dalam tadel berikut :
45
Tabel 2.3 Variasi Penyebab Khusus dan Umum
(Sumber : Modul Pratikum QC, Teknik industri – Universitas Trisakti Jakarta )
Sedangkan Erner (1997) mendefinisikan penyebab khusus sebagai kesalahan yang bersifat lokal di mana biasanya dapat diperbaiki pada proses oleh operator dan / atau supervisor dan merupakan 15% dari masalah. Sedangkan penyebab umum didefinisikan sebagai kesalahan sistem yang mebutuhkan perhatian dan campur tangan pihak manajemen (operator tidak berdaya dalam menyelesaikan penyebab umum) dan merupakan 85% dari masalah (Modul Pratikum QC, Teknik Industri – Universitas Trisakti Jakarta )
2.5.3.2 Jenis – jenis Peta Kendali Pengelompokan jenis – jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya. Dalam konteks pengendalian proses statistokal dikenal dua jenis data yaitu :
Data Variabel (Variables Data), merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variable karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, dll.
46
Ukuran – ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variable.
Data Atribut (Atributes Data), merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit – unit nonconforms atau ketidak sesuaian dengan spesifikasi atribut yang diterapkan.
Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis – jenis peta kendali terbagi atas peta kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Beberapa peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali X dan R, serta peta kendali X dan MR. Sedangkan peta kendali p, peta kendali np, peta kendali c, dan peta kendali u.
2.5.3.3 Peta Kendali Atribut Peta-peta kontrol untuk data atribut adalah peta p, np, c dan u. Pada umumnya data atribut hanyan memiliki dua nilai yang berkaitan dengan ya atau tidak, seperti : sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, hadir atau tidak hadir, bagus atau jelek, terlambat atau tidak terlambat, dll. Data ini dapat dihitung untuk keperluan pencatat dan analisis. Peta – peta kontrol untuk data atribut adalah penting untuk beberapa alasan berikut :
47
Situasi – situasi yang berkaitan dengan data atribut ada dalam proses teknikal atau administratif, sehingga teknik – teknik analisis atribut menjadi berguna
dalam
banyak
penerapan.
Kesulitan
paling
nyata
dalam
pengendalian kualitas adalah mengembangkan definisi operasional secara tepat tentang apa itu ketidaksesuaian, sehungga suatu produk yang merupakan output dari proses perlu diperhatikan.
Data atribut telah tersedia dalam banyak situasi termasuk dalam aktivitas inspeksi material, proses, perbaikan, atau inspeksi akhir. Dalam kaitan ini, data yang telah tersedia itu hanya membutuhkan sedikit usaha untuk mengkonversinya kedalam bentuk peta kontrol untuk data atribut itu.
Kebanyakan data yang dikumpulkan, informasi atribut pada umumnya mudah diperoleh dan tidak mahal, serta tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk mengumpulkan data atribut itu.
Kebanyakan data yang dikumpulkan untuk pelaporan manajemen adalah dalam bentuk atribut dan akan menjadi lebih bermanfaat apabila dilakukan analisis peta kontrol untuk data atribut itu.
Ketika memperkenalkan peta – peta kontrol dalam suatu organisasi, adalah penting untuk memprioritaskan area masalah dan menggunakan peta kontrol itu di tempat yang paling membutuhkannya. Signal masalah dapat datang dari system pengendalian biaya, keluhan – keluhan penggunaan, hambatan – hambatan internal, dll. Penggunaan peta – peta control untuk data atribut yang berkaitan dengan ukuran – ukuran kunci kualitas secara keseluruhan
48
sering kali mampu memberikan petunjuk tentang area proses spesifik yang membutuhkan pengujian – pengujian lanjutan, termasukm kemungkinan menggunakan peta – peta control untuk data variable.
2.5.3.4 Peta Kendali P Peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item – item yang tidak memenuhi syarat spersifikasi yang ditetapkan yang berarti dikategorikan cacat. Untuk itu definisi operasional secara tepat tentang apa yang dimaksud ketidaksesuaian atau apa yang dimaksud cacat sangatlah penting dan harus dipahami oleh setiap penggunaan peta kendali p. Adapun langkah – langkah pembuatan peta kendali p (proporsi unit yang cacat) adalah sebagai berikut : 1. Tentukan ukuran contoh subgrup yang cukup besar (n>30). 2. Kumpulan banyak subgroup (k), yaitu 20-25 subgrup. 3. Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu : p = Jumlah unit cacat Ukuran sub gruup 4. Hitung rata – rata dari p, yaitu p-bar atau dapat dihitung melalui rumus
p = total cacat total inspeksi 5. Hitung batas kendali untuk peta kendali p : UCL = p + 3
p (1− p ) n
49
Plot data proporsi (persentase) unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam pengendalian atau tidak barada dalam pengendalian. Agar memudahkan kita melihat dan membaca data proporsi unit cacat maka kita gunakan Minitab sehingga akan terlihat pada grafik, data – data yang keluar atupun yang tidak pada batas kontrol baik UCL maupun LCL. Penggunaan Program Minitab : 1. Masukkan data – data yang akan dibuat peta kendali P nya 2. Pilih Stat 3. Pilih Control Chart 4. Pilih Attributes Chart 5. Masukkan Variabel datanya 6. Klik OK
2.5.4
Studi Kemampuan Proses
Studi kemampuan proses bertujuan untuk menentukan kemampuan proses untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan target spesifikasi yan telah ditentukan. Sebelum melakukan perbaikan pada suatu proses, sebaiknya dilakukan studi kemampuan proses terlebih dahulu. Setiap proses menghasilkan menghasikan variasi alami yang diakibatkan oleh penyebab biasa (common cause). Variasi ini disebut juga toleransi alami atau natural tolerance (NT). Toleransi alami mendeskripsikan kemampuan proses berproduksi pada saat proses tersebut berada dalam kendali statistik. Bila spesifikasi berada di luar
50
toleransi alami maka dapat dikatakan bahwa prossnya mampu memenuhi spesifikasi yang ditentukan (Modul Pratikum QC, Teknik Indusri – Universitas Trisakti Jakarta )
2.5.5 Pengukuran Six Sigma
Pengukuran Six Sigma :
Total opportunities : TOP = UxO
Defects per unit : DPU = D U Defects per unit Oppotunity : DPO = DPU = D O UxO Defects per million opportunity : DPMO = DPMO =DPO x 10 6
( Sumber : Breyfogle 3, Implementing Six Sigma, 1999, h.137 )
Pengukuran tingkat Sigma dapat dilakukan dengan menggnakan program Process
Sigma calculator. Data yang diperlukanadalah jumlah cacat, jumlah cacat, jumlah unit yang di inspeksi dan jumlah jenis cacat yang terjadi. Dengan mengklik Calculate maka akan didapat DPMO dan Proses Sigma.
51
Gambar 2.5 Process Sigma Calculator ( sumber : www.spcwizard.com ) 2.5.6 Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkanpada sisi paling kanan. Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk:
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah – masalah atau penyebab – penyebab dari masalah yang ada
Memfokuskan perhatian pada isu –isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
52
Diagram Pareto adalah diagram batang yang disusun secara menurun dari besar ke kecil (descedimg). Biasanya digunakan untuk melihat atau mengidentifikasi masalah, tipe cacat, atau penyebab yang paling dominan sehingga kita dapat memprioritaskan penyelesaian masalah. Oleh karena itu, sebelum membuat diagram pareto, perlu diketahui terlebih dahulu penggunaan lembar periksanya. Langkah – langkah dalam pembuatan diagram pareto adalah : 1. Tentukan metode klasifikasi data untuk sumbu horizontal : tipe cacat, sebab, masalah, dll. 2. Putuskan mana yang terbaik untuk sumbu vertical : dalam frekuensi atau dalam jumlah mata uang (rupiah atau dollar). 3. Kumpulkan data untuk interval waktu yang sesuai. 4. Ringkaskan data dan peningkatan dari yang terbesar ke terkecil. 5. Buat diagram dan tentukan beberapa hal penting yang perlu diprioritaskan. Agar memudahkan kita melihat dan membaca data Jenis cacat dengan persentase kumulatifnya maka kita gunakan Minitab sehingga akan terlihat pada gambar, mulai dari data yang menempati urutan pertama hingga urutan terakhir Penggunaan Program Minitab : 1. Masukkan data – data yang akan dibuat Diagram Paretonya 2. Pilih Stat 3. Pilih Quality Tools 4. Pilih Pareto Chart 5. Pilih Chart Defect Table
53
6. Masukan Labels in dan Frequencies in 7. Klik OK
2.5.7 Diagram Sebab akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukan hubungan antara sebab dan akibat. Berikan dengan pengendalian proses statistical, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor – faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor – faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’ diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari universitas Tokyo pada tahun 1953. Pada dasarnya diagram sebab akibat
dapat dipergunakan untuk kebutuhan –
kebutuhan berikut :
Membantu mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu masalah
Membantu membangkitkan ide – ide untuk solusi suatu masalah
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut
2.5.7.1 Langkah – Langkah Membuat Diagram Sebab Akibat
Langkah – langkah dalam pembuatan diagram sebab akibat dapat dikemukakan sebagai berikut :
54
1. Mulai dengan pernyataan masalah – masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. 2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan akibat
(effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan “tulang belakang” dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. 3. Tuliskan faktor – faktor penyebab utama (sebab – akibat) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai “tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor – faktor penyebab atau kategori – kategori utama dapat dikembangkan melalui sratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor – faktor : manusia, mesin, peralatan, material, metode kerja, pengukuran, dll, atau stratifikasi melalui langkah – langkah actual dalam proses. Faktor – faktor penyebab atau kategori – kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming. 4. Tuliskan penyebab – penyebab sekunger yang mempengaruhi penyebab – penyebab utama (tulang – tulang besar), serta penyebab – penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai “tulang – tulang berukuran sedang” 5. Tuliskan penyeba-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab – penyebab sekunder (tulang – tulang sedang), serta penyebab – penyebab tersier itu dinyatakan sebagai “tulang – tulang berukuran keci”. 6. Tentuka item – item yang pentig dari setiap faktor dan tandailah faktor – faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.
55
7. Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab akibat itu, seperti judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
2.5.8
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis adalah suatu penaksiran elemen per elemen secara sistimatis untuk menyeloroti akibat – akibat dari kegagalan komponen, produk, proses atau system memenuhi keinginan dan spesifikasi konsumen , termasuk keamanan. Hal ini ditandai dengan nilai yang tinggi atas elemen dari kelomponen, produk, proses atau sistem yang memerlukan prioritas penanganan untuk mengurangi kegagalan melalui desain ulang, perbaikan secara terus menerus, pendukung keamanan, tinjauan perancancangan, dll. Hal itu dapat dilaksanakan pada tahap perancangan dengan menggunakan pengalaman atau pertimbangan, atau yang digabungkandengan reabilitas data menggunakan pengetahuan tentang rata – rata tingkat kegagalan untuk komponen dan produk yang ada saat ini. (Field and Swift, 1996, h.91) Untuk dapat berkompetisi, sebuah organisasi harus terus meningkat diri. FMEA adalah sebuah teknik yang memberikan sebuah metologi untuk memudahkan peningkatan pross. Dengan menggunakan metode FMEA, organisasi dapat mengidentifikasikan dan mengurangi keperluan dini dalam pengembangan sebuah proses atau desain. Kualitas dalam memperolehkomponen atau pelayanan dapat meningkat
ketika
organisasi
bekerja
dengan
supplier
mereka
untuk
56
mengimlementasikan FMEA dalam organisasi mereka (Breyfogle 3, Implementing
Six Sigma, 1999, h.256) Adapun keuntungan dari menerapkan FMEA meliputi :
Peningkatan kegunaan dan kekuatan produk
Mengurangi biaya – biaya jaminan
Mengurangi masalah manufaktur hari ke hari
Peningkatan keselamatan produk dan penerapan proses
Mengurangi Masalah – masalah proses bisnis
Berikut ini adalah faktor –faktor yang mempengaruhi suatu failure mode and
effect analysis :
Modus kegagalan potensi, bagaimana elemen dari komponen, produk, proses atau sistem tidak berhasil memenuhi masing – masing aspek dari spesifikasi yang diinginkan.
Efek kegagalan potensial, apa yang akan menjadi akibat dari kegagalan elemen atas komponen, produk, proses atau system.
Penyebab potensial, apa yang akan membuat komponen, produk, proses atau sistem gagal dalam jalan memenuhi apa yang diharapkan melalui kegagalan potensial.
Pengendalian saat ini, apa yang harus dilakukan saat ini untuk mengurangi kesempatan atas terjadinya kegagalan.
Occurrence (O), kemungkinan terjadinya kegagalan.
Severity (S) dampak dari kegagalan yang terjadi bagi pemakaianmaupun lingkungan.
57
Detetability (D), kemungkinan bahwa kesalahan tidak dapat dideteksi sebelum kegagalan terjadi akibatnya (D2).
Langkah – langkah dan konsep – konsep kunci dalam FMEA bekerja adalah sebagai berikut :
Mengidentifikasikan proses atau produk servis
Membuat daftar masalah – masalah potensial yang akan muncul
Memberi tingkat pada masalah untuk severity, probability of occurrence, dan
detectability
Menghitung Risk Priority Number atau RPN dan memprioritaskan tindakan perbaikan
Mengembangkan tindakan untuk mengurangi resiko ( Sumber : Peter S. Pande, The Six Sigma Way, h.371 )
Rating Occurrence, severity dan detectability dinyatakan dalam skala dari 1 sampai 10 dan digambarkan di bawah ini :
Gambar 2.6 Rating umum untuk FMEA
58
( Sumber : Field and Swift, 1996, h.92 )
Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurrence, severity dan detectability dapat dilihat pada tebel di bawah ini :
Tabel 2.4 Definisikan FMEA untuk Rating Occurrence
(Sumber : Field and Swift,1996,h.93)
59
Tabel 2.5
Definisi FMEA untuk Rating Severity
(Sumber : Field and Swift,1996, h.93) Tabel 2.6
Definisi FMEA untuk Rating Detectabilility
( Sumber : Field and Swift,1996, h.93)
60
Risk Priority (RPN) merupakan perkalian dengan rating occurrence (O), severity (S), dan detectability (D) : RPN = O x S x D Angka ini seharusnya digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan penanganan serius.