BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Manajemen Pengertian manajemen menurut Robbins dan Coulter (2010;23) adalah
pengkoordinasikan dan pengawasan dari aktivitas pekerjaan orang lain sehingga pekerjaan mereka tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut Dyck dan Neubert (2009;7) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan sumber daya manusia dan sumber daya organisasi lainnya agar dapat secara efektif mencapai tujuan organisasi. Terdapat empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan pengawasan. Jadi berdasarkan dari pendapat-pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa manajemen adalah proses mencapai tujuan dengan bantuan orang lain atau kerjasama dan kedisiplinan.
2.2
Manajemen Operasional
2.2.1
Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi menurut Heizer dan Render (2010;4) adalah serangkaian
aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Manajemen operasi menurut Richard L. Daft (2006;216) adalah sebagai bidang manajemen yang mengkhususkan pada produksi barang. Artinya kegiatan operasi hanya berfokus pada kegiatan memproduksi barang dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sektor produksi. Manajemen operasi menurut Schroeder (2007;3) inti dari manajemen operasi dapat dijabarkan sebagai berikut: • Operasional bertanggung jawab pada penyediaan produk atau jasa dari suatu organisasi. • Manajer operasional membuat keputusan mengenai fungsi operasi dan hubungannya dengan fungsi yang lain. 11
12
• Manajer operasional merencanakan dan memantau proses produksi dan interfensi itu sendiri antara organisasi dan dengan pihak luar. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi merupakan kegiatan produksi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada sehingga menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa. Berdasarkan pemahaman-pemahaman tersebut ada 3 poin penting dalam manajemen operasional, yaitu: • Keputusan Definisi ini mengarah pada membuat keputusan sebagai elemen terpenting dari manajemen operasional. Saat manajer membuat keputusan sebagai pokok dari operasional. • Fungsi atau Kegunaan Operasional merupakan fungsi utama disetiap organisasi termasuk bagian marketing maupun keuangan. Fungsi operasi bertanggung jawab untuk menyediakan atau memproduksi barang atau jasa untuk bisnis. • Proses Manajer operasional merencanakan dan mengontrol proses produksi dan hasilnya.
2.3
Persediaan
2.3.1
Pengertian Persediaan Menurut pendapat Heizer dan Render (2010;82) persediaan adalah salah satu aset
termahal dari banyak perusahaan, mewakili sebanyak 50% dari keseluruhan modal yang diinvestasikan. Sedangkan menurut Zulfikarijah (2005;4) Persediaan secara umum didefinisikan sebagai stok bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi produksi atau untuk memuaskan permintaan konsumen. Sedangkan menurut Schroeder (2007;332) persediaan adalah stok barang–barang yang digunakan untuk memfasilitasi proses produksi atau untuk memuaskan permintaanpermintaan pelanggan.
13
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan barang – barang atau bahan baku yang diperlukan dalam proses transaksi yang digunakan untuk dijual dalam suatu periode tertentu.
2.3.2
Fungsi Persediaan Menurut Heizer dan Render (2010;82) persediaan memiliki 4 fungsi penting
yang menambah fleksibilitas dari suatu perusahaan, yaitu: • “Decouple” atau memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Sebagai contoh, jika persediaan sebuah perusahaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan untuk melakukan decouple proses produksi dari pemasok. • Melakukan
“Decouple”
perusahaan
dari
fluktuasi
permintaan
dan
menyediakan persediaan barang–barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan. Persediaan seperti ini digunakan secara umum pada bisnis eceran. • Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam jumlah besar dapat mengurangi biaya pengiriman barang. • Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga. Menurut Mariyam (2008;15) persediaan bertujuan untuk menghilangkan berbagai kemungkinan yang terjadi, misalnya kekurangan stok, permintaan yang tidak diperhitungkan, kenaikan harga dan kemungkinan lain yang dapat menghambat laju produksi. Menurut Noerbiant (2009;2) fungsi persediaan pada suatu perusahaan adalaha menghindari keterlambatan pengiriman, menghindari adanya material yang rusak, menghindari kenaikan harga, mendapatkan diskon apabila membeli dalam jumlah banyak dan menjamin kelangsungan produksi.
2.3.3
Jenis – Jenis Persediaan Menurut Heizer dan Render (2010;82) persediaan yang ada di perusahaan
biasanya terdiri dari empat jenis yaitu:
14
1. Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) yang telah dibeli, tetapi belum diproses. Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah dengan menghapus variabilitas pemasok dalam mutu, jumlah atau waktu pengiriman sehingga tidak perlu pemisahan. 2. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process Inventory) adalah komponen–komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai. 3. Persediaan MRO (Maintenance, Repairing, Operating Inventory) merupakan persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan, perbaikan, operasi. Persediaan ini ada karena kebutuhan akan adanya pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan yang tidak diketahui sehingga persediaan ini merupakan fungsi jadwal pemeliharaan dan perbaikan. 4. Persediaan Barang Jadi adalah produk yang telah selesai dan tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena permintaan pelanggan dimasa mendatang tidak diketahui.
2.3.4
Biaya – Biaya yang Berkaitan dengan Persediaan Menurut Heizer dan Render (2010;91) terdapat 3 jenis biaya yang berkaitan
dengan persediaan antara lain, yaitu: 1. Biaya penyimpanan (Holding Cost) Biaya yang berkaitan dengan penyimpanan atau “membawa” persediaan selama waktu tertentu. Oleh karena itu, biaya penyimpanan seperti asuransi, pegawai tambahan dan pembayaran bunga. 2. Biaya pemesanan (Ordering Cost) Mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses pesanan, pembelian, dukungan, administrasi dan seterusnya. Ketika pesanan sedang diproduksi, biaya pesanan juga ada, teteapi mereka adalah bagian dari biaya penyetelan. 3. Biaya penyetelan (Setup Cost) Biaya yang untuk mempersiapkan sebuah mesin atau proses untuk membuat sebuah pesanan. Ini menyertakan waktu dan tenaga kerja untuk membersihkan serta mengganti peralatan atau alat penahan.
15
2.4
Peramalan (Forecasting)
2.4.1
Definisi Peramalan Menurut Heizer dan Render (2010;162) peramalan adalah seni dan ilmu untuk
memperkirakan kejadian dimasa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya kemasa yang akan datang dengan suatu bentuk model matematis. Bisa juga merupakan prediksi intuisi yang bersifat subjektif atau bias juga dengan menggunakan kombinasi model matematis yang sesuai dengan pertimbangan yang baik dengan manajer. Menurut Astuti (2007;7) dalam Forecasting adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan dimasa mendatang melalui pengujian keadaaan masa lalu. Definisi lain forecasting yaitu merupakan suatu cara untuk mengukur atau menaksir kondisi bisnis di masa mendatang secara kuantitatif dan kualitatif. Menurut Siswanto (2007;7) dalam Business Forecasting, ada beberapa definisi mengenai forecasting: - Forecasting adalah proses untuk mendeteksi pola yang akan datang apakah berupa siklus, asosiasi atau analogi berdasar pada intuisi dan critical judgement. - Forecasting adalah proses menghitung dan memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang biasanya didasarkan pada ekstrapolasi masa lalu dengan berbagai tingkat ketidakpastian. - Forecasting adalah proses untuk memprediksi beberapa kejadian atau kondisi yang akan datang atau mengindikasikan kemungkinan-kemungkinan yang paling mungkin terjadi, biasanya merupakan hasil dari sebuah proses mempelajari dan menganalisa data yang tersedia dan relevan.
2.4.2
Pendekatan dalam Peramalan Menurut Heizer dan Render (2010;167) terdapat dua pendekatan umum untuk
peramalan sebagaimana ada dua cara mengatasi semua model keputusan. Pendekatan yang salah satu adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.
16
1. Metode Peramalan Kualitatif Peramalan yang mengabungkan faktor, seperti intuisi, emosi, pengalaman pribadi, dan sistem pengambilan keputusan untuk meramal. Pada bagian ini terdapat empat teknik peramalan yang berbeda: a. Juri dari Opini Eksekutif Dalam metode ini, pendapat sekumpulan kecil manajer atau pakar tingkat tinggi umumnya digabungkan dengan model statistik, dikumpulkan untuk mendapatkan prediksi permintaan kelompok. b. Metode Delphi Ada tiga jenis partisipan dalam metode ini yaitu pengambil keputusan, karyawan dan responden. Pengamblan keputusan biasanya terdiri dari 5 sampai 10 orang pakar yang akan melakukan peramalan, karyawan membantu mengambil keputusan dengan menyiapkan, menyebarkan, mengumpulkan, serta meringkas sejumlah kuesioner dan hasil survei. Responden adalah sekelompok orang yang biasanya ditempatkan yang berbeda dimana penilaian dilakukan. c. Komposit Tenaga Penjualan Dalam pendekatan ini setiap tenaga penjualan memperkirakan berapa penjualan yang dapat ia capai dalam wilayahnya. Kemudian peramalan ini dikaji untuk memastikan apakah peramalan cukup realistis. d. Survey Pasar Konsumen Metode ini meminta input dari konsumen mengenai rencana pembelian mereka dimasa depan. Hal ini tidak hanya membantu dalam menyiapkan peramalan, tetapi juga memperbaiki desain produk dan perencanaan produk baru. 2. Metode peramalan kuantitatif Menggunakan metode matematis yang beragam dengan data masa lalu dan variable sebab-akibat untuk meramalkan permintaan.
17
2.4.3
Model – Model Peramalan Menurut Heizer dan Render (2010;168) peramalan memiliki dua model yang
terdiri dari masing masing metode yaitu: a. Model deret waktu Model deret waktu membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa depan merupakan fungsi dari masa lalu. Dengan kata lain, mereka melihat apa yang terjadi selama kurun waktu tertentu dan menggunakan data masa lalu tersebut untuk melakukan peramalan. b. Model asosiatif Model
asosiatif
(hubungan
sebab
akibat),
seperti
regersi
linier,
menggabungkan banyak variabel atau faktor yang mungkin mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan.
2.4.4
Jenis – Jenis Peramalan Menurut Heizer dan Render (2010;164) organisasi pada umumnya menggunakan
tiga tipe peramalan yang utama dalam perencanaan organisasi di masa depan: 1. Peramalan ekonomi (economic forecast) menjelaskan siklus bisnis dengan memprediksi tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang dibutuhkan untuk membangun perumahan, dan indikator perencanaan lainnya. 2. Peramalan
teknologi
(technological
forecast)
memperhatikan
tingkat
kemajuan teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang menarik, yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru. 3. Peramalan permintaan (demand forecast) adalah proyeksi permintaan suatu produk atau layanan suatu perusahaan. Peramalan ini disebut juga peramalan penjualan, yang mengendalikan produksi, kapasitas serta penjadwalan dan menjadi input bagi perencanaan keuangan, pemasaran dan sumber daya manusia.
18
2.4.5
Peramalan Deret Waktu Menurut
Heizer dan Render (2010;169) menganalisis deret waktu berarti
membagi data masa lalu menjadi komponen-komponen, kemudian memproyeksikannya ke masa depan. Deret waktu mempunyai empat komponen, antara lain: 1. Tren, merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau menurun. Perubahan pendapatan, populasi, penyebaran umur, atau pandangan budaya dapat mempengaruhi pergerakan tren. 2. Musim adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu, seperti hari minggu, bulan atau kuartal. 3. Siklus adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa tahun. Siklus ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan merupakan satu hal penting dalam analisis dan perencanaan bisnis dan merupakan satu hal penting dalam analisis dan perencanaan bisnis jangka pendek. Memprediksi siklus bisnis sulit dilakukan karena adanya pengaruh kejadian politik ataupun kerusuhan internasional. 4. Variasi acak, merupakan satu titik khusus dalam data yang disebabkan oleh peluang dan situasi yang tidak lazim. Variasi acak tidak mempunyai pola khusus sehingga tidak dapat diprediksi.
2.4.6
Metode Peramalan Kuantitatif Menurut Heizer dan Render (2010;170) metode-metode peramalan kuantitatif,
terdiri dari: 1) Pendekatan Naif (Naive Method) Cara paling sederhana untuk meramal adalah berasumsi bahwa permintaan diperiode mendatang akan sama dengan permintaan pada periode terakhir. Untuk beberapa jenis produk, pendekatan naif merupakan model peramalan objektif yang paling efektif dan efisien dari segi biaya. Paling tidak, pendekatan naif memberikan titik awal untuk perbandingan dengan model lain yang lebih canggih.
19
2) Rata – Rata Bergerak (Moving Average) Peramalan rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual masa lalu untuk menghasilkan peramalan. Rata-rata bergerak berguna jika kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar akan stabil sepanjang masa kita ramalkan. Secara matematis, rata-rata bergerak sederhana (merupakan prediksi permintaan periode mendatang) dinyatakan sebagai berikut :
3) Rata-Rata Bergerak dengan Pembobotan (Weighted Moving Average) Saat terdapat tren atau pola yang terdeteksi, bobot dapat digunakan untuk menempatkan penekanannya yang lebih pada nilai terkini. Pemilihan bobot merupakan hal yang tidak pasti karena tidak ada rumus untuk menetapkan mereka. Oleh karena itu, pemutusan bobot yang digunakan membutuhkan pengalaman. Sebagai contoh, jika bulan atau periode terakhir diberi bobot yang terlalu berat, peramalan dapat menggambarkan perubahan yang terlalu cepat yang tidak biasa pada permintaan atau pola penjualan. Rata-rata bergerak dengan pembobotan akan digambarkan secara sistematis sebagai berikut :
4) Penghalusan Eksponential (exponential Smoothing) Penghasilan eksponensial merupakan metode peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan yang canggih tetapi masih mudah digunakan. Metode ini menggunakan pencatatan data masa lalu yang sangat sedikit. Rumus penghalusan eksponensial dasar dapat ditunjukkan sebagai berikut:
20
dimana α adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang dapat dipilih oleh peramal mempunyai nilai antara 0 dan 1. Persamaan rumus diatas juga dapat ditulis secara sistematis sebagai berikut: ) dimana: Ft = Peramalan baru Ft-1 = Peramalan sebelumnya α = Konstanta Penghalusan (pembobotan) (0 ≤ α ≤ 1) At-1 = Permintaan aktual periode lalu 5) Penghalusan Eksponential dengan Penyesuaian Trend (Exponential Smoothing with Trend) Model penghalusan eksponensial yang lebih rumit dan dapat menyesuaikan diri pada tren yang ada. Idenya adalah menghitung tren rata-rata data penghalusan eksponensial, kemudian menyesuaikan untuk kelambatan positif atau negatif pada tren. Dengan penghalusan eksponensial dengan penyesuaian tren estimasi rata-rata dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua konstanta penghalusan, α untuk rata-rata dan β untuk tren. Kemudian kita menghitung rata-rata dan tren untuk setiap periode. Rumus penghasilan eksponensial dengan penyesuaian trend adalah sebagai berikut:
Ft = α (At-1) + (1-α) (Ft-1 + Tt-1) . Tt = β (Ft – Ft-1) + (1 – β) Tt-1 dimana : Ft = Peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari data berseri pada periode t Tt = Tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t At = Permintaan aktual periode t
21
α = Konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ α ≤ 1) β = Konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ β ≤ 1)
6) Proyeksi Trend (Linear Regression) Proyeksi tren merupakan suatu metode peramalan yang mencocokan garis tren pada serangkaian data masa lalu, kemudian memproyeksikan garis pada masa mendatang untuk peramalan jangka menengah atau jangka panjang. Rumus untuk menentukan perhitungan linear regression adalah sebagai berikut: y = a = bx dimana : y = nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi a = persilangan sumbu y b = kemiringan garis regresi (atau tingkat perubahan pada y untuk perubahan yang terjadi di x) x = variabel bebas (dalam kasus ini adalah waktu) Untuk menetukan nilai a dan b, akan dijelaskan pada rumus dibawah ini.
dimana:
dimana :
b= kemiringan garis regresi
ӯ = rata-rata nilai y
∑ = tanda pejumlahan total
xӯ = rata-rata nilai x
x = nilai variabel bebas yang diketahui y = nilai variabel terkait yang diketahui a = ӯ – bxӯ
2.4.7
Menghitung Kesalahan Peramalan Menurut Rangkuti (2005;80) menyatakan keharusan untuk membandingkan
perhitungan yang memiliki nilai MAD (Mean Absolute Deviation) dan MSE (Mean Squared Error), paling kecil, karena semakin kecil MAD dan MSE berarti semakin kecil pula perbedaan antara hasil forecasting dan nilai aktual.
22
Menurut Heizer dan Render (2010;177) ada beberapa perhitungan yang biasa digunakan untuk menghitung kesalahan peramalan total. Perhitungan ini dapat digunakan untuk membandingkan model peramalan yang berbeda, mengawasi peramalan, dan untuk memastikan peramalan berjalan baik. Tiga dari perhitungan yang paling terkenal adalah deviasi mutlak rerata (Mean Absolute Deviation – MAD), kesalahan kuadrat rerata (Mean Squared Error – MSE), dan kesalahan persen mutlak rerata (Mean Absolute Percent Error – MAPE). 1. Deviasi Rata-Rata Absolut (Mean Absolute Deviation) MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peramalan keseluruhan untuk sebuah model. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data n. Rumus untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut :
2. Kesalahan Rata-Rata Kuadrat (Mean Square Error) MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peramalan keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE adalah bahwa ia cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya pengkuadratan. Rumus untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut:
2.4.8
Proses Peramalan Proses peramalan biasanya terdiri dari langkah – langkah sebagai berikut : 1. Penentuan tujuan Langkah pertama terdiri atas penentuan macam estimasi yang diinginkan. Sebaliknya, tujuan tergantung pada kebutuhan-kebutuhan informasi para manajer. Manajer mengetahui kebutuhan-kebutuhan informasi para manajer. Manajer mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka dan menentukan :
23
a. Variabel-variabel apa yang akan diestimasi b. Siapa yang akan menggunakan hasil peramalan c. Untuk tujuan-tujuan apa hasil peramalan akan digunakan d. Estimasi jangka panjang atau jangka pendek yang diinginkan e. Derajat ketetapan estimasi yang diinginkan f. Kapan estimasi dibutuhkan g. Bagian-bagian peramalan yang dibutuhkan 2. Pengembangan model Langkah berikutnya adalah mengembangkan statu model yang merupakan penyajian secara lebih sederhana sistem yang dipelajari, pemilihan statu model yang tepat adalah krusial. 3. Pengujian model Sebelum diterapkan, model biasanya diuji untuk menentukan tingkat akurasi, validitas dan realibilitas yang diharapkan, nilai statu model ditentukan oleh derajat hasil peramalan dengan kenyataan. 4. Penerapan model Setelah pengujian, analisis menerapkan model dengan menggunakan data historik untuk menghasilkan statu ramalan. 5. Revisi dan evaluasi Ramalan-ramalan yang dibuat harus senantiasa diperbaiki dan ditinjau kembali. Evaluasi merupakan perbandingan ramalan dengan hasil nyata untuk menilai ketepatan penggunaan suatu metode atau teknik peramalan.
2.4.9
Meramalkan Horison Waktu Menurut Heizer dan Render (2010;163) peramalan biasanya diklasifikasikan
menurut horison waktu masa depan yang dicakupnya. Horison waktu terbagi atas beberapa kategori: 1. Peramalan jangka pendek Peramalan ini mencakup jangka waktu hingga satu tahun tetapi umumnya kurang dari 3 bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja dan tingkat produksi.
24
2. Peramalan jangka menengah Peramalan jangka menengah atau intermediate, umumnya mencakup hitungan bulanan hingga 3 tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas dan menganalisa berbagai macam kegiatan operasi. 3. Peramalan jangka panjang. Umumnya untuk perencanaan 3 tahun atau lebih. Perencanaan jangka panjang digunakan untuk merencakana produk baru pembelanjaan modal, lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan.
2.5
Pengendalian Persediaan
2.5.1
Pengertian Pengendalian Persediaan Menurut Indriyati (2007;19) pengendalian adalah proses manajemen yang
memastikan dirinya sendiri sejauh hal itu memungkinkan, bahwa kegiatan yang dijalankan
oleh
anggota dari
suatu
organisasi
sesuai
dengan
rencana dan
kebijaksanaannya. Sugiono
(2009;48)
pengendalian
persediaan
adalah
suatu
cara
untuk
mendapatkan kualitas yang diinginkan dari bahan yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya yang minimum untuk keuntungan perusahaan. Mariyam (2008;15) yang menyatakan bahwa pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standar prestasi dengan sasaran-sasaran perencanaan, merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang terlebih dahulu ditetapkan, menentukan apakah ada penyimpangan yang mengukur identifikasi penyimpangan tersebut dan mengambil tindakan perbaikanperbaikan yang perlu dilakukan untuk menjamin bahwa sumber daya perusahaan yang digunakan sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran perusahaan.
2.5.2
Kebijakan dalam Pengendalian Persediaan Menurut Herjanto (2008;238) mengartikan sistem kebijakan pengendalian
persediaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian persediaan
25
untuk menentukan tingkatan persediaan yang harus dijaga kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersediaany persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Menurut Sugiono (2009;49) untuk mengendalikan persediaan maka harus memenuhi persyaratan - persyaratan sebagai berikut: •
Terdapat gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat bahan atau barang yang tetap dan identifikasi bahan atau barang tertentu.
•
Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang dapat dipercaya terutama penjaga gudang.
•
Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan bahan atau barang.
•
Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan yang dibagikan atau dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang.
•
Pemeriksaan fisik bahan atau barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
•
Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah dikeluarkan. Barang-barang yang telah lama dalam gudang dan barang-barang yang sudah usang dan ketinggalan zaman.
•
Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin.
2.6
Metode Perhitungan Pengendalian Persediaan
2.6.1
Materials Requirement Planning (MRP) Materials Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan
penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak pesanan untuk masing – masing komponen suatu produk yang akan dibuat. Dalam penggunaan MRP, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, dalam penelitian ini akan menggunakan
26
empat teknik diantaranya teknik Lot For Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), teknik Period Order Quantity (POQ), dan teknik Part Period Balancing (PPB). Menurut Kumar dan Suresh (2008;120) menyatakan bahwa Materials Requirement Planning (MRP) adalah teknik untuk menentukan kuantitas dan waktu untuk pembelian permintaan dependent yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule). Sedangkan menurut Kurniawan (2008;70) menyatakan bahwa berdasarkan sifatnya, bahan tergolong dalam permintaan bebas dan permintaan terikat, dimana model persoalan sangat tergantung pada kedua sifat bahan tersebut. Sedangkan menurut Heizer dan Render (2010;199) mendefinisikan Materials Requirement Planning (MRP) sebagai sebuah teknik permintaan terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan, persediaan, penerimaan yang diperkirakan dan jadwal produksi induk untuk menentukan kebutuhan material.
2.6.2
Tujuan MRP Adapun tujuan dari MRP adalah sebagai berikut menurut Kumar dan Suresh
(2008;120) : a. Pengurangan persediaan, MRP menentukan berapa banyak komponen yang diperlukan ketika mereka diperlukan untuk memenuhi jadwal produksi induk. Ini membantu dalam hal pengadaan bahan/komponen ketika diperlukan, dengan demikian menghindari kelebihan persediaan. b. Pengurangan waktu ancang (lead time) dalam manufaktur dan pengiriman. MRP mengidentifikasi jumlah bahan dan komponen, waktu ketika dibutuhkan, ketersediaan pengadaan dan tindakan yang diperlukan utnuk memenuhi deadline pengiriman. MRP membantu untuk menghindari keterlambatan dalam produksi dan kegiatan produksi prioritas dengan menempatkan tanggal jatuh tempo pada pengerjaan pesanan pelanggan. c. Komitmen pengiriman yang realistis, dengan menggunakan MRP, produksi dapat memberikan informasi pemasaran yang tepat waktu mengenai waktu pengiriman kepada pelanggan potensial.
27
d. Peningkatan efisiensi, MRP menyediakan koordinasi yang erat antara pusat berbagai pekerjaan dan karenanya membantu untuk mencapai aliran bahan yang tak terganggu melalui jalur produksi. Hal ini meningkatkan efisiensi sistem produksi.
2.6.3
Input Sistem MRP a. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedules) Sedangkan menurut Heizer dan Render (2010;203) Jadwal Produksi Induk dapat
dinyatakan dalam istilah sebagai berikut : •
Pesanan pelanggan pada sebuah perusahaan dengan pusat kerja (membuat berdasarkan pesanan – make to order)
•
Modul pada sebuah perusahaan berulang (merakit sesuai persediaan – assamble to stock)
•
Sebuah barang jadi pada sebuah perusahaan berlanjut (membuat berdasarkan persediaan – make to order)
b. Struktur Produk dan Bill of Materials (BOM) Menurut Heizer dan Render (2010;204) Daftar Kebutuhan Bahan
(Bill of
Materials – BOM) adalah sebuah pembuatan daftar komponen, komposisi dan jumlah dari setiap bagian yang diperlukan untuk membuat satu unit produk. Struktur Produk (Product Structure Record & Bill of Material) merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi: •
Jenis komponen
•
Jumlah yang dibutuhkan
•
Tingkat penyusunannya
c. Catatan Persedian (Inventory Record File) Sistem MRP didasarkan atas keakuratan data status persediaan yang dimiliki sehingga keputusan untuk membuat atau memesan barang pada suatu saat dapat dilakukan dengan sebaik -baiknya. Untuk tingkat persediaan komponen dan material harus selalu diamati. Jika terjadi perbedaan antara tingkat persediaan aktual dengan data persediaan dalam sistem komputer maka data persediaan dalam sistem komputer harus
28
segera dimutakhirkan. MRP tidak mungkin dijalankan tanpa adanya catatan persediaan yang akurat. Status persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record) menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan: •
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory)
•
Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang (on order inventory)
•
Lead time dari setipa bahan
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui setiap terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan. d. Waktu Ancang (lead time) Prasyaratan terakhir agar MRP dapat diterapkan dengan baik ialah diketahuinya waktu ancang pemesanan komponen. Waktu ancang (lead time) ini diperlukan mengingat MRP memiliki dimensi fase waktu yang akan sangat berpengaruh terhadap pola persediaan komponen. Waktu ancang ialah waktu yang diperlukan mulai dari saat pesanan item dilakukan sampai dengan saat item tersebut diterima dan siap untuk digunakan, baik item produk yang harus dibuat sendiri maupun item produk yang dipesan dari luar perusahaan. Waktu ancang sangat dibutuhkan dalam sistem rencana, kebutuhan bahan, terutama dalam hal perencanaan waktu. Waktu inilah yang mempengaruhi kapan rencana pemesanan akan dilakukan.
2.6.4
Output Sistem MRP Menurut Hendra (2009;181) keluaran perencanan kebutuhan bahan ialah
informasi yang dapat digunakan untuk melakukan pengendalian produksi. Keluaran pertama berupa rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu ancang dari setiap komponen/item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka kebutuhan bahan pada tingkat yang lebih rendah dapat diketahui. Selain itu proyeksi kebutuhan kapasitas juga akan diketahui, yang selanjutnya akan memberikan “revisi” atas perencanaan kapasitas
29
yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Keluaran rencana kebutuhan bahan lainnya adalah: a. Memberikan catatan pesanan penjadwalan yang harus dilakukan atau direncanakan baik dari pabrik maupun dari pemasok. b. Memberikan indikasi penjadwalan ulang. c. Memberikan indikasi pembatalan pesanan. d. Memberikan indikasi keadaan persediaan. Dengan demikian, pada garis besarnya, MRP bukan hanya menyangkut manajemen material dan persediaan saja, tetapi juga mempengaruhi aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi sehari-hari di perusahaan.
2.6.5
Langkah Dasar MRP Menurut Hendra (2009;177-180) ada empat langkah dasar sistem MRP, yaitu: a. Proses Netting Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Masukan yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah: 1. Kebutuhan kotor (yaitu jumlah produk akhir yang akan dikonsumsi) untuk tiap periode selama periode perencanaan 2. Rencana penerimaan dari subkontraktor selama periode perencanaan, serta 3. Tingkat persediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan b. Proses Lotting Proses lotting adalah proses untuk menentukan besarnya pesanan yang optimal untuk masing-masing item produk berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan bersih. Proses lotting erat kaitannya dengan penentuan jumlah komponen/item yang harus dipesan/disediakan. Proses lotting sendiri amat penting dalam rencana kebutuhan bahan. Penggunaan dan pemilihan teknik yang tepat sangat mempengaruhi keefektifan rencana kebutuhan bahan. Ukuran lot dikaitkan dengan besarnya ongkos-ongkos persediaan. Seperti ongkos pengadaan barang (ongkos setup), ongkos simpan, biaya modal, serta harga barang itu sendiri.
30
c. Proses Offsetting Proses ini ditujukan untuk menentukan saat yang tepat guna melakukan rencana pemesanan dalam upaya memenuhi tingkat kebutuhan bersih. Rencana pemesanan dilakukan pada saat material yang dibutuhkan dikurangi dengan waktu ancang. d. Proses Explosion Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor item yang berada pada tingkat yang lebih bawah, didasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses offsetting. Dalam proses explosion ini data struktur produk dan Bill of Materials memegang peranan penting karena menentukan arah explosion item komponen.
2.6.6
Teknik Penentuan Ukuran Lot Menurut Heizer dan Render (2010;217) menyatakan bahwa sistem MRP adalah
cara yang sangat baik untuk menentukan jadwal produksi dan kebutuhan bersih. Bagaimanapun ketika terdapat kebutuhan bersih, maka keputusan berapa banyak yang perlu dipesan harus dibuat. Keputusan ini disebut keputusan penentuan ukuran lot (lot sizing decision). Beberapa teknik yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: a. Lot for lot (LFL) Lot for lot digunakan sebuah teknik penentuan ukuran lot yang dikenal sebagai lot for lot, yang memproduksi tepat apa yang diperlukan. Keputusan ini konsisten dengan sasaran sistem MRP, yaitu memenuhi kebutuhan permintaan yang dependen. Maka, sebuah sistem MRP harus menghasilkan unit hanya jika dibutuhkan dengan tidak ada persediaan pengaman dan tidak ada antisipasi pesanan yang akan datang. Ketika pesanan yang sering terjadi bersifat ekonomis dan teknik persediaan just in time diterapkan, maka lot for lot menjadi sangat efisien. b. Economic Order Quantity (EOQ) EOQ adalah sebuah teknik statistic yang menggunakan rata-rata (seperti permintaan rata-rata satu tahun), sedangkan prosedur MRP mengasumsikan permintaan (terikat) diketahui yang digambarkan dalam sebuah jadwal
31
produksi induk. Penentuan ukuran lot ini berdasarkan biaya setup atau biaya pemesanan per pesanan. Dengan formula sebagai berikut:
Dimana: D = Pemakaian tahunan S = Biaya setup atau biaya pemesanan per pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun c. Period Order Quantity (POQ) Menurut
Kurniawan
(2008;54)
keunggulan
kebijakan
POQ
dibandingkan dengan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya pemesanan persediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena persediaan berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode kebutuhan yang harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut:
d. Part Period Balancing (PPB) PPB atau penyeimbang sebagian periode adalah sebuah pendekatan yang
lebih
dinamis
untuk
penyeimbangkan
biaya
penyetelan
dan
penyimpanan. PPB menggunakan informasi tambahan dengan mengubah ukuran lot untuk menggambarkan kebutuhan ukuran lot berikutnya dimasa datang. Penyeimbangan sebagian periode membuat suatu periode ekonomis (Economic Part Period – EPP), yang merupakan perbandingan biaya setup dengan biaya penyimpanan. EPP dapat dihitung dengan rumus berikut :
Dimana : S = biaya setup atau biaya pemesanan per pesanan H = biaya penyimpanan per unit per tahun
32
2.6.7
Kemampuan Sistem MRP Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP, yaitu: 1) Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus tesedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal produksi induk. 2) Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen. 3) Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri. 4) Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan
pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. Jika penjadwalan masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, berarti perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen, sehingga perlu dilakukan pembatalan atas pesanan konsumen tersebut.
33
2.7
Kerangka Pemikiran
PT. Bentoro Adisandi
Peramalan Penjualan Barang
Pengendalian Persediaan Barang
Metode Forecasting - Naive Method - Moving Average - Weighted Moving Average - Exponential Smoothing - Exponential Smoothing with Trend - Linier Regression
Metode Persediaan MRP - Lot For Lot (LFL) - Economic Order Quantity (EOQ) - Period Order Quantity (POQ) - Part Period Balancing (PPB)
Implikasi Hasil Penelitian Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
34