BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Organizational Citizenship Behavior 2.1.1.1 Definisi Organizational Citizenship Behavior Istilah Perilaku Organizational Citizenship Behavior didefinisikan oleh Organ dalam Fatdina (2009) sebagai perilaku individual yang dengan kebebasan untuk menentukan atau memilih, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dan dalam keseluruhannya memajukan fungsi efektif organisasi. Menurut Robbins (2008, p31) Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Menurut Lovell, yang dikutip oleh Mohammad et al (2010) Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku yang melampaui job description formal, persyaratan minimal yang diharapkan oleh organisasi dan mempromosikan kesejahteraan rekan kerja, kerja kelompok, atau organisasi. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, definisi Organization Citizenship Behavior menurut Robbins dan Judge (2008, p31) yang dipakai penulis untuk melakukan penelitian kali ini. Contoh nyata perilaku Organization Citizenship Behavior dalam kehidupan sehari-hari misalnya salah satu karyawan telah menyelesaikan tugasnya, dan tidak ada lagi tugas yang ia kerjakan, lalu ia putuskan untuk menolong mengerjakan tugas karyawan lain dengan tujuan agar tugas yang dikerjakan dapat dengan cepat terselesaikan.
2.1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organization Citizenship Behavior Dalam
studi
yang
mengintegrasikan
3
teori
yang
mempengaruhi
Organization Citizenship Behavior karyawan, yaitu teori atribusi, pertukaran sosial dan kepribadian evaluasi diri, Ariani dalam Paramita (2013) mengemukakan bahwa motif organisasi dan kepribadian evaluasi diri merupakan faktor inti yang dapat mendorong OCB anggota organisasi secara individual.
7
8
Sedangkan Spector dalam Paramita (2013) mengemukakan bahwa kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja adalah penentu utama Organization Citizenship Behavior dari seorang karyawan. Zurasaka dalam Paramita (2013) telah mengemukakan beberapa factor yang mempengaruhi OCB sebagai berikut: 1. Budaya dan iklim organisasi 2. Kepribadian dan suasana hati 3. Persepsi terhadap dukungan organisasional 4. Persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan 5. Masa kerja 6. Jenis Kelamin Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, menurut Zurasaka (2008:59), OCB lebih dipengaruhi oleh kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi dibandingkan faktor-faktor situasional dan kondisi kerja di atas, atau OCB merupakan mediator atau perantara dari faktor- faktor tersebut. Karena berdasarkan pengalaman kerja selama ini, dapat dilihat bahwa banyak karyawan yang puas dengan kondisi dan situasi kerja mereka namun tetap tidak memiliki perilaku ekstra seperti ini.
2.1.1.3 Motif-motif yang mendasari Organization Citizenship Behavior Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, Organization Citizenship Behavior ditentukan oleh banyak hal, artinya tidak ada penyebab tunggal dalam Organization Citizenship Behavior. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan Organization Citizenship Behavior secara rasional. Salah satu dari pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya. Menurut McClelland dalam Paramita (2013), manusia memiliki tiga tingkatan motif, antara lain : 1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standar keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau kompetisi. 2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara serta memperbaiki hubungan dengan orang lain. 3. Motif kekuasaan mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.
9
Kerangka motif berprestasi, afiliasi dan kekuasaan telah diterapkan untuk memahami OCB guna memahami mengapa orang menunjukkan OCB. Gambar berikut menunjukkan model OCB yang didasari oleh suatu motif.
Organization Citizenship Behavior
Motif
Motif berprestasi
Motif afiliasi
kekuasaan
Gambar 2.1 Model OCB Berdasarkan Motif Sumber : McClelland dalam Paramita (2013)
2.1.1.4 Dimensi Organizational Citizenship Behavior Menurut Ali Noruzy et al (2011) mengidentifikasikan dimensi berdasarkan penelitian dari Organ menjadi 5 dimensi yaitu: a. Altruisme, yaitu: perilaku membantu yang ditujukan pada individuindividu tertentu. Misal: membantu rekan kerja baru dan memberi waktu secara bebas pada orang lain. b. Conscientiousness, yaitu: melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi organisasi. Misal: datang tepat waktu, mematuhi aturan, menggunakan waktu secara efisien, dan melaksanakan tugas melebihi pengharapan minimum. c. Courtesy, yaitu: kecenderungan untuk berusaha mencegah terjadinya masalah antar individu yang berkaitan dengan pekerjaan. Misal: pemberitahuan sebelumnya, surat peringatan, dan menyampaikan informasi yang tepat.
10
d. Civic Virtue, yaitu: melibatkan diri dalam organisasi secara bertanggung jawab dan perhatian serta peduli dengan kehidupan dalam organisasi. Misal: melayani dalam komite dan melakukan fungsinya secara sukarela. e. Sportmanship, yaitu: menghargai keadaan di tempat kerja yang kurang ideal tanpa mengeluh. Misal: menghindari mengeluh dan merengek. Kerangka kerja lima dimensi Organ tersebut paling banyak digunakan dalam beberapa penelitian empiris, hal ini dikarenakan kerangka kerja Organ tersebut memiliki sejarah yang panjang dan telah dibuktikan melalui berbagai penelitian.
2.1.1.5 Manfaat dari Organizational Citizenship Behavior Menurut Podsakoff dan MacKenzie dalam Paramita (2013) ada beberapa manfaat dari Organizational Citizenship Behavior antara lain: 1. Organizational citizenship behavior meningkatkan produktivitas rekan kerja : a) Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut b) Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan bestpractice ke seluruh unit kerja atau kelompok. 2. Organizational citizenship behavior meningkatkan produktivitas manajer : a) Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja b) Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen. 3. Organizational citizenship behavior menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan a) Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan b) Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat
11
mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting c) Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut d) Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan. 4. Organizational citizenship behavior membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok a) Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok b) Karyawan yang menampilkan perilaku courtesyterhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang 5. Organizational citizenship behavior dapat menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja a) Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok b) Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan. 6. Organizational citizenship behavior meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik a) Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan
12
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik b) Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship
(misalnya
tidak
mengeluh
karena
permasalahan-
permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada perusahaan. 7. Organizational
citizenship
behavior
meningkatkan
stabilitas
kinerja
organisasi a) Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat sehingga akan meningkatkan stabilitas dari kinerja unit kerja b) Karyawan yang conseientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja. 8. Organizational citizenship behavior meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan a) Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat b) Karyawan yang seeara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuanpertemuan di perusahaan akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh perusahaan c) Karyawan yang menampilkan perilaku conseientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. 2.1.2 Perceived Organizational Support 2.1.2.1 Definisi Perceived Organizational Support Perceived organizational support (POS) merupakan persepsi karyawan terhadap bagaimana organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Eisenberger) dalam Paille, Bourdeau, & Galois (2010). Hal ini
13
menunjukkan bahwa komitmen dari organisasi kepada karyawannya dapat sangat bermanfaat. POS menunjukkan perlakuan yang baik dari organisasi menciptakan kewajiban umum, berdasarkan norma timbal balik dari karyawan untuk peduli terhadap organisasi mereka dan memperlakukan organisasi mereka dengan baik sebagai pengembaliannya (Eisenberger et al) dikutip oleh Ristig (2009). Kewajiban karyawan akan dibalaskan melalui perilaku terkait pekerjaan yang akan mendukung berbagai tujuan dari organisasi (Eisenberger et al) dikutip oleh Ristig (2009). Menurut Robbins (2008, p103) dukungan organisasi yang dirasakaan atau Perceived Organizational Support adalah tingkat dimana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. POS dapat juga dipandang sebagai komitmen organisasi pada karyawan. Apabila pihak organisasi secara umum menghargai dedikasi dan loyalitas karyawan sebagai bentuk komitmen karyawan terhadap organisasi, maka para karyawan secara umum juga memperhatikan bagaimana komitmen yang dimiliki organisasi terhadap mereka. Penghargaan yang diberikan oleh organisasi dapat dianggap memberikan keuntungan bagi karyawan, seperti adanya perasaan diterima dan diakui, memperoleh gaji dan promosi, mendapatkan berbagai akses informasi, serta beberapa bentuk bantuan lain yang dibutuhkan karyawan untuk dapat menjalankan pekerjaannya secara efektif. Terdapatnya norma timbal balik ini menyebabkan karyawan dan organisasi harus saling memperhatikan beberapa tujuan yang ada dalam hubungan kerja tersebut (Rhoades dan Eisenberger dalam Fatdina 2009). Berdasarkan berbagai definisi tersebut, definisi Perceived Organizational Support dari Rhoades dan Eisenberger dalam Fatdina (2009) yang menjadi acuan penulis untuk melakukan penelitian kali ini.
2.1.2.2 Aspek-Aspek yang mempengaruhi Perceived Organizational Support Sigit (2003, p19-21) menjelaskan beberapa factor kompleks yang masuk dalam persepsi di antaranya : 1. Hallo Effect (pengaruh halo) ialah memberikan tambahan penilaian (judgement) kepada seseorang atau sesuatu yang masih bertalian dengan hasil persepsi yang telah di buat. Halo effect juga dapat di artikan adanya atau hadirnya sesuatu, sehingga kesimpulan yang di buat tidak murni.
14
2. Attribution (membuat atribusi), Atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses kognitif dimana orang menarik kesimpulan mengenai faktor yang mempengaruhi atau masuk akal terhadap perilaku orang lain. Ada dua jenis atribusi yaitu atribusi disposisional, yang menganggap perilaku seseorang berasal dari faktor internal seperti ciri kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi situasional yang menghubungkan perilaku seseorang dengan faktor eksternal seperti peralatan atau pengaruh sosial dari orang lain. 3. Stereotyping (memberi stereotipe) ialah memberi sifat kepada seseorang semata-mata atas dasar sifat yang ada pada kelompok, rasa tau bangsa secara umum sebagaimana pernah di dengar atau diketahui dari sumber lain. Stereotip menghubungkan ciri yang baik atau tidak baik pada orang yang sedang di nilai, misalnya orang yang berasal dari pulau Bali beragama Hindu, padahal belum tentu orang tersebut beragama hindu, 4. Projection (proyeksi), ialah suatu mekanisme meramal, apa yang akan dilakukan oleh orang yang di persepsi, dan sekaligus orang yang mempersepsi itu melakukan persiapan pertahanan untuk melindungi dirinya terhadap apa yang akan di perbuat orang yang di persepsi
2.1.2.3 Faktor-faktor dari Perceived Organizational Support Menurut Rhoades dan Eisenberger dalam Fatdina (2009), terdapat tiga bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dianggap baik dan akan dapat meningkatkan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan, yaitu: a. Keadilan, Faktor keadilan di sini adalah keadilan prosedural yang menyangkut masalah keadilan mengenai cara yang seharusnya digunakan untuk mendistribusikan berbagai sumber daya yang ada dalam organisasi. Menurut Rhoades dan Eisenberger dalam Fatdina (2009), terjadinya keadilan yang berulang-ulang dalam membuat keputusan mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap dukungan organisasi yang dirasakan karyawan yang ditunjukkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan.
15
b. Dukungan Atasan, menurut Eisenberger dalam jurnal Fatdina (2009), oleh karena tindakan atasan sebagai wakil organisasi bertanggung jawab untuk mengatur dan menilai kinerja bawahan, maka para karyawan memandang tindakan atasan yang bersifat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan sebagai perwujudan dari dukungan organisasi. c. Imbalan-imbalan dari Organisasi dan Kondisi Kerja, imbalan-imbalan berupa penghargaan, gaji, dan promosi, membantu mengomunikasikan suatu penilaian positif dari kontribusi karyawan yang selanjutnya juga akan menyumbang pada peningkatan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan. Selain itu, adanya keamanan kerja yang memiliki arti bahwa terdapatnya kepastian bahwa organisasi akan tetap mempertahankan keanggotaan karyawan di masa depan dan hal ini diharapkan akan menyebabkan tingginya dukungan organisasi yang dirasakan karyawan. Kepercayaan
organisasi
terhadap
kebijaksanaan
karyawan
dalam
menyelesaikan tugas pekerjaannya juga akan meningkatkan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan (Eisenberger) dalam Fatdina (2009),. Stresor-stresor peran seperti: pekerjaan yang terlalu banyak; tuntutan pekerjaan yang mustahil diselesaikan dalam waktu yang terbatas; kekaburan peran, termasuk didalamnya tidak adanya informasi yang jelas mengenai tanggung jawab individu; dan konflik peran, termasuk tanggung jawab kerja yang saling bertentangan akan dapat menurunkan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan (Rhoades & Eisenberger, 2002) dalam Fatdina (2009).
2.1.3 Organizational Justice 2.1.3.1 Definisi Organizational Justice Menurut Griffin dan Moorhead (2011, p372), organizational justice adalah persepsi individu tentang perlakuan adil yang diberikan organisasi kepada para karyawan. organizational justice merupakan fenomena penting yang baru-baru ini telah diperkenalkan ke dalam studi organisasi. Keadilan dapat dibahas dari berbagai perspektif, termasuk motivasi, kepemimpinan, dan dinamika kelompok.
16
Menurut Greenberg dalam jurnal Ali Noruzy et al (2011) mendefinisikan organizational justice sebagai konsep yang menunjukkan persepsi karyawan tentang sejauh mana mereka diperlakukan secara adil dalam organisasi dan bagaimana persepsi ini mempengaruhi hasil organisasi seperti komitmen dan kepuasan. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organizational justice merupakan persepsi dari karyawan terhadap perusahaan atau organisasi tentang sejauh mana karyawan tersebut diperlakukan secara adil oleh perusahaan. Perusahaan perlu memberikan perhatian yang besar pada persepsi karyawan mengenai keadilan organisasi. Hal ini akan memberikan dampak yang besar bagi perusahaan, apabila karyawan merasa telah diperlakukan adil oleh perusahaan maka ia akan memiliki motivasi, kepuasan dan komitmen organisasional yang tinggi, selanjutnya akan menunjukkan perilaku positif dan meningkatkan kinerja mereka untuk perusahaan. Sementara itu, karyawan yang merasa tidak diperlakukan adil oleh perusahaan cenderung akan merasa curiga dan tidak nyaman terhadap perusahaan, sehingga akan menurunkan semangat kerjanya.
2.1.3.2 Dimensi Organizational Justice Menurut Griffin dan Moorhead (2011, p372), ada
4 bentuk keadilan
organisasi, yaitu : 1. Keadilan Distributif Keadilan distributif mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan dengan imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam organisasi. Persepsi keadilan distributif mempengaruhi kepuasan individu dengan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas kerja, pengakuan, dan kesempatan untuk kemajuan.
2. Keadilan Prosedural Keadilan prosedural adalah persepsi individu dari keadilan yang digunakan untuk menentukan berbagai hasil. Misalnya, kinerja karyawan dievaluasi oleh seseorang sangat akrab dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan, mengikuti aturan, dan
17
menganggap hasil yang relevan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa ketidakadilan prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan untuk berpartisipasi, untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan menganggap hasil yang relevan adalah tidak adil.
3. Keadilan Interpersonal Keadilan interpersonal terkait dengan tingkat keadilan orang melihat bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain dalam organisasi mereka. Misalnya, seorang karyawan diperlakukan oleh pimpinan dengan bermartabat dan hormat. Pemimpin juga menyediakan informasi secara tepat waktu, dan selalu terbuka dan jujur dalam hubungannya dengan bawahan. Bawahan akan mengekspresikan keadilan interpersonal yang tinggi. Tetapi jika pemimpin memperlakukan bawahannya dengan kurangnya hormat, dan menahan informasi penting, sering ambigu atau tidak jujur dalam hubungannya dengan bawahan, ia akan mengalami ketidakadilan interpersonal. Jika karyawan mengalami keadilan interpersonal, karyawan cenderung untuk membalas dengan memperlakukan orang lain dengan hormat dan keterbukaan. Tetapi jika karyawan mengalami ketidakadilan interpersonal, karyawan mungkin akan berlaku kurang hormat, dan cenderung kurang mengikuti arahan dari pemimpin.
4. Keadilan Informasional Keadilan informasional, mengacu pada keadilan yang dirasakan dari informasi yang digunakan untuk sampai pada keputusan. Jika seseorang merasa bahwa manajer membuat keputusan berdasarkan informasi yang relatif lengkap dan akurat, dan informasi itu tepat diproses dan dipertimbangkan, orang tersebut kemungkinan akan mengalami keadilan informasi. Tetapi jika orang merasa bahwa keputusan itu didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan tidak akurat dan/atau informasi penting diabaikan, individu akan mengalami kurangnya keadilan informasi
18
Gambar 2.2 Bentuk Keadilan Organisasi Griffin dan Moorhead
Sumber : Griffin dan Moorhead (2011)
Menurut Greenberg dalam jurnal Ali Noruzy (2011) ada 3 bentuk keadilan organisasi yaitu 1. Keadilan distributive: berkaitan dengan distribusi yang adil dari sumber daya organisasi Hal ini mengacu pada karyawan persepsi tentang promosi, pembayaran dan sejenis hasil 2. Keadilan prosedural: sejauh mana mereka dipengaruhi oleh keputusan alokasi menganggap mereka untuk memiliki telah dibuat sesuai dengan metode yang adil dan pedoman (Greenberg, 1990) dengan kata lain, keadilan prosedural menyiratkan keadilan yang dirasakan dari sarana dan prosedur yang digunakan untuk mengalokasikan sumber daya. 3. Keadilan interaksional: interaksi antara sumber alokasi dan orang-orang yang akan dipengaruhi oleh alokasi keputusan, atau metode yang menceritakan bagaimana untuk melakukan sesuatu dan apa yang harus dilakukan kepada orang-orang dalam proses pengambilan keputusan.
2.2
Penelitian Terdahulu 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ali Noruzy, Karim Shatery, Aliasghar Rezazadeh Investigation
and the
Loghman
Hatami-Shirkouhi
relationship
between
(2011)
organizational
yang
berjudul
justice,
and
19
organizational citizenship behavior: The mediating role of perceived organizational support. Penelitian ini dilakukan di Negara Iran pada 177 sample dari pakar pendidikan (educational expert) dengan menyebar kuesioner dan di analisis dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM). Berdasarkan penelitian tersebut, menunjukkan bahwa Organizational Justice secara langsung dan signifikan dipengaruhi oleh Perceived Organizational Support dan Organizational Citizenship Behavior. Perceived Organizational Support secara langsung dan secara signifikan mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior. Dan Organizational Justice secara tidak langsung mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior melalui Perceived Organizational Support. Sehingga penelitian ini menyarankan bahwa Perceived Organizational Support memiliki peran mediasi antara Organizational Justice dan Organizational Citizenship Behavior.
2. Penelitian oleh Paille, Pascal., Bourdeau, Laurent., & Galois, Isabelle (2010) yang berjudul “Support, trust, satisfaction, intent to leave and citizenship at organizational level: a Social exchange approach”. Penelitian dilakukan di Negara France pada 355 white-collar employees dari sebuah alumni sebuah Business School di france, dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM ). Berdasarkan penelitian tersebut, trust dipahami sebagai
proses
dimana
Perceived
Organizational
Support
(POS)
mempengaruhi hasil intention to leave dan citizenship behavior melalui kepuasan yang diperoleh karyawan. Juga diketahui bahwa Perceived Organizational
Support
memiliki
Organizational Citizenship Behavior
korelasi
positif
terhadap
trust,
dan satisfaction. Satisfaction juga
didapati memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior dalam organisasi. Selanjutnya dalam penelitian, trust memiliki hasil pengaruh yang
positif
dengan
kepuasan
karyawan,
serta
satisfaction
dan
Organizational Citizenship Behavior memiliki pengaruh negatif terhadap intention to leave dari karyawan. Namun, hasil Perceived Organizational Support terhadap intention to leave tidak menunjukkan hasil negatif yang signifikan, Paille, Bourdeau, dan Galois menyatakan kemungkinan ada faktor yang harus memediasi antara variabel Perceived Organizational Support dan
20
intention to leave atau pengaruh trust yang melemahkan pengaruh Perceived Organizational Support terhadap intention to leave.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sofiah Kadar Khan dan Mohd Zabid Abdul Rashid berjudul The Mediating Effect of Organizational Commitment in the Organizational Culture, Leadership and Organizational Justice Relationship with Organizational Citizenship Behavior: A Study of Academicians in Private Higher Learning Institutions in Malaysia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa di antara semua variabel, komitmen organisasi tampaknya menjadi variabel yang paling signifikan berdampak dalam organizational citizenship behavior.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Mehrdad Goudarzvand Chegini (2009) dengan judul The Relationship between Organizational Justice and Organizational Citizenship Behavior mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dimensi keadilan organisasional. Jadi, perlu mendistribusikan dan mengalokasikan sumber daya dan memberikan reward untuk membentuk perilaku Organizational Citizenship Behavior. Ketaatan kesantunan, posisi dan hormat menyebabkan karyawan nyaman di perusahaan.
5. Penelitian yang dilakukan Fatdina (2009) dengan judul “Peran Dukungan Organisasi yang dirasakan karyawan sebagai mediator Pengaruh Keadilan Prosedural terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi” Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ternyata dukungan organisasi yang dirasakan karyawan sebagai mediator pengaruh keadilan prosedural terhadap perilaku kewarganegaraan organisasi (PKO) sudah tepat dalam model ini. Keadilan procedural berpengaruh positif yang sangat signifikan terhadap dukungan organisasi yang dirasakan karyawan.
21
2.3
Kerangka Pemikiran
Organisational
Organizational
Justice
Citizenship Behavior
Perceived Organization Support
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis (2013)
2.4
Hipotesis Hipotesis yang peneliti rancang berdasarkan dari tujuan penelitan, hipotesis
yang di uji dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh Organizatinal Justice terhadap Organizational Citizenship Behavior a) H0 : tidak ada pengaruh variabel Organizatinal Justice terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior b) H1 : ada pengaruh variabel Organizatinal Justice terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior
2. Untuk mengetahui pengaruh Organizational Justice terhadap Perceived organizational Support a) H0 : tidak ada pengaruh variabel Organizational Justice terhadap variabel Perceived organizational Support b) H1
:
ada pengaruh pengaruh variabel Organizational Justice terhadap
variabel Perceived organizational Support
22
3. Untuk mengetahui pengaruh Perceived organizational Support terhadap Organizational Citizenship Behavior a) Ho : tidak ada pengaruh variabel Perceived organizational Support terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior b) H1 :ada pengaruh variabel Perceived organizational Support terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior
4. Untuk mengetahui pengaruh Organizational Justice terhadap Organizational Citizenship Behavior dengan Perceived organizational Support sebagai mediator a) Ho : tidak ada pengaruh Organizational Justice terhadap Organizational Citizenship Behavior dengan Perceived organizational Support sebagai mediator b) H1 : ada pengaruh Organizational Justice terhadap Organizational Citizenship Behavior dengan Perceived organizational Support sebagai mediator