BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Theory Framework
Gambar 2.1 Theory Framework Sumber: Peneliti, 2015 2.2
Pengertian Pemasaran Marketingmerupakan salah satu aktivitas bisnis yang paling penting bagi
perusahaan, menurut Kotler & Amstrong (2014:26) “Marketing is managing profitable customer relationships. The twofold goal of marketing is to attract new 13
14 customers by promising superior value and to keep and grow current customers by delivering satisfaction”. Dari definisi di atas dapat di artikan bahwa pemasaran adalah
bagaimana
membangun
hubungan
dengan
konsumen
yang
saling
menguntungkan. Dua tujuan dari pemasaran adalah untuk menarik pelangan baru dengan menawarkan superior value yang menjajikan serta terus meningkatkan atau mempertahankan konsumen yang sudah ada dengan menciptakan kepuasan konsumen.
Gambar 2.2 Model sederhana proses pemasaran Sumber : Kotler and Armstrong(2014:27) Berdasarkan gambar diatas menunjukkan model sederhana dari lima langkah proses pemasaran. Dalam empat langkah pertama, perusahaan bekerja untuk memahami pelanggan, menciptakan nilai bagi pelanggan, dan membangun hubungan kuat dengan pelanggan.Dalam langkah terakhir, perusahaan menuai hasil dari menciptakan nilai unggul bagi pelanggan.Dengan menciptakan nilai bagi pelanggan, sebagai imbalannya mereka menangkap nilai dari pelanggannya dalam bentuk penjualan, laba, dan ekuitas pelanggan dalam jangka panjang. Menurut American Marketing Association dalam Kotler & Keller (2012:6) “Marketing is the activ- ity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large”. Definisi di atas menjelaskan bahwa pemasaran adalahserangkaian aktifitas, seperangkat institusi, dan suatu proses dalam menciptakan, mengkomunikasikan,
15 menyampaikan, dan memberikan suatu penawaran yang memiliki nilai untuk pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat secara luas. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu proses organisasi untuk menciptakan, mengkomunikasikan, serta menangkap nilai dan menjaga hubungan yang menguntungkan dengan konsumen atau pelanggan. 2.2.1 Marketing Mix (Bauran Pemasaran) Bauran pemasaran merupakan salah satu aspek penting sebagai alat pemasaran yang dapat di gunakan perusahaan untuk mendapat respon yang diharapkan oleh target pasar variabel–variabel tersebut adalah product, price, place, promotion. Menurut Kotler & Armstrong (2014:51) “Marketing-mix is the set of tactical marketing tools that the firm blends to produce the response it wants in the target market”. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa bauran pemasaranadalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan respon yang di inginkan dari target pasar. Menurut Kotler & Amstrong (2014:52) menjelaskan bahwa terdapat empat komponen yang tercakup dalam kegiatan bauran pemasaran (marketing mix) yang dikenal dengan sebutan 4P product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), sedangkan dalam pemasaran jasa memiliki beberapa alat pemasaran tambahan seperti people (orang), physical evidence (fasilitas fisik), dan process (proses), sehingga dikenal dengan istilah 7P. Adapun pengertian 7P menurut Kotler & Amstrong (2014:62) adalah sebagai berikut: 1. Product (produk) Produk adalah kombinasi barang atau jasa perusahaan yang ditawarkan ke target pasar untuk dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen. 2. Price (harga) Adalah sejumlah kompensasi atau sejumlah uang di korbankan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. 3. Place (Distribusi) Adalah saluran yang digunakan oleh perusahaan untuk menyalurkan produk agar mudah di dapatkan oleh target konsumen.
16 4. Promotion (Promosi) Promosi adalah aktivitas guna mengkomunikasikan produk dan membujuk target pasar agar tertarik untuk membeli suatu produk atau jasa. 5. Physical Evidence (Sarana Fisik) Sarana fisik merupakan hal nyata yang turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. 6. People (Orang) Orang adalah semua pelaku yang memainkan peranan penting dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. 7. Process (Proses) Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. 2.3
Saluran Pemasaran Saluran pemasaran merupakan salah satu hal yang berperan penting bagi
perusahaan karena marketing channel adalah penghubung dalam proses penyaluran, dan penyampaian suatu produk dari produsen ke konsumen tanpa adanya saluran ini maka tidak ada penghubung antara produsen kepada konsumen. Menurut Kotler & Keller (2012:415) “Marketing Channel are set of interdependent organizations involved in the process of making a product or service available for use or consumption”. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa saluran pemasaran merupakan seperangkat organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses pembuatan suatu produk dan jasa yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Selain itu menurut Kotler & Keller (2012:11) “The marketer uses distribution channels to display, sell, or deliver the physical product or service(s) to the buyer or user. These channels may be direct via the Internet, mail, or mobile phone or telephone, or indirect with distributors, wholesalers, retailers, and agents as intermediaries”. Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa para pemasar menggunakan saluran distribusi sebagai display, menjual, atau menyampaikan produk dan pelayanan yang ada kepada pembeli atau pengguna. Saluran tersebut dapat secara langsung melalui internet, surat, telepon, maupun secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan distributor, penjual besar, riteler, dan agen sebagai perantara.
17 Sedangkan menurut Tjiptono & Chandra (2008:187) Saluran distribusi adalah rute atau rangkaian perantara, baik yang dikelola pemasar maupun yang independen, dalam menyampaikan barang darip produsen ke konsumen. Berdasarkan para pendapat ahli di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa saluran pemasaran adalah seperangkat organisasi dan struktur penting yang saling bergantung dan terlibat dalam proses pembuatan dan pemindahan suatu produk agar dapat di jangkau oleh konsumen. 2.3.1 Perantara (Middleman) Dalam menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen diperlukan lembaga-lembaga perantara yang di kenal dengan istilah middleman. Menurut Swastha (2009:191) middleman merupakan suatu kegiatan usaha yang berdiri sendiri, berada di antara produsen dan konsumen akhir atau pemakai industri. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perantara adalah suatu lembaga yang berdiri sendiri dengan tujuan untuk menyalurkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen akhir. 2.3.2 Bentuk-bentuk Perantara Perantara dapat dibedakan berdasarkan hak kepemilikan barang menjadi dua golongan, yaitu pedagang perantara (merchant middleman) dan agen perantara (agent middleman), bentuk-bentuk perantara diuraikan sebagai berikut: 1.
Merchant Middleman Merchant Middleman disebut juga sebagai perantara yang bertindak atas nama sendiri untuk keperluan sendiri dalam hal menjual atau membeli barang atau jasa. Dimana dalam hal ini terjadi pemindahan kepemilikan dan keuntungan yang diperoleh berupa laba. Menurut Tjiptono & Chandra (2008:185) merchant middleman adalah perantara yang memiliki suatu barang ( dengan membeli dari produsen dan kemudian dijual kembali. Contoh pedagang perantara adalah pedagang besar (wholesaler), dan pedagang eceran (retailer).
2.
Agent Middleman
18 Agent Middleman adalah perantara yang bertindak bukan atas dirinay sendiri, dimana perantara tidak memiliki hak atas barang atau jasa dari perusahaan ke konsumen, tugas dari agen perantara adalah mencari pelanggan dan melakukan negosiasi untuk perusahaan atas usaha yang telah dilakukan,. Menurut Tjiptono & Chandra (2008:185) agent middleman
adalah
perantara
yang
hanya
mencarikan
pembeli,
negosiasikan dan melakukan transaksi atas nama produsen. Jenis-jenis agent middleman adalah broker, perwakilan perusahaan, agen penjualan, dsb. 2.4
Retail Menurut Levy & Weitz (2012:18) menjelaskan pengertian retailing yaitu:
“Retailing is the set of business activities that adds value to the products and services sold to consumers for their personal or family use”. Pengertian retailing menurut Berman & Evans (2013:33) yaitu: “Retailing consists of the business activities involved in selling goods and services to consumers for their personal, family, or household use”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen ritel adalah semua aktivitas yang langsung berhubungan dengan penjualan produk dan jasa kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. 2.4.1 Retail Mix Levy & Weitz (2012:25) menjelaskan pengertian retail mix sebagai berikut “The retail mix is the combination of factor retailers use to satisfy customer needs dan influence their purchase decisions”. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa retail mix adalah kombinasi dari berbagai faktor yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan serta mempengaruhi keputusan pembelian. Menurut Levy & Weitz (2012:22) dalam buku Retail Management menjelaskan retailing mix terdiri dari: 1. Pemilihan barang dagangan Barang yang tersedia dan dijual oleh suatu retail.Kelengkapan barang- barang yang tersedia dalam suatu retail mempengaruhi konsumen terhadap pertimbangan
19 konsumen dalam memilih ritel untuk melakukan pembelian. 2. Penetapan harga nilai barang-barang yang di jual yang dihitung dalam satuan uang Harga yang dijual merupakan salah satu pertimbangan oleh para konsumen dalam melakukan pembelian. 3. Lokasi Lokasi dari suatu retail harus strategis dan mudah dijangkau agar konsumen mudah untuk mendatangi retail tersebut. 4. Suasana Lingkungan Toko adalah suatu kegiatan merancang suasana pembelian yang nyaman menyenangkan melalui kombinasi visual dan non visual yang terdapat dalam retail tersebut. 5. Iklan dan Promosi Berkaitan dengan kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh konsumen dari suatu retail. 6. Penjualan Langsung Penjualan barang yang langsung dilakukan oleh tenaga penjual yang terlatih kepada konsumen. 7. Pelayanan Kegiatan yang dilakukan oleh pihak retailer dalam melayani konsumen baik pada saat pembelian maupun pada saat pasca pembelian. 2.5
Store Atmosphere Penampilan toko atau outlet memberi gambaran tersendiri dalam benak
konsumen. Oleh karena itu atmosfir sebuah toko memiliki peranan yang penting dalam membentuk citra dan perasaan emosional yang positif dalam diri kosnumen. Menurut Levy & Weitz (2012:434) Atmosfir toko adalah disain dan lingkungan yang memberikan stimulus di lima indra manusia, dengan menciptakan sebuah persepsi di benak konsumen dengan menggunakan lightning, colors,music, dan scents. Sedangkan menurut Berman & Evans (2013:491) Store atmosphere adalah karakteristik fisik toko yang menampilkan citra dari sebuah toko dan membuat konsumen menjadi tertarik akan toko tersebut, yang dapat mendorong kepuasan orang dalam melakukan pembelajaan.
20 Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa store atmosphere merupakan desain, dan karakteristik toko yang dapat membuat orang menjadi tertarik terhadap sebuah toko dengan merangsang ke lima indra, guna menciptakan kepuasan 2.5.1 Dimensi Store Atmosphere Menurut Levy & Weitz (2012:435) Store atmosphere memilki dimensi dalam membentuk sebuah mood dalam diri konsumen yaitu: lightning, music, colors, dan scents. Menurut Berman & Evan dalam bukunya “Retail Management” (2013:491) Store Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang di ciptakan. Elemen-elemennya, sebagai berikut : 1. Exterior Karakteristik Exterior mempunyai pengaruh kuat pada citra toko tersebut, sehingga harus direncanakan sebaik mungkin. Kombinasi dari Exterior ini dapat membuat bagian luar toko menjadi terlihat unik, menarik, menonjol dan mengundang orang untuk masuk ke dalam toko. Elemen-elemen Exterior ini terdiri dari sub elemen-elemen sebagai berikut: 1) Marquee Marquee sebuah tanda atau papan nama yang dapat di buat dari cat, ataupun lampu neon yang digunakan untuk menarik perhatian konsumen memudahkan konsumen untuk mengetahui keberadaan sebuah toko. 2) Store Front Citra sebuah toko dipengaruhi oleh keadaan sekitar dimana toko tersebut berada, yang dapat dipengaruhi dari bentuk bagunan dan material yang di gunakan sebuah toko apakah toko tersebut trendy, tampak nyaman dari luar, dan sebagainya. 2. General Interior General Interior dari suatu toko harus dirancang semasimal mungkin karena melalui general interion dapat mempengaruhi persepsi kosnumen mengenai suatu toko. Seperti kita ketahui, iklan dapat menarik pembeli untuk
21 datang ke toko, tapi yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembelian berada di toko adalah display. Display serta interior yang baik dapat menarik perhatian pengunjung dan menciptakan suasana yang menyenangkan di dukung dengan fasilitas yang memadai dapat menciptakan kepuasan terhadap kosnumen dan menciptakan persepsi terhadap sebuah toko Elemen-elemen General Interior terdiri dari: 1) Color Schemes Adalah pemilihan warna yang doigunakan untuk menciptakan suasana yang sesuai dengan selera kosnumen. 2) Lighting Setiap toko harus mempunyai pencahayaan yang cukup untuk mengarahkan atau menarik perhatian konsumen ke daerah tertentu dari toko. Retailer juga harus dapat memastikan tidak adanya daerahdaerah tertentu yang memiliki pencahayaan yang kurang. 3)
Interior Facilities Fasilitas interior merupakan peralatan interior dalam sebuah toko dalam membangun kepuasan konsumen dan mengurangi keluhan yang dialami oleh konsumen.
3. Store Layout Layout toko merupakan hal yang penting dalam membuat sebuah layout dalam toko, baik dalam hal penataan letak dari suatu fasilitas yang dimiliki, berapa banyak ukuran tempat yang di perlukan untuk display, dan berapa jarak antar meja atau kursi dalam sebuah restoran untuk menciptakan perasaan yang nyaman bagi kosnumen Elemen yang diperlukan ialah: 1) Customer Space Contributes Penataan tata letak dan luas fari sebuah fasilitas yang di miliki toko untuk membangun dan meningkatan mood konsumen terhadap sebuah toko, baik dari tersedia meja dan kursi yang memadai, toilet, area parkir, dan sebagainya. 2) Determination of Space Needs
22 Adalah bagaimana sebuah toko mampu menata jarak yang diperlukan akan setiap fasilitas yang dimiliki, sebagai contoh ketika di restoran jarak antar meja dan konsumen antara yang satu dengan yang lain cukup luas memudahkan arus jalur yang tidak sesak dari meja ke toilet, atau ke kasir. 4. Interior Display Setiap jenis point-of-purchase display menyediakan informasi kepada pelanggan untuk mempengaruhi suasana lingkungan toko. Tujuan utama interior display ialah untuk meningkatkan penjualan dan laba toko tersebut. Interior (point-of-purchase) display terdiri dari: 1) Wall Decorations Dekorasi yang menarik akan sangat meningkatkan emosi konsumen pada saat berada di toko tersebut. 2) Themesetting Dalam satu musim atau peringatan hari tertentu retailer dapat mendesain dekorasi toko untuk menarik perhatian konsumen.
Gambar 2.3 Elemen Store Atmosphere Sumber: Berman & Evans (2013:492
23 2.6
Definisi Jasa (Service) Menurut Lovelock, Wirtz & Mussry (2011:16) jasa meliputi berbagai macam
aktivitas yang berbeda dan kompleks, sehingga sulit didefinisikan. Kata jasa (service) awal nya diasosiasikan dengan perkerjaan yang dilakukan oleh pembantu (servent) untuk majikannya. Seiring dengan waktu, pengertian jasa semakin luas, didalam kamus didefinisikan jasa adalah suatu kegiatan yang bersifat melayani membantu, dan melakukan hal yang bermanfaat bagi orang lain. Tjiptono & Chandra (2011:17) “Jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa danatau sumber daya fisik atau barang danatau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu tindakan yang ditawarkan oleh pihak perusahaan ke pihak lain yang membutuhkan suatu pelayanan, yang tidak berwujud. 2.6.1 Karakteristik Jasa Menurut Tjiptono & Chandra (2011: 35) pada umumnya karakteristik jasa terbagi menjadi empat, yaitu: 1. Intangibility, karakteristik dari jasa dimana jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, didengar dan dihirup sebelum dibeli. 2. Inseparability, karakteristik dari jasa dimana jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan dan tidak dapat dipisahkan dari penyedianya. 3. Perishability, karakteristik dari jasa dimana jasa tidak dapat disimpan dan digunakan pada waktu yang berbeda. 4. Variability, Karakteristik dari jasa dimana kualitas dari jasa bergantung kepada penyedia jasa, waktu, lokasi dan bagaimana jasa tersebut dikonsumsi.
24 2.6.2 Kualitas Dalam pemilihan setiap produk atau jasa yang akan dikonsumsi, konsumen sering kali mempertimbangkan kualitas dari produk atau tersebut. Dapat kita lihat bahwa kualitas memegang peranan yang penting baik bagi konsumen dan produsen.Kualitas
meruapkan
hal
yang
perlu
diperhatikan
oleh
setiap
perusahaan.Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan atau organisasi jasa adalah kualitas jasa yang dihasilkan. Jasa yang berkualitas adalah jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan konsumennya. Oleh karena itu organisasi atau perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan dan keinginannya. Menurut Tjiptono & Chandra (2011:164), Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran kesempurnaan sebuah produk atau jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian (conformance quality). Kualitas desain merupakan fungsi secara spesifik dari sebuah produk atau jasa, kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa dengan persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan sebelumnya. Maka dari itu yang dimaksud kualitas adalah apabila beberapa faktor dapat memenuhi harapan konsumen seperti pernyataan tentang kualitas oleh Goetsh dan Davis dalam Tjiptono & Chandra (2011:164) “Kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan memenuhi atau melebihi harapan”. Menurut beberapa definisi di atas dalam kata lain, kualitas adalah sebuah bentuk pengukuran terhadap suatu nilai layanan yang telah diterima oleh konsumen dan kondisi yang dinamis suatu produk atau jasa dalam memenuhi harapan konsumen. Menurut Garvin yang dikutip dalam Tjiptono & Chandra (2011:168) perspektif kualitas dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok: 1. Transcendental Approach Kualitas dalam pandangan ini sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang bisa dirasakan atau diketahui, namun sukar didefinisikan, dirumuskan atau dioperasionalisasikan. Prespektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memehami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dari
25 eksposur berualang kali (repeated exposure). Sudut pandang ini biasanya dapat diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari dan seni rupa. Dalam konteks organisasi pemasaran, prespektif ini susah untuk
digunakan
sebagai
dasar
manajemen
kualitas
untuk
fungsi
perencanaan, produksi atau operasi, dan pelayanan. 2. Product-Based Approach Pendekatan ini memandang bahwa kualitas diartikan sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitaifkan sehingga dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan unsur-unsur atau atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Pandangan ini bersifat sangat objektif, sehingga tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam hal selera, kebutuhan, dan preferensi konsumen. 3. User-Based Approach Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tepat diaplikasikan dalam mendefinisikan kualitas jasa. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada sudut pandang seseorang, sehingga produk yang paling memuaskan seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. 4. Manufacturing-Based Approach Pandangan ini bersifatsupply-baseddan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifatoperationsdriven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Dengan demikian kualitas ditentukan oleh standar-standar yang ditetapkan oleh perusahaan, bukan oleh konsumen. 5. Value-Based Approach
26 Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai, tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). 2.6.3 Service Quality Kualitas pelayanan dalam perusahaan merupakan hal yang sangat penting dari sudut pandang konsumen adalah permulaan dari kepuasan konsumen, dimana mutu pelayanan dan kepuasan konsumen ini akan mempengaruhi intensitas pembelian dan loyalitas pelanggan. Berdasarkan hal ini maka peningkatan kualitas pelayanan harus berorientasi kepada konsumen. Menurut Lewis & Booms dalam Tjiptono & Chandra (2011:180), kualitas layanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu terwujud sesuai harapan pelanggan. Sedangkan menurut Parasuraman dalam Tjiptono & Chandra (2011:157), terdapat faktor yang mempengaruhi kualitas sebuah layanan adalah expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang diterima). Jika layanan yang diterima sesuai bahkan dapat memenuhi apa yang diharapkan maka jasa dikatakan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan perusahaan dan pekerja yang dimiliki dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. Maka dapat di simpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen dengan memberikan pelayanan kepada konsumen pada saat berlangsung dan sesudah transaksi berlangsung. 2.6.3.1 Dimensi Service Quality Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai hanya berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi dari sudut pandang penilaian pelanggan juga. Menurut
27 Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang di kutip dalam Tjiptono & Chandra (2011:198), Menyederhanakan dimensi kualitas jasa menjadi 5, yaitu: 1. Bukti fisik ( Tangible ) Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas, karyawan, dan sarana komunikasi.Pengukurannya meliputi fasilitas fisik, kebersihan, kenyamanan, ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi. 2. Kehandalan ( Reliability ) Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukurannya meliputi : kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Daya Tanggap ( Responsiveness ) Artinya mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien kepada pelanggan.Pengukurannya meliputi keinginan dari para staf dan karyawan untuk membantu pelanggan dengan memberikan pelayanan cepat tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan. 4. Jaminan ( Assurance) Artinya mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan.
Pengukurannya meliputi:
pengetahuan dan kemampuan karyawan, ramah tamah dan kesopanan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya dan resiko. 5. Empati ( Emphaty ) Pengukurannya meliputi : kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan dengan cepat dengan cermat. 2.6.3.2 Manfaat Service Quality Keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun bisnisnya, tidak luput dari peran pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggannya. Kualitas pelayanan akan memberikan memanfaat manfaat yang cukup besar bagi perusahaan (Simamora 2003:180) sebagai berikut:
28 Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami konsumen melebih harapannya) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk menetapkan harga premium.Perusahaan yang mampu memberikan kepuasan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga.Misalnya pelayanan dibedkan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh pelanggan yaitu tarif lebih mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan penyelesaian paling cepat. Menciptakan loyalitas pelanggan.Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari perusahaan. Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan dan produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu negatif. Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intilijen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan apda umunya. Kualitas yang baik berarti menghemat biaya-biaya seperti biaya untuk mendapat pelanggan baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun kepercayaan, membangun citra karena prestasi dan sebagainya. Jadi mempertahankan pelanggan yang sudah ada dengan kualitas pelayanan yang memuaskan adalah suatu yang penting. 2.7
Merk (Brand) Menurut Kotler & Armstrong (2014:266) brand lebih dari sekedar nama dan
simbol. Brand merupakan elemen kunci mengenai hubungan perusahaan dengan konsumen.Brand dapat mewakili persepsi dan perasaan konsumen mengenai suatu produk dan seluruh performa produk dan pelayanan yang ditawarkan untuk konsumen. Sedangkan menurut The American Marketing Association, dalam Kotler & Keller (2012:241) defines a brand “a name, term, sign, symbol, or design, or a
29 combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors”. Berdasarkan Definisi di atas maka dapat di artikan bahwa mereke adalah suatu simbol, tanda, nama, desain, atau kombinasi dari itu semua untuk mengidentifikasi suatu produk atau pelayanan antara satu kelompok penjual untuk membedakan mereka dari para pesaingnya. Perbedaan tersebut dapat juga bersifat abstrak seperi emosional ada simbool yang dirasakan terhadap suatu merek. Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa merek lebi hdari sekedar nama,logo,simbol,desain maupun kombinasi yang digunakan tidak hanya untuk mengambarkan suatu produk dengan kompetitor lain namun juga mewakili persepsi dan perasaan konsumen terhadap suatu merek. Merek memiliki berbagai kegunaan dimana merupakan salah satu faktor yang harus di perhatikan dan sangat penting. Menurut Kotler & Keller (2012:242) Brands mengidentifikasi sumber pembuat dari suatu produk yang membuat suatu organisasi bertanggung jawab terhadap seluruh performa baik oleh manufaktur maupun distributor, Melalui merek konsumen dapat mengevaluasi produ ktersebut berdasarkan bagaimana produ ktersebut di branding yang dipelajari melalui aktivitas pemasaran yang di lakukan, pengalaman nya terhadap suatu produk, merek mana yang mampu menjawab dan memuaskan kebutuhan mereka. Dengan adanya merek yang terpecaya membuat konsumen menjadi lebih mudah dapat membuat keputusan produk mana yang akan dibeli, yang membedakan dengan merek lain. Selain itu Menurut Kotler & Keller (2012:244) masih ada keuntungan lain yang dirasakan dengan adanya merek yang kuat, yaitu: 1. Meningkatnya persepsi konsumen dan performa produk 2. Kerja sama perdagangan yang lebih mudah dan luas 3. Loyalitas yang meningkat 4. Efektivitas pemasaran meningkat 5. Memungkinkan untuk menciptakan licensing 6. Tidak rentan terhadap krisis marketing 7. Meningkatkan lamaran kerja dan loyalitas pekerja 8. Konsumen menjadi inelastis terhadap kenaikan harga
30 9. Konsumen menjadi elastis terhadap penurunan harga 10. Peluang melakukan brand extention atau pengembangan merek 2.7.1 Building Strong Brand Menurut Kotler & Armstrong (2014:244) Dalam membangun merek yang kuat terdapat strategy merek yang melibatkan brand positioning, brand name selection, brand sponsorship, brand development.
Gambar 2.4 Tahapan Strategi Merek Sumber: Kotler & Armstrong (2014:244)
1. Brand Positioning Merek merupakan asset perusahaan yang harus dijaga, salah satu untuk membangung merek adalah dengan menggunakan brand positioning dengan menanamkan suatu merek yang jelas di benak konsumen, hal yang ditanamkan dalam suatu merek baik atribut dari suatu produk, manfaat yang di milik idari suatu produk, dan nilai dan kepercayaan konsumen, Sebagai contoh Apple yang memiliki manfaat sebagai Hp smart phone yang di percaya memiliki fitur dan teknologi yang baik, dan sebagainya 2. Brand Name Selection Pemilihan suatu merek merupakan hal yang penting, namu nsangat sulit untuk menentukan nama sebuah merek, namun ada beberapa hal yang diperhatikan dalam memilih nama suatu merek: (1) mendeskripsikan mengenai manfaat dan kualitas suatu produk, (2) Mudah di ucapkan, dikenal, dan dingat, (3) nama merek harus unik, (4) nama merek mudah dikembangkan dalam kategori lain, (5) nama merek dapat dengan mudah di artikan ke bahasa negara lain.
31 3. Brand Sponsorship Sebuah perusahaan memiliki berbagai jenis sponsorship yang dapat digunakan, sebagai contoh: manufactur brand seperti Sony dimana ia menjual produk atau output yang dimilikinya dengan menggunakan nama merek nya sendiri. Private brand dimana perusahaan menjual produk kepada distributor dan distributor menjual kembali dengna menggunakan merek atau logo dari distributor. Licensed brand membuat ijin lisensi seperti yang di lakukan apple dalam membuat iBox di Indonesia, sehingga agen dapat menggunakan nama iBox dan menjual perlatan peralatan dari apple. Cobrand diamana 2 perusahaan yang berbeda bekerja sama dalam membuat merek baru dari suatu produk contohnya dari perusahaan Sony dan Ericsson membuat produk dengan nama Sony Ericsson. 4. Brand Development Perusahaan dapat mengembangkan merek yang ia miliki melalui 4 cara yaitu: Line extensions dengan mengembangkan suatum erek dengan menambah produk yang berbeda baik dari ukuran, bentuk, rasa namun masi di kategori produk yang sama, contoh indomie rasa kari ayam, bawang, dan sebagainya. Brand extensions dimana perusahaan mengembangkan merek dengan menggunakan merek yang sama namun di kateogri produk yang berbeda, contoh lifeboy sabun mandi, lifeboy shampoo, dan sebagainya. Multibrand adalah ketika perusahaan mengembangkan merek yang beragam dengan merek yang berbeda namun produk aktegori yang ditawarkan sama contoh P&G menjual detergent dengan merek Tide, Cheer, Gain, Era, Dreft. New brands Dimana mungkin perusahaan merasa merek yang ia miliki mulai memudar ia dapat menciptakan merek baru, atau bila memasuki kategori produk yang berbeda dengan menciptakan merek baru. Setelah mengetahui bagaimana cara untuk membangun sebuah merek kita juga harus mengetahui posisi sebuah merek di dalam benak konsumen, yaitu dengan menggunakan Brand Ressonance Model dalam Kotler & Keller (2012:249)
32
Gambar 2.5 Brand Ressonance Model Sumber: Kotler & Keller (2012: 249) 1. Brand Salience Seberapa mudah konsumen dalam mengenali suatu merek yang dapat ditunjang dengan menggunakan brand awareness 2. Brand Performance Seberapa baikah suatu merek dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan performa dari produk yang ditawarkan kepada konsumen 3. Brand Imagery Unsur ekstrinsi kdari suatu produk dalam menjawab kebutuhan fisik dan kebutuhan sosial konsumen 4. Brand Judgement Evaluasi dan opini konsumen mengenai suatu produk stelah ia pakai apakah produk dan jasa tersebut bagus 5. Brand Feelings Respon emosional konsumen terhadap suatu produk dan menghargai akan merek tersebut 6. Resonance Tahap tertinggi dimana konsumen sudah nyaman dan memiliki hubungan yang erat terhadap suatu merek dan terikat dengan merek tersebut.
33 Hubungan-hubungan tersebut dapat di capai dengan membangun merek yang kuat yang dipengaruhi oleh ekuitas merek, seperti yang dikutip dalam buku Kotler & Armstrong (2014:243) bahwa merek yang kuat didasari oleh brand equity yang kuat untuk menciptakan hal tersebut. 2.7.2 Brand Equity (Ekuitas Merek) Ekuitas merek merupakan salah satu faktor dalam pembangunan merek menurut Kotler & Keller (2012:243) Ekuitas merek merupakan nilai tambah yang di tanamkan di suatu produk dan jasa, yang dicerminkan dalam apa yang dipikirkan konsumen, rasakan, dan tindakat serta kebangaan dalam menggunakan suatu merek, termasuk dengan harga, dan keuntungan dari suatu merek. Banyak penjelasan serta tokoh yang mempelajari mengenai ekuitas merek, berdasarkan Customer-based approaches kekuatan ekuitas merek terdapat dari apa yang di lihat oleh konsumen, dengan, pelajari, pikirkan, dan rasakan mengenai suatu merek dalam suatu waktu. Menurut Kotler & Armstrong (2014:266) “Brand Equity is the differential effect that knowing the brand name has on customer response to the product or its marketing”. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa brand equity adalah effek lain yang terbentuk dengan mengetahui nama suatu merek terhadap respon konsumen terhadap produk atau pemasaran yang di lakukan. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa ekuitas merek adalah suatu nilai tambah yang di tanamkan dalam suatu merek yang berisi mengenai persepsi konsumen yang di nilai dari apa yang dilihat, dengar, pelajari, dan pengalaman konsumen terhadap suatu produk atau merek. Menurut Aaker yang dalam buku Kotler & Keller (2008:261) Ekuitas merek terdiri dari 4 dimensi, yaitu brand awareness, brand loyalty, perceived quality, brand associations (image). 1. Brand awareness Kemampuan konsumen untuk mengenal dan mengetahui sebuah merek dalam suatu kateogri produk. 2. Brand loyalty
34 Loyalitas yang dimiliki konsumen terhadap sebuah merek, dimana sebuah konsumen memiliki ikatan terhadap suatu merek yang ditandai dengan pembelian berulang. 3. Perceived quality Penilaian konsumen terhadap kualitas sebuah merek mengenai suatu produk berdasarkan keunggulan dan manfaat yang dimiliki berdasarkan persepsi yang ada dalam diri konsumen. 4. Brand associations Segala sesuatu yang menggambarkan suatu merek yang ada dalam memori konsumen, seperti kekuatan merek, cirikhas yang ada dari suatu merek, dan apa yang membuat konsumen suka terhadap merek tersebut 2.7.3 Brand Image Menurut Kotler & Keller (2012:406) brand image persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen. Surachman (2008:13) mendefinisikan citra merek sebagai bagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Dari definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa brand image merupakan gambaran atau kesan yangberada dalam benak konsumen mengenai suatu merk, dimana penempatan citra merk sangat penting untuk di lakukan terus-meneurs untuk menciptakan citra merk yang kuat dan dapat di terima secara positif oleh konsumen. Citra merk yang kuat akan membuat suatu merk selalu diingat dan mampu merangsang loyalitas konsumen atas suatu merk. Jadi apabila suatu perusahaan, memiliki suatu unsur menarik yang menjadi kebutuhan para konsumen atau pelanggannya maka bisa dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki citra yang dapat melekat dibenak konsumen nya. Dengan adanya citra baik maka ada juga keputusan untuk membeli dari para konsumen atau pelanggannya terhadap merek yang mereka pilih.
35 2.7.3.1 Dimensi Brand Image Berdasarkan Wijaya (2013) ada 5 komponen atau dimensi dari brand image, yaitu : brand identity, brand personality, brand association, brand attitude and behavior, and brand benefit & competence. 1. Brand Identity Dimensi pertama dari brand image adalah brand identity dimana identitas merek merupakan bentuk fisik yang menggambarkan suatu merek atau porduk yang dapat membantu dan memudahkan konsumen membedakan antara suatu produk dengan produk lainnya, seperti logo, warna, kemasan, lokasi, identitas perusahaan, slogan, dan sebagainya. 2. Brand Personality Dimensi ke dua adalah brand personality dimana brand personality karakter khas dari suatu merek yang membentuk kepribadian unik dari manusia, sebagai contoh, merek yang elegan, nyaman, gentle, youthful, dan sebagainya. 3. Brand Association Dimensi ketiga adalah brand association, dimana brand associations adalah hal sepsifik yang terkandung dalam suatu merek yang dapat berasal dari hal unik yang di tawarkan suatu produk, seperti symbol atau makna yang berarti bagi konsumen, sebagai contoh Obama = First Black US President, McD = Family’s fast food restaurant, Coca cola = Cheerfulness, Apple = Art & Technology. Kesan yang tergambar di benak konsumen mengenai suatu produk 4. Brand Attitude and Behavior Dimensi ke empat adalah brand attitude & behavior , adalah sikap atau perilaku suatu merek ketika mengkomunikasikan dan berinteraksi dengan konsumen dalam menawarkan manfaat dan nilai-nilai yang terkandung, seperti sopan santun dalam berinteraksi dengan konsumen, dimana dari sana dapat mempengaruhi penilaian dan keputusan konsumen terhadap suatu merek (Wijaya, 2013). Seringkali dalam melakukan komunikasi dan interaksi dengan konsumen terjadi pelayanan yang buruk, menggunakan sifat yang tidak seharusnya seperti memaksa pembelian, yang dapat mempengaruhi
36 persepsi konsumen terhadap suatu merek yang harus kita hindari dengan menekankan kejujuran dan komunikasi yang baik. 5. Brand Benefit and Competence Dimensi ke lima adalah brand benefit & competence. Brand benefit & competence berisi mengenai nilai, manfaat, atau kelebihan yang di tawarkan suatu brand dalam menyelesaikan masalah yang id alami konsumen atau memenuhi kebutuhannya, yang dapat membuat konsumen mendapatkan suatu nilai dari apa yang ia butuhkan, baik secara functional, maupun Emotional. Contoh nya detergent yang baik membuat pakaian menjadi bersih dan wangi, membuat yang mengenakan nya tampil percaya diri dan nyaman. Atau dengan mendorongkan menciptakan gaya hidup sehat (Social Benefits) dapat membantu konsumen menciptakan emotional value yang positif contoh restaurant dengan baham makanan kualitas yang baik dan sehat, tanpa pengawet, dan sebagainya.
Gambar 2.6 Dimension of Brand Image Sumber: Wijaya (2013)
37 2.8 Consumer Behavior Menurut Kotler and Keller (2012:151) “Consumer behavioris the study of how individuals, groups, and organizations select, buy, use, anddispose of goods, services, ideas, or experiences to satisfy their needs and wants”. Berdasarkan definisi tersebut dapat di artikan bahwa perilaku konsumen ada suatu pembelajaran mengenai arus individu, kelompok, atau suatu organisasi dalam memilih, membeli, menggunakan, dan membuang produk dan pelayanan, ide, atau pengalamannya yang telah di gunakan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Dimana seorang marketer yang baik harus memahami betul mengenai teori dan perilaku konsumen yang sesungguhnya. Menurut Kotler & Armstrong (2014:135) perilaku konsumen dapat di pengerahui oleh beberapa hal, yaitu dari aspek cultural, social, personal factors, dan psychological factors. 1. Budaya adalah penentu awal dari kebutuhan dan keinginan seseorang. Setiap kebudayaan memiliki subculture yang mengidentifikasi mengenai sosialisasi seseorang, seperti berdasarkan nasionalitas, ras, kemlompok, wilayah yang berbeda. Ketikan suatu subculture menjadi cukup besar konsumen akan menciptakan suatu produk yang di sesuaikan dengan kebutuhan mereka. Sebagai contoh setiap agama memerlukan kebutuhan yang berbeda mulai dari peralatan dalam beribadah, kitab yang digunakan dan sebagainya. Sama halnya denga orang yang memiliki kulit putih, hitam, coklat, dan sebagainya. 2. Social Factors Selain dari faktor budaya, faktor social juga berpengaruh dalam menciptakan perilaku konsumen, seperti reference group, family, social roles and status dalam melakukan suatu pembelian. 3. Personal Factors Adalah
faktor
personal
seseorang
yangm
mempengaruhinya
dalam
melakukan pembelian seperti umur, pekerjaan, kondisi atau keadaan ekonomi, peronalitas, nilai dan lifestyle. Sebagai contoh orang yang memiliki suia berbeda membutuhkan produk yang berbeda, contoh balita butuh popok, orang dewasa butuh rumah, Demikian juga dengan keadaan ekonomi di menegah bawah lebih mengutamakan manfaat dari suatu produk, dan
38 masyarakat mengeah keatas mengutamakan manfaat dan prestice yang di dapat, dansebagainya, semuanya itu dapat mempengaruhi orang dalam perilaku pembelian terhadap suatu produk dan jasa. 4. Psychological Factors Adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang terdiri dari : 1) Motivation adalah suatu motive yang mempengaruhi orang untuk membeli suatu barang guna untuk mencapai suatu kepuasan, sebagai contoh orang yang ingin menggunakan mobil BMW. 2) Perception adalah persepsi seseorang yang di epngaruhi berdasarkan informasi yang ia terima dari indra penglihatan, penciuman, dansebagainya yang nantinya akan membentuk sebuah persepsi akan apa yang ia butuhkan saat ini. 3) Learning adalah perilaku manusia yang muncul berdasarkan pengalaman nya sebelum, sebagai contoh orang yang suka menggunakan produk Apple dimana berdasarkan pengalamannya apple merupakan produk yang bagus dan mudah di gunakan, maka tidak menutup kemungkinan di kedepannya ia akan melakukan pembelian terhadap produk apple lagi. 4) Beliefs and Attitudes •
Belief adalah mengenai sesuatu dipercayai seseorang terhadap suatu produk yang dapat di pengaruhi dari pengetahuan nya mengeai suatu produk, pendapat orang lain, atau aspek emosional lainnya.
•
Attitudes adalah perilaku seseorang terhadap suatu barang atau produk yang menurutnya dengna membeli atau menggunakan produk tersebut menciptakan emotional value contoh orang menggunakan produk armani terlihat percaya diri, merupakan orang kelas atas, dan sebagainya.
2.8.1 Buyer Decision Process Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa banyak hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, namun perilaku tersebut tidak cukup untuk menentukan suatu pembelian,ada beberapa langkah-lankah yang di pertimbangkan
39 konsumen dalam melakukan sebuah pembelian, menurut Koter & Armstrong (2014: 158) Perilaku pembelian untuk end-user memiliki beberapa langkah yang perlu di perhatikan yaitu :
Gambar 2.7 Perilaku Pembelian Konsumen Sumber: Kotler & Armstrong (2014:158)
1. Need Recognition Langkah awal dari keputusan pembelian ada needs recognition yaitu adalah ketika pembeli mengetahui apa permasalahan dan kebutuhan yang ia butuhkan baik melalui stimulus internal, misalnya rasa lapar, haus, atau karena stimulus external sebagai contoh: iklan, majalan, koran, dan sebagainya. Hal ini dianggap penting oleh seorang marketer karena merupakan tugas mereka untuk mengetahui apa kebutuhan konsumen sesungguhnya dengan beigtu maka dapat disusun strategi pemasaran seperit paket liburan yang diinginkan oleh mayoritas orang, dan sebagainya. 2. Information Search Mungkin disaat konsumen memiliki buying or purchase intention yang tinggi ia akan dapat langsung melakukan pembelian. Namun sering kali ketika seorang konsumen memiliki kebutuhan akan sebuah produk seperti mobil, ia akan berusaha untuk mendapatkan informasi selengkapnya. Sebagai contoh seseorang yang mimiliki keinginan untuk membeli mobil maka ia akan berusaha mencari tahu mengenai mobil apa yang cocok untuk ia gunakan dengan kualitas yang baik. Informasi tersebut dapat di dapat dari beberapa sumber, yaitu personal sources (keluarga, teman, tetangga, kerabat), commercial sources (iklan, agen penjual), public sources (media massal seperti majalan, koran, internet), experiential sources (orang berpengalaman yang sedang menggunakan produk tersebut atau pernah menggunakan produk
40 tersebut) 3. Evaluation of Alternatives Dengan menggunakan informasi yang ia miliki ia akan berusaha mengurutkan produk atau merek dengan atribut yang menurutnya terbaik dalam menjawab kebutuhan atau permasalahan yang ia alami saat ini, contohnya ada dalam memilih hotel yang di perhatikan dari banyaknya fasilitas yg dimiliki, pelayanan, atmosfir hotel, jenis ukuran kamar, dan sebagainya. 4. Purchase Decision Dalam tahap ini biasanya konsumen akan memilih berdasarkan urutan tentang merek apa yang paling ika sukai, namun ada beberapa hal yang dapat mengubah keputusan mereka, yaitu: 5. Attitudes of others Adalah ketika kerabat atau orang yang anda percaya menyuruh anda untuk membeli produk atau harga yang mungkin paling murah dibandingkan dengan produk lain, maka dapat mempengaruhi konsuemn untuk mengikuti saran yang diberikan. 6. Unexpected situational factors Salah satu faktor yang terjadi adalah ketika terjadi suatu masalah ekonomi dan ada merek pesaing yang menggunakan diskon atau pelayanan khusus mempengaruhi anda untuk membeli produk kompetitor karena lebih murah atau adanya benefit tambahan, dan sebagainya. 7. Postpurchase Behavior Setelah konsumen melakukan sebuah pembelian tugas marketer belum selesai sampai disana, ketika konsumen selesai melakukan pembelian kebali konsumen akan merasakan apakah ia merasa puas atau tidak puas terhadap produk yang ia beli, yang mempengaruhi kepuasan ini adalah consumer’s expectations dan produk perceived performance ketika konsumen merasa puas maka tidak menutup kemungkinan ia akan membeli produk dari merek yang sama di kemudian hari.
41 Namun selain langkah-langkah di atas masih ada langkah tambahan yang membatasi antara evaluation of alternatives dengan purchase decision, menurut Kotler & Keller (2012:170) “Steps between evaluation of alternatives and purchase decision”.
Gambar 2.8Steps Between Evaluation of Alternatives and Purchase Decision Sumber: Kotler & Keller (2012:170) Berdasarkan gambar di tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pencarian alternatif konsumen dapat mengetahui produk dan merek seperti apa yang ia butuhkan menyebabkan terciptanya minat pembelian namun minat pembelian tersebut tidak hanya berdasarkan kriteria produk atau merek yang telah ia temukan ada faktor lain yang mempengaruhi pembelian suatu produk, yaitu attitudes of other and Unanticipated situational factors, baik karena referensi yang diberikan oleh kerabat atau adanya permasalahan ekonomi memutus konsumen untuk membeli pilihan produk dengan harga yang murah dibandingkan dengan yang paling ia butuhkan sampai pada akhirnya ia menetapkan keputusan pembelian yang ia pilih.
42 2.8.2 Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intention) Minat pembelian ulang merupakan langkah yang terjadi setelah suatu pembelian di lakukan, yaitu merupakan bagian dari post purchase behaviour¸dimana menurut Kotler & Keller (2012:172) post purchase action adalah dimana seseorang atau konsumen merasa puas akan suatu produk yang sesuai antara ekspektasi dengan performa yang ia harapkan, akan menciptakan suatu kepuasan yang mendorong terciptanya pembelian ulang atas produk atau merek yang sama di kemudian hari dan akan menceritakan mengenai hal yang baik atas merek tersebut. Sedangkan
Menurut Liu & Liu (2008) dalam jurnal Ayutthaya
(2013)“Service encounter that customers experience is a core aspect of various service industries as the service experience, whether satisfactory or not, will finally impact the customer’s repeat purchase intention”. Sedangkan menurut Ayutthaya (2013) minat pembelian ulang dapat di definisikan sebagai perilaku konsumen yang menunjukkan keinginan konsumen untuk melanjutkan dan meningkatkan atau mengurangi jumlah dari pelayanan atau produk yang di dapat dari supplier yang ada Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Repurchase Intention adalah pembelian yang pernah dilakukan oleh seseorang individu terhadap suatu barang atau jasa dan akan melakukan pembelian kembali atas barang atau jasa yang sama pada waktu yang akan datang ketika konsumen merasa puas saat mengkonsumsi barang atau jasa tersebut. 2.8.2.1 Dimensi Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intention) Ferdinand dalam Saidini & Arifin (2012: 07) mengemukakan bahwa terdapat empat indikator untuk mengukur minat beli ulang, yaitu : 1. Minat Transaksional Minat transaksional merupakan kecenderungan seseorang untuk membeli produk. 2. Minat Eksploratif Minat eksploratif menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
43 3. Minat Preferensial Minat preferensial merupakan minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut, preferensi ini dapat berubah bila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 4. Minat Referensial Minat referensial adalah kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain. 2.9 Kerangka Pemikiran
H
(X1) Store Atmosphere
H
(Y)
(Z)
Brand Image
Repurchase Intention
(X2) Service Quality
Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2015 2.10 Rancangan Uji Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk hipotesis T-1 Dalam penelitian sebelumnya A. Suryanarayana (2013), mendapatkan hasil bahwa atmosfir toko yang baik seperti pencahayaan, display, dan sebagainya memiliki pengaruh terhadap terciptanya citra merek sebuah toko. Dimana citra merek yang baik di pengaruhi oleh atmosfir sebuah toko.
44 Berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya maka hipotesis dari T-1 adalah: H01 : Store atmosphere tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image pada cafe Upper East di Bandung. Ha1 : Store atmosphere memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image pada cafe Upper East di Bandung. Untuk hipotesis T-2 Dalam penelitian yang telah di lakukan oleh Saleem & Raja (2014) menyatakan bahwa service quality memiliki hubungan dan dampak yang signifikan terhadap kepuasan konsumen yang juga mengarah terhadap terbentungnya citra merek yang baik di benak konsumen. Berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya maka hipotesis dari T-2 adalah: H02 : Service quality tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image pada cafe Upper East di Bandung. Ha2 : Service quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image pada cafe Upper East di Bandung. Untuk Hipotesis T-3 Seperti yang telah di jelaskan di atas dalam penelitian A. Suryanarayana (2013), mendapatkan hasil bahwa atmosfir toko yang baik seperti pencahayaan, display, dan sebagainya memiliki pengaruh terhadap terciptanya citra merek sebuah toko, serta penelitian Saleem & Raja (2014) menyatakan bahwa memiliki service quality hubungan dan dampak yang signifikan terhadap terbentungnya citra merek. Berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya maka hipotesis dari T-3 adalah: H03 : Store Atmosphere dan service quality secara simultan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image pada cafe Upper East di Bandung.
45 Ha3 : Store atmosphere dan service quality secara simultanmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image pada cafe Upper East di Bandung. Untuk Hipotesis T-4 Dalam penelitian Ayutthaya (2013) menunjukan bahwa dengan citra merek yang baik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat pembelian ulang konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya maka hipotesis dari T-4 adalah: H04 : Brand image tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention pada cafe Upper East di Bandung. Ha4 : Brand image memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention pada cafe Upper East di Bandung. Untuk Hipotesis T-5 Berdasarkan penelitian oleh Tulipa, Gunawan, & Supit (2014) menyatakan bahwa atmosfir sebuah toko dapat membangung emosional konsumen yang positif yang mempengaruhi
perilaku
konsumen,
seperti
belanja
lebih
banyak
barang,
menghabiskan waktu lebih lama di dalam toko. Selain itu ditemukan bahwa atmosfir toko memiliki pengaruh terhadap terbentuknya minat pembelian ulang atau kunjungan kembali atas sebuah toko. Berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya maka hipotesis dari T-5 adalah: H05 : Store atmosphere tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intentionpada cafe Upper East di Bandung. Ha5 : Store atmosphere memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention pada cafe Upper East di Bandung. Untuk Hipotesis T-6 Dalam penelitian Samad (2014) Kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan yang di terima memiliki pengaruh yang kuat, selain itu kualitas pelayanan yang baik
46 juga mempengaruhi perilaku konsumen dengan mendorong terjadinya minat pembelian ulang. Berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya maka hipotesis dari T-6 adalah: H06 : Service quality tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intentionpada cafe Upper East di Bandung. Ha6 : Service quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention pada cafe Upper East di Bandung.