BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Diagram Sebab Akibat 2.1.1 Penggunaan Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat..Diagram sebab akibat ini sering juga disbeut sebagai Diagram Tulang Ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau Diagram Ishikawa (Ishikawa diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaour Ishikawadari Universitas Tokyo 1953 (Gaspersz, 1998). Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk kebutuhan kebutuhan berikut (Gaspersz, 1998): -
Membantu mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah
-
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
-
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut Contoh diagram sebab akibat ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan 2.2.
2.1.2 Langkah-langkah Membuat Diagram Sebab-Akibat Langkah-langkah
dalam
pembuatan
diagram
sebab-akibat
dapatdikemukakan sebagai berikut (Gaspersz, 1998): 1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah umum yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.
40 2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan” , yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan “tulang belakang” dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. 3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah sebagai tulang ikan. “tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktorfaktor : manusia mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming. 4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebabpenyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang ikan berukuran sedang”. 5. Tuliskan penyebab-penyebab besar yang mempengaruhi penyebabpenyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang) , serta penyebabpenyebab tersier itu dinyatakn sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”. 6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktorfaktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap permasalahan yang terjadi. 7. Carilah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti : judul, nama produk, prroses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
Gambar 2.1 Diagram Sebab Akibat skema sistematis yang mengidentifikasi kemungkinan akar penyebab (root causes) meningkatnya impor buah Sumber : http://zulfadlillah.blogspot.com/2008/02/belajar-menulis.html
41
Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat (b) Diagram ini menunjukkan penyebab-penyebab belum optimalnya fungsi organisasi PPI-Groningen Sumber : http://kampanye.febdian.net/misi-visi.htm
42
43 Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari suatu masalah yang sedang dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan berikut (Gaspersz, 1998): -
Apa penyebab itu ?
-
Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?
-
Bertanya “Mengapa” beberapa kali (konsep five way) sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan perbaikan. Penyebab-penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram sebab-akibat
2.2 Diagram Pareto 2.2.1 Penggunaan Diagram Pareto Diagram Pareto dipergunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi tipe-tipe/jenis-jenis yang tidak sesuai. Pareto Chart dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19. Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Susunan tersebut akan membantu untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan Pareto Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada
44 sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab. Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, menurut waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya tergantung pada kebutuhan spesifik yang ada. Dengan demikian tidak dapat begitu saja ditentukan bar yang terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya (Gaspersz, 1998).
2.2.2 Langkah-langkah Membuat Diagram Pareto Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan ialah (Eugene L. Grant, 1988): •
Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu:
•
Menentukan masalah yang akan diteliti.
•
Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu.
•
Menentukan metode dan periode pengumpulan data.
•
Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet.
45 •
Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah.
•
Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total kejadian secara kumulatif.
•
Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.
•
Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut.
•
Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting.
2.2.3 Bebrapa Catatan Tentang Diagram Pareto Pada dasarnya diagram pareto terdiri dari dua jenis, yaitu Gaspersz, 1998). 1. Diagram Pareto Mengenai Fenomena:. Diagram ini berkaitan dengan hasil hasil yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui masalah utama yang ada. Contoh fenomena, anatar lain: - Kualitas: kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan, perbaikan, reparasi, dll. - Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll. - Penyerahan (delivery): penundaan delivery, keterlambatan pembayaran, kekurangan stok, dll. - Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll.
46 2. Diagram Pareto mengenai Penyebab. Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada. Contoh penyebab, antara lain: •
Operator: umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual, pergantian kerja (shift), dll.
•
Mesin: peralatan, instrumen, dll.
•
Bahan Baku: pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan baku, dll.
•
Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan dll.
2.2.4 Contoh penggunaan Diagram Pareto 1. Berkaitan dengan ilmu SDM Seorang Sekretaris Eksekutif bernama Cynthia. Hampir tiap bulan, dia merasa gajinya tidak pernah cukup memenuhi kebutuhan dirinya, padahal tiap bulan dia mendapat gaji Take Home Pay sebesar 10 juta. Dia merasa gajinya cukup besar dan lagipula masih lajang, tapi tiap bulan selalu saja kurang dan belum akhir bulan sudah mengutang, sehingga terpaksa menggunakan kartu kredit. Karena tagihan semakin besar, maka Cynthia memberanikan diri untuk konsultasi kepada Manager HR mengenai hal ini. Atas anjuran HR Manager, Cynthia dimintakan membuat data pengeluaran ratarata tiap bulan. Akhirnya keluarnya tabel data seperti berikut :
47 Tabel 2.1 Data Pengeluaran Rata-Rata Tiap Bulan Cynthia
Kegiatan Belanja Makan Sewa Kos Transport Telepon Lain-lain
Biaya 6.000.000 2.000.000 1.000.000 600.000 300.000 100.000
Dari data pada tabel tersebut mereka membuat diagram pareto seperti berikut:
Gambar 2.3 Diagram Pareto (a) Diagram ini merupakan hasil pengolahan data pengeluaran Cynthia tiap bulan Sumber: http://ilmusdm.wordpress.com/2008/01/23/mengenal-konsep-pareto/
Dari diagram diatas, terlihat bahwa Cynthia sudah mengeluarkan 80% penghasilannya hanya untuk belanja dan makan-makan. Karena itu, dari sini terlihat bahwa mulai bulan depan, Cynthia harus bisa mengendalikan aktifitasnya terutama untuk aktifitas belanja.
48 2. Berkaitan dengan Pelayanan Dr. Frans Melik, Direktur Pengelola “M. C. SEHAT’i”, mengadakan survey melalui penyebaran kuesioner, guna menganalisa faktor-faktor penyebab pasien yang semakin menurun karena akibat penurunan ini pendapatan M. C. SEHAT’i juga turun sampai 20% dibandingkan dengan bulan yang sama periode tahun lalu. Hasil kuesioner tersebut kemudian diolah dan dimasukkan ke dalam tabel data sebagai berikut: Tabel 2.2 Hasil Pengolahan Kuesioner
Dari tabel diatas dibuatlah diagram pareto sebagai berikut:
Gambar 2,4 Diagram Pareto (b) Diagram ini digunakan untuk menganalisa faktor-faktor penyebab pasien yang semakin menurun Sumber: http://www.yohanli.com/pareto-dalam-pengendalian-mutu.html
49 Dari diagram pareto ditunjukan secara jelas masalah tertinggi sebesar 25% dari seluruh masalah dikarenakan oleh lokasi klinik jauh dari rumah, diagram pareto ditemukan oleh Vilfredo Pareto dan dipopulerkan oleh Joseph M. Juran yang berpendapat bahwa 80% masalah disebabkan oleh 20% penyebab, sehingga bila menyelesaikan 20% penyebab masalah dapat menyelesaikan 80% masalah. Dalam diagram pareto ini masalah dapat terlihat secara urut dari yang paling tinggi ke yang paling rendah frekuensinya, hal ini memudahkan untuk pengambilan keputusan. Pada kasus ini masalah yang tebanyak frekuensinya adalah karena lokasi klinik yang jauh dari rumah, untuk itu direktur pengelola mungkin dapat mengambil suatu kebijakan atau tindakan perbaikan contohnya dengan cara mempelajari ulang lokasi para pasien dan membuka cabang di lokasi yang dekat dengan rumah pasien, walaupun perlu dipertimbangkan juga cost and benefit-nya penurunan 20% pendapatan dibandingkan meraih 25% pengunjung dengan membuka cabang baru. Walaupun menurut asas pareto hanya 20% penyebab saja yang menyebabkan 80% masalah, direktur pengelola juga akan bijaksana melihat faktor lainnya, contohnya frekuensi terbanyak kedua adalah ketidaktahuan pengunjung akan prosedur klinik, seharusnya direktur pengelola dapat meninjau metoda pemberitahuan prosedur, direktur pengelola dapat saja sebagai contoh membuat suatu informasi mengenai prosedur klinik yang dipasang di tempat yang mudah dilihat pengunjung, atau juga mewajibkan petugas keamanan secara proaktif melayani pengunjung, misalnya saat membuka pintu pengunjung dapat disapa dengan ramah dan bertanya apakah membutuhkan bantuan atau informasi. Ketidak-tahuan pelanggan dengan adanya klinik krina dapat diselesaikan dengan cara melakukan iklan atau pamflet atau
50 sarana komunikasi massa lainnya supaya masyarakat mengetahui adanya klinik sehat krina. Pelayanan klinik yang kurang baik juga dapat menyebabkan kehilangan pasien, seharusnya pelayanan adalah suatu masalah yang paling murah, direktur pengelola harus mempelajari masalah ini dan mengambil tindakan untuk memperbaiki ini.
2.3 Pengukuran Waktu Jam Berhenti Sesuai dengnn namanya, maka pengukuran waktu itu menggunkana jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampanknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Salah satu yang menyebabkannya adalah kesederhanaan aturan-aturan pengajaran yang dipakai. Ada beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut dijelaskan dalam langkah-langkah berikut ini (Sutalaksana, 2006). : Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lainlain. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar maksud di atas dapat dicapai (Sutalaksana, 2006).
51 a. Penetapan Tujuan Pengukuran Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang dinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keykinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya, maka tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan tidak perlu terlalu tinggi (Sutalaksana, 2006)..
b. Melakukan Penelitian Pendahuluan Yang dicari-cari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu suatu kondisi yang ada dapat dicari waktu yang pantas tersebut, artinya akan didapati juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang bersangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya. Agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dan pekerjaanpekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang terjadinya hal tadi.
52 Waktu kerja yang pantas hendaknya merupakan waktu kerja yang didapati dari kondisi kerja yang baik. Dengan kata lain pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi yang ada hendaknya diperbaiki terlebih dahulu. Hal yang sama dapat terjadi bila cara-cara kerja yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu penyelesaian yang singkat, maka perbaikan cara kerja perlu juga dilakukan. Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah pnelitian pendahuluan. Tentunya itu berlaku jika pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada dan bukan merupakan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan yang seperti terakhir, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan cara kerja yang baik yang baru sama sekali. Suatu hal lain harus dilakukan dalam rangka ini, yaitu membakukan secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik. Disini semua kondisi dan cara kerja dicatat dan dicantumkan dengan jelas serta bila perlu dengan gambargambar misalnya untuk tata letak peralatan dan wadah. Pembakuan sistem kerja yang dipilih adalah suatu hal yang paling baik dilihat untuk keperluan sebelum, pada saat-saat, maupun sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku didapatkan. Kerap kali, sebelum pengukuran dilakukan operator yang dipilih untuk melakukan pekerjaan melakukan serangkaian latihan dengan sistem kerja yang baku. Ini terjadi bila operator tadi belum terbiasa dnegan sistem tersebut. Untuk
53 itu baik sistem opertor maupun pengukuran waktu untuk melatihnya memerlukan suatu pegangan yang baku. Begitu pula pada saat pengukuran dilakukan, keduanya memerlukan pegangan agar sistem kerja yang dipilih itu tetap diselenggarakan. Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Jadi waktu penyelesaiannya pun berlaku hanya untuk sistem tersebut.
Suatu
penyimpangan
daripadanya
dapat
memberikan
waktu
penyelesaian yang jauh berbeda dari yang telah ditetapkan berdasarkan pengukuran. Karenanya catatan yang baku tentang sistem kerja yang telah dipilih perlu ada dan dipelihara. Walaupun pengkurannya telah selesai (Sutalaksana, 2006)..
c. Memilih Operator Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Jika jumlah pekerja yang tersedia ditempat kerja yang bersangkutan bejumlah banyak maka jika kemampuan mereka dibandingkan akan terlihat perbandingan perbedaan diantaranya, yaitu dari yang berkemampuan rendah sampai tinggi. Berdasarkan penyelidikan, distribusi kemampuan pekerja umumnya akan mengikuti seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5. Terlihat
54 bahwa orang-orang yang berketrampilan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya sedikit. Sedangkan orang yang berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Secara statistik distribusi demikian dapat dibuktikan berdistribusi normal atau dapat didekati oleh distribusi nomral.
Gambar 2.5 Distribusi Kemampuan Pekerja Kurva yang menunjukkan bahwa pekerja yang berkemampuan rata-rata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan pekerja yang berkemampuan rendah maupun tinggi.
Dengan melihat kenyataan kemampuan pekerja seperti ditunjukkan pada gambar 2.5 jelaslah orang yang dicari bukanlah orang yang berkemampuan tinggi atau rendah, karena orang-orang demikian hanya meliputi sebagian kecil saja dari seluruh pekerja yang ada. Jadi yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang secara wajar diperlukan oelh pekerja normal, dan ini adalah orang-orang yang berkemampuan rata-rata. Dengan demikian pengukur harus mencari operator yang memenuhi hal tersebut. Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Walau operator yang bersangkutan sehari-hari dikenal memenuhi syarat pertama tadi bukan mustahil
55 dia bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu. Biasanya jika operator tersebut memiliki kecurigaan terhadap maksud-maksud pengukuran, misalnya dianggap untuk hal-hal yang akan merugikan dirinya atau pkerjaan lain, dia akan bekerja lamban. Sebaliknya mungkin saja dia bekerja dengan kecepatan lebih karena menginginkan hasil yang banyak untuk mendapatkan pujian. Selain itu operatorpun harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan pengukur berada didekatnya. Penjelasan tentang maksud baik pengukuran serta tentang operator sebaiknya bersikap ketika sedang diukur, perlu dilakukan dahulu. Dan operatorpun harus mengerti dan menyadari sepenuhnya. Inilah yang dimaksud bahwa operator harus dapat diajak bekerja sama. Dalam pelaksanaannya, jika pengukur tidak mengenal pekerja-pekerja yang ada, untuk mendapatkan operator yang akan diukur, dia dapat mencari dengan mendapatkan petunjuk dari kepala-kepala regu, kepala pabrik, atau pejabat-pejabat lain yang lebih mengenal baik para pekerja. Data tentang hasilhasil kerja para pekerja dalam elemen-elemen ditempat kerja juga dapat membantu pekerjaan ini (Sutalaksana, 2006)..
d. Melatih Operator Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan latihan bagi operator tersebut teruama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja mengalmai perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih
56 terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerjayan telah ditetapkan (dan telah dibakukan) itu. Terdapat lengkungan yang dikenal sebagai lengkungan belajar *learning curve). Operator, baru dapat diukur bila sudah berada pada tingkat penguasaan maksimum yang pada kurva ditunjukkan oleh garis stabil yang mendatar, dimana pada garis ini operator telah memiliki penguasaan paling tinggi yang dapat ia capai, biasanya latihan-latihan lebih lanjut tidak akan merubah banyak kurva tersebut. Disamping mempelajari kurva belajar operator yang bersangkutan, penguasaan yang lebih baik biasanya tercermin pada gerakan-gerakan yang ”halus” (tidak ada), berirama dan tanpa banyak melakukan perencanaanperencanaan gerakan (Sutalaksana, 2006)..
e. Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklusnya jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Misalnya waktu yang dibutuhkan untuk merakit ballpen adalah waktu yang dibutuhkan untuk menggabungkan bagian bawah balpen, pegas, isi dan bagian atasnya sehingga merupakan suattu ballpen yang lengkap. Gerakan-gerakan menghubungkan bagian bawah, pegas dan seterusnya dapat merupakan elemen-elemen pekerjaan, dan jumlah dari waktu gerakan-gerakan ini adalah waktu siklus perakitan ballpen.
57 Namun satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk sehingga menjadi barang jadi. Jika pekerjaan merakit ballpen
diserahkan
kepada
dua
orang
dimana
orang
yang
pertama
menggabungkan bagian bawah, pegas dan isi, dan orang kedua menggabungkan bagian atas ke bagian lainnya yang telah dielesaikan oleh orang pertama, dan bila setiap pekerja dianggap dua stasiun kerja yang berbeda maka wkatu siklus bagi orang pertama hanya jumlah waktu yang diperlukan untuk menghubungkan bagian bawah, pegas, dan isi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pkerjaan atau elemen-elemennya. Pertama untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan. Pada bagian kedua bagaimana kondisi dan cara kerja yang telah (dianggap) baik dilakukan, yaitu menyatakan secara tertulis untuk kemudian digunakan sebagai pegangan, sebelum, pada saat-saat, dan sesudah pengukuran waktu. Salah satu cra membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan ke dalam elemen-elemennya (Sutalaksana, 2006)..
f. Menyiapkan Alat Pengukuran Setelah kelima langkah diatas dijalankan, dengan baik, tibalah sekarang pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah: - Jam Henti - Lembaran - Lembaran Pengamatan - Pena atau Pinsil - Papan Pengamatan
58 Lembaran - lembaran pengamatan digunakan sebagai tempat mencatat hasil hasil pengukuran. Agar catatan ini baik, biasanya lembaran lembaran pengamatan disediakan sebelum pengukuran dengan kolom-kolom yang memudahkan pencatatan dan pembacaannya kembali. Pada dasarnya ada dua macam lembaran pengamatan. Pertama untuk pengukuran keseluruhan seperti yang diisi dengan waktu yang teramati pada jam henti untuk setiap siklus. Sedangkan kedua, jika pengukuran elemen yang dilakukan, maka lembaran pengamatannya yang digunakan memerlukan adanya perhitungan . Selain kotak-kotak untuk mencatat waktu, lembaran pengamatan juga memuat baris untuk mencantumkan keterangan-keterangan yang juga diperlukan seperti nama pekerjaan yang diukur, mesin yang dipakai, operator yang diukur, pengukur waktunya dan lain-lain. Pena atau pinsil digunakan untuk mecatat segalanya yang diperlukan pada lembaran - lembaran pengamatan. Papan pengamatan dimaksudkan untuk dipakai sebagai alas lembaran pengamatan sehingga memudahkan pencatatan. Bentuk papan yang baik terdapat lengkungan untuk mempermudahkan pemegangan oleh tangan dan penempatan papan pada badan. Lengkungan lengkungan tersebut disesuaikan dengan genggaman tangan, lengkungan tubuh yang menjaganya serta posisi terhadap badan. Jika alat alat ini telah disiapkan, maka selesailah sudah persiapan persiapan yang mendahului pengukuran. Ini berarti tahap berikutnya yaitu pengukuran waktu, sudah bisa dimulai (Sutalaksana, 2006)..
59 g. Melakuan Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Bila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka si pengukur memilih posisi dia berdiri, mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sheingga operator tidak terganggu gerakan-gerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati. Posisi pengukur hendaknya juga memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat mengikuti dengan baik saat-saat suatu siklus atau elemn bermula dan berakhir. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran pendahuluan seperti dijelaskan berikut ini; Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau lebih. Setelah melakukan pengukuran tahap pertama ini, tiga hal harus mengikutinya yaitu menguji keseragaman data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan , dan bila jumlah belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi ketiga hal yang ama seperti tadi dimana jika perlu dilanjutkan dengan pengukuran
60 pendahuluan tahap ketiga. Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyainan yang dikehendaki. Isilah pngukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan pada tahap pengukuran belum mencukupi (Sutalaksana, 2006)..
- Tingkat Ketelitian Dan Tingkat Keyakinan Berbicara tentang tingkat ketelitian, dan tingkat keyakinan, sebenarnya adalah pembicaraan tentang pengertian-pengertian stantistik. Karenanya untuk memahaminya secara mendalam diperlukan beberapa pengetahuan statistik. Tetapi sungguhpun demikian apa yang dikemukakan ini adalah pembahasan kearah pengertian yang diperlukan dengan cara sederhana. Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk meyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya, maka harus diadakan pengukuran-pengukuran. Idealnya tentu dilakukan pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga kali, misalnya), karena dengan demikianlah diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya jika hanya dilakukan beberapa kali pengukuran saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar. Sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar, tetapi hasilnya dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja. Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali
61 ini, pengukuran akan hilangnya sebagian kepastian akan ketetapan/rata rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Hal ini harus disadari oleh pengukur; Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran
yang
sangat
banyak.
Tingkat
ketelitian
menunjukkan
penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya,
yang
seharusnya
dicari).
Sedangkan
tingkat
keyakinan
menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur memperoleh rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%. Dengan lain perkataan jika pengukuran sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini dibolehkan terjadi hanya dengan kemungkinan 5% (= 100%-95%). Sebagai contoh, katakanlah rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan adalah 100 detik. Harga ini tidak pernah diketahui kecuali jika dilakukan tak terhingga kali pengukuran. Paling jauh yang dapat dilakukan adalah memperkirakannya dengan melakukan sejumlah pengukuran. Dengan pengukuran yang tidak sebanyak itu maka ratarata yang diperoleh, mungkin tidak 100 detik, tetapi suatu harga yang lain, misalnya 88, 96, atau 105 detik. katakalah rata-rata pengukuran yang didapat 96 detik. Walaupun rata rata sebenarnya (=100 detik) tidak diketahui, jika jumlah pengukuran yang dilakukan memenuhi untuk ketelitian 10% dan tingkat
62 keyakinan 95%, maka pengukuran mempunyai keyakinan 95% bahwa 96 detik itu terletak pada interval harga rata rata sebenarnya dikurangi 10% dari rata rata ini, dan harga rata rata sebenarnya ditambah 10% dari rata rata ini. Mengenai pengaruh tingkat tingkat ketelitian dan keyakinan terhadap jumlah pengukuran yang diperlukan dapat dipelajari secara statistik. Tetapi secara intuitif hal ini dapat diduga yaitu bahwa semakin tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar tingkat keyakian, maka semakin banyak pengukuran yang diperlukan (Sutalaksana, 2006).
- Uji Kenormalan Data Uji kenormalan: suatu kumpulan data hasil pengukuran layak untuk diolah jika data-data tersebut berdistribusi normal. Uji kenormalan dilakukan untuk membuktikan apakah data-data yang telah diperoleh memiliki pola distribusi yang sesuai dengan distribusi normal atau tidak. Pengujian dibandingkan dengan nilai P-value yang sesuai dengan tingkat keyakinan yang telah ditentukan dengan menggunakan uji hipotesa sebagai berikut. H0 = Data berdistribusi Normal H1 = Data tidak berdistribusi Normal Analisa: - Tolak H0 jika P-value Kolmogorov-Smirnov Test < nilai α (data tidak berdistribusi normal). - Gagal Tolak H0 jika P-value Kolmogorov-Smirnov Test > nilai α (data berdistribusi normal).
63 Cara melakukan uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS. SPSS termasuk program yang cukup user friendly sehingga cukup mudah digunakan meskipun oleh orang yang tidak mempelajari statistik sangat dalam.
Cara Pertama Menu yang dipilih Analyze - Non Parametrik Test - 1 Sample KS Setelah diklik pada menu ini, akan muncul dialog box seperti ini:
Gambar 2.6 PrintSscreen Langkah-Langkah Untuk Uji Normalitas Cara 1
Masukkan variabel yang ingin diuji normalitasnya ke dalam kotak Test Variable List. Kemudian klik OK. Hasil yang akan didapat seperti ini:
Gambar 2.7 Hasil Uji Normalitas Cara 1
64 Untuk kepentingan uji asumsi, yang perlu dibaca hanyalah 2 item paling akhir, nilai dari Kolmogorov-Smirnov Z dan Asymp. Sig (2-tailed). •
Kolmogorov-Smirnov Z merupakan angka Z yang dihasilkan dari teknik
Kolmogorov Smirnov untuk menguji kesesuaian distribusi data kita dengan suatu distribusi tertentu, dalam hal ini distribusi normal. Angka ini biasanya juga dituliskan dalam laporan penelitian ketika membahas mengenai uji normalitas. •
Asymp. Sig. (2-tailed). merupakan nilai p yang dihasilkan dari uji
hipotesis nol yang berbunyi tidak ada perbedaan antara distribusi data yang diuji dengan distribusi data normal. Jika nilai p lebih besar dari α maka kesimpulan yang diambil adalah hipotesis nol gagal ditolak, atau dengan kata lain sebaran data yang kita uji mengikuti distribusi normal. •
Jangan terkecoh dengan catatan di bawah tabel yang berbunyi Test
distribution is Normal. Catatan ini tidak bertujuan untuk memberitahu bahwa data kita normal, tetapi menunjukkan bahwa hasil analisis yang sedang kita lihat adalah hasil analisis untuk uji normalitas.
Cara Kedua Cara yang pertama biasanya menghasilkan hasil analisis yang kurang akurat dalam menguji apakah sebuah distribusi mengikuti kurve normal atau tidak. Ini disebabkan uji Kolmogorov Smirnov Z dirancang tidak secara khusus untuk menguji distribusi normal, tetapi distribusi apapun dari satu set data. Selain normalitas, analisis ini juga digunakan untuk menguji apakah suatu data
65 mengikuti distribusi poisson, dsb. Cara kedua merupakan koreksi atau modifikasi dari cara pertama yang dikhususkan untuk menguji normalitas sebaran data. Kita memilih menu Analyze - Descriptive Statistics - Explore... Sehingga akan muncul dialog box seperti ini:
Gambar 2.8 Print Screen Langkah-Langkah Uji Normalitas Cara 2
Gambar 2.9 Print Screen Langkah-Langkah Uji Normalitas Cara 2 (b)
Yang perlu dilakukan selanjutnya hanyalah memasukkan variabel yang akan diuji sebarannya ke dalam kotak Dependent List. Setelah itu kita klik tombol Plots... yang akan memunculkan dialog box kedua seperti ini:
66
Gambar 2.10 Print Screen Langkah-Langkah Uji Normalitas Cara 2 (c)
Dalam dialog ini kita memilih opsi Normality plots with tests, kemudian klik Continue dan OK. SPSS akan menampilkan beberapa hasil analisis seperti ini:
Gambar 2.11 Hasil Uji Normalitas Cara 2
SPSS menyajikan dua tabel sekaligus di sini. SPSS akan melakukan analisis Shapiro-Wilk jika kita hanya memiliki kurang dari 50 subjek atau kasus. Uji Shapiro-Wilk dianggap lebih akurat ketika jumlah subjek yang kita miliki kurang dari 50. Untuk memastikan apakah data yang kita miliki mengikuti distribusi normal, kita dapat melihat kolom Sig. untuk kedua uji (tergantung jumlah subjek yang kita miliki). Jika sig. atau p lebih besar dari α maka kita simpulkan hipotesis nol gagal ditolak, yang berarti data yang diuji memiliki distribusi yang tidak
67 berbeda dari data yang normal. Atau dengan kata lain data yang diuji memiliki distribusi normal.
Cara Ketiga Jika diperhatikan, hasil analisis yang kita lakukan tadi juga menghasilkan beberapa grafik. Nah cara ketiga ini terkait dengan cara membaca grafik ini. Ada empat grafik yang dihasilkan dari analisis tadi yang penting juga untuk dilihat sebelum melakukan analisis yang sebenarnya, yaitu: •
Stem and Leaf Plot. Grafik ini akan terlihat seperti ini:
Gambar 2.12 Print Screen cara 3
Grafik ini akan terlihat mengikuti distribusi normal jika data yang kita miliki memiliki distribusi normal. Di sini kita lihat sebenarnya data kita tidak dapat dikatakan terlihat normal, tapi bentuk seperti ini ternyata masih dapat ditoleransi oleh analisis statistik sehingga p yang dimiliki lebih besar dari α. Dari grafik ini kita juga dapat melihat ada satu data ekstrim yang nilainya
68 kurang dari 80 (data paling atas). Melihat situasi ini kita perlu berhati-hati dalam melakukan analisis berikutnya. •
Normal Q-Q Plots. Grafik Q-Q plots akan terlihat seperti ini:
Gambar 2.13 Grafik Cara 3
Garis diagonal dalam grafik ini menggambarkan keadaan ideal dari data yang mengikuti distribusi normal. Titik-titik di sekitar garis adalah keadaan data yang kita uji. Jika kebanyakan titik-titik berada sangat dekat dengan garis atau bahkan menempel pada garis, maka dapat kita simpulkan jika data kita mengikuti distribusi normal. Dalam grafik ini kita lihat juga satu titik yang berada sangat jauh dari garis. Ini adalah titik yang sama yang kita lihat dalam stem and leaf plots. Keberadaan titik ini menjadi peringatan bagi kita untuk berhati-hati melakukan analisis berikutnya.
69 •
Detrended Normal Q-Q Plots. Grafik ini terlihat seperti di bawah ini:
Gambar 2.14 Grafik Cara 3 b
Grafik ini menggambarkan selisih antara titik-titik dengan garis diagonal pada grafik sebelumnya. Jika data yang kita miliki mengikuti distribusi normal dengan sempurna, maka semua titik akan jatuh pada garis 0,0. Semakin banyak titik-titik yang tersebar jauh dari garis ini menunjukkan bahwa data kita semakin tidak normal (psikologistatistik.blogspot.com). -
Uji Keseragaman Data
Sekarang akan kita lihat beberapa hal yang berhubungan dengan pengujian keserangan Data. Secara teoritis apa yang dilakukan dalam pengujian ini adalah berdasarkan teori statistik tentang peta-peta kontrol yang biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas dipabrik pabrik atau tempat tempat kerja lain. Telah dikemukakan bahwa satu langkah yang dilakukan sebelum melakukan pengukuran adalah merancang suatu sistem kerja yang baik, yaitu yang terdiri dari kondisi kerja dan cara kerja yang baik. Jika yang dihadapi adalah suatu sistem kerja yang sudah ada, maka sistem ini dipelajari untuk kemudian
70 diperbaiki. Jika sistemnya belum ada maka yang dilakukan adalah merancang sesuatu yang baru dan baik. Terhadap sistem kerja yang baik inilah pengukuran waktu dilakukan, dan dari sistem inilah waktu penyelesaian pekerjaan dicari. Walupun selanjutnya pembakuan sistem yang dipandang baik ini dilakukan, seringkali pengukur, sebagaimana halnya juga operator, tidak mengetahui terjadinya perubahan perubahan pada sistem kerja. Memang perubahan adalah sesuatu yang wajar karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat tetap dipertahankan terus menerus pada keadaan yang tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi. Akibatnya waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah ubah namun juga mesti dalam batas kewajiban. Dengan lain perkataan harus seragam. Tugas pengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena ketidak seragam dapat datang tanpa disadari, maka diperlukan suatu alat yang dapat “mendeteksinya”. Batas batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperlihatkan dalam contoh pengujian keseragaman diatas adalah data yang berada didalam batas batas kontrol; karenanya
semua
data
dimasukkan
dalam
perhitungan
perhitungan
selanjutnya. Misalnya dari ketiga puluh dua harga yang telah terkumpul didapat BKA = 18,246 dan BKB = 9,197, dan subgrup keenam berharga rata rata 19,261. Jelas subgrup ini berada diluar batas kontrol karena diatas harga BKA. Oleh sebab itu subgrup ini harus “dibuang” karena berasal dari sistem sebab
71 yang berbeda. Dengan demikian untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya seperti untuk mencari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan, semua data dalam subgrup ini tidak turut diperhitungkan (Sutalaksana, 2006).
Rumus pengujian keseragaman data pada pengukuran langsung dengan Jam henti (Sutalaksana, 2006) : Batas Kontrol Atas (BKA)
= x
+
Z .s X
Batas Kontrol Bawah (BKB)
= x
-
Z .s X
Seluruh subgrup harus berada pada BKA dan BKB - data dikatakan seragam. Z = Z á/2 Z = Koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan Tk. Keyakinan 90% - Z = 1.65 Tk. Keyakinan 95% - Z = 1.95 ~ 2 Tk. Keyakinan 99% - Z = 2,58 ~ 3 s X = Standar deviasi dari harga rata-rata subgrup X = Nilai Rata-rata
Pengujian Kecukupan Data Semua harga (data) yang ada dan telah lolos uji keseragaman dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus umum (Sutalaksana, 2006) :
∑ xi − (∑ xi) ∑ xi
⎛ ⎜ z / s N. Uji Kecukupan Data = N = ⎜ ⎜ ⎜ ⎝
2
2
2
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
72 Dengan : Z
= Tingkat keyakinan
s
= Derajat ketelitian
N
= Jumlah data pengamatan
N’
= Jumlah data teoritis
2.4 Studi Gerakan Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, dengan demikian diharapkan agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurangkan. Guna memudahkan penganalisaan terhadap gerakan-gerakan yang dipelajari, perlu dikenal dahulu gerakan-gerakan dasar (Sutalaksana, 2006). Sebagian besar dari therblig-therblig ini merupakan gerakan-gerakan dasar dari tangan. Hal ini mudah dimengerti karena setiap pekerjaan produksi gerakan tangan merupakan gerakan yang paling umum dijumpai, terlebih lagi dalam pekerjaan yang bersifat manual.
2.4.1 TMU (Time Measurement Unit ) TMU merupakan satuan waktu yang digunakan dalam MTM (methods time measurement) baik MTM 1,2 atau 3. Definisi TMU ialah unit pengukuran waktu, dimana 1 TMU = 0,00001 jam dan 1 TMU = 0,036 detik (Yudiantyo, 1994).
73 2,4,2 Gerakan-Gerakan Menurut Gilberth Suatu gerakan yang utuh dapat diuraikan menjadi gerakan dasar, yang diuraikan oleh Gilbreth kedalam 17 therblig. Suatu pekerjaan mempunyai uraian yang berbeda-beda bila dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Antara lain mencari (Search), memilih (Select), memegang (Grasp), menjangkau (Reach), membawa (Move), memegang untuk memakai (Hold), melepas (Released load), pengarahan sementara (Preposition), memeriksa (Inspection), merakit (Assemble), lepas rakit (Desassemble), memakai (Use), kelambatan yang tak terhndar (Unavoidable delay), kelambatan yang dapat dihindarkan (Avoidable delay), merencana (Plan), istirahat untuk menghilangkan fatique (Rest to overcome fatique) (materipraktikumapk1.blogspot.com). Beirkut adalah penjelasan untuk gerakan-gerakan tersebut (Sutalaksana, 2006) : - Menjangkau adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban atau hambatan baik gerakan menuju atau menjauhi objek atau lokasi tujuan lainnya dan berakhir segera disaat tangan berhenti bergerak setelah mencapai objek tujuannya. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan melepas (Release) dan diikuti oleh gerakan memegang (Grasp). - Membawa adalah gerakan perpindahan tangan dalam kondisi membawa beban. Gerakan ini dipengaruhi oleh faktor jarak perpindahan tangan, tipe gerakan, dan berat ringannya beban yang dibawa oleh tangan. Gerakan ini didahului oleh gerakan memegang (Grasp) dan diakhiri gerakan melepas (Release). - Melepas adalah gerakan melepas kembali terhadap objek yang dipegang sebelumnya. Elemen gerakan ini diawali sesaat jari-jari tangan membuka lepas
74 objek yang dibawa dan berakhir begitu semua jari tidak menyentuh atau memegang objek lagi. Gerakan ini didahului oleh gerakan menjangkau (Reach). - Memegang adalah elemen gerakan tangan yang dilakukan dengan menutup jarijari tangan objek yang dikehendaki dalam suatu operasi kerja. Gerakan ini didahului oleh gerakan menjangkau (Reach) dan dilanjutkan dengan gerakan membawa (Move). - Mengarahkan awal adalah gerakan mengarahkan pada suatu tempat dengan tujuan memudahkan pemegangan apabila obyek tersebut akan dipakai kembali. - Memakai adalah gerakan apabila satu tangan atau kedua-duanya dipakai untuk menggunakan alat, gerakan ini bergantung dari jenis pekerjaannya dan ketrampilan dari pekerjanya. - Merakit adalah gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek lain sehingga menjadi suatu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan membawa atau mengarahkan dan dilanjutkan dengan melepas. Perakitan dimulai bila objek sudah siap dipasang dan berakhir bila objek sudah tergabung secara sempurna. - Melepas rakit merupakan kebalikan dari gerakan merakit dimana dua bagian dipisahkan dari satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan oleh membawa atau melepas. - Mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi objek. Yang bekerja pada gerakan ini adalah mata. Dengan ini dimulai pada mata bergerak mencari objek dan berakhir bila objek sudah ditemukan.
75 - Memilih adalah gerakan untuk menemukan objek yang tercampur, bagian tubuh yang bekerja pada gerakan ini adalah tangan dan mata. Gerakan ini dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih dan berakhir bila objek sudah ditemukan. - Mengarahkan adalah merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu lokasi tertentu. Gerakan ini didahului oleh gerakan mengangkut dan diikuti oleh gerakan merakit. Gerakan ini dimulai sejak tangan mengendalikan objek misalnya menggeser ke tempat yang diinginkan dan berakhir pada saat gerakan merakit atau memakai dimulai. - Memeriksa adalah pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Gerakan ini berupa gerakan melihat seperti memeriksa kehalusan permukaan. Biasanya gerakan ini dilakukan dengan membandingkan objek dengan satu standard. - Merencanakan adalah proses mental dimana operator berpikir untuk menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. - Unavoidable delay adalah suatu kelambatan kerja yang tidak terhindarkan yang mana diakibatkan oleh hal-hal yang diluar kontrol dari operator dan kondisi ini menyebabkan terjadinya waktu menganggur (idle time) selama siklus kerja berlangsung baik yang dialami oleh satu atau kedua tangan operator. - Avoidable delay adalah suatu kelambatan kerja yang dapat dihindarkan, yang mana setiap waktu menganggur (idle time) yang terjadi pada siklus kerja yang berlangsung merupakan tanggung jawab operator . Kegiatan ini merupakan situasi yang tidak produktif yang dilakukan oleh operator.
76 - Istirahat untuk menghilangkan lelah , hal ini terjadi secara periodik. Waktu untuk memulihkan kembali kondisi badan dari rasa lelah sebagai akibat kerja berbedabeda, dipengaruhi oleh jenis pekerjaannya dan individu pekerjanya. Memegang untuk memakai adalah memegang tanpa menggerakan objek yang dipegang tersebut, perbedaannya dengan memegang adalah pada perlakuan terhadap objek yang dipegang. Pada memegang, pemegangan dilanjutkan dengan gerakan membawa sedangkan memegang untuk memakai tidak demikian
2.4.3 Macam-Macam Kelonggaran Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, untuk menghilangkan fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat atau dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 2006). a. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi Hal-hal yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja (Sutalaksana, 2006).
b. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Fatique Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitasnya. Karenanya salah satu cara untuk menentukan
77 besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat hasil produksi menurun (Sutalaksana, 2006).
c. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menggangur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah: a)
Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b)
Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c)
Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti: mengganti alat
potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan sebagainya. d)
Mengasah peralatan potong.
e)
Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
f)
Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun
bahan. g)
Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
78 Salah satu cara yang paling baik yang biasanya digunakan untuk menentukan besarnya kelonggaran bagi hambatan tak terhindarkan adalah dengan melakukan sampling pekerjaan (Sutalaksana, 2006).
2.5 Ekonomi Gerakan Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, tentu diperlukan perancangan sistem kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan hasil kerja yang diinginkan. Sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang ekonomis (Sritomo,1995) . a. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Tubuh Manusia dan Gerakannya - Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang sama - Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali pada waktu istirahat - Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan berlawanan arah - Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat, misalnya : a. Gerakan jari b. Gerakan jari dengan telapak tangan c. Gerakan jari telapak tangan dengan jari bagian depan d. Gerak jari telapak tangan, tangan bagian depan dan lengan atas e. Gerakan jari, telapak tangan, tangan bagian depan, lengan atas dan bahu
79 - Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu pekerjaannya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam bekerja - Gerakan yang patah-patah, banyak perubahan arah akan memperlambatkan gerakan tersebut - Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan dan lebih teliti dari pada gerakan yang dikendalikan - Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan jika memungkinkan irama kerja harus mengikuti irama yang alamiah bagi sipekerja - Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata
b. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Pengaturan Tata Letak Tempat Kerja - Sebaiknya diusahakan agar badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap - Tempatkan bahan-bahan dan peralatan ditempat yang mudah, cepat dan enak untuk dicapai - Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga bahan yang akan dipakai selalu tersedia ditempat yang dekat untuk diambil - Sebaiknya untuk menyalurkan obyek yang sudah selesai dirancang mekanismenya yang baik - Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urut-urutan berbalik Posisi penempatan suatu elemen gerak dalam satu siklus kerja mungkin dapat berpengaruh pada waktu penyelesaian kerja secara keseluruhan.
80 c. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Perancangan Peralatan - Sebaiknya tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan dari perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakan dengan kaki dapat ditingkatkan - Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian agar mempunyai lebih dari satu kegunaan - Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemegangan dan penyimpanan - Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendiri-sendiri, misalnya seperti pekerjaan mengetik. Beban yang didistribusikan pada jari harus sesuai dengan kekuatan masing-masing jari - Roda tangan, pulang dan peralatan yang sejenis dengan itu sebaiknya diatur sedemikian sehingga beban dapat melayaninya dengan posisi yang baik, dan dengan tenaga yang minimum
2.6 Peta-Peta Kerja 2.6.1 Pengertian peta kerja Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Contoh informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja, terutama dalam suatu proses produksi adalah sebagai berikut : jumlah benda kerja yang harus dibuat, waktu operasi mesin, kapasitas mesin,
81 bahan-bahan khusus yang harus disediakan, alat-alat khusus yang harus disediakan dan lain sebagainya. Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik, kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti : transportasi, operasi mesin, pemeriksaan, perakitan sampai pada akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap peta kerja, maka pekerjaan kita dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan, antara lain, kita bisa menghilangkan operasi-operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan kerja/proses produksi waktu menunggu antara operasi dan sebagainya. Pada dasarnya semua perbaikan tersebut. ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, peta ini merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja (Sutalaksana, 2006). Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu (Sutalaksana, 2006) : A. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan. B. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat.
82 Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan, apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Hubungan antara kedua macam kegiatan kegiatan diatas akan terlihat bila untuk menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama lainnya saling berhubungan. Masing-masing peta kerja yang akan dibahas berikut ini semuanya termasuk dalam kedua kelompok diatas, antara lain (Sutalaksana, 2006) : * Yang termaduk kelompok kegiatan kerja keseluruhan 1. Peta Proses Operasi 2. Peta Aliran Proses 3. Peta Proses kelompok kerja 4. Diagram Aliran * Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat : 1. Peta Pekerja dan Mesin 2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
2.6.2 Peta Kerja Kegiatan Kerja Keseluruhan Sebelum membahas yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan, hendaknya perlu diperkenalkan lebih dahulu mengenai lambang-lambang yang akan digunakan untuk kelompok peta kerja keseluruhan.
83 Pada saat sekarang ini, untuk membuat suatu peta kerja, Gilberth mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai, kemudian pada tahun berikutnya jumlah lambang-lambang tersebut disederhanakan, sehingga hanya tinggal 4 macam, yaitu (Sutalaksana, 2006) :
Untuk operasi
Untuk transportasi
Untuk pemeriksaan Untuk penyimpanan
Penyederhanaan ini memudahkan pembuatan suatu peta kerja, disamping setiap notasi mempunyai fleksibilitas yang tinggi karena setiap lambang mempunyai kandungan arti yang sangat luas. Dalam tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang-lambang yang terdiri dari lima macam lambang. Lambang-lambang ini merupakan modifikasi dari lambang yang digunakan oleh Gilberth, yaitu lingkaran kecil diganti dengan anak panah untuk kejadian transportasi dan menambah lambang baru untuk kejadian menunggu. Lambang-lambang standar dari ASME inilah yang akan digunakan dalam pembahasan-pembahasan peta kerja keseluruhan, lambanglambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Sutalaksana, 2006) :
84
Operasi Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik sifat fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk informasi. Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses. Dan bisanya terjadi pada suatu mesin atau stasiun kerja , contohnya : * Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut * Pekerjaan mengeraskan logam * Pekerjaan merakit Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan aktifitas administrasi, misalnya : aktifitas perencanaan atau perhitungan.
Pemeriksaan Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun segi kuantitas. Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau membandingkan objek tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak menjuruskan bahan ke arah menjadi suatu barang jadi, contoh-contohnya : * Mengukur Dimensi * Memeriksa warna benda
85 * Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap
Transportasi Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu operasi. Contoh : * Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke tempat mesin skerap untuk mengalami operasi berikutnya. * Suatu objek dipindahkan dari lantai bawah ke lantai atas lewat elevator.
Penyimpanan Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya memerlukan suatu perijinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk menyatakan suatu objek yang mengalami penyimpanan permanan, yaitu ditahan atau dilindungi terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu dan lamanya waktu adalah dua hal yang membedakan antara kegiatan menunggu dan penyimpan, contoh : * Dokumen-dokumen / catatan-catatan disimpan dalam brankas * Bahan baku disimpan dalam gudang Selain kelima lambang diatas, kita bisa menggunakan lambang lain apabila merasa perlu untuk mencatat suatu aktifitas yang memang terjadi selama proses berlangsung dan tidak terungkapkan oleh lambang-lambang tadi. Lambang tersebut adalah :
86
Aktivitas gabungan Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan secara bersama atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
a. Proses Operasi Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti : waktu yang dihabiskan, material yang digunakan dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai (Sutalaksana, 2006) . - Kegunaan peta proses operasi Dengan adanya informai-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses operasi, maka dapat diperoleh banyak manfaat diantaranya (Sutalaksana, 2006) * Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya * Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku * Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik * Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai * Sebagai alat untuk latihan kerja dll - Analisa suatu peta proses operasi Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahanbahan, operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses .
87 Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut (Sutalaksana, 2006): a. Bahan-bahan Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan fungsi reabilitas, pelayanan dan waktunya. b. Operasi Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang mungkin bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi. c. Pemeriksaan Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik sampling atau satu persatu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit. d. Waktu Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan perlengkapan khusus.
88 b. Diagram Alir/Flow Chart Flowchart merupakan gambar atau bagan yang memperlihatkan urutan dan hubungan antar proses beserta instruksinya. Gambaran ini dinyatakan dengan simbol. Dengan demikian setiap simbol menggambarkan proses tertentu. Sedangkan hubungan antar proses digambarkan dengan garis penghubung. Flowchart ini merupakan langkah awal pembuatan program. Dengan adanya flowchart urutan poses kegiatan menjadi lebih jelas. Jika ada penambahan proses maka dapat dilakukan lebih mudah. Setelah flowchart selesai disusun, selanjutnya pemrogram (programmer) menerjemahkannya ke bentuk program dengan bahsa pemrograman (digilib.petra.ac.id). - Simbol-simbol flowchart Flowchart disusun dengan simbol-simbol. Simbol ini dipakai sebagai alat bantu menggambarkan proses di dalam program. Simbol-simbol yang dipakai antara lain (digilib.petra.ac.id) : Flow Direction symbol Yaitu simbol yang digunakan untuk menghubungkan antara simbol yang satu dengan simbol yang lain. Simbol ini disebut juga connecting line. Terminator Symbol Yaitu simbol untuk permulaan (start) atau akhir (stop) dari suatu kegiatan
89 Connector Symbol Yaitu simbol untuk keluar – masuk atau penyambungan proses dalam lembar / halaman yang sama. Connector Symbol Yaitu simbol untuk keluar – masuk atau penyambungan proses pada lembar / halaman yang berbeda. Processing Symbol Simbol yang menunjukkan pengolahan yang dilakukan oleh komputer Simbol Manual Operation Simbol yang menunjukkan pengolahan yang tidak dilakukan oleh komputer Simbol Decision Simbol pemilihan proses berdasarkan kondisi yang ada.
2.6.3 Peta Kerja Untuk Kegiatan Setempat Peta kerja untuk kegiatan kerja setempat untuk menganalisa suatu stasiun kerja, maka peta kerja yang digunakan peta pekerja dan mesin serta peta tangan kiri dan tangan kanan sebagai alat untuk mempermudah perbaikan suatu tempat kerja dan gerakan pekerja, sehingga dicapai keadaan ideal untuk saat itu.
90 - Pengertian Peta Tangan Kiri dan Tnagn Kanan Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu mengganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan juga menunjukkan perbandingan antara tugas yang dibebankan pada tangan kiri dan tangan kanan ketika melakukan pekerjaan. Melalui peta ini kita bisa melihat semua operasi secara cukup lengkap, yang berarti mempermudah perbaikan operasi tersebut. Peta ini sangat praktis untuk memperbaiki suatu pekerjaan manual dimana tiap siklus dari pekerja terjadi dengan cepat dan terus berulang, sedangkan keadaan lain, peta ini kurang praktis untuk dipakai sebagai alat analisa. Inilah sebabnya dengan menggunakan peta ini kita bisa melihat dengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien dan bisa melihat adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang terjadi pada saat pekerja manual tersebut berlangsung (Sutalaksana, 2006) .
- Kegunaan Peta Tangan Kiri dan Tnagn Kanan 1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan. Dengan bantuan studi gerakan dan prinsip ekonomi gerakan , maka kita bisa menguraikan elemen pekerjaan lengkap menjadi elemen-elemen gerakan yang terperinci. Setiap elemen gerakan dari pekerjaan ini dibebankan kesetiaptangan sehingga seimbang agar mengurangi kelelahan.
2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak produktif sehingga tentunya akan mempersingkat waktu kerja.
91 Kemahiran untuk menguraikan suatu pekerjaan menjadi elemen-elemen gerakan dan kemudian memilih elemen-elemen mana saja yang efektif dan kurang efektif , tentunya akan mempengaruhi produktivitas kerja. Jika suatu pekerjaan sudah dilaksanakan secara efisien dan produktif, maka secara otomatis waktu penyelesaian pekerjaan tersebut merupakan waktu tersingkat saat itu.
3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja. Tata letak tempat kerja juga memperngaruhi lamanya waktu penyelesaian. Percobaan merubah-rubah tata letak peralatan selain dapat menemukan tata letak yang baik, ditinjau dari waktu dan jarak, juga kita dapat menemukan urutanurutan pengerjaan yang lebih baik.
4. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal. Kiranya sudah jelaslah , bahwa peta tangan kiri dan tangan kananmenunjukan urutan-urutan pengerjaan yang lebih baik untuk saat itu. Peta ini dapat berfungsi sebagai penuntun terutama bagi pekerja-pekerja baru, sehingga akan lebih cepat proses relajar.
2.7 Micromotion Study Dalam menganalsia gerakan ekrja seirng dijumpai kesulitan dalam enentukan batas-batas suatu elemen Therblig dengan elemen lainnya karena waktu gerakan yang terlalu singkat, sehingga sulit untuk diamati secara visual. Perekaman atas gerakan-gerakan ekrja dengan video dan segala perlengkapannya akan dapat mengatasi persoalan ini. Disini hasil bsai diputar ulang kalau perlu dengan kecepatan
92 lambat sehingga analisa gerakan kerja bisa dilakukan lebih teliti. Dengan bantuan sejenis jam khusus (micro chronometer), maka waktu setiap elemen Therblig maupun perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain yang diukur (Sritomo. W, 1995). Aktifitas Micormotion Study mengharuskan setiap gerakan yang ada secara detail dan memberi kemungkinan-kemungkinan analisa setiap gerakan yang ada secara lebih baik dibanidngkan dengan visual motion study. Langkah-langkah yang dikerjakan dalam micromotion study ini terdiri dari (Sritomo W, 1995) -
Merekam gerakan-gerakan kerja dari suatu siklus kerja dengan menaruh jam besar (micro chronometer) dibelakang operator yang diamati.
-
Gambar film akan menjadi rekaman yang permanen yang bsia dianalisa setiap saat dan berulang-ulang sesuaid engan yang dikehendaki
-
Membuat kesimpulan dari analisa geraan yang telah diamati dari rekaman film dan emnggambarkannya dalam peta gerakan tangan yang menunjukan geraan tangan kanan dan tangan kiri,
-
Menetapkan alternatif gerakan kerja yang lebih baik dengan jalan memperbaiki metod kerja yang ada sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan.
2.8 Simulasi Monte Carlo Metoda Monte Carlo merupakan teknik yang melibatkan random number dan probabilitas untuk menyelesaikan permasalahan. Metoda ini diciptakan oleh S. Ulam dan Nicholas Metropolis bermula pada suatu permainan yang ada di Monte Carlo, Monaco. Metoda ini kadang digunakan ketika modelnya rumit, non-linear atau
93 meliputi lebih dari sepasang parameter yang tidak pasti. Metoda Monte Carlo adalah satu dari beberapa metoda untuk menganalisa propagasi yang tidak pasti, dimana tujuannya untuk menentukan bagaimana random variation, kurangnya pengetahuan, atau pengaruh kesalahan terhadap sensitivitas kinerja atau reliabilitas dari suatu system yang sedang dimodelkan. Simulasi merupakan kategori metoda sampling karena masukannya merupakan random number yang dibangun dari distribusi probabillitas. Metode simulasi Monte Carlo cukup sederhana didalam menguraikan ataupun menyelesaikan persoalan, termasuk dalam penggunaan program-program komputernya. Simulasi ini menggunakan data yang sudah ada (historical data) yang sebenarnya digunakan untuk pada simulasi untuk tujuan lainnya. Metode simulasi Monte Carlo dikenal juga dengan istilah Sampling simulation atau Teknik Sampling Monte Carlo. Simulasi ini dapat diterapkan pada permasalahan bisnis yang berhubungan dengan kesempatan, atau ketidakpastian. Contoh : 1. Inventory demand 2. Lead time for inventory 3. Times between machine breakdowns 4. Times between arrivals 5. Service times 6. Times to complete project activities 7. Number of employees absent
94 2.9 Metode Pemberian Insentif a. Rencana Premi Halsey Rencana ini memungkinakn seseorang dibayar berupa garansi upah jam-jaman ditambah upah yang diperoleh menurut aktu yang dihemat, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap unit pekerjaan ditentukan berdasarkan pengalaman dan premi dihitung berdasarkan waktu yang dihemat oelh karyawan. Jika seseorang karyawan dapat menghemat waktu beberapa jam, itu berarti ongkos untuk pekerjaan itu akan turun, sedangkan dari karyawan bisa memanfaatkan waktu yang dihemat tersebut sebagaitambahan untuk menyelesaikan pekerjaan berikutnya. (Santoso. Edi, Wage Admiinistration). Keuntungan
dan
kerugian
dari
metode
ini
adalah
(Santoso.Edi,Wage
Admiinistration) : - Cukup sederhana dan mudah mengubah hasil kerja kedalam premi yang akan diterima. - sedikit memerlukan kegiatan pencatatan. - Karena standard ditentukan dari pekerjaan sebelumnya maka kontinutitas dari rencana ini tetap terjaga.
b. Rencana Bedaux Rencana ini dicetskan oleh Charles Bedaux, dimana rencana ini bertitik tolak dari produktivitas tiap karyawan. Dengan mengunakan suatu unit pengukuran yang masih dapat digunakan selama ada hubungan antara output dengan keadaan fisik karyawan, kecuali kondisi kerjanya diubah. Rencana ini sangat menitikberatkan pada
95 pengontrolan produksi, mengingat berhasil tidaknya suatu upah perangsang sangat tergantung dari kontrol rencana tersebut. Untuk itu Bedaux berusaha memperoleh hubungan langsung dimana kecepatan bergerak dengan panjang suatu siklus kerja, berat benda yang diangakt, dan tekanan yang diberikan. Hubungan ini biasanya menunjukkan suatu perbandingan terbalik antara kecepatan bergerak dengan panjang siklus kerja, berat benda yang diangkat dan tekanan yangd diberikan (Santoso. Edi, Wage Admiinistration). Keuntungan dan kerugian dari metode ini adalah ( Santoso, Edi, Wage Admiinistration) : -
Sangat baik untuk pengontrolan poduksi
-
Dapat digunakan untuk mengetahui perbandingan kemajuan tiap-tiap departemen.
-
Karyawan dengan mudah emngetahui berapa nilai yang diperolehnya.
Kedau metode diatas memiliki formulasi sebagai berikut (Sritomo. W, 1995) : Yw = 1 + p(x-1) Bonus = (Yw - 1) x upah standar Halsey dan Bedaux menyatakan metode pemberian insentif tetap diberikan mulai x-1 dengan rate yang linear tetapi ratio partisipasid ari pekerja dalam pemberian insentif p<1 (Sritomo. W, 1995). Harga faktor parrtisipasi menurut Halsey adalah sebesar p=0.5. Sedangkan Bedaux menetapkan p=0.75. Bedaux menyatakan mendistribusikan 25% sisa faktor partisipasi tersebut ke pekerja tidak langsung atau supervisor (Sritomo W, 1995).
96 c. Rencana Rowan Rencana ini mula-mula diekembangkan oleh James Rowan tahun 1898 merupakan variasi dari rencana Halsey. Rowan juga menetapkan standard tugas dari hasil kerja karyawan sebelumnya. Perbedaannay dengan rencana Hlasey, Rowan memberikan bonus yang sama dengan persentase waktu yang dihemat. Dari segi penerimaan maka cara Rowan akan memberikan penerimaan karyawan yang lebih besar dibandingkan cara premi Hlasey. Walaupun rencana ini sukar dijelaskan pada karyawan, tapi sangat mengunutngkan bagi karyawan itu sendiri (Santoso. Edi, Wage Admiinistration. Pada tipe insentif dari x=1 dan kenaikan dalam persentase tertentu dalam kenaian upah diatas standard akan sama dengan persentase besarnya penghematan waktu yang ditetapkan (Sritomo. W, 1995). Formulasi untuk tipe ini adalah sebagai berikut (Sritomo. W, 1995) : Yw = 1 + (1-
1 x
)
Bonus = (Yw - 1) x upah standar
Keterangan untuk formulasi metode insentif : X = Peforma kerja yang dinilai dan disini ditunjukkan sebagai bilangan pecahan terhadap peforma standar. Hal ini sering disebut dengan “efisiensi kerja”. Yw = Total penerimaan upah operator yang dalam hal ini berupa bilangan pecahan terhadap upah standarnya. P = Rasio dari partisipasi pekerja dalam kaitannya dengan kebijaksanaan dalam pemberian insentif.
97 2.10 Fungsi Manajemen, Tingkat Manajemen, dan Gaya Kepemimpinan a. Fungsi Manajemen Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya. Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat
yaitu
fungsi
perencanaan
(planning),
fungsi
pengorganisasian
(organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal. Di bawah ini akan dijelaskan arti definisi atau pengertian masing-masing fungsi manajemen–POLC (Stephen P. Robbins & Mary Coulter, 2004): 1. Fungsi Perencanaan / Planning Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut. 2. Fungsi Pengorganisasian / Organizing Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan. 3. Fungsi Pengarahan / Directing / Leading
98 Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya. 4. Fungsi Pengendalian / Controling Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.
b. Tingkat Manajemen Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas (Stephen P. Robbins & Mary Coulter,2004): Manejemen lini pertama (first-line management) Dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan nonmanajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman). Manajemen tingkat menengah (middle management) Mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
99 Manajemen puncak (top management) Dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer). Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.
c. Gaya Kepemimpinan 1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian Kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-
100 satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku. Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter. Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap (http://www.scribd.com/doc/15885060/TeoriKepemimpinan)
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya Kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif). Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling
101 menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar. Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping memperhatikan
pula
tingkat
dan
jenis
kemampuan
setiap
anggota
kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun unit yang berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi kesempatan untuk
aktif,
tetapi
juga
dibantu
dalam
mengembangkan
sikap
dan
kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
102 Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama. Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar (http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan).
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire Kepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian kegiatan menggerakkan dan memotivasi anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat)
103 menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan. Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya atau tidak (kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan, tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri dari tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa yang salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang menetapkan atau melaksanakan keputusan dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban telah berbuat kekeliruan atau kesalahan. Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang dipimpin atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan keseluruhan kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
104 Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, maka akan berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban. (http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan)