BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Organisasi Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan
manusia selalu berusaha untuk berkumpul dengan sesamanya, terutama jika mereka memiliki suatu tujuan yang sama. Ini menandakan bahwa manusia secara tidak langsung melakukan suatu kegiatan organisasi seperti kehidupan keluarga dengan bapak sebagai keluarga tertinggi, kehidupan beragama , kehidupan sosial, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kehidupan berorganisasi. Seringkali kita mengatakan bahwa orang yang baik bisa membuat setiap pola organisasi berhasil. Malahan pernah ada yang mengatakan bahwa kekaburan dalam organisasi justru baik untuk memaksa orang bekerja dalam tim, karena mereka tahu bahwa mereka harus bekerjasama ntuk menyelesaikan sesuatu. Namun, tidak dapat lagi diragukan bahwa orang yang baik dan mereka yang mau bekerjasama akan melakukannya paling efektif kalau mereka tahu bagian yang harus mereka lakukan dalam setiap usaha bersama dan bagaimana peran-peran mereka berhubungan satu dengan yang lain. Perancangan dan pemeliharaan sistem peran ini pada dasarnya merupakan fungsi manajerial dalam hal pengorganisasian.
16
2.1.1.1 Definisi Organisasi Organisasi memiliki beberapa definisi yang berbeda-beda. Definisi-definisi ini merupakan beberapa pendapat-pendapat yang dikemukan oleh beberapa ahli pakar organisasi. Menurut Stephen P. Robbins : Organisasi merupakan koordinasi yang terencana dari aktivitas – aktivitas dari dua atau lebih individu yang mempunyai fungsi berdasarkan kontinuitas yang relatif dan melalui pembagian dalam tenaga kerja dan hirarki otoritas, untuk mencapai tujuan atau beberapa tujuan. Menurut H.Koontz, C.O’Donnell dan H.Weihrich : Organisasi adalah pengelompokan aktivitas yang diperlukan untuk mencapai sasaran, penugasan setiap pengelompokan kepada seorang manajer dengan otoritas yang diperlukan untuk mengawasi, dan provisi untuk koordinasi secara horisontal dan vertikal dalam struktur perusahaan.( Harold,Cyril,Heinz, 1991 ,p 282) Peran organisasi dapat terbentuk dengan baik maka peranan tersebut harus mencakup sebagai berikut : 1. Sejumlah tujuan yang dapat diversifikasi, yang, sebagaimana telah ditunjukkan dalam baguan sebelumnya, merupakan tugas perencanaan. 2. Konsep yang jelas mengenai kewajiban atau aktivitas yang terlibat 3. Bidang kebijakan atau otoritas yang dimegerti, sehingga orang yang memainkannya tahu apa yang dapat dilakukannya untuk memperoleh hasil.
17
Organisasi dapat dikonsepkan dengan berbagai cara. Berikut di bawah ini mewakili deskripsi yang sering digunakan: 1)
Kesatuan rasional dalam mengejar tujuan. Organisasi ada untuk mencapai tujuan, dan perilaku para anggota organisasi dapat dijelaskan sebagai pengejaran rasional terhadap tujuan tersebut.
2)
Koalisi dari pendukung (constituencies) yang kuat. Organisasi terdiri dari kelompok – kelompok yang masing – masing mencoba untuk memuaskan kepentingan sendiri. Kelompok – kelompok tersebut menggunakan kekuasaan mereka untuk mempengaruhi distribusi sumber daya dalam organisasi.
3)
Sistem terbuka. Organisasi adalah sistem transformasi masukan dan keluaran yang bergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.
4)
Sistem yang memproduksi arti. Organisasi adalah kesatuan yang diciptakan secara artifisial. Tujuannya dan maksudnya diciptakan secara simbolis dan dipertahankan oleh manajemen.
5)
Sistem yang digabungkan secara longgar. Organisasi terdiri dari unit – unit yang relatif berdiri sendiri dapat mengejar tujuan yang tidak sama atau bahkan saling bertentangan.
6)
Sistem politik. Organisasi terdiri dari pendukung internal yang mencoba memperoleh kontrol dalam proses pengambilan keputusan agar dapat memperbaiki posisi mereka.
7)
Alat dominasi. Organisasi menempatkan para anggotanya ke dalam “kotak – kotak” pekerjaan yang menghambat apa yang dapat mereka lakukan dan
18
individu yang dengannya mereka dapat berinteraksi. Selain itu, mereka diberi atasan yang mempunyai kekuasaan terhadap mereka. 8)
Unit
pemrosesan
informasi.
Organisasi
menafsirkan
lingkungannya,
mengkoordinasikan aktivitas, dan memudahkan pembuatan keputusan dengan memproses informasi secara horisontal dan vertikal melalui sebuah struktur hierarki. 9)
Penjara psikis. Organisasi menghambat para anggota dengan membuat uraian pekerjaan, departemen, divisi, dan perilaku standar yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Pada saat diterima oleh anggota, semua itu menjadi penghalang artifisial yang membatasi pilihan.
10)
Kontrak sosial. Organisasi terdiri dari sejumlah persetujuan yang tidak tertulis di mana para anggota melakukan, perilaku tertentu dan untuk itu mereka menerima imbalan.
( Stephen P.Robbins, 1994, p.12-13 ).
2.1.1.1.1Organisasi formal Orang-orang, perilaku mereka dan asosiasi mereka menjadi bagian dari suatu sistem besar berupa hubungan sosial, dimana sebuah perusahaan terorganisasi secara formal hanya merupakan suatu sub-sistem. Dikatakan bahwa organisasi formal bilamana aktivitas seorang atau lebih dikoordinasi secara sadar menuju suatu tujuan tertentu.
19
Inti organisasi formal ialah tujuan umum yang sadar dan bahwa organisasi formal lahir bilamana orang-orang dapat berkomunikasi satu sama lain, bersedia untuk bertindak, dan secara bersama-sama mempunyai suatu tujuan. Tidak ada sesuatu yang kaku secara turun-temurun dalam organisasi formal. Sebaliknya, kalau sang manajer hendak mengorganisir dengan baik, maka struktur harus menyediakan lingkungan dimana prestasi perorangan, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang, memberi sumbangan kepada tujuan kelompok seefektif mungkin. Meskipun pencapaian tujuan harus menjadi alasan bagi aktivitas kooperatif apa pun, kita harus mencari prinsip-prinsip untuk membimbing pemantapan organisasi formal yang efektif. Suatu struktur organisasi adalah efektif bila struktur tersebut memungkinkan sumbangan dari tiap individu dalam pencapaian sasaran perusahaan. Suatu struktur organisasi adalah efisien apabila memudahkan pencapaian tujuan-tujuan oleh orang-orang (artinya, struktur itu efektif) dengan konsekuensi tak terduga atau biaya yang minim.
2.1.1.1.2Organisasi Informal Organisasi informal adalah setiap aktivitas pribadi gabungan tanpa tujuan gabungan yang sadar, namun dapat memungkinkan untuk memberi sumbangan kepada hasil-hasil gabungan tersebut.
20
Ada beberapa tipe-tipe organisasi informal yang sebagian besar bergantung pada tujuan masing-masing. Para sosiolog telah mengkasifikasikannya sebagai kelompok kekeluargaan, persahabatan, klik, dan subklik. Kelompok yang pertama, yang segera dapat diidentifikasikan berdasarkan sebutannya paling sering terbatas pada orang-orang yang merasa bahwa kecocokan satu sama lain sebagai hal yang paling penting. Pergaulan merupakan sasaran utama, baik di dalam maupun di luar pekerjaan. Klik terdiri dari orang-orang yang biasanya adalah rekan kerja yang akrab yaitu orang-orang dengan kedudukan tertentu dalam organisasi, personalia, perekayasaan (engineering), atau orang-orang yang mewakili berbagai aktivitas fungsional yang berbeda-beda yang merasa perlunya kerjasama. Subklik terdiri dari satu atau beberapa orang yang menyatukan diri dengan sebuah klik. Anggota yang lain dari subklik boleh jadi bekerja di perusahaan lain. Organisasi informal selain dapat membantu juga dapat menganggu kepentigan perusahaan, aktivitasnya perlu diarahkan ke dalam saluran yang konstruktif. Apabila pemimpin kelompok informal dapat diidentifikasikan dan dapat diajak bekerjasama, fungsi pengorganisasian dan kepemimpinan dapat dilakukan dengan sangat mudah. Itikad baik, energi, dan inisiatif organisasi formal menunjang tujuan organisasi formal, dan masing-masing memperoleh keuntungan dari pemenuhan kebutuhan yang lain.
21
2.1.1.2 Struktur Organisasi Ketika sekelompok orang mendirikan sebuah organisasi untuk tujuan kolektif, struktur organisasi pun perlu dibentuk untuk meningkatkan efektifitas kontrol atau kendali organisasi terhadap beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Struktur organisasi adalah sistem informal tentang hubungan tugas dan wewenang yang mengendalikan bagaimana tiap individu bekerjasama dan mengelola segala sumberdaya yang ada untuk mewujudkan tujuan organisasi. Tujuan prinsip dari struktur organisasi adalah sebagai alat kontrol, untuk mengendalikan koordinasi dan motivasi kerja tiap individu dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Bagi semua organisasi, sebuah struktur yang tepat adalah struktur yang mampu merespons banyak masalah koordinasi dan motivasi yang sewaktu – waktu bisa muncul baik di bagian lingkungan, tekhnologi, ataupun sumberdaya manusia. Manakala organisasi itu tumbuh dan berkembang, maka berkembang pulalah struktur yang ada di dalamnya. Struktur organisasi itu sendiri dapat dikelola dan diubah melalu proses men-desain organisasinya, (Dicky Wisnu UR & Siti Nurhasanah, 2005, p.10). Suatu struktur organisasi menetapkan cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal. ( Stephen P. Robbins, 2002, p.132 ). Definisi
mengenai
organisasi
mengakui
adanya
kebutuhan
untuk
mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa,
22
dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Sebuah struktur organisasi mempunyai tiga komponen yaitu antara lain : a. Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalm organisasi termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi, atau tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan di dalam hierarki organisasi serta tingkat sejauh mana unit – unit organisasi tersebar secara geografis. b. Formalisasi, merupakan tingkat sejauh mana sebuah organisasi menyandarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku dari para pegawainya. Beberapa organisasi beroperasi dengan pedoman yang telah distandarkan secara minimum, yang lainnya, diantaranya organisasi yang berukuran kecil pun, mempunyai semacam peraturan yang memerintahkan kepada pegawainya mengenai apa yang dapat dan tidak dapat mereka lakukan c. Sentralisasi, mempertimbangkan di mana letak dari pusatnya pengambilan keputusan.
Di
beberapa
organisasi,
pengambilan
keputusan
sangat
disentralisasi. Masalah – masalah dialirkan ke atas, dan para eksekutif senior memilih tindakan yang tepat. Pada kasus lain pengambilan keputusan didesentralisasi. Kekuasaan disebar ke bawah dalam hierarki. Perlu diketahui bahwa sebagaimana halnya dengan kompleksitas dan formalisasi, sebuah organisasi bukan disentralisasi ataupun didesentralisasi. Sentralisasi dan desentralisasi merupakan dua ujung dari sebuah rangkaian kesatuan (continuum). Organisasi cenderung untuk disentralisasi atau cenderung didesentralisasi. Namun menetapkan letak organisasi di dalam rangkaian
23
tersebut, merupakan salah satu faktor utama di dalam menentukan apa jenis struktur yang akan ada. (Stephen P. Robbins, 1994, p.6-7). Ada enam unsur kunci yang perlu disampaikan kepada manajer bila mereka merancang struktur organisasinya. Elemen – elemen tersebut adalah : spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi. ( Stephen P. Robbins, 2002, p. 132 ).
2.1.1.3 Organisasi merupakan sistem terbuka Sistem adalah sekumpulan dari bagian – bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu kesatuan. Semua sistem mempunyai masukan, proses transformasi, dan keluaran. Mereka mengambil sesuatu seperti bahan baku, energi, informasi, dan sumber daya manusia, dan mengubahnya menjadi barang dan jasa, laba, bahan sisa, dan sebagainya. Sistem terbuka mempunyai beberapa karakteristik tambahan yang mempunyai relevansi bagi kita yang mempelajari organisasi. 1. Kepekaan terhadap lingkungan. Salah satu karakteristik yang nyata dari sebuah sistem terbuka adalah pengakuan mengenai adanya saling ketergantungan di antara sistem dan lingkungannya. Ada batas yang memisahkan sistem tersebut dari lingkungannya: Perubahan yang terjadi di dalam lingkungan mempengaruhi satu ciri atau lebih dari sistem itu, dan sebaliknya perubahan di dalam sistem akan mempengaruhi lingkungannya.
24
Tanpa batas, maka tidak ada sistem, dan batas tersebut menentukan di mana sistem dan sub – sistem dimulai dan berhenti. Batas dapat berbentuk fisik, dan batas dapat juga dipertahankan secara psikologis melalui simbol. Sampai titik ini, cukup untuk mengetahui bahwa konsep mengenai batas dibutuhkan untuk memahami sistem dan bahwa demarkasinya untuk studi organisasi merupakan problema. 2. Umpan balik. Sistem terbuka secara terus menerus menerima informasi dari lingkungannya. Hal ini membantu sistem tersebut untuk menyesuaikan dan memberi kesempatan kepada sistem untuk melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki penyimpangan dari arah yang telah ditentukan. Kami menamakan masuknya informasi dari lingkungan ini sebagai umpan balik (feedback); artinya proses yang memungkinkan sebagian dari keluaran (output) dikembalikan kepada sistem sebagai masukan (input) (seperti informasi atau uang), sehingga keluaran yang berikutnya dari sistem itu dapat dimodifikasi. 3. Cyclical character. Sistem terbuka merupakan kejadian yang berputar. Keluaran dari sistem menyediakan bahan bagi masukan baru yang memungkinkan terjadinya pengulangan (repetisi) siklus tersebut. 4. Negative entropy. Istilah entropy merujuk kepada kemungkinan dari sebuah sistem untuk menjadi hancur atau menghilang. Sistem tertutup, karena tidak
25
memasukkan kekuatan baru atau masukan baru dari lingkungannya, mungkin akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Sebaliknya, sistem terbuka dicirikan oleh negative entropy – dapat memperbaiki diri sendiri, mempertahankan struktur, menghindari kematian, dan bahkan dapat tumbuh karena mempunyai kemampuan untuk memasukkan lebih banyak energi dari yang telah dikeluarkan. 5. Steady state. Masukkan energi untuk menahan entropy dapat memelihara keajegan dalam pertukaran energi sehingga menghasilkan suatu keadaan yang relatif stabil. Meskipun terdapat arus dari masukan baru ke dalam sistem tersebut secara konstan dan arus keluar yang tetap, namun secara keseluruhan ciri sistem tetap sama. Tubuh kita akan menggantikan kebanyakan dari sel yang mati pada saat tertentu, namun penampilan fisik kita hanya sedikit saja yang berubah. Dengan demikian, meskipun sebuah sistem terbuka aktif dalam memproses masukan menjadi keluaran, sistem tersebut cenderung dapat memelihara dirinya setelah berjalan sekian lama. 6. Gerakan ke arah pertumbuhan dan ekspansi. Karakteristik steady – state menggambarkan sistem terbuka yang sederhana atau primitif. Pada saat sistem tersebut menjadi lebih kompleks dan bergerak untuk melawan entropy, maka sistem terbuka bergerak ke arah pertumbuhan dan ekspansi. Hal ini tidak kontradiktif terhadap tesis steady – state. Untuk memastikan kelangsungan hidupnya, maka sistem – sistem yang besar dan kompleks beroperasi dengan
26
suatu cara untuk memperoleh margin of safety di luar tingkat eksistensinya. Banyak subsistem yang berada di dalam sebuah sistem, untuk menghindari entropy, cenderung memasukkan lebih banyak energi daripada yang dibutuhkan bagi keluarannya. Hasilnya adalah bahwa steady – state tersebut dapat diaplikasikan pada sistem yang sederhana, namun pada tingkat yang lebih kompleks, steady – state menjadi sesuatu yang mempertahankan karakter sistem tersebut melalui pertumbuhan dan ekspansi. Catatan terakhir mengenai karakteristik ini: Sistem pada dasarnya tidak berubah secara langsung sebagai akibat dari ekspansi. Pola perkembangan yang paling umum adalah pola di mana hanya ada multiplikasi dari jenis siklus yang sama atau sub – sistem. Kuantitas sistem berubah sedangkan kualitasnya tidak. Kebanyakan universitas, misalnya, melakukan ekspansi dengan melakukan hal yang sama ketimbang mengejar aktivitas yang baru atau yang inovatif. 7. Keseimbangan antara mempertahankan dan menyesuaikan aktivitas. Sistem terbuka berusaha untuk mengukur dua macam aktivitas, yang seringkali saling bertentangan. Aktivitas pemeliharaan (maintenance activities), memastikan bahwa berbagai sub – sistem berada dalam keseimbangan dan keseluruhan sistem sesuai dengan lingkungannya. Ini sebenarnya mencegah terjadinya perubahan yang cepat yang dapat menyebabkan ketakseimbangan sistem tersebut. Sebaliknya, aktivitas penyesuaian (adaptive activities) dibutuhkan agar sistem dapat menyesuaikan diri dari waktu ke waktu dengan variasi dari
27
permintaan intern dan ekstern. Dengan demikian, di satu pihak mencari stabilitas dan pemeliharaan status quo melalui pembelian, pemeliharaan, dan overhoul mesin – mesin; pelatihan dan rekruitmen pegawai; mekanisme seperti penyediaan dan pelaksanaan peraturan dan prosedur, di pihak lain memfokuskan diri kepada perubahan melalui perencanaan, riset pasar, pengembangan produk baru, dan sebagainya. Baik aktivitas pemeliharaan maupun penyesuaian dibutuhkan agar sistem dapat mempertahankan hidupnya. Organisasi yang stabil dan dipelihara dengan baik, yang tidak menyesuaikan diri jika kondisi berubah, tidak akan hidup lama. Demikian pula organisasi yang adaptif tetapi tidak stabil akan menjadi tidak efisien dan kemungkinan tidak dapat hidup lama. 8. Equifinality. Konsep equifinality berargumentasi bahwa terdapat beberapa cara untuk mencapai kota Roma. Jelasnya, konsep ini menyatakan bahwa sebuah sistem dapat mencapai tujuan yang sama dari kondisi awal yang berbeda – beda dan melalui bermacam cara. Ini berarti bahwa sistem organisasi dapat mencapai tujuannya dengan berbagai macam masukkan dan proses transformasi. Karena kita mendiskusikan implikasi manajerial dari teori organisasi, maka akan berguna sekali jika anda tetap mengingat gagasan equifinality. Konsep ini akan mendorong anda untuk mempertimbangkan berbagai macam pemecahan terhadap masalah tertentu ketimbang mencari sebentuk pemecahan optimal yang kaku. (Stephen P. Robbins, 1994, p.11-20).
28
Sistem terbuka mengakui interaksi yang dinamis dari sistem tersebut dengan lingkungannya. Sebuah gambar yang telah disederhanakan yang mewakili sistem terbuka akan ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Dasar Sistem Terbuka Tidak ada seorang pun siswa organisasi yang dapat mempertahankan pandangan bahwa organisasi merupakan sistem tertutup. Organisasi mendapatkan bahan baku dan sumber daya manusia dari lingkungan. Selanjutnya organisasi bergantung pada klien dan pelanggannya yang berada dalam lingkungan untuk menyerap keluaran organisasi.
29
Gambar 2.2 Organisasi Industri sebagai suatu Sistem Terbuka Gambar 2.2 memberikan gambaran yang lebih kompleks dari sebuah sistem terbuka seperti yang diterapkan pada sebuah organisasi industri. Masukan (input) yang dapat dilihat pada gambar diatas berupa bahan baku, tenaga kerja, dan modal. Suatu proses teknologi diciptakan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Barang jadi pada gilirannya dijual kepada konsumen. Lembaga keuangan, tenaga kerja, pemasok, dan konsumen semuanya adalah bagian dari lingkungan, seperti juga pemerintah.
30
2.1.2
Budaya Organisasi
2.1.2.1 Latar Belakang Budaya Kebudayaan adalah totalitas rangkaian adat istiadat turun-temurun yang mencakup perlakuan seni, kepercayaan, institusi dan kebiasaan terkait yang mengendalikan tata cara kehidupan suku bangsa. Kebudayaan juga menpengaruhi cara kerja dari karyawan perusahaan. Karena keaneka ragaman kebudayaan yang dibawa kedalam perusahaan, maka manajemen perusahaan perlu membentuk budaya khas perusahaan secara tersendiri. Berbagai pihak seperti Schein (1997), Hoffstede (1980) maupun Hodgetts dan Luthans (1998) beranggapan bahwa kebudayaan setempat perlu dijadikan landasan berpijak operasional perusahaan. Keanekaragaman budaya pihak-pihak yang terkait dalam suatu perusahaan perlu dinetralisir dan dikembangkan menjadi satu budaya perusahaan yang dilandaskan pada kaedah manajerial. Jadi, budaya organisasi dapat dirancang-bangun dengan bantuan prinsip-prinsip manajemen. 2.1.2.2 Konsep dan Definisi Budaya Organisasi Semua organisasi mempunyai budaya tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak untuk para karyawan. Setelah beberapa bulan, kebanyakan karyawan akan memahami budaya organisasi mereka. Mereka mengetahui hal-hal seperti bagaimana berpakaian untuk kerja, apakah aturan dijalankan dengan ketat, perilaku macam apakah yang pasti menyulitkan mereka dan mana yang kemungkinan besar akan diabaikan, pentingnya kejujuran dan integritas, dan yang serupa. Sementara banyak organisasi mempunyai
31
subbudaya dimana sering diciptakan di sekitar kelompok kerja dengan perangkat standart tambahan atau termodifikasi, mereka masih mempunyai budaya yang dominan yang menaikkan kepada semua karyawan nilai-nilai yang dianggap paling berharga oleh organisasi. Anggota kelompok kerja harus menerima baik standart yang tersirat dalam budaya dominan organisasi jika mereka ingin tetap dalam kedudukan yang baik. Budaya organisasi adalah kebiasaan kerja seluruh perusahaan baik manajemen maupun seluruh lapisan karyawan yang dibentuk dan dibakukan serta diterima sebagai standar perilaku kerja, serta membuat seluruh perangkat diatas terikat secara emosional kepada perusahaan. (Bennet Silalahi,2004,p 9) Tujuh karakteristik primer yang merupakan hakikat dari budaya suatu organisasi (Stephen P. Robbins, 2003, p305) yaitu : 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian ke rincian. Sejauhmana karyawan diharapkan memperhatikan presisi/kecermatan, analisis, dan perhatian kepada rincian. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
32
6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai. 7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan. Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu satu kesatuan dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi ini berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan didalamnya, dan cara para anggota diharapkan berprilaku. Persepsi-persepsi yang tidak benar mengenai budaya organisasi (Bennet Silalahi,2004,p 6) yaitu : 1. Budaya organisasi sebagai obat mujarab. Sering kali budaya organisasi dianggap sebagai pembangunan budaya yang dengan cepat dapat memulihkan suatu perusahaan. Maka dari itu, perubahan organisasi harus dilakukan secara perlahan-lahan. 2. Keterkaitan antara budaya dan strategi perusahaan. Pendapat yang menganggap bahwa perusahaan yang sudah memiliki budaya yang mapan sudah tidak memerlukan strategi lagi atau sebaliknya. Perlu diingat bahwa budaya organisasi membangun kebiasaan kerja yang mendukung strategi perusahaan. Budaya dan strategi saling menopang satu terhadap yang lain.
33
3. Budaya menolak perubahan. Perubahan dalam arah strategi perusahaan dan cara kerja sangat perlu mengalami perubahan, apalagi jika budaya yang lama sudah tidak kondusif terhadap tuntutan pasar. Budaya yang baik harus memiliki klausule yang menyatakan bahwa alternative tindakan perlu bila yang telah ditetapkan gagal. Dalam keadaan yang serba tidak menentu budaya perusahaan harus lentur terhadap tuntutan zaman. Namun demikian, budaya organisasi tidak dapat diatur tanpa perencanaan yang konsepsional oleh seluruh jajaran didalam perusahaan. 4. Pimpinan tertinggi perusahaan adalah kunci pembakuan budaya organisasi. Visi, missi dan tujuan perusahaan memang diatur dari atas. Namun pelaksanaan kebijakan yang berkembang menjadi budaya organisasi harus mendapat sambutan dari seluruh jajaran perusahaan. 5. Relevansi budaya dan Monolitisme. Budaya organisasi harus relevan dengan tuntutan zaman dan keadaan perusahaan. Dengan demikian budaya organisasi yang kuat tidak boleh monolitis. Budaya organisasi yang monolitis tidak akan mampu berjalan den lancar sesuai dalam rangka penyesuaian dengan tuntutan zaman. Mengapa budaya organisasi perlu diperlukan dalam suatu perusahaan? (Bennet Silalahi,2004,p 8) a. Penyeragaman sikap terhadap persyaratan dan tuntutan pekerjaan. b. Penyeragaman pengertian tentang sasaran dan hasil yang akan dicapai.
34
c. Membentuk satu tatanan kerja yang tidak bertentangan dengan sasaran dan hasil yang akan dicapai. d. Membuka peluang pengembangan potensi karyawan seoptimal mungkin e. Agar manajemen sistem kualitas dapat berperan. Budaya organisasi itu berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari budaya suatu organisasi, bukannya dengan apakah mereka menyukai budaya itu atau tidak. Artinya, budaya itu merupakan suatu istilah deskriptif. Fungsi dari budaya organisasi (Stephen P. Robbins, 2003, p311) sebagai berikut: •
Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
•
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
•
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentigan diri pribadi seseorang.
•
Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
•
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dasn kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku perhatian kita.
Inti dari budaya organisasi adalah agar suatu perusahaan dapat membuat tenaga kerja efektif, efisien dan produktif.
35
2.1.2.3 Dimensi Budaya Organisasi Dimensi-dimensi yang terdapat pada budaya organisasi adalah sebagai berikut: 1. Cerita Cerita yang dimaksudkan disini adalah cerita-cerita yang banyak berisi tentang dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran aturan, sukses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini menautkan masa kini pada masa lampau dan memberikan penjelasan dan pengesahan untuk praktik-praktik dewasa ini. Sebagian besar cerita ini berkembang secara spontan. Namun beberapa organisasi sesungguhnya berusaha mengelola unsur pembelajaran budaya ini. 2. Ritual Ritual merupakan deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan. 3. Lambang Materi Lambang materi merupakan sesuatu yang kelihatan atau mencerminkan keberadaan dari suatu perusahaan. Tata letak dari perusahaan, tipe mobil yang diberikan kepada eksekutif puncak, dan ada tidaknya pesawat terbang korporasi merupakan beberapa contoh dari lambang materi. Contoh lain adalah ukuran dan tata letak kantor, keanggunan perabot, penghasilan tambahan eksekutif, dan
36
pakaian. Lambang materi ini menyampaikan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak, dan jenis perilaku (misalnya, penambahan resiko, konservatif, otoriter, partisipatif, individualistis, social) yang tepat. 4. Bahasa Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau sub-budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan, dengan berbuat seperti itu, membantu melestarikannya. Dengan berjalannya waktu, organisasi-organisasi sering mengembangkan istilahistilah yang unik untuk mendeskripsikan peralatan, kantor, personil utama, pemasok, pelanggan, atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Karyawan baru sering dibanjiri dengan akronim sehingga telah menjadi bagian dari bahasa mereka. Peristilahan ini bertindak sebagai suatu sebutan persamaan yang menyatukan anggota-anggota dari suatu budaya atau sub-budaya tertentu.
37
Gambar 2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Budaya Organisasi dan pengaruhnya Gambar diatas menunjukkan budaya organisasi sebagai suatu variabel campur tangan. Para karyawan membentuk suatu persepsi subjektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan faktor-faktor seperti toleransi resiko, tekanan pada tim, dan dukungan orang. Sebenarnya persepsi keseluruhan unumenjadi budaya atau kepribadian organisasi itu, persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat. Tepat seperti kepribadian orang cenderung mantap dengan berjalannya waktu, demikian pula budaya yang kuat. Ini membuat budaya kuat sukar untuk diubah. Bila budaya menjadi tidak cocok dengan lingkungannya, biasanya akan muncul pro dan kontra untuk mengubah budaya suatu organisasi.
38
2.1.3
Iklim Organisasi
2.1.3.1 Definisi Iklim Organisasi Dalam kehidupannya, manusia hampir tidak dapat untuk tidak terlibat dalam kegiatan organisasi. Apabila organisasi merupakan lingkungan yang dominan dan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan para anggotanya, maka menjadi suatu hal yang penting untuk mendapatkan keselarasan antara karakteristik organisasi dengan karakteristik dari para anggotanya. Oleh karena itu diperlukan suatu konsep yang dapat memberikan gambaran mengenai lingkungan internal organisasi, dan pengaruhnya pada perilaku para anggotanya. Lingkungan internal ini merupakan iklim organisasi. Iklim organisasi adalah lingkungan manusia di dalam mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Pengertian ini dapat mengacu lingkungan waktu suatu departemen, unit perusahaan yang penting seperti pabrik cabang atau suatu organisasi secara keseluruhan. Kita tidak dapat melihat atau menyentuh iklim, tetapi ia ada. Seperti dalam udara dalam ruangan, ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang tejadi dalam suatu organisasi. Pada gilirannya, iklim dipengaruhi oleh hampir semua yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim adalah konsep sistem yang dinamis. Iklim dapat mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja. Iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para pegawai mengharapkan imbalan, kepuasan , frustasi atas dasar persepsi ereka terhadap iklim organisasi.
39
Ada beberapa definisi yang dikemukakan mengenai iklim organisasi ini. Menurut Tagiuri seperti yang dikutip dari Gilmer adalah : Iklim organisasi merupakan karakteristik yang membedakan organisasi dari organisasi yang lainnya dan yang mempengaruhi perilaku para individu yang terlibat di dalamnya. Hellreigel dan Slocum memandang iklim organisasi sebagai : Sekumpulan atribut yang dapat memberikan gambaran mengenai organisasi dan/atau sub – sistemnya, dan yang disebabkan dari cara organisasi dan/atau sub – sistemnya berinteraksi dengan para anggota dan lingkungannya. Sedangkan iklim organisasi menurut Steers : Sifat – sifat atau ciri yang dirasa terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan yang dianggap mempengaruhi perilaku kemudian.
Dari beberapa definisi dari para ahli maka iklim organisasi dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dirasakan oleh para anggotanya 2. Mempengaruhi perilaku mereka 3. Dapat diamati melalui nilai dari sekumpulan karakteristik (atribut) dari organisasi.
40
Gambaran tentang iklim organisasi yang diperoleh berdasarkan persepsi para anggota organisasi dapat mempengaruhi perilaku organisasi. Apabila gambaran yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpuasan serta menimbulkan reaksi – reaksi tertentu. Pada umumnya organisasi memiliki budaya, tradisi, dan metode tindakannya sendiri secara keseluruhan dalam menciptakan iklimnya, dan selamanya organisasi itu unik. Organisasi cenderung menarik dan mempertahankan orang-orang yang sesuai dengan iklimnya, sehingga dalam tingkatan tertentu polanya akan langgeng. Apabila iklim dalam suatu tempat pada kontinum yang bergerak dari yang menyenangkan ke netral sampai yang tidak menyenangkan, iklim dapat menyenangkan apabila mereka melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan yang mampu menciptakan kepuasan kerja (Kelner, 2004). Secara tegas iklim organisasi membandingan kumpulan ilmu sosial secara tradisional dengan menggunakan metode kuantitatif, dimana fokus pada satu waktu tertentu (Denison, 2004). Dalam menganalisa iklim organisasi maka dibutuhkan analisa mengenai perasaan, emosi, dan mental individu (karyawan perorangan), grup (departemen, unit, dan program per area), dan keseluruhan organisasi. Analisa dapat menggunakan kuesioner, fokus grup ataupun interview (Schauber, 2004).
41
Iklim organisasi memiliki 6 aspek yang mempengaruhi (Hay/McBer,1995), yaitu: 1. Tanggung Jawab (Responsibility) Tanggung jawab merupakan kewajiban untuk melaksanakan tugas dan mempertanggung-jawabkannya kepada otoritas yang lebih tinggi (Winardi, 2004, p.104). Tanggung jawab sendiri di bagi menjadi 2 (Winardi, 2004, p.104) yaitu: a. Tanggung jawab operasional Tanggung jawab untuk melaksanakan tugas yang diberikan. b. Tanggung jawab akhir Tanggung jawab, dimana tanggung jawab pihak yang memberi tanggung jawab, apabila pekerja gagal dalam pelaksanaan pekerjaannya maka manajer tersebut bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Penetapan tanggung jawab harus diikuti dengan otoritas yang cukup untuk melaksanakannya (Winardi, 2004, p.119). Tanggung jawab tidak hanya pada pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan namun juga berhubungan dengan bagaimana terhadap hasil dan prosesnya. Tanggung jawab membutuhkan partisipasi dari seluruh anggota organisasi terutama pada pekerjaan masing masing anggota, tanggung jawab juga merupakan rasa kepemilikan karyawan terhadap pekerjaan tersebut. Penetapan tanggung jawab secara jelas dalam suatu struktur organisasi mempunyai beberapa tujuan (Winardi, 2004, p.121) sebagai berikut:
42
•
Diperkenalkan semua anggota perusahaan dengan tanggung jawab mereka dan dengan tanggung jawab pihak dengan siapa mereka berhubungan.
•
Dimungkinkan tindakan yang lebih mantap karena dicegahnya pengulangan usaha.
•
Ditiadakan fungsi-fungsi yang tidak penting.
•
Distimulirnya pelaksanaan aktivitas-aktivitas serta pengembangan kapasitaskapasitas individual karena disediakannya kerangka otoritas yang dapat dimengerti dalam rangka mana aktivitas-aktivitas dijalankan.
•
Para eksekutif diberikan lebih banyak waktu untuk perencanaan serta penyusunan kebijaksanaan dengan pemberian jaminan kepada mereka bahwa semua detail pelaksanaan tidak perlu dirisaukan.
•
Disesuaikan dengan apa yang dinamakan prinsip-prinsip organisasi dengan kebutuhan-kebutuhan individual perusahaan.
2. Standar (Standard) Standar adalah suatu keadaan yang tidak mentoleransi terhadap apapun dari seluruh organisasi dan yang berhubungan yang merupakan suatu kendali terhadap kinerja yang telah dilakukan seorang pekerja (Kelner, 2004). Standar kerja dapat dianggap sebagai tantangan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, tapi jika standar bersifat tidak jelas dapat menimbulkan penilaian yang tidak adil karena ciri dan tingkat jasa yang terbuka untuk berprestasi.
43
Standar kerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur untuk mengadakan perbandingan antara yang diharpkan dengan yang telah dilakukan, dan dapat juga dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggung jawaban apa yang telah dilakukan (Sedarmayanti, 2001, p.51). 3. Fleksibilitas (Flexibility) Kemampuan penyesuaian diri individu dalam kelompok maupun organisasi sangat mempengaruhi iklim organisasi, terutama penyesuaian terhadap aturan yang telah terbentuk, kebijakan dalam organisasi maupun prosedur kerja yang telah ditetapkan. Fleksibilitas dapat juga berupa kemampuan individu dalam mengeluarkan pendapat maupun dalam menerima pendapat, fleksibilitas ini ditujuan apabila karyawan memiliki ide yang lebih baik mampu digunakan tidak hanya terikat pada aturan yang telah ditetapkan dalam suatu perusahaan, dan juga merupakan kesempatan karyawan untuk membuat keputusan, menyelesaikan masalah dengan pemikiran yang kreatif untuk improvement (Armstrong, 2004). Fleksibilitas mampu membantu karyawan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan komitmen pribadi, ketika kebutuhan bisnis bertemu dengan keobjektifan suatu pekerjaan, dan memaksimalisasi keuntungan dengan menurunkan resiko-resiko
44
4. Penghargaan (Reward) Penghargaan merupakan sebuah konsekuensi lingkungan sedikitnya oleh seorang individu dianggap sebagai hal yang menyenangkan/dikehendaki (Winardi, 2004, p.238). Penghargaan/imbalan yang diberikan harus mempengaruhi prilaku, karena jika suatu penghargaan tidak mampu untuk meningkatkan performance, maka penghargaan /imbalan tidaklah dapat disebut sebagai pendorong. Penghargaan/imbalan didapatkan berdasarkan umpan balik yang diberikan perusahaan terhadap hasil kerja / prestasi karyawan, dengan harapan perusahaan mendapatkan umpan balik dari karyawan tersebut dengan peningkatan kinerja. Yaitu sistem penghargaan / imbalan yang baik mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan diri karyawan dan mempertahankan orang-orang berbakat untuk tidak keluar. 5. Kejelasan Tugas (Clarity) Clarity yang dimaksudkan disini adalah kejelasan mengenai apa yang harus anggota organisasi lakukan berhubungan dengan pekerjaannya (Kelner,2004) seperti kejelasannya mengenai apa yang perusahaan harapkan dari pekerjaan karyawannya serta mengetahui aturan yang diterapkan sehubungan dengan tujuan perusahaan. Perusahaan dengan kejelasan tugas yang baik, sangat efektif dalam mengimplemtasikan strateginya, orang yang mengerti apa yang diinginkan dari dirinya, dan bagaimana menjalankan pekerjaannya, maka akan timbul komitmen
45
secara emosional dalam suatu organisasi dalam mengambil keputusan, dan mereka akan fokus terhadap apa yang menjadi prioritasnya. 6. Komitmen Tim (Team Commitment) Kelompok-kelompok bagi organisasi-organisasi dan para anggotanya. Mereka dapat memberikan sumbangan penting kepada pelaksanaan tugas ornanisatoris dan mereka dapat menimbulkan pengaruh kuat atas sikap kerja dan prilaku individual (Winardi, 2004, p.272). Semangat dalam berkelompok dapat dicirikan dengan kebanggaan terhadap organisasi tersebut dan juga memiliki kemauan dalam memberikan tenaganya ketika dibutuhkan dimana anggotanya bekerja untuk tujuan bersama. Tim-tim yang terbentuk harus dapat bertanggung jawab atas segala kegiatan dan hasil kinerja dalam bidang mereka masing masing. (Robbins dan Coulter, 1999, p.424) Interaksi antar sebuah elemen dari prilaku sosial. Kontak-kontak sosial dapat menimbulkan sentimen-sentimen, yang merupakan emosi-emosi, perasaan-perasaan, atau sikap yang berkaitan dengan hubungan yang ada atau dengan orang lain dengan siapa terjadi interaksi itu (Winardi, 2004, p.266). Semua kelompok kerja berkaitan satu dengan lain guna menciptakan perasaan totalitas tertentu bagi organisasi yang bersangkutan. Kita sering melihat bahwa dalam organisasi-organisasi tertentu, orang-orang makan bersama, mereka berkelompok bersama waktu istirahat, atau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan spontan pada pekerjaan mereka (Winardi, 2004, p.269).
46
Prilaku lain yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya sifat tepat waktu, memperlakukan para pelanggan dengan sikap hormat dan sikap bersedia membantu rekan-rekan sekerja. Kelompok-kelompok bermanfaat bagi organisasi-organisasi dari para anggotanya, mereka dapat memberikan sumbangan penting kepada pelaksanaan organisasi dan mereka dapat menimbulkan pengaruh kuat atas sikap kerja dan prilaku individual (Winardi, 2004, p.272). 2.1.3.2 Dimensi Iklim Organisasi Oleh karena iklim organisasi merupakan sesuatu yang abstrak, maka menjadi penting untuk melihat operasi – operasi dan variabel – variabel yang dapat digunakan untuk mendefinisikan iklim organisasi, untuk mendapatkan kesepakatan mengenai apa yang sebenarnya membentuknya. Field dan Abelson mengajukan beberapa dimensi iklim organisasi yaitu : a. Otonomi b. Struktur c. Penghargaan d. Konsiderasi e. Semangat kelompok Sedangkan Litwin dan Stringer bersama dengan Meyer juga mengajukan beberapa dimensi iklim organisasi yang berbeda,yaitu : a. Tanggung jawab b. Standard
47
c. Penghargaan d. Kejelasan organisasi e. Semangat kelompok dan keterikatan Sedangkan menurut Campbell, dimensi-dimensi iklim organisasi adalah sebagai berikut : a. Struktur Tugas
f. Keamanan versus resiko
b. Hubungan imbalan-hukum
g. Keterbukaan versus ketertutupan
c. Sentralisasi keputusan
h. Status dan Semangat
d. Tekanan pada prestasi
i. Pengakuan dan umpan balik
e. Tekanan pada latihan & pengembangan j. Kompetensi 2.1.3.3 Peranan Iklim Organisasi Secara garis besar dapat dikatakan bahwa iklim organisasi mempunyai hubungan dengan struktur organisasi, proses organisasi, kepuasan kerja, dan performansi organisasi. Melihat hubungan antara iklim organisasi dengan performansi organisasi, maka adanya perubahan performansi organisasi. Menurut Cunningham, apabila ditinjau dari tujuannya, maka performansi organisasi dapat dievaluasi melalui dua cara. Cara pertama adalah melalui penentuan seberapa jauh pencapaian tujuan. Jika organisasi berhasil mencapai tujuan, maka dapat dikatakan organisasi tersebut efektif.
48
Gambar 2.4 Hubungan antar struktur organisasi, proses organisasi, kepuasan kerja, dan performansi organisasi Sumber : Edgar H. Huse, Behavior in Organizations : A System Approaxh to Managing (Phillipines : Addison Wesley Publishing Company Inc., 1977), p.290.
Cara kedua adalah berdasarkan kriteria efisiensi, yaitu bagaimana organisasi mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Gerloff mengemukakan bahwa salah satu kriteria untuk mengukur efektivitas internal organisasi adalah melalui iklim organisasinya. Untuk memahami peranan iklim pada organisasi, Steers mengajukan beberapa faktor penentu dari hasil individu yang berhubungan dengan organisasi, seperti terlihat pada gambar 2.5. Struktur Organisasi merupakan hubungan yang relatif tetap sifatnya sehubungan dengan susunan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut; yang meliputi antara lain : luasnya desentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi
49
pekerjaan, dan sebagainya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi penstrukturan suatu organisasi, maka lingkungannya akan terasa makin kaku, dan tertutup.
Gambar 2.5 Sebagian model faktor penentu, Hasil individu yang berhubungan dengan efektivitas. Sumber : Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi, terj. Magdalena Jamin (Jakarta : Erlangga, 1985) p.125.
Teknologi kerja juga akan mempengaruhi iklim, dimana beberapa penelitian menemukan bahwa teknologi rutin cenderung menciptakan iklim yang berorientasi pada peraturan dan kaku, dengan tingkat kepercayaan dan kreativitas rendah. Lingkungan luar meliputi semua kekuatan yang timbul di luar batas – batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi. Peristiwa
50
atau faktor dari luar secara khusus berkaitan dengan para karyawan tentunya dapat besar pengaruhnya terhadap iklim. Karakteristik pekerja di sini mempengaruhi iklim dalam hal mana setiap individu pada dasarnya mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda – beda. Hal ini menyebabkan perilaku yang berbeda satu sama lain, walaupun mereka ditempatkan di satu lingkungan kerja yang sama. Variasi gaya, Kebijakan dan praktek Kepemimpinan dapat memperhatikan atau merintangi pencapaian tujuan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan praktek manajemen memberikan lebih banyak umpan balik, otonomi, dan identitas tugas pada bawahannya ternyata sangat membantu terciptanya iklim yang berorientasi pada prestasi, dimana para karyawan merasa lebih bertanggung jawab atas pencapaian sasaran organisasi. Ada kewajiban manajemen atas untuk menjamin bahwa struktur organisasi konsisten dengan dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Disamping itu juga merupakan tanggung jawab mereka untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas, sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejar sasaran organisasi. Berdasarkan beberapa hasil penelitian muncul gambaran bahwa iklim yang paling baik bagi produksi maupun kepuasan biasanya adalah iklim yang menekankan pada prestasi pekerja maupun pertimbangan pekerja; artinya apabila iklim merangsang motivasi dan prestasi serta meyediakan sarana bagi pemuasan berbagai
51
kebutuhan penting para pekerja, maka sumbangan iklim bagi prestasi dan kepuasan kerja dapat diharapkan cukup besar. 2.1.4
Kepuasan Kerja
2.1.4.1 Konsep Kepuasan Kerja Salah satu gejala yang paling meyakinkan dari rusaknya kodisi dalam suatu organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja karyawan. Dalam bentuknya yang lebih sinis gejala itu bersembunyi di belakang pemogokan liar, pelambanan kerja, magkir, dan pergantian pegawai. Gejala itu mungkin juga merupakan bagian dari keluhan, rendahnya pretasi, rendahnya kualitas produk, penerimaan yang dilakukan pegawai, masalah disipliner, dan berbagai kesulitan lain. Kerugian yang ditimbulkan oleh ketidakpuasan kerja mungkin bersifat astronomis. Sebaliknya, kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen prilaku yang efektif. Kepuasan Kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Apa sumber kepuasan kerja? Apabila pegawai bergabung dalam suatu organisasi, ia membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan., jadi
52
kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis, dan motivasi. Kepuasan kerja mewakili evalusi atau pengamatan seseorang terhadap pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka. Kepuasan tersebut bergantung pada tingkat ketidakpuasan dari orang yang mengharapkan apa yang diterima dari pengalaman kerja mereka. Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan yang menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian seorang karyawan terhadap seberapa puas atau tidak puasnya dia dengan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang diskret (terbedakan antara yang satu dengan yang lainnya). Kepuasan kerja adalah bagian kepuasan hidup. Sifat lingkungan seseorang di luar pekerjaan menpengaruhi perasaan di dalam pekerjaan. Demikian juga halnya, karena
pekerjaan
merupakan
bagian
penting
kehidupan,
kepuasan
kerja
mempengaruhi kepuasan hidup seseorang. Hasilnya, terdapat dampak bolak-balik (spillover effect) yang terjadi antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup. Ada dua pendekatan yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut: 1. Angka-nilai global tunggal (single global rating) Metode angka-nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu-individu untuk menjawab suatu pertanyaan. Misalnya “Bila semua hal dipertimbangkan,
53
seberapa puaskah Anda dengan pekerjaan Anda?” Kemudian responden hanya menjawab dengan melingkar atau menandai suatu bilangan antara 1 dan 5 yang berpadanan dengan jawaban dari “sangat memuaskan” sampai “tidak terpuaskan”. 2. Skor penjumlahan (summation score) yang tersusun atas sejumlah aspek kerja. Pendekatan ini lebih canggih jika dibandingkan dengan metode yang pertama. Metode ini mengenali unsur-unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenai tiap unsur. Faktor-faktor yang lazim yang akan dicakup adalah sifat dasar pekerjaan, penyeliaan, upah sekarang, kesempatan promosi, dan hubungan antara rekan sekerja. Faktor-faktor ini dinilai pada suatu skala baku dan kemudian dijumlahkan untuk menciptakan skor kepuasan kerja keseluruhan. Kepentingan para manajer pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada efeknya pada kinerja karyawan. Kepuasan kerja berkaitan dengan sejumlah variable yang memungkinkan para manajer untuk memperkirakan kelompok yang lebih cenderung mengalami masalah ketidakpuasan. a) Usia Ketika para karyawan makin bertambah lanjut usianya, mereka cenderung sedikit lebih puas dengan pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hal ini, seperti makin rendahnya harapan dan penyesuaian yang lebih baik dengan situasi kerja karena telah berpengalaman dengan situasi itu. Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda, cenderung kurang puas karena berpengharapan
54
lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan berbagai sebab lain. Memang ada pengecualian, tetapi kecenderungan umumnya adalah kepuasan kerja semakin besar dengan semakin bertambahnya usia. b) Tingkat pekerjaan Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk menggunakan kemampuan mereka sepenuhnya, oleh karena itu, mereka memiliki alasan yang baik untuk merasa lebih puas. c) Ukuran organisasi Ukuran organisasi seringkali berlawanan dengan kepuasan kerja. Istilah ukuran organisasi lebih mengacu pada ukuran unit operasional, seperti pabrik cabang, ketimbang pada perusahaan secara menyeluruh. Pada saat organisasi semakin membesar, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil tindakan perbaikan tunuk mengimbangi kecenderungan itu. Tanpa adanya tindakan perbaikan itu, organisasi besar cenderung kurang memperhatikan
aspek
manusia
dan
menganggu
proses
suportif.
Kecenderungan hubungan ukuran organisasi dengankepuasan kerja itu dapat diatasi dengan tindakan perbaikan untuk mempertahankan daya tanggap yang dimiliki perusahaan ketika masih berukuran kecil. Sekalipun demikian, tidak
55
selalu berarti bahwa perusahaan besar menghadapi masalah kepuasan kerja di kalangan para pegawainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu: 1. Kepuasan dan produktivitas Karyawan yang bahagia tidak selalu pekerja yang produktif. Pada level individual, bukti yang memberi kesan sebaiknya menjadi lebih akurat- bahwa produktivitas itu mungkin menimbulkan kepuasan. Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. 2. Kepuasan dan Kemangkiran Karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan tidak bekerja, faktor-faktor lain mempunyai dampak pada hubungan itu dan mengurangi koefisien relasi. 3. Kepuasan dan Tingkat masuk-keluarnya karyawan (Turn Over) Kepuasan juga dihubungan secara negatif dengan turnover karyawan, tetapi korelasi itu lebih kuat daripada yang kita temukan pada kemangkiran. Faktorfaktor lainnya seperti misalnya kondisi pasar kerja, pengharapan mengenai kesempatan kerja alternatif, dan panjangnya masa kerja dalam organisasi itu sebenarnya merupakan kendala yang penting pada keputusan untuk meninggalkan pekerjaan sekarang.
56
Karyawan yang bekerja dengan baik biasanya menerima kenaikan upah, pujian, pengakuan, kesempatan promosi yang ditingkatkan, dan seterusnya. Hal sebaiknya akan diterima oleh karyawan yang berkinerja buruk. Sedikit upaya dilakukan oleh organisasi untuk menahan mereka. Bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka agar keluar. Oleh karena itu, kita mengharapkan bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam mempengaruhi mereka yang kinerjanya buruk untuk tinggal daripada yang kinerjanya unggul. Tidak perduli tingkat kepuasan, yang terakhir lebih besar kemungkinannya untuk tetap dalam organisasi karena penerimaan pengakuan, pujian, dan ganjaran-ganjaran lain memberi mereka alasan untuk tinggal.
Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara misalnya daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka.
Berikut ini merupakan gambaran dimana karyawan yang merasa tidak puas yakni (Stephen P.Robbins, 2003, p 105) : a. Exit : Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti. Exit merupakan ketidakpuasan yagn diungkapkan lewat prilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi.
57
b. Suara (Voice) : Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh. Suara merupakan ketidakpuasan yagn diungkapkan dengan usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi. c. Kesetiaan (Loyalty) : Pasif tetapi optimis menuggu membaiknya kondisi. Mencakup
berbicara
membela
organisasi
menghadapi
kritik
luar
dan
mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang lebih tepat. Kesetiaan merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara pasif menunggu membaiknya kondisi. d. Pengabaian (Neglect) : Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat. Pengabaian merupakan ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk. Ketidak puasan karyawan tersebut biasanya dikenal dengan EVLN (exit-voice-loyaltyneglect) model. Prilaku exit dan pengabaian meliputi variabel-variabel kinerja kita seperti produktivitas,
kemangkiran,
dan
keluarnya
karyawan.
Tetapi
model
ini
mengembangkan respons karyawan yang melibatkan suara dan kesetiaan, prilakuprilaku konstruktif yang memungkinkan individu mentolerir situasi yang tidak menyenangkan atau menghidupkan kembali kondisi kerja yang memuaskan.
58
Sumber: C.Rusbult dan D.Lowery, “When Bureucrats Get the Blues,” Journal of Applied Social Psychology Vol 15 (1985) p.83. Dengan izin.
Gambar 2.6 Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja Karyawan yang puas tampaknya akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan jauh melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka. Lagi pula, karyawan yang puas mungkin menjadi lebih bangga melebihi tuntutan tugas karena mereka ingin membalas pengalaman positif mereka. 2.1.4.2 Dimesi-dimesi Kepuasan Kerja Dimensi-dimensi yang mempengaruhi adanya kepuasan kerja karyawan yaitu: 1. Tingkat Kepuasan Kerja 2. Kepuasan Kerja dan Prestasi Ada asumsi yang menyatakan bahwa kepuasan yang tinggi selamanya akan menimbulkan pretasi yang tinggi, tetapi asumsi tiu tidak selamanya benar. Karyawan yang puas boleh jadi adalah karyawan yang berproduksi tinggi, sedang,
59
atau rendah, dan mereka akan cenderung meneruskan tingkat prestasi yang menimbulkan kepuasan bagi mereka. Gambaran yang lebih akurat tentang hubungan itu adalah bahwa prestsi turut menyumbang timbulnya kepuasan kerja yang tinggi seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.7
Garis Hubugan antara Pretasi-Kepuasan-Upaya
Urutannya adalah pretasi yang lebih baik secara khas menimbulkan imbalan ekonomi, sosiologis, dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan itu dipandang pantas dan adil, maka timbul kepuasan kerja yang lebih besar karena pegawai merasa bahwa mereka menerima imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya, apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat pretasinya, cenderung timbul ketidakpuasan. Dalam hal apa pun, tingkat kepuasan seseorang dapat menimbulkan keikatan lebih besar atau dapat pula menimbulkan keikatan lebih kecil yang kemudian mempengaruhi upaya dan akhirnya prestasi. Akibatnya adalah terdapatnya garis hubungan yang terus-menerus antara pretsikepuasan upaya.
60
3. Pergantian Pegawai (Turnover) Kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu proporsi pegawai yang meninggalkan organisasi. Pera pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan dengan majikan mereka. Sedangkan untuk para pegawai yang kurang puas biasanya akan menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi. Pergantian pegawai cukup merugikan baik secara langsung maupun secara tidak langsung bagi organisasi untuk mengganti karyawan. Para pegawai yang tetap tinggal mungkin akan merasa tidak puas karena harus berpisah dengan rekan kerja yang bernilai dan timbulnya gangguan pada pola social yang telah dibina selama ini. 4. Kemangkiran (Absences) Para pegawai yang kurang puas cenderung sering mangkir. Pegawai yang tidak puas tidak harus menrencanakan untuk mangkir, tetapi mereka merasa lebih mudah bereaksi terhadap kesempatan untuk melakukan itu. Semua kemangkiran yagn tidak sahih itu dapat dikurangi dengan menyediakan berbagai insentif yang mendorong pegawai masuk kerja. 5. Pencurian Meskipun banyak sebab yang mendorong pegawai melakukan perbuatan ini, beberapa pegawai mencuri karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil. Menurut pegawai, tindakan itu dapat dibenarkan sebagai cara membalas perlakuan tidak sehat yang mereka terima dari penyelia.
61
Pengendalian yang lebih ketat dan ancaman hukuman tidak selamanya dapat menanggulangi masalah ini, karena hanya diarahkan pada gejalanya dan bukan pada sebab yang mendasar seperti besarnya ketidakpuasan.
2.2
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran
menurut Uma Sekaran dalam bukunya Business
Research (1992), mengemukakan bahwa kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dikelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam peneltian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka pemikiran. Organisasi merupakan suatu kesatuan yang kompleks dimana tempat berkumpulnya orang-orang dan berusaha untuk mengalokasikan sumberdaya yang ada demi pencapaian suatu tujuan. Bentuk organisasi yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda dan memiliki suatu karakteristik dari organisasi itu. Budaya organisasi merupakan suatu kebiasaan yang dibentuk oleh suatu organisasi kemudian dijadikan sebagai suatu standar dari organisasi tersebut. Budaya
62
organisasi juga merupakan suatu ciri khas yang tidak mungkin diikuti sepenuhnya oleh organisasi-organisasi lainnya. Adapun variabel-variabel yang dimiliki oleh budaya organisasi adalah cerita mengenai organisasi itu sendiri, ritual, lambang dan bahasa yang digunakan. Keseluruhan variabel-variabel tersebut saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya. Itu juga merupakan satu-kesatuan sehingga terbentuk suatu budaya organisasi. Budaya organisasi ini dikaitkan terhadap kepuasan kerja dari karyawan. Karyawan yang merasa puas bekerja dalam suatu perusahaan , secara tidak sadar maupun sadar akan melakukan adat-adat/budaya yang dilakukan organisasi dalam suatu perusahaan. Iklim organisasi adalah lingkungan manusia di dalam mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Iklim dalam suatu organisasi tidak dapat dilihat secara nyata namun dapat dirasakan keberadaannya. Iklim organisasi memiliki variabel-variabel yaitu kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, dan penetapan tujuan. Iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para pegawai mengharapkan imbalan, kepuasan , frustasi atas dasar persepsi ereka terhadap iklim organisasi. Paradigma penelitian yang digunakan adalah paradigma ganda dengan dua variabel independent. Variabel-variabel independent yang dimaksud adalah budaya organisasi sebagai X1 dan iklim organisasi terhadap X2. Kedua variabel independent tersebut mempengaruhi variabel dependent yaitu kepuasan kerja karyawan. Dibawah
63
ini merupakan kerangka pemikiran yang akan dilakukan pada penilitian ini adalah sebagai berikut :
2.3
Hipotesis Hipotesis dalam bentuk statistik adalah sebagai berikut : H0 : Adanya pengaruh budaya organisasi dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT.Suryagita Nusaraya. H1 : Tidak Adanya pengaruh budaya organisasi dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT.Suryagita Nusaraya.
Sedangkan untuk hipotesis penelitiannya yaitu : “Ada pengaruh budaya organisasi dan iklim organisasi yang tinggi/rendah dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT.Suryagita Nusaraya.”