Bab 2 LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Pustaka Pada Bab 2 ini peneliti akan membahas tentang teori-teori dan studi pustaka yang dipakai dalam penelitian ini seperti: 2.1.1. Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur (mengelola). Manajemen termasuk kelompok ilmu sosial dan proses, karena di manajemen terdapat adanya kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, misalkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Kegiatan itu satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan atau dengan kata lain saling terkait, sehingga akan membentuk suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu manajemen disebut sistem. Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan perusahaan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan, visi dan misi perusahaan. Untuk dapat mewujudkan itu semua perlu dilakukan proses pengaturan semua unsurunsur manajemen yang terdiri dari man, money, method, materials, machines dan market (6M). Berikut beberapa pengertian manajemen menurut beberapa ahli : 1. Menurut Hasibuan (2007) Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya seacara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Menurut Stoner (2006)
7
8
Manajemen adalah suatu proses perancanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Menurut Taylor (1856-1915) Manajemen adalah suatu percobaan yang sungguh-sungguh untuk menghadapi setiap persoalan yang timbul dalam pimpinan perusahaan (dan organisasi lain) atau setiap sistem kerjasama manusia dengan sikap dan jiwa seorang sarjana dan dengan menggunakan alat-alat perumusan. 4. Menurut Griffin (2003) Manajemen
sebagai
sebuah
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya. Pada umumnya ada empat fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal. Berikut penjelasan arti definisi atau pengertian masing-masing fungsi manajemen: 1. Fungsi Perencanaan (Planning) Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut. 2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
9
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan. 3. Fungsi Pengarahan (Directing / Leading) Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya. 4. Fungsi Pengendalian (Controling) Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu fungsi penting untuk dapat mengarahkan anggota organisasi sesuai dengan tujuan organisasi. 2.1.2. Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh individu dapat digunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan (goal) menjadi maksimal. Beberapa definisi mengenai sumber daya manusia menurut ahli: 1. Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan” (2009), Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran keuangan, maupun kepegawaian. 2. Menurut Edwin B. Flippo (dalam Suwanto dan Priansa 2011) menyatakan bahwa, “Personal management is the planning, organizing, directing, and controlling
of
procurement,
development,
compensation,
integration,
10
maintenance, and separation of human resources to the and that individual, organizational, and societal objectives are accomplished”. Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan individu, karyawan dan masyarakat. 3. Menurut Ike Kusdyah Rachmawati (2008), sumber daya manusia kini makin berperan besar bagi kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran, strategi, inovasi, dan mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang paling vital bagi organisasi. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.1.2.1. Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia: 1. Recruitment Rekrutmen merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutup kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian (Simamora, 2001). Menurut Andrew (dalam Mangkunegara, 2005), rekrutmen adalah tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai untuk tujuan organisasi. Menurut Noe at. all (2000) rekrutmen didefinisikan sebagai pelaksanaan atau aktifitas organisasi awal dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mencari tenaga kerja yang potensial.
11
Jadi rekrutmen adalah proses untuk mencari karyawan yang memiliki keahlian, motivasi, dan pengetahuan yang dibutuhkan perusahaan. Dalam proses rekrutmen ini perusahaan akan menerima pelamar-pelamar yang melamar di perusahaan mereka sebanyak mungkin, karena dengan begitu mereka atau pihak perusahaan akan memiliki banyak pilihan agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan supaya mereka dapat menyaring calon karyawan yang bermutu handal.
2. Selection Sesudah melakukan rekrutmen tahap kedua adalah melakukan seleksi. Seleksi menurut para ahli: a. Menurut Sirait (2006), seleksi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk dapat mengambil keputusan tentang siapa-siapa dari calon pegawai yang paling tepat (memenuhi syarat) untuk bisa diterima menjadi pegawai dan siapa-siapa yang seharusnya ditolak. b. Menurut Simamora (2004), adalah proses pemilihan dari sekelompok pelamar, orang atau orang-orang yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada pada saat ini yang dilakukan oleh perusahaan. c. Menurut Siagaan (2006),seleksi adalah proses yang terdiri dari berbagai spesifikasi, yang diambil untuk memutuskan pelamar mana yang akan diterima atau pelamar mana yang akan ditolak.
12
d. Menurut Casio (1992) yang dialihbahasakan oleh Amrwansyah dan Muharam (2000), seleksi adalah proses identifikasi dan pemilihan orangorang dari kelompok pelamar yang paling cocok dan paling memenuhi syarat untuk jabatan dan posisi tertentu. Dapat disimpulkan definisi seleksi dari para ahli di atas adalah sebuah proses untuk memilih pelamar atau calon karyawan mana yang paling memenuhi syarat untuk posisi jabatan tertentu di perusahaan itu. teknik seleksi yang biasa dilakukan di perusahaan seperti: a. Interview b. Tes psikologi c. Tes mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan d. Biodata e. Referensi 3. Training And Developing Tahap ketiga ini terjadi bila calon karyawan sudah diterima untuk bekerja di perusahaan. Training dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk melatih karyawan dan membiasakan karyawan baru tesebut dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dalam proses tersebut karyawan baru akan diberikan baik itu materi teori maupun praktek kerja lapangan (Bohlander dan Snell 2010). 4. Performance Appraisal Proses ini haruslah dibantu dan didukung dengan kemampuan dan keahlian karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi terhadap
13
pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai target atau bekerja melebihi batas kemampuan dan standarisasi perusahaan maka karyawan tersebut berhak atas suatu penghargaan yang didasarkan kepada kinerja atau performance appraisal. 5. Compensation Management Tahap terakhir adalah proses pemberian kompensasi bagi karyawan di dalam perusahaan. Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dapat bersifat financial berupa uang dan non-financial bukan berupa uang tetapi tantangan dalam pekerjaan yang mereka lakukan. 2.1.2.2. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Agar manajemen sumber daya manusia lebih diperhatikan, kita lihat peranannya menurut Hasibuan (2007) yang mengatakan bahwa peranan manajemen sumber daya manusia adalah mengatur dan menetapkan kepegawaian yang mencakup masalah: 1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement dan job evaluation. 2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the right man on the right place and the right job. 3. Menetapkan
program
kesejahteraan,
pengembangan,
promosi
dan
pemberhentian. 4. Meramalkan kesadaran perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan kita pada khususnya. 5. Memperkirakan kesadaran perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan kita pada khususnya. 6. Memonitor dengan cerdas undang-undang perburuan dan kebijakan pemberian balas jasa perusahaan pada khususnya. 7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
14
8. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penilaian prestasi kerja. 9. Mengatur mutasi karyawan baik vertical maupun horizontal. 10. Mengatur pensiun, pemberhentian dan pesangonnya. 2.1.3. Person-Organization Fit (P-O fit) Person organization Fit secara umum didefinisikan sebagai kesesuaian antara nilainilai organisasi dengan nilai-nilai individu. Sementara Donald dan Pandey (dalam Astuti,
2010)
mendefinisikan
Person-Organization
Fit
adalah
adanya
kesesuaian/kecocokan antara individu dengan organisasi, ketika: 1. Setidak-tidaknya ada kesungguhan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain, atau 2. Mereka memiliki karakteristik dasar yang serupa. Dalam
melakukan
perekrutan
karyawan,
perusahaan
sering
menggunakan
pendekatan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang ditawarkan (Person-Job Fit). Kristof dalam Astuti (2010) berpendapat bahwa pendekatan Person-Job Fit ini kurang baik dalam proses seleksi karyawan, mereka berpendapat bahwa efektivitas organisasi tidak hanya didukung oleh kesuksesan tugas pekerjaan karyawan saja tetapi perlu memperhatikan perilaku karyawan secara luas. Beberapa peneliti berpendapat bahwa individu dan organisasi saling tertarik manakala terdapat kesesuaian (compatibility) antara satu dengan yang lain, hal ini sangat berpengaruh terhadap organisasi dalam merekrut karyawan dan juga sikap karyawan untuk memilih pekerjaan tersebut. Beberapa bukti empiris mendukung pernyataan ini (Astuti, 2010). Perilaku individu adalah sebuah fungsi dari atribut-atribut personal dan situasional yang saling berinteraksi, perspektif interaksi ini meningkatkan pemahaman terhadap sikap karyawan dan tujuan mereka dalam organisasi, karena interaksi individu dengan organisasi secara bersama-sama akan mempengaruhi perilaku. Berdasarkan dari pengertian Person-Organization Fit tersebut, maka para peneliti menggunakan kesesuaian nilai-nilai sebagai operasional dari Person-Organization Fit
15
karena (1) nilai-nilai adalah fundamental dan mempertahankan karakteristik dari individual dan organisasi (Astuti, 2010) dan (2) nilai-nilai meramalkan sejumlah outcomes individu yang meliputi kepuasan dan perilaku yang bertujuan (Astuti, 2010). Menurut Kristof dalam Astuti (2010), Person-Organization Fit
dapat diartikan
dalam empat konsep yaitu: 1. Kesesuaian nilai (Value Congruence) kesesuaian antara nilai instrinsik individu dengan organisasi (Sekiguchi, 2004). 2. Kesesuaian tujuan (Goal Congruence) kesesuaian antara tujuan individu dengan organisasi dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan sekerja (Sekiguchi, 2004). 3. Pemenuhan kebutuhan karyawan (Employee need fulfillment) kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan karyawan dan kekuatan yang terdapat dalam lingkungan kerja dengan sistem dan struktur organisasi (Cable & Judge, 1994; Turban & Keon, 1994) 4. Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian (Culture Personality Congruence) kesesuaian antara kepribadian (non nilai) dari setiap individu dan iklim atau kultur organisasi (Bowen, Ledrof & Nathan, 1991).
Gambar 2.1 Model Variabel Person Organization Fit
16
Sumber : Sekiguchi, 2004 Sedangkan menurut Autry & Daugherty (2003) dimensionalitas dari PersonOrganization Fit adalah adanya kesesuaian dengan tujuan perusahaan, kesesuaian dengan rekan kerja, dan kesesuaian dengan supervisor, berikut ini Tabel 2.1 tentang dimensi Person-Organization Fit dari Autry & Daugherty (2003).
Tabel 2.1 Dimensi-Dimensi Person-Organization Fit dari Autry & Daugherty (2003).
Elemen –Elemen Organisasi Komponen Sikap Individual
Kebijakan dan Prosedur Perusahaan
Supervisor atau Manager
Rekan Kerja
Cognition
Kesesuaian Cognitive Perusahaan
Kesesuaian Cognitive Supervisor
Kesesuaian Cognitive rekan kerja
Affect
Kesesuaian Affective Perusahaan
Kesesuaian Affective Supervisor
Kesesuaian Affective rekan kerja
Sumber : Aurty, C. W., and Daugherty P. J., 2003 2.1.3.1. Kriteria dan Alat Untuk Menilai Person-organization fit Teknik yang dapat digunakan untuk menilai person-organization fit harus memenuhi kriteria komprehensif, memiliki ukuran yang seimbang dalam mengukur individu dan organisasi, bebas dari kesalahan sistematik dan unsistematik, serta mendukung pengembangan teori (Karl-en dan Graves, 1994). Adapun teknik yang dapat digunakan tersebut meliputi: 1. Wawancara (Interview) Kesesuaian antara individu dan organisasi pada dasarnya dapat dinilai dari wawancara. Bentuk wawancara yang bisa digunakan adalah wawancara yang
17
tidak
terstruktur
dan
wawancara
terstruktur
(Rahmiati,2007).
Namun
penggunaan teknik wawancara, yang tidak terstruktur memiliki berbagai kelemahan, antara lain: a. Wawancara tidak terstruktur tidak bisa menjadi sebuah ukuran yang komperhensif terhadap individu dan organisasi, hal ini dikarenakan pewawancara sulit untuk mengetahui nilai dan keinginan pelamar yang relevan, serta apa diinginkan oleh organisasi dalam konteks lingkungan yang lebih luas, sehingga sering menggunakan feeling untuk menentukan orang yang cocok dengan organisasi (Rahmiati, 2007). b. Pewawancara memandang diri mereka sebagai anggota organisasi yang sukses, sehingga mengasumsikan para pelamar-yang sama dengan mereka akan memiliki nilai-nilai yang diperlukan untuk kesuksesan organisasi (Rahmiati, 2007). c. Kemungkinan
terdapatnya
kesalahan
sistematik
karena
pelamar
menggunakan taktik-taktik tertentu untuk menciptakan kesan positif bagi manajemen (Rahmiati, 2007). d. Kebebasan menciptakan
untuk
menentukan
ketidakkonsistenan
rancangan baik
dan
didalam
alur
wawancara
maupun
antar
pewawancara, sehingga mengurangi reliabilitas penilaian (Rahmiati, 2007). Untuk menghindari masalah di atas lebih dianjurkan pewawancara menggunakan wawancara terstruktur karena dengan begitu pewawancara dapat mengetahui dengan pasti informasi apa saja yang ingin diperoleh. Teknik-teknik untuk menghilangkan kesalahan sistematik yang disebabkan oleh kebohongan dan tanggapan yang diberikan yaitu: 2. Pengukuran karakteristik kepribadian (Personality Measures) Sebelum menggunakan ukuran ini untuk menilai kesesuaian individu dan organsasi terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap lingkungan organisasi, kemudian baru dilakukan identifikasi terhadap karakteristik pribadi yang
18
berkaitan dengan kesuksesan (Rahmiati,2007). Namun penggunaan karakteristik pribadi sebagai ukuran tidak memenuhi kriteria ukuran yang seimbang, dan agar bebas dari kesalahan sistematik, reliabilitas skala kepribadian tergantung pada jumlah skala yang tersedia (Rahmiati, 2007). 3. Skala pemaksaan pilihan (Force-choice scales) Penggunaan teknik ini dilakukan dengan mengembangkan sekumpulan pernyataan yang mungkin mencerminkan karakteristik organisasi, kemudian sejumlah sampel dari anggota organisasi menentukan setiap pernyataan yang diinginkan dan merupakan ciri dari organisasi yang bersangkutan, lalu item skala dibangun berdasarkan pemyataan tersebut (Rahmiati, 2007). Biasanya setiap item skala terdiri dari empat pernyataan yang sama-sama baik, tetapi dua dari pemyataan tersebut mencerminkan karakteristik organisasi dan dua lainnya tidak Rahmiati, 2007). Pelamar di instruksikan untuk memilih dua item yang paling diinginkan dalam sebuah situasi kerja,tingkat kesesuaian individu dan organisasi dinilai berdasarkan pilihan pelamar terhadap karakteristik yang berhubungan dengan organisasi (Rahmiati, 2007). 4. Metode Q (Q Methodology) Metode ini dilakukan dengan mengembangkan sekumpulan pernyataan yang menggambarkan profil lingkungan organisasi, kemudian sejumlah karyawan sebagai sampel diminta untuk memilah-milah penyataan tersebut berdasarkan suatu tingkat yang menggambarkan karakteristik mereka terhadap organisasi (Rahmiati, 2007). Profil lingkungan organisasi dikembangkan berdasarkan respon dari sampel pekerja yang dipilih tersebut, selanjutnya pelamar kerja diminta untuk menyortir item-item penyataan berdasarkan apa yang diinginkan (Rahmiati,2007). Korelasi antara respon pelamar dan profil organisasi dianggap sebagai sebuah ukuran kesesuaian antara individu dan organsasi (Rahmiati, 2007). 2.1.3.2. Petunjuk Praktis Untuk Mencapai Kesesuaian Orang Dengan Organisasi Handler (2004) memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesesuaian orang dengan organisasi (person-organization fit), yaitu:
19
1. Membangun kesesuaian di dalam setiap jenis pekerjaan. Untuk mencapai kecocokan antara orang dengan organisasi sangatlah sulit apalagi kesesuaian dalam hal pekerjaan. Adanya perbedaan pendapat mungkin dapat menimbulkan keretakan hubungan antara rekan kerja karena adanya perbedaan nilai dari orang atau rekan sekerja. Maka dari itu nilai organisasi perlu dipahami dan disampaikan dalam seleksi awal. 2. Gunakan data person-organization fit untuk melengkapi data person-job fit. Sebelum menempatkan orang pada pekerjaan yang sesuai pertama yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian orang itu berada di organisasi terlebih dahulu. Jadi bisa dilihat apakah karakteristik dan nilai individu orang tersebut sudah cocok dengan organisasi tersebut atau tidak, bila nilai dan karakteristik individu orang tersebut sudah cocok atau sesuai dengan organisasi maka setelah itu baru mencari person-job fit nya. Karena bila data Person-Organization Fit tidak digunakan maka perusahaan tidak akan mengetahui apakah orang tersebut cocok berada di dalam organisasi atau tidak. 3. Gunakan kesesuaian untuk mengoptimalkan kelompok-kelompok dalam organisasi pada saat membuat penugasan internal. Salah satu manfaat dari data person-organization fit adalah dapat membantu organisasi dalam menentukan individu yang tepat untuk sebuah penugasan internal. Daftar nilai-nilai yang dikumpulkan selama proses hiring dapat digunakan untuk membantu memastikan bahwa seorang pekerja tidak ditugaskan pada sebuah kelompok kerja yang memiliki budaya yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang mereka miliki. Bentuk evaluasi seperti ini bisa memberikan pengaruh yang kuat terhadap produktifitas kelompok kerja dalam organisasi (Rahmiati, 2007). 4. Pelajari pengaruh dari person-organization fit. Organisasi harus mengumpulkan beberapa data yang memperlihatkan dampak dari kesesuaian yang dihasilkan. Organisasi menggunakan model personorganization fit dalam proses hiring dikarenakan manfaat yang diharapkan baik yang terlihat, seperti berkurangnya turnover maupun yang tidak terlihat seperti meningkatnya komitmen terhadap organisasi dan misinya (Rahmiati 2007). 2.1.3.3. Manfaat dan Masalah Potensial dari Model Hiring Person–organization fit
20
Bowen, Ledford, & Nathan (1991) dalam Afrianty terdapat manfaat potensial yang diperoleh dengan menerapkan hiring for person-organization, yaitu: a. Pekerja memiliki sikap yang baik b. Perilaku individu yang lebih baik c. Memperkuat desain organisasi Schneider menyatakan hiring terhadap individu dengan nilai-nilai yang sama akan memunculkan masalah bagi budaya organization karena homogenitas nilai-nilai pekerja bisa menimbulkan disfungsi organisasi dan balikan mengarah pada kehancuran. Sementara itu Karen dan Graves (1994) juga menyebutkan beberapa konsekuensi lain yang timbul dari penggunaan kriteria seleksi berdasarkan atas kesesuaian antara pelamar dengan organisasi yaitu: 1. Akan menciptakan organisasi yang terlalu homogen. Tingkat homogenitas yang tinggi mungkin mengurangi kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan (Karen dan Graves, 1994). 2. Cenderung merugikan anggota dari kelompok minoritas. Hal ini terutama terjadi jika penilaian dilakukan dengan menggunakan wawancara yang tidak terstruktur sehingga anggota kelompok minoritas yang tidak sama secara demografi dengan pewawancara akan dianggap memiliki tingkat kesesuaian yang rendah (Karen dan Graves, 1994). 3. Ukuran kesesuaian antara pelamar dan organisasi mungkin akan usang bila organisasi tersebut mengalami perubahan. Karena itu organisasi harus dipersiapkan untuk memodifikasi ukuran kesesuaiannya (Karen dan Graves, 1994) 2.1.4. Job Satisfaction (Kepuasan Kerja) Kepuasan kerja dirasakan semakin penting dalam setiap lingkup organisasi. Kepuasan kerja memiliki pengaruh cukup besar terhadap produktivitas organisasi karena secara langsung atau tidak langsung, kepuasan kerja dapat meningkatkan / menurunkan semangat dan motivasi karyawan.
21
Hasibuan (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Menurut Robbins (2003) dalam Wibowo (2007), kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antar jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Menurut Handoko dalam Soedjono (2005), kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaanya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Menurut Lyoyd Byars dan Rue (2006), kepuasan kerja adalah gambaran umum sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Ada 5 unsur utama dalam kepuasan kerja yaitu : 1. Sikap terhadap kelompok kerja 2. Kondisi kerja sehari-hari 3. Sikap terhadap perusahaan 4. Keuntungan moneter 5. Sikap terhadap manajemen Selain itu unsur lainnya adalah pola pikir karyawan terhadap pekerjaannya dan kehidupan sehari-hari, sikap karyawan terhadap pekerjaan, kesehatan, umur, tingkat aspirasi, status sosial, dan kegiatan sosial politik dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang dirasakan oleh seseorang terhadap hasil yang telah dia rasakan
dalam
melakukan
pekerjaan
yang
menyenangkan
menyenangkan. 2.1.4.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
atau
yang
tidak
22
Kepuasan kerja bagi karyawan sanagt diperlukan karena kepuasan kerja karyawan akan meningkatkan produktivitas. Adanya ketidakpuasan pada karyawan dalam bekerja akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan itu sendiri. Menurut Luthans (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri (The work itself) Kepuasan terhadap kepuasan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Atasan (Supervisor) Atasan yang senantiasa memberiakn perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja kepemimpinan yang kosisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan positif. 3. Teman sekerja (Co-worker) Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan social terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota
23
tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. 4. Promosi (Promotion) Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. 5. Gaji (Pay) Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (sandang, pangan, dan papan), uang dapat merupakan simbol,dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan. 6. Kondisi kerja (working conditions) Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja. Robbins (2003), mengemukakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Pada gambar 2.2 menunjukan empat respon yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan 2 dimensi:
24
Gambar 2.2 Respon-respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Sumber: Robbins (2008) Respon-respon tersebut didefinisikan seperti berikut: 1. Exit (Keluar) : perilaku ketidakpuasan yang ditunjukan untuk meniggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Voice (Aspirasi) : secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat kerja. 3. Loyaty (Kesetiaan) : secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Neglect (Pengabaian) : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan. Jadi ketika karyawan tersebut merasa puas dengan pekerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan memeberikan suatu timbal balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau komitmen terhadap organisasi atau perusahaan dimana dia bekerja. Sedangkan ketika karyawan tidak merasa puas maka karyawan cenderung berlakukan sebaliknya dari ketika merasa puas dengan pekerjaannya tersebut. 2.1.4.2. Pengukuran Kepuasan Kerja
25
Indikator kepuasan kerja karyawan penting untuk diketahui oleh setiap perusahaan karena dengan pengetahuan tentang indikasi dari kepuasan kerja karyawan, maka akan dapat mengetahui sebab dari turunnya kepuasan kerja. Menurut Robins (2003), kepuasan kerja dapat diukur melalui indikator-indikator dari variabel bergantung dalam perilaku organisasi, yaitu : 1. Productivity (Produktivitas) Merupakan ukuran kerja yang mencakup efektifitas dan efisiensi. Suatu organisasi dapat dikatan produktif jika organisasi itu mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan merubah masukan menjadi keluaran biaya rendah. 2. Absenteeism (Kemangkiran) Yaitu mengenai ketidakhadiran karyawan pada hari kerja tanpa adanya penjelasan atau laporan. 3. Labor Turn Over (Tingkat keluar masuknya karyawan) Yaitu tingkat keluar masuknya karyawan dari dan keperusahaan secara permanen baik yang dilakukan secara sukarela ataupun tidak dari perusahaan.
2.1.4.3. Meningkatkan Kepuasan Kerja Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya berdasarkan Greenberg dan Baron (2003:159) : 1. Make Jobs Fun Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetap ada beberapa cara untuk menyuntikkan beberapa level keasikan ke dalam hampir setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu orang ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan bulletin. 2. Pay People Fairly
26
Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat. 3. Match People To Jobs That Fit Their Interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut. 4. Avoid Boring Repetitive Jobs Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka. 2.1.5. Turnover Intentions Menurut Harninda (1999): “Turnover Intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa Turnover Intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002) menyatakan: “Turnover Intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya Turnover Intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.” Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa Turnover Intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Toly (2001), menyatakan: “Tingkat keinginan berpindah yang tinggi para staf akuntan telah menimbulkan biaya potensial untuk Kantor Akuntan Publik (KAP).” Pendapat ini menunjukkan bahwa Turnover Intentions merupakan bentuk keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain.
27
Handoko (2000) menyatakan: “Perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar.” Di lain pihak, dalam banyak kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan Turnover Intentions. Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang Dalam arti luas, “Turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan” (Ronodipuro dan Husnan, 1995). Menurut Harnoto (2002): “Turnover Intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: 1. Absensi Yang Meningkat Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Mulai Malas Bekerja Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3. Peningkatan Terhadap Pelanggaran Tatatertib Kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan
28
lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan Protes Terhadap Atasan Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku Positif Yang Sangat Berbeda Dari Biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. Terdapat unsur-unsur seperti niat berhenti atau menarik diri dan niat atau maksud pindah keperusahan lain. Unsur-unsur tersebut dijadikan indikator dalam menilai atau mengukur turnover intention. Ada 2 (dua) macam model penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) mencerminkan rencana individu untuk meninggalkan organisasi baik secara temporer maupun permanen, yaitu: 1. Penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawal), biasa disebut mengurangi waktu dalam bekerja atau melakukan penarikan diri secara sementara. Hanisch dan Hulin, 1985 (dalam Mueller, 2003) menyebutkan bahwa karyawan yang merasa tidak puas dalam bekerja akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja, menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara psikologi dari pekerjaan yang dihadapi.
29
2. Alternatif mencari pekerjaan baru (search for alternatives), biasanya karyawan benar-benar ingin meninggalkan pekerjaannya secara permanen. Dapat dilakukan dengan proses pencarian kerja baru, sebagai variabel antara pemikiran untuk berhenti bekerja atau keputusan actual untuk meninggalkan pekerjaan (Hom & Griffeth, dalam Mueller, 2003). Mobbley et.All, 1987 (dalam Yatna Nayaputera, 2011) merumuskan tahapan-tahapan kognitif yang dialami individu sebelum meninggalkan pekerjaannya, yaitu: 1. Pikir-pikir untuk berhenti dari pekerjaan 2. Berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain 3. Berniat untuk meninggalkan pekerjaan, seperti yang dijelaskan gambar berikut:
Gambar 2.3 Tahapan-Tahapan Kognitif Sumber: Mobley et.al ,1978 (dalam Yatna Nayaputera, 2011) 2.1.5.1. Pengukuran Turnover Beberapa cara pengukuran tingkat Turnover menurut Mowdey dkk (dalam Sunarso, 2000) adalah sebagai berikut : 1. Rata-Rata Masa Kerja
30
Jumlah masa kerja tiap karyawan dibagi jumlah karyawan. 2. Tingkat Pertambahan Jumlah karyawan baru pada satu periode dibagi rata-rata jumlah karyawan pada periode tersebut. 3. Tingkat Pemisahan Diri Jumlah karyawan yang memisahkan diri dari perusahaan untuk satu periode dibagi rata-rata karyawan pada periode tersebut. 4. Tingkat Stabilitas Jumlah karyawan yang tetap menjadi anggota yang tetap menjadi anggota perusahaan itu dari awal hingga akhir satu periode dibagi jumlah karyawan pada awal periode tersebut. 5. Tingkat Ketidakstabilan Banyaknya karyawan yang keluar dari perusahaan itu dari awal hingga satu periode dibagi jumlah karyawan pada awal periode tersebut. 6. Tingkat Ketahanan Jumlah karyawan baru yang tetap menjadi karyawan dalam satu periode dibagi jumlah karyawan baru. 7. Tingkat Kehilangan Jumlah karyawan baru yang keluar dalam satu periode dibagi jumlah karyawan baru. Formulasi yang paling sering digunakan menurut Mobley dan Seashore, dkk (1986) adalah rumus pengukuran karyawan sebagai berikut :
LSP = (P/J) x 100
Keterangan :
31
LSP
Laju seluruh pergantian karyawan
P
Jumlah keseluruhan pengunduran diri pada jarak yang berbeda, misalnya bulan dan tahun
J
Jumlah rata-rata karyawan dalam daftar gaji yang telah ditelaah
2.1.5.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Turnover Menurut Yatna Nayaputera (2011) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover asling berkait satu sama lain dan cukup kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut adalah: 1.
Usia
2.
Lama bekerja
3.
Tingkat pendidikan dan intellegensi
4.
Keikatan terhadap perusahaan
5.
Kepuasan kerja
6.
Budaya perusahaan
2.1.5.3. Jenis-jenis Turnover Turnover atau tingkat keluar masuk karyawan merupakan proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Banyak organisasi menemukan bahwa turnover merupakan masalah yang merugikan. Jenis turnover menurut mathis dan Jackson (2006): 1.
Turnover secara tidak sukarela dan turnover secara sukarela a. Turnover secara tidak sukarela Pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja. Turnover secara tidak sukarela dipicu oleh kebijakan organisasional, peraturan kerja, dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan.
b. Turnover secara sukarela
32
Karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri. Turnover secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karir, gaji, pengawasan, geografi dan alas an pribadi/keluarga 2.
Turnover fungsional dan turnover disfungsional a. Turnover fungsional Karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah, individu yang kurang dapat diandalkan, atau mereka yang mengganggu rekan kerja dapat meninggalkan organisasi dikarenakan persyaratan yang tidak memenuhi standar kualitas perusahaan. b. Turnover disfungsional Karyawan penting dan memiliki kinerja tinggi meninggalkan organisasi pada saat yang genting.
3.
Turnover yang tidak dapat dikendalikan dan turnover yang dapat dikendalikan a. Turnover yang tidak dapat dikendalikan Muncul karena alasan diluar pengaruh pemberi kerja. Banyak alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi, contohnya sebagai berikut: •
Karyawan pindah dari daerah geografis
•
Karyawan memutuskan untuk tinggal di daerah karena alasan keluarga
•
Suami/istri dipindahkan
•
Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi
b. Turnover yang dapat dikendalikan Muncul karena faktor yang dapat dipengaruhi oleh pemberi kerja. Dalam turnover yang dapat dikendalikan, organisasi lebih mampu memelihara karyawan apabila mereka menangani persoalan karyawan yang dapat menimbulkan turnover.
2.1.5.4. Manfaat Turnover
33
Menurut (William and hazer (1986) dalam yatna nayaputra (2011)) turnover telah lama menjadi area penelitian penting dari beberapa disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, ekonomi dan perilaku organisasi. Biasanya turnover dipandang sebagai suatu masalah dalam organisasi, namun pandangan ini tidak selamanya berlaku. Psikologi industri dan organisasi membagi dua jenis turnover yaitu functional turnover dan dysfunctional turnover. Dimana fungsional turnover dapat menguntungkan perusahaanperusahaan dan dapat pula merugikan perusahaan. Dalam fungsional turnover, organisasi mempunyai kesempatan untuk mengganti performa buruk yang ditinggalkan dengan performa yang baik. Dysfunctional turnover berharga bagi organisasi karena ditinggalkannya performa yang baik. Menurut Yoder dan Paul Staudohar (1986) , berpendapat bahwa, “Bagaimanapun, disisi lain turnover juga dapat memberikan manfaat. Dengan adanya turnover, maka terbukalah kesempatan dalam membawa orang baru dalam segala kemampuan dan ideide baru dalam suatu organisasi. Keuntungan financial juga dapat diperoleh dari turnover tersebut. Misalnya dalam beberapa jenis pekerjaan, produktivitas yang dihasilkan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan karyawan. Bila karyawan tersebut keluar, dapat digantikan dengan karyawan baru dengan gaji yang lebih rendah dan sesuai dengan produktivitas yang dihasilkan. Turnover juga dapat mengurangi biaya pendanaan pension dalam suatu organisasi atau perusahaan.” 2.1.5.5. Kerugian Turnover Menurut Winterton (2004), kerugian yang ditimbulkan akibat turnover adalah: 1. Menghabiskan biaya yang cukup banyak untuk proses pergantian karyawan. 2. Perusahaan mempertahankan pengetahuan dan keahlian bagi karyawan yang meninggalkan perusahaan. 3. Perusahaan perlu mengeluarkan biaya untuk pendidikan dan pengembangan.
34
2.1.6. Hubungan Person Organization Fit dengan Kepuasan Kerja Banyak sumber dari penelitian terdahulu telah memberikan penilaian teoritis dan bukti empiris yang membuktikan bahwa Person-Organization Fit memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja. Menurut Chatman (1991) dalam penelitiannya pada akuntan publik menyimpulkan adanya pengaruh positif antara PersonOrganization Fit dengan kepuasan kerja. Menurutnya individu yang sesuai dengan organisasi maka puas terhadap pekerjaannya. Beberapa penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa Person-Organization Fit berhubungan dengan reaksi terhadap pekerjaan. Ketika nilai-nilai individu dan organisasi sama, maka hal ini akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja serta akan mengurangi stress kerja karyawan. Chadwell dan O’ Reilly (1991) menguji kesesuaian (congruency) individu dan organisasi dengan kinerja, mereka menemukan bahwa Person-Organization Fit berhubungan positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja. Hal yang sama juga dikemukakan oleh (Sekiguchi, 2004). Di dalam tinjauan ulang fit, Kristof (1996) membuktikan secara empiris bahwa Person-Organization Fit adalah prediktor kuat kepuasan kerja dan komitmen organisasi luas. Sedangkan Autry & Daugherty (2003) dalam penelitiannya yang menghubungkan Person-Organization Fit dengan kepuasan kerja, dengan menggunakan sampel 667 karyawan bagian warehouse di Inggris dan Spanyol, dan metode analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Eqution Modelling) dengan software LISREL menyimpulkan terdapat pengaruh yang kuat antara dimensi-dimensi PersonOrganization Fit (seperti kesesuaian dengan tujuan perusahaan, dan kesesuaian dengan supervisor) dengan kepuasan kerja. 2.1.7. Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Turnover Menurut Mitchell (1982), ada empat hal yang merupakan akibat dari ketidakpuasan kerja, yaitu turnover, absensi, kesehatan, produktivitas. Turnover dan absensi merupakan akibat langsung yang muncul karena tidak adanya kepuasan kerja pada karyawan suatu perusahaan. Karyawan yang melakukan turnover pada umumnya
35
ditemukan sebabnya karena mereka tidak puas dengan manajemen perusahaan, kualitas, sifat dari kondisi kerja besarnya upah, perasaan diperlakukan secara tidak adil oleh perusahaan dan mutu pengawasan yang tidak memadai. Kondisi tersebut akan membuat karyawan merasa dikecewakan dan tidak dihargai (Sunarso, 2000). Organisasi perlu mengambil pertimbangan tentang kepuasan kerja dann menerapkan praktek HRM ditempat kerja untuk mengurangi tingkat turnover dan menetapkan tujuan organisasi. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa, jika karyawan memiliki kepuasan kerja yang tinggi maka semakin kecil kemungkinan karyawan untuk resign dan begitu juga sebaliknya. 2.2. Kerangka Pemikiran Person organization fit (X) 1. value congruence 2. goal congruence 3. employee need fulfillment 4. culture personality congruence
Job Satisfaction (Y)
Turnover Intention (Z)
1. the work it self 2. Present Pay 3. promotion opportunitie 4. supervision 5. co-workers 6. working conditions
1. Nilai berhenti/menarik diri 2. Nilai pindah keperusahaan lain
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti (2015) 2.3. Hipotesis Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut: Hipotesis pertama :
36
Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara Person-Organization Fit terhadap Job Satisfaction pada PT. Exterran Indonesia Ho
Tidak ada pengaruh signifikan antara Person-Organization Fit (X) terhadap Job Satisfaction (Y) pada PT. Exterran Indonesia.
Ha
Ada pengaruh signifikan
antara Person-Organization Fit (X) terhadap Job
Satisfaction (Y) pada PT. Exterran Indonesia. Hipotesis kedua : Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara Person-Organization Fit terhadap Turnover Intentions pada PT. Exterran Indonesia Ho
Tidak ada pengaruh signifikan antara Person-Organization Fit (X) terhadap Turnover Intentions (Z) pada PT. Exterran Indonesia.
Ha
Ada pengaruh signifikan antara Person-Organization Fit (X) terhadap Turnover Intentions (Z) pada PT. Exterran Indonesia.
Hipotesis ketiga : Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara Job Satisfaction terhadap Turnover Intentions pada PT. Exterran Indonesia Ho
Tidak ada pengaruh signifikan antara Job Satisfaction (Y) terhadap Turnover Intentions (Z) pada PT. Exterran Indonesia.
Ha
Ada pengaruh signifikan
antara Job Satisfaction (Y) terhadap Turnover
Intentions (Z) pada PT. Exterran Indonesia. Hipotesis keempat : Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan ‘Person-Organization Fit terhadap Job Satisfaction serta dampaknya pada Turnover Intentions pada PT. Exterran Indonesia
37
Ho
Person-Organization Fit (X) terhadap Job Satisfaction (Y) tidak memiliki pengaruh kepada Turnover Intentions (Z) pada PT. Exterran Indonesia
Ha
Person-Organization Fit (X) terhadap Job Satisfaction (Y) memiliki pengaruh kepada Turnover Intentions (Z) pada PT. Exterran Indonesia
38
39