7
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Konsentrasi Belajar Menurut pengertian secara psikologis belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.Sedangkan konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar, konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran (Slameto, 2003: 86).Kemampuan untuk memusatkan pikiran terhadap suatu hal atau pelajaran itu pada dasarnya ada pada setiap orang, hanya besar atau kecilnya kemampuan itu berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan orang tersebut, lingkungan dan latihan/ pengalaman.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar 2.2.1 Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, yang dikelompokkan kedalam dua bagian: 1. Fisiologis Fisiologis merupakan keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. Karena belajar memerlukan tenaga, maka untuk mencapai hasil yang baik diperlukan keadaan jasmani yang sehat, seperti kualitas tidur dan nutrisi yang cukup.
8
2. Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi belajar adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif dan kesiapan untuk memberikan respon dalam belajar. 2.2.2 Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar diri individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap konsentrasi belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor: 1. Keluarga dan teman Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.Setelah keluarga pergaulan antar sesama mahasiswa dapat membentuk sikap dan watak, serta dapat mendorong dan membantu peningkatan kegiatan akademik, atau sebaliknya. 2. Tempat tinggal Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan rumah, kediaman, akomodasi, perumahan dan arti-arti yang lain. Tempat tinggal bagi kebanyakan mahasiswa adalah tinggal bersama keluarga, asrama, kontrakan, atau kost yang masing-masing lingkungan tersebut memiliki pengaruh tersendiri terhadap pengembangan mahasiswa. 3. Akademik dan organisasi Akademik adalah keadaan orang-orang bisa menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran, dan ilmu pengetahuan. Sedangkan organisasi mahasiswa adalah organisasi yang beranggotakan mahasiswa. Organisasi ini dapat berupa organisasi kemahasiswaan intra kampus, organisasi kemahasiswaan ekstra kampus ataupun ikatan mahasiswa kedaerahaan yang pada umumnya beranggotakan lintas kampus.
2.3 Data Data dalam bentuk jamak yaitu datum, diartikan sebagai informasi yang diterima yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau dalam bentuk lisan dan
9
tulisan lainnya (Supangat, 2007: 2). Menurut cara memperolehnya data terbagi dua, yaitu: 1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti, baik dari objek individual (responden) maupun dari suatu instansi yang mengolah data untuk keperluan dirinya sendiri. Contoh: hasil wawancara dengan responden. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung untuk mendapatkan informasi (keterangan) dari objek yang diteliti, biasanya data tersebut diperoleh dari tangan kedua baik dari objek secara individual (responden) maupun dari suatu badan (instansi) yang dengan sengaja melakukan pengumpulan data dari instansi-instansi atau badan lainnya untuk keperluan penelitian dari para pengguna.
2.4 Dimensi Skala Pengukuran Skala pengukuran ini untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Menurut Usman dan Nurdin Sobari (2013: 4) dimensi ini membagi data berdasarkan skala pengukuran yang dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Skala nominal Skala nominal, yaitu data yang tidak mempunyai tingkatan untuk setiap kategori atau hanya merupakan label saja. Misal: jenis kelamin: (1) laki-laki, (2) perempuan. Data di atas tidak menunjukkan tingkatan, sehingga jika letak data diubah (1) perempuan, (2) laki-laki tidak menimbulkan dampak apa-apa dalam perhitungan atau analisis. 2. Skala ordinal Skala ordinal, yaitu data yang menunjukkan urutan (ranking), sehingga urutan data tidak boleh dibolak-balik. Misal: tingkat pendidikan: (1) tidak/ belum
10
bersekolah, (2) sekolah dasar, (3) sekolah menengah pertama, (4) sekolah menengah atas, (5) perguruan tinggi. Urutan data menunjukkan bahwa semakin besar urutannya, semakin tinggi nilainya (ascending). Urutan tersebut tidak boleh diubah, kecuali dengan membuat semakin kecil nilainya (descending). 3. Skala interval Skala interval merupakan klasifikasi secara kuantitatif dari kategori yang bersifat ordinal dan mempunyai interval relative sama, atau bisa juga menyatakan rating. Contoh skor ujian perguruan tinggi, mengurutkan: kualitas pelayanan, keadaan persepsi pegawai, sikap pimpinan dan sebagainya. 4. Skala ratio Skala ratio adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Skala rasio merupakan skala yang telah mengandung tiga sifat skala yang telah disebutkan sebelumnya, dan operasi matematika telah dapat digunakan sepenuhnya. Misal: umur, pendapatan, harga produk, ukuran timbangan, tinggi pohon, panjang, dan sebagainya.
2.5 Populasi dan Sampel Penelitian Supangat (2007: 3) menyatakan bahwa populasi adalah sekumpulan objek yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian (penelaahan) dengan ciri mempunyai karakteristik yang sama.Sedangkansampel adalah bagian dari populasi (contoh), untuk dijadikan sebagai bahan penelaahan dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut dapat mewakili (representative) terhadap populasinya. Menurut Suharso (2009: 61) untuk menentukan ukuran sampel dari suatu populasi terdapat banyak teori yang ditawarkan dari berbagai literatur, tetapi yang lebih efektif menggunakan rumus Slovin: (2.1)
11
keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan
2.6 Teknik PenarikanSampel Riduwan dan Engkos (2007: 40) menyatakan bahwa teknik penarikan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. 2.6.1 Probability Sampling Probability sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Yang tergolong teknik probability sampling, antara lain: 1. Simple random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut 2. Proportionate stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. 3. Disproportionate stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata, tetapi pembagiannya kurang proporsional. 4. Cluster sampling (area sampling) adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah geografis yang ada. 2.6.2 Non Probability Sampling Dalam non probability sampling, pemilihan unit sampling
didasarkan pada
pertimbangan atau penilaian subjektif. Beberapa jenis non probability sampling yang sering dijumpai: 1. Quota sampling, merupakan metode memilih sampel yang mempunyai ciriciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang diinginkan.
12
2. Accidental sampling, merupakan prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. 3. Judgmental sampling (purposive sampling), yaitu memilih orang-orang yang terseleksi berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya. 4. Snowball sampling, merupakan prosedur sampling dimana sampel yang direkomendasikan cenderung memiliki kesamaan dalam hal karakteristik demografis dan psikografis dengan orang yang merekomendasikannya.
2.7
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis (Riduwan, 2005: 24): 1. Angket (questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. 2. Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara adalah pewawancara, responden, pedoman wawancara, dan situasi wawancara. 3. Pengamatan (observation), yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. 4. Tes (test) sebagai instrument pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. 5. Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data yang relevan dengan penelitian.
13
2.8
Model Skala Sikap
Menurut Riduwan dan Engkos (2007: 20) berbagai skala sikap yang sering digunakan ada lima macam, yaitu: 1. Skala likert Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Skala likert sebenarnya bukan skala, melainkan suatu cara yang lebih sistematis untuk memberi skor pada indeks (Singarimbun, 1989: 111). 2. Skala guttman Skala guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya: yakin - tidak yakin, benar - salah, setuju tidak setuju dan lain sebagainya. 3. Skala diferensial semantik (semantic defferensial scale) Skala diferensial semantik atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), seperti: panas - dingin, aktif pasif, baik - tidak baik dan sebagainya. 4. Rating scale Rating scale yaitu data mentah yang didapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Bentuk rating scale lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja, tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap gejala/ fenomena lainnya. Misalnya, skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kinerja dosen dan lainnya. 5. Skala thurstone Skala thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden.
14
2.9
Uji dalam Pengolahan Data
1. Validitas Menurut Singarimbun (1989: 124) validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Uji yang digunakan untuk menguji validitas adalah dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut (Usman dan Nurdin, 2013: 13): (2.2) keterangan: = korelasi x dan y n
= ukuran sampel
X dan Y = variabel Kriteria pengujian: Jika nilai rhitung ≥ rtabel dengan derajat bebas = n - 2, maka pernyataan dikatakan valid. Jika nilai rhitung ˂ rtabel dengan derajat bebas = n - 2, maka pernyataan dikatakan tidak valid. 2. Reliabilitas Singarimbun (1989: 140) menyatakan bahwa reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Metode yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah dengan metode Cronbach Alpha
. Variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai cronbach alpha > 0,60. Perhitungan cronbach alpha diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menghitung varian tiap-tiap item
(2.3)
15
2. Menjumlahkan varian semua item (2.4) 3. Menghitung varian total (2.5) 4. Melakukan proses perhitungan nilai cronbach alpha (2.6) keterangan: α = nilai cronbach alpha K = banyaknya item pernyataan = varian tiap-tiap item; j = 1, 2, 3, … , K = varian total
2.10 Transformasi Data Ordinal menjadi Interval Pada penelitian ini variabel yang digunakan berskala ordinal. Oleh karena itu, untuk pemenuhan asumsi pada analisis jalur bahwa variabel endogen harus berskala interval, maka terlebih dahulu data ordinal ditransformasikan menjadi data interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI). Langkahlangkah transformasi data ordinal ke data interval adalah (Riduwan, 2007: 30): 1. Pertama perhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebar. 2. Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, dan 4 yang disebut sebagai frekuensi. 3. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut proporsi. 4. Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi secara berurutan perkolom skor. 5. Gunakan tabel distribusi normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh.
16
6. Menghitung nilai densitas dari nilai Z yang diperoleh dengan cara memasukkan nilai Z ke dalam fungsi densitas normal baku. 7. Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus: –
(2.7)
8. Menghitung skor (nilai transformasi) untuk setiap kategori dengan rumus: (2.8) Scale valuemin artinya adalah nilai scale value absolut (tanpa memperhatikan tanda positif atau negatif) paling kecil.
2.11 Pengertian Analisis Jalur Dalam Sarwono (2007: 1) Robert D.Rutherford (1993) menyatakan bahwa analisis jalur adalah suatu teknik untuk menganalisa hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi, juga secara tidak langsung. Defenisi lain mengatakan analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude) dan signifikansi hubungan sebab akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel (Paul Webley, 1997). David Garson (2003) dari North Carolina State University mendefinisikan analisis jalur sebagai model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh peneliti. Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan panah di mana anak panah tunggal menunjukkan sebagai penyebab.
2.12 Diagram Jalur dan Persamaan Struktural Pada saat akan melakukan analisis jalur, disarankan untuk terlebih dahulu menggambarkan secara diagramatik struktur hubungan kausal antara variabel penyebab dengan variabel akibat. Diagram ini disebut diagram jalur (Path
17
Diagram), dan bentuknya ditentukan oleh proposisi teoritik yang berasal dari kerangka berpikir tertentu. X
X
1
2
Gambar 2.1. Diagram Jalur yang Menyatakan Hubungan Kausal dari X1 Sebagai Penyebab ke X2 Sebagai Akibat Gambar 2.1 merupakan diagram jalur yang paling sederhana yang menyatakan bahwa X2 dipengaruhi secara langsung oleh X1, tetapi di luar X1, masih banyak penyebab lain yang dalam penelitian yang sedang dilakukan tidak diukur. Penyebab lain itu dinyatakan oleh . Persamaan struktural yang dimiliki oleh gambar 2.1 adalah: (2.9) keterangan: X1 adalah variabel eksogenus, untuk itu selanjutnya variabel penyebab akan kita sebut sebagai variabel eksogenus. X2 adalah variabel endogenus sebagai akibat. ε adalah variabel residu yang merupakan gabungan dari: 1) variabel lain, di luar X1 yang mungkin mempengaruhi X2 dan telah teridentifikasi oleh teori, tetapi tidak dimasukkan dalam model. 2) variabel lain, di luar X1 yang mungkin mempengaruhi X2 tetapi belum teridentifikasi oleh teori. 3) kekeliruan pengukuran (error of measurement). 4) komponen yang sifatnya tidak menentu (random component). Selanjutnya tanda anak panah satu arah menggambarkan pengaruh langsung dari variabel eksogenus terhadap variabel endogenus.
18
X 1
X
X
2
4
X 3
Gambar 2.2. Diagram Jalur yang Menyatakan Hubungan Kausal dari X1, X2, X3, ke X4 Bentuk persamaan strukturalnya adalah: (2.10) Gambar 2.2 menunjukkan bahwa diagram jalur tersebut terdapat 3 buah variabel eksogenus, yaitu X1, X2, dan X3, sebuah variabel endogenus (X4), serta sebuah variabel residu ε. Pada diagram di atas juga mengisyaratkan bahwa hubungan antara X1 dengan X4, X2 dan X4, dan X3 dengan X4 adalah hubungan kausal, sedangkan hubungan antara X1 dengan X2, X2 dengan X3, dan X1 dengan X3 masing-masing adalah hubungan korelasional. Perhatikan panah dua arah, panah tersebut menyatakan hubungan korelasional. X 1
X
X
X
3
4
2
2 Gambar 2.3. Hubungan Kausal dari X11, X2, ke X3 dan dari X3 ke X4
Persamaan struktural untuk gambar 2.3 adalah: dan
(2.11)
Perhatian bahwa pada gambar 2.3 di atas, terdapat dua buah sub-struktur, yaitu sub-struktur yang menyatakan hubungan kausal dari X1 dan X2 ke X3 dan sub-struktur yang mengisyaratkan hubungan kausal dari X3 ke X4. Pada substruktur pertama X1 dan X2 merupakan variabel eksogenus, X3 sebagai variabel endogenus dan
sebagai variabel residu. Pada sub-struktur kedua, X3 merupakan
19
variabel eksogenus, X4 sebagai variabel endogenus dan
sebagai variabel residu.
Berdasarkan contoh-contoh diagram jalur di atas, maka kita dapat memberikan kesimpulan bahwa makin kompleks sebuah hubungan struktural, makin kompleks diagram jalurnya, dan makin banyak pula sub-struktural yang membangun diagram jalur tersebut.
2.13 Koefisien Jalur Besarnya pengaruh langsung dari suatu variabel eksogenus terhadap variabel endogenus tertentu, dinyatakan oleh besarnya nilai numerik koefisien jalur dari eksogenus ke endogenus. X 1
X 3
X 2
Gambar 2.4. Hubungan Kausal dari X1, X2, ke X3 Hubungan antara X1 dan X2 adalah hubungan korelasional. Intensitas keeratan hubungan tersebut dinyatakan oleh besarnya koefisien korelasi
.
Hubungan X1 dan X2 ke X3 adalah hubungan kausal. Besarnya pengaruh langsung (relatif) dari X1 ke X3 dan dari X2 ke X3 masing-masing dinyatakan oleh besarnya nilai numerik koefisien jalur
dan
. Sedangkan ε merupakan variabel
residu (implicit eksogenus variable). Langkah kerja yang dilakukan untuk menghitung koefisien jalur adalah: 1. Gambarkan dengan jelas diagram jalur dan persamaan strukturalnya. 2. Hitung matriks korelasi antar variabel eksogen terhadap variabel endogen. X
X
…
X
1
rx21 x 2 1
... ... 1
rux1 xu rx 2 xu ... 1
1
R =
(2.12)
20
Menghitung koefisien korelasi dengan menggunakan product moment correlation dari Karl Pearson. (2.13) keterangan: = korelasi variabel x dan y n
= ukuran sampel
X dan Y = variabel Interpretasi koefisien korelasi product moment ditentukan berdasarkan kriteria (Hartono, 2004: 76): Tabel 2.1. Interpretasi Koefisien Korelasi Product Moment Koefisien Korelasi Hubungan 0,000 – 0,200 korelasi antar variabel X dengan variabel Y sangat lemah/ rendah, sehingga dianggap tidak ada korelasi 0,200 – 0,400 korelasinya lemah atau rendah 0,400 – 0,700 korelasinya sedang atau cukup 0,700 – 0,900 korelasinya kuat atau tinggi 0,900 – 1,000 korelasinya sangat kuat atau sangat tinggi 3. Identifikasikan sub-struktur dan persamaan yang akan dihitung koefisien jalurnya yang dinyatakan oleh persamaan: (2.14) Kemudian hitung matriks korelasi antar variabel eksogenus yang menyusun sub-struktur tersebut. X 1 1
R =
X
r2x1x2 1
…
X
... krx1xk ... rx2 xk 1 ... 1
(2.15)
21
4. Menghitung matriks invers korelasi variabel eksogenus.
R11 =
X1
X2
C11
C12 C22
…
Xk
... C1k ... C2 k ... ... Ckk
5. Menghitung semua koefisien jalur xu x1 xu x2
... xu xk
C11 C12 ... C1k C22 ... C2 k ... ... Ckk
(2.16)
, di mana k = 1, 2, … , m.
rxu x1 rxu x2 ... rxu xk
(2.17)
keterangan: Ckk = matriks invers koefisien korelasi antar variabel eksogen = koefisien jalur = koefisien korelasi Selanjutnya, pengaruh bersama-sama (simultan) variabel eksogenus terhadap variabel endogenus dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
(2.18)
keterangan: = koefisien determinasi total X1, X2,… , Xk terhadap Xu Dari nilai koefisien determinasi yang diperoleh dapat dihitung koefisien jalur lain diluar model, yakni
dengan rumus:
(2.19)
22
2.14 Pengujian Koefisien Jalur Menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang telah dihitung, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, serta menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variabel eksogenus terhadap variabel endogenus, dapat dilakukan dengan langkah kerja berikut: 1. Nyatakan hipotesis statistik yang akan diuji, di mana k = 1,2, 3, … , m. , artinya tidak terdapat pengaruh variabel eksogenus (Xk) terhadap variabel endogenus (Xu). , artinya terdapat pengaruh variabel eksogenus (Xk) terhadap variabel endogenus (Xu). 2. Menguji koefisien jalur. a) Pengujian secara individual (2.20)
keterangan: t
= mengikuti tabel distribusi t dengan derajat bebas = n - k - 1
n
= ukuran sampel
k
= banyaknya variabel eksogen dalam sub-struktur yang sedang diuji
Ckk = matriks invers koefisien korelasi antar variabeleksogen Kriteria pengujian: Jika nilai thitung > ttabel
(n-k-1),
maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antar variabel dengan taraf signifikan 0,05. b) Pengujiansecara keseluruhan
(2.21)
23
keterangan: F = mengikuti tabel distribusi F dengan derajat bebas = k dan n - k - 1 n = ukuran sampel k = banyaknya variabel eksogen dalam sub-struktur yang sedang diuji Kriteria pengujian: Jika nilai Fhitung > Ftabel (k, n-k-1), maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel dengan taraf signifikan 0,05. 3. Menarik kesimpulan, apakah perlu trimming atau tidak. Apabila terjadi trimming, maka perhitungan harus diulang dengan menghilangkan jalur yang menurut pengujian tidak bermakna. Al Rasyid dan Sitepu (1994: 12) dalam Riduwan dan Engkos (2007: 127) menyatakan bahwa model trimming adalah model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur analisis jalur dengan cara mengeluarkan variabel eksogen dari model, yang koefisien jalurnya tidak signifikan.