perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka Kasmanhadi S. Henry (2009) menyatakan bahwa pencemaran perairan
merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan perairan, menyebabkan perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estetis. Makhluk hidup memiliki berbagai reaksi mulai dari pengaruh yang sangat kecil sampai ke subletal seperti, berkurangnya pertumbuhan, pengembangbiakan pengaruh perilaku, atau kematian yang nyata. Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleh debit air limbah yang dihasilkan. Deazy Rahmawati (2011) dalam Pengaruh Kegiatan Industri Terhadap Kualitas Air Sungai Diwak di Bergas dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai merupakan analisis kualiatas air Sungai Diwak pada segment industri akibat
adanya
pengaruh
beban
pencemaran
limbah
industri
dan
merekomendasikan strategi pengendalian pencemaran air sungai Diwak dengan metode SWOT. Indeks Pencemaran air pada masing-masing stasiun menunjukkan status mutu air Sungai Diwak tergolong tercemar ringan hingga sedang. Strategi pengendalian pencemaran air Sungai Diwak yaitu pemantauan kualitas air Sungai Diwak, serta penegakan hukum maupun rewards kepada industri dalam pengelolaan lingkungan. Indikator pencemaran air sungai selain secara fisik dan kimia juga dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Plankton merupakan salah satu indikator terhadap kualitas air akibat pencemaran ( Azwir, 2006 ). Berdasarkan definisinya, pencemaran air di indikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat
tertentu
yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai commit to user peruntukkannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah 6 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baku mutu air yang ditetapkan. Hal tersebut juga berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air. 2.2
Dasar Teori
2.2.1
Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air
yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi, dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman. Uap yang dihasilkan akan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut sebagian langsung menguap ke udara, sebagaian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi), dan sebagian lagi akan diuapkan dan sebagian lagi mengalir melalui dahan (stem flow) atau jatuh dari daun dan akhirnya sampai ke permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah (run off), masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan menuju laut sebagian akan mengalami penguapan, dan begitu seterusnya. Proses siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut :
commit to user Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Suripin, 2004) 7 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.2
digilib.uns.ac.id
Seri Data Hidrologi Bambang Triatmodjo (2010) menyatakan bahwa seri data hidrologi
dilakukan dengan cara annual maximum series, dimana menurut metode ini digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Hanya ada satu data dalam satu tahun. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih dari data maksimum pada tahun yang lain tidak diperhitungkan. 2.2.3
Pengukuran Hujan Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan menampung hujan
yang jatuh. Namun tidak mungkin menampung air hujan di seluruh daerah tangkapan air. Hujan di suatu daerah hanya dapat diukur beberapa titik yang ditetapkan dengan menggunakan alat pengukuran hujan. Hujan yang terukur dinyatakan dengan kedalaman hujan yang jatuh pada suatu interval waktu tertentu (Bambang Triatmodjo, 2010). Di Indonesia, data hujan tersebut dapat di peroleh dari stasiun pengamatan hujan yang dimiliki oleh instansi yang membutuhkan data hujan. Instansi tersebut diantaranya Badan Meterologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pengairan, Dinas Pertanian dan Instansi Pengelola Bandara (Sobriyah, 2012). Masing masing instansi tersebut mengelola sendiri stasiun hujannya. Bisa terjadi dua atau lebih stasiun hujan berada pada jarak yang berdekatan. Alat penakar hujan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penakar hujan biasa (manual raingauge) dan penakar hujan otomatis (automatic raingauge) (Bambang Triatmodjo, 2010). Besarnya hujan diukur menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya terdiri dari dua jenis yaitu alat penakar hujan tidak otomatis dan alat penakar hujan otomatis. Cara pengukuran hujan dengan menggunakan alat penakar tidak otomatis dilakukan dengan mencari air hujan yang tertampung dalam penampungan air hujan yang diukur volume setiap interval waktu tertentu commit to user atau setiap satu kejadian hujan. 8 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.4
digilib.uns.ac.id
Penentuan Hujan Kawasan Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan titik
(point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam satu cara yang digunakan dalam atau di sekitar kawasan. Salah satu cara yang digunakan dalam menghitung hujan rerata kawasan, yaitu dengan Metode rerata aljabar. Metode ini paling sederhana dibanding metode lain. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam daerah aliran sungai (DAS). Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila : a. Stasiun hujan tersebar secara merata di daerah aliran sungai (DAS) dalam jumlah yang cukup b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh daerah aliran sungai (DAS)
Untuk menghitung hujan rerata kawasan dengan metode rerata aljabar dapat digunakan persamaan berikut : ̅
...................................................................... (2.1)
Dengan : p : hujan rerata kawasan (p1, p2, p3, ...., pn : hujan di stasiun 1,2,3,...n) n : jumlah stasiun
2.2.5
Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah laju hujan atau curah hujan atau tinggi air
persatuan waktu. Intensitas hujan dinotasikan dengan huruf I dengan stasiun mm/jam, mm/menit, mm/hari (Suroso, 2006). commit to user
9 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Durasi hujan (t, duration), lamanya waktu hujan tercurah dari atmosfer ke permukaan bumi, dinyatakan sebagai satuan (menit, jam, hari). Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit. Data curah hujan yang ada adalah data curah hujan harian, maka untuk menghitung intensitas hujan dapat digunakan metode Mononobe mengusulkan persamaan di bawah ini untuk menurunkan kurva IDF( Intencity Duration Frequency Curve) .................................................................................(2.2) Dengan : I
= Intensitas hujan (mm/jam)
T
= lamanya hujan (jam)
R24
= Curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)
2.2.6
Debit Hujan Perhitungan debit akibat curah hujan rencana memakai persamaan : Q= CIA ...............................................................................(2.3) Dimana : Q
= Debit aliran (m3/dt)
C
=Koefisien pengaliran, yang sesuai dengan jenis dan tipe daerah
I
= intensitas curah hujan maksimum selama waktu yang sama dengan waktu konsentrasi (m)
A
commit to user = Luas daerah aliran sungai (catchment area) (m2)
10 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika I dalam mm/jam, A dalam m2 maka besarnya debit aliran dapat ditentukan sebagai berikut : ⁄ (
) ⁄
Kemudian debit puncak air limpasan secara rasional diterjemahkan oleh (Agus Maryono dan Edy Nugroho Susanto,2007) sebagai berikut :
Dengan : Q
= debit air rata-rata hujan (m3/det)
I
= intensitas hujan rata-rata (m)
T
= periode / lama waktu hujan (detik)
A
= luas atap sebagai bidang penangkap (m2)
Perhitungan hujan andalan dilakukan melalui pengolahan data debit hujan tahunan yang ada dengan mengurutkan peringkat data debit rerata tahunan dari nilai tertinggi ke nilai terendah berdasarkan besar curah hujan rata-rata tahunan. Lalu diperhitungkan peluang masing-masing dengan rumus : commit to user
11 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
( )
..............................................................(2.4)
dengan : m : nomor urut n : jumlah data P : peluang
Prosedur analisis debit andalan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan data. Apabila terdapat data debit dalam jumlah cukup panjang, maka analisis ketersediaan air dapat dilakukan dengan melakukan analisis frekuensi terhadap data debit tersebut. 2.2.7
Koefisien Runoff Koefisien runoff
atau koefisen C didefinisikan sebagai nisbah antara
puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi
yang luas. Faktor utama yang
mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan aspal dan atap bangunan, akan menghasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan menjadi basah, seberapa pun kemiringannya (Suripin, 2004). Koefisien runoff nilainya diberikan dalam Tabel 2.1.
commit to user
12 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 Nilai koefisien C Untuk Metode Rasional Deskripsi Lahan / karakter permukaan
Koefisien aliran, C
Binis Perkotaan
0,70 – 0,95
Pinggiran
0,50 – 0,70
Perumahan Rumah tunggal
0,30 - 0,50
-
Multi unit, terpisah
0,40 – 0,60
-
Multi unit, tergabung
0,60 – 0,75
Perkampungan
0,25 – 0,40
Apartemen
0,50 – 0,70
Industri -Ringan
0,50 – 0,80
- Berat
0,60 - 0,90
Perkerasan -
Aspal dan beton
0,70 – 0,95
-
Batu bata, paving
0,50 - 0,70 0,75 – 0,95
Atap Halaman, tanah berpasir Datar 2%
0,05 – 0,10
Rata-rata 2-7%
0,10 – 0,15
Curam, 7%
0,25 – 0,35
Halaman kereta api
0,10 – 0,35
Taman tempat bermain
0,20 – 0,35
Taman, perkuburan
0,10 – 0,25
Hutan Datar 0-5%
0,10 – 0,40
Bergelombang, 5-10%
0,25 – 0,50
Berbukit, 10-30%
0,30 – 0,60
Sumber : Suripin, 2004
13 Bab 2 Landasan Teori
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.3
digilib.uns.ac.id
Sungai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya
Air, yang dimaksud wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/ pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2. Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam dan berturut-turut menjadi agak curan, agak landai, dan relatif rata. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan semakin lambat pada daerah hilir. Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunyai kualitas air lebih baik daripada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke arah hilir keragaman pemanfaatan lahan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut supali limbah cair dari daerah hulu yang menuju daerah hilir pun menjadi meningkat. Pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses pembuangan limbah cair yang dimulai dari hulu ( Wiwoho, 2005 ). Jenis-jenis sungai dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu berdasarkan sumber air dan debit air. Berdasarkan sumber atau asal airnya, sungai dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Sungai hujan adalah sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan. Misalnya sungai-sungai di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. 2. Sungai Gletser adalah sungai yang sumber airnya berasal dari gletser ( es yang mencair ) 3. Sungai campuran adalah sungai yang sumber airnya berasal dari campuran air, hujan dan gletser. commit to user
14 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan debit airnya sungai dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Sungai permanen / tetap adalah sungai yang aliran airnya tetap sepanjang tahun, misal sungai di Pulau Sumatra 2. Sungai periodik / tidak tetap adalah sungai yang aliran airnya tidak tetap sepanjang tahun. Pada musim hujan menimbulkan banjir dan musim kemarau airnya surut atau bahkan kering. Misalnya sungai-sungai di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
2.3.1
Kualitas Air Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi
atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Kualitas air yang dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik biologi atau uji kenampakan (bau dan warna). Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya).
2.3.2
Kriteria Baku Mutu Air Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Untuk itu agar kualitas air tetap terjaga maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang dibuang ke perairan umum atau sungai harus memenuhi standar baku mutu atau kriteria mutu air sungai yang akan menjadi tempat pembuangan limbah cair tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran air sungai dapat dihindari atau dikendalikan. commit to user
15 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan bahwa klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas, yaitu : 1. Kelas Satu : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk baku air minum dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut 2. Kelas Dua :
Air
yang
peruntukannya dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan dan atau untuk peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut 3. Kelas Tiga : Air yang peruntukan dapat digunakan untuk pembudidayaan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut 4. Kelas Empat : Air yang peruntukan dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut
2.3.3
Bahan Pencemar Air Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar (polutan), yang ada pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik (Effendi, 2003). commit to user
16 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber pencemaran air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan industri, pertanian dan peternakan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. Sumber bahan pencemaran yang masuk ke pengairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan : a. Point Source Discharge ( sumber titik ), yaitu sumber pencemar yang dapat diketahui secara pasti dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industri maupun domestik serta saluran drainase. b. Non Point Source (sebaran menyebar ), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui limpasan (runoff) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.
2.3.4
Indikator Pencemaran Air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati (Wardhana, 2004) : 1. Adanya perubahan suhu air 2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen 3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air 4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut 5. Adanya mikroorganisme 6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan kualitas air dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisik, kimia dan biologis (Warlina, 2004). Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran air adalah : commit to user
17 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Suhu Suhu atau temperatur pada badan air penerima / sungai dapat berubah karena perubahan musim, perubahan harian dan masukan berupa buangan air limbah yang panas dari industri. Suhu memperlihatkan kecenderungan aktivitas kimiawi dan biologis di dalam air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; (2) kecepatan reaksi kimia meningkat; (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu dan (4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Fardiaz, 1992). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan –
b. Padatan Tersuspensi ( Total Suspended Solid ) Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainnya. Partikel menurunkan intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan hewan, kotoran manusia dan limbah industri (Fardiaz, 1992).
c. pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5-7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan commitditodalam user air (Wardhana, 2004). mengganggu kehidupan organisme
18 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses kimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah (Effendi, 2003). Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini :
commit to user
19 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.2 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH
Pengaruh Umum Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun
6,0-6,5
Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak Kelimpahan total, biomassa, dan
5,5-6,0
produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar
5,0-5,5
Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos Algae hijau berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar
4,5-5,0
Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos Algae hijau berfilamen semakin banyak
Proses nitrifikasi terhambat commit to user Sumber : (modifikasi Baker et al., 1990 dalam Effendi, 2003) 20 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut sangat menentukan kehidupan biota perairan. Oksigen merupakan akseptor elektron dalam reaksi respirasi, sehingga banyak dibutuhkan oleh biota aerobik. Oksigen juga mempengaruhi kelarutan dan ketersediaan berbagai jenis nutrien dalam air. Kondisi oksigen terlarut yang rendah memungkinkan adanya aktivitas bakteri anaerobik pada badan air. Oksigen terlarut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain penutupan vegetasi, BOD (Biochemical Oxygen Demand), perkembangan fitoplankton, ukuran badan air, dan adanya arus angin. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob) (Effendi, 2003). Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan (Jeffries dan Mills, 1966 dalam Effendi, 2003). Oksigen juga memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan jenis biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik.
Dalam
kondisi
aerobik,
peranan
oksigen
adalah
untuk
mengoksidasi bahan organik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga (Salmin, 2005). commit to user
21 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal ini dikarenakan oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk)(Wardhana, 2004). Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik memiliki kadar oksigen terlarut (DO)>5 ppm (Salmin, 2005).
e. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Kebutuhan oksigen biologis atau Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah (mendegradasi) bahan organik yang ada di dalam air tersebut (Wardhana, 2004. Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tiungkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikt dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam sianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganisme juga relatif sedikit. Sehingga semakin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar oksigen biokimia (BOD) dalam air yang tingkat pencemarannya masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik berkisar 0-10 ppm (Salmin, 2005).
f. COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia (Wardhana, 2004). Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta jumlah commit to user ion chrom.
22 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dan sebagainya, maka lebih cocok diperlukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi. Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO, WHO/UNEP, 1992 dalam Warlina, 2004).
g. Kromium Kromium merupakan unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami. Kromium yang ditemukan di perairan adalah kromium trivalen (Cr3+) dan kromium heksavalen (Cr6+), namun pada perairan yang memiliki pH lebih dari 5, kromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, kromium trivalen akan dioksidasi menjadi kromium heksavalen yang lebih toksik. Kromium tidak ditemukan di alam sebagai logam murni. Sumber alami kromium
adalah
batuan
chromite
(FeCr2O4)
dan
chromite
oxide
(Cr2O3)(Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Garam-garam kromium digunakan dalam industri besi baja, cat, bahan celupan (dyes), bahan peledak, tekstil, keramik, gelas, fotografi, sebagai penghambat korosi dan sebagian campuran lumpur pengeboran (drilling mud) (Effendi, 2003). Kadar kromium maksimum yang diijinkan bagi kepentingan air minum adalah 0,05 mg/L (Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi, 2003). Kadar kromium pada perairan tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/L dan pada perairan laut sekitar 0,00005 mg/L. commit to user
23 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
2.3.5
digilib.uns.ac.id
Beban Pencemaran Beban pencemaran sungai adalah jumlah suatu unsur pencemar yang
terkandung dalam air sungai. Beban pencemaran sungai dapat disebabkan oleh adanya aktivitas industri, pemukiman dan pertanian. Beban pencemaran sungai dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Mitsch & Goesselink, 1993 dalam Marganof,2007) :
....................................................................... (1)
Keterangan : BPS
= Beban pencemaran Sungai (kg/hr)
(Cs)j
= Kadar terukur sebenarnya unsur pencemaran – j (mg/lt)
Qs
= Debit air sungai (m3/hari)
f
= faktor konversi =
2.3.6
Indeks Pencemaran Di dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air dijelaskan bahwa penentuan status mutu air dapat dilakukan dengan menggunakan Metode STORET atau Metode Indeks Pencemaran. Sumitomo dan Nemerow (1970) dalam Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (2003) mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemaran yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index ) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Analisis stasistik yang digunakan adalah metode commit to user
24 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indeks Pencemaran (IP) untuk mengetahui kualitas air sungai. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : √
⁄
⁄
.............................................. (2)
Dimana : Lij
= Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku
mutu peruntukan air (j) Ci
= Konsentrasi parameter kualitas air hasil survey
IPj
= Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)
(Ci/Lij)M
= Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R
= Nilai Ci/Lij rata-rata
Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat tidaknya suatu perairan dipakai untuk peruntukan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Evaluasi terhadap Indeks Mutu / Pencemaran Perairan ditunjukkan pada Tabel 2.3 sebagai berikut : Tabel 2.3 Hubungan Antara Nilai Indeks Pencemaran dengan Mutu Air Perairan Nilai IP
Mutu Perairan
0-1,0
Kondisi baik
1,1-5,0
Cemar ringan
5,0-10,0
Cemar sedang
>10,0
Cemar berat
Sumber : Keputusan Menteri LH No.115 Tahun 2003 2.4
Strategi Pengendalian Pencemaran Air
2.4.1
Analisis SWOT Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Upaya pengendalian
pencemaran air memerlukan perencanaan yang strategis yang meliputi proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi-strategi itu. Salah satu model commit to user perencanaan strategis adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities
25 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan Threats ). Analisis ini dapat digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis SWOT adalah analisis untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang digunakan untuk strategi yang dilakukan. Komponen faktor internal adalah : (1) Strenght (S) adalah kekuatan dan potensi suatu sektor yang dimanfaatkan untuk menunjang pengembangan, (2) Weakness (W) adalah kelemahan atau masalah yang dihadapi oleh sektor yang dikembangkan dan dapat menghambat pengembangan potensi yang dimilik. Komponen faktor eksternal adalah (1) Opportunities (O) adalah peluang atau kesempatan dari luar yang dapat digunakan bagi pengembang potensi, (2)Threats (T) adalah ancaman atau hambatan yang berasal dari luar dapat mengganggu pengembangan potensi (Surakhmad, 1994 dalam Dhokhiksh dan Koesoemawati, 2007). (2) Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Untuk dapat mengambil keputusan strategis perlu dilakukan analisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti, 2006). Analisis dilakukan melalui kegiatan pembobotan terhadap setiap komponen pada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Kegiatan pembobotan merupakan upaya untuk menentukan besar kecilnya tingkat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk diperbandingkan antara kekuatan dan kelemahan sebagai kemampuan internal dan antara peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal. Hasil perbandingan antara keduanya akan menentukan posisinya dalam kuadran SWOT.
commit to user
26 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2 Kuadran SWOT (Sumber : http://daps.bps.go.id) Hasil analisis pada kuadran SWOT memiliki interpretasi sebagai berikut : Kuadran I : positif, positif S>W dan O
W dan O
27 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menunjukkan bahwa kondisi saat ini tidak menguntungkan. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan untuk mengendalikan pencemaran yang terjadi sambil terus berupaya membenahi diri. Penyusunan strategi pengendalian pencemaran yang didasarkan pada analisis SWOT pada kondisi saat ini dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan matriks SWOT (Tabel 2.4). Pada tahap ini digunakan pendekatan kualitatif dengan menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor internal (kekuatan dan kelemahan) sedangkan dua kotak di sebelah kiri adalah faktor eksternal (peluang dan tantangan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktorfaktor internal dan eksternal. Tabel 2.4 Matriks dalam Analisis SWOT
Internal Audit External Envirnment S O T
W
y P
SO
WO
A c
ST
WT
Keterangan :
SO, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk meraih peluang
ST, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi / menghadapi ancaman (T) dan berusaha secara maksimal menjadikan ancaman menjadi peluang
WO, meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang
WT, meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih baik ancaman (T) commit to user
28 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
2.4.2
digilib.uns.ac.id
Tahapan Formulasi Strategi Data
hasil
kuisioner
berupa
faktor-faktor
kekuatan
(Strength),
kelemahan(Weakness), Peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) yang menggunakan Skala ordinat Likert, analisis data menggunakan metode statistic non parametric yaitu dengan menggunakan uji tanda (signtest). Menurut Fred R. David (2000) analisis SWOT dilakukan dengan menggambarkan matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation) dan Evaluasi Faktor Eksternal (Eksternal Factor Evaluation). Proses analisis dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Pemilihan Faktor-Faktor SWOT Berdasarkan hasil pengisian kuisioner oleh responden, faktor-faktor internal
dan
eksternal
yang
ada
dipilah
dahulu
kedalam
Strength,Weakness, Opportunities, dan Threats dengan cara : i) Skala ordinal Likert untuk rating di transformasikan terlebih dahulu menjadi nilai sebagai berikut : Sangat lemah
: -2
Lemah
: -1
Sedang
:0
Kuat
:1
Sangat kuat
:2
ii) Nilai rating yang sudah ditransformasi dikalikan dengan bobot (hasil kuisioner) untuk masing-masing faktor. iii) Hasil perkalian untuk masing-masing faktor dijumlahkan dari seluruh responden. iv) Tiap faktor internal dan eksternal diurutkan dari jumlah nilai yang besar. v) Lima faktor teratas dimasukkan dalam kelompok Strength atau Opportunities, lima faktor terbawah dimasukkan dalam kelompok Weakness atau Threats b. Penentuan rating faktor-faktor SWOT Setelah dilakukan pemilihan tiap kelompok faktor-faktor SWOT, maka commit torating user dalam skala 1-4 selanjutnya dihitung nilai rata-rata
29 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Penentuan bobot relatif faktor SWOT Untuk menghitung bobot relatif faktor, terlebih dahulu menghitung Severity Index dari tiap faktor SWOT. Untuk faktor Strength/Weakness dibuat
dalam
satu
set,
demikian
pula
untuk
faktor-faktor
Opportunities/Threats dibuat dalam satu set tersendiri, sehingga pada akhirnya jumlah bobot untuk faktor-faktor S/W adalah 1, dan ketentuan ini juga berlaku untuk faktor-faktor O/T. Rumus pengukuran Severity Index (Is) adalah : Is = ∑ dengan : ai = nilai skala Likert yang menyatakan bobot yang diberikan kepada responden ke i xi = ni/N ni = jumlah frekuensi responden yang menjawab bobot tertentu N = jumlah responden
Berdasarkan nilai Severity Index dilakukan analisis rangking dengan mengurutkan terlebih dahulu faktor-faktor S/W dan O/T berdasarkan nilai Severity Index dari yang terbesar. Selisih Severity Index kemudian ditransformasikan ke skala Saaty dengan ketentuan seperti pada Tabel 2.5. Menjumlahkan nilai hasil transformasi untuk nilai faktor, kemudian dihitung nilai eigen value-nya. Dari nilai eigen
value dilakukan
pembulatan (bila perlu) sehingga diperoleh bobot faktor relatif yang selanjutnya digunakan untuk perhitungan matriks IFE dan EFE. Transformasi dari Severity Index ke skala Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.5 :
commit to user
30 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.5 Transformasi dari Severity Index ke Skala Saaty Selisih Severity Index
Skala Saaty
Arti
0-5
1
Equally important than other
6-10
2
Between 1 and 3
11-15
3
Slightly important than others
16-20
5
Essentially important than others
21-30
7
Obviously important than others
31 keatas
9
Absolutely important than others
d. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Setelah analisis lingkungan internal berhasil mengidentifikasi faktor-faktor strategi
internal
yang
paling
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
masyarakat, baik yang merupakan faktor kekuatan maupun kelemahan, maka kemudian didapat suatu daftar rincian faktor-faktor strategi internal. Dari daftar tersebut, masyarakat dan penegak hukum dapat diketahu posisi dan profil lingkungan internal. e. Matriks EFE Matriks ini memuat rincian faktor-faktor strategi eksternal, juga membuat rating bobot kepentingan masing-masing faktor strategi eksternal dan rating nilai pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Dari matriks EFE dapat diketahui posisi posisi dan profil lingkungan eksternal. Profil lingkungan eksternal masyarakat sering disebut juga profil peluang dan ancaman dari lingkungan. f. Matriks IE (Internal-Eksternal) Strategi ditingkat unit yang ditentukan melalui I/E matrik di atas adalah strategi secara garis besar. Detail strategi tersebut, akan dapat diketahui menggunakan tekhnik berupa SWOT matrik, serta memperhatikan kebijakan-kebijakan di tingkat pemerintah sebagai structural conditioner. commit to user
31 Bab 2 Landasan Teori
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Matriks SWOT Melalui strategi yang ditetapkan pada matriks SWOT, strategi ini di tingkat unti dalam bentuk detail dapat ditentukan dengan melakukan pilihan yang paling tepat terhadap alternatif-alternatif strategi S-T, S-O, W-T, dan W-O. h. Matriks QSPM (Quantitative Strategic PlanningMatrix) Tekhnik ini secara obkjektif memberikan penilaian strategi mana yang terbaik. Quantitative Strategic Planning Matrix menggunakan input dari matriks eksternal, matriks internal, matriks SWOT, matriks IE, yang digunakan sebagai informasi untuk membuat Quantitative Strategic PlanningMatrix
(QSPM).
Quantitative
Strategic
PlanningMatrix
berdasarkan faktor-faktor kunci yang ada mengidentifikasi faktor-faktor sebelumnya.
commit to user
32 Bab 2 Landasan Teori